Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif dan kronis, yang memerlukan
pengobatan jangka panjang dan perawatan pasien secara mandiri, untuk dapat mencegah efek
komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Diagnosis DM ditegakkan bila pemeriksaan
gula darah puasa > 126 mg/dl dan/atau gula darah 2 jam setelah makan > 200 mg/dl (Gleadle,
2008)
Angka prevalensi Diabetes Melitus di dunia telah mencapai jumlah wabah atau Epidemi.
WHO memperkirakan pada negara berkembang pada tahun 2025 akan muncul 80% kasus baru.
Saat ini, Diabetes Melitus di tingkat dunia diperkirakan lebih dari 230 juta, hampir mencapai
proporsi 6% dari populasi orang dewasa.
Menurut WHO, Indonesia diperkirakan akan menempati peringkat ke5 sedunia dengan
jumlah penderita diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025mendatang. Menurut
penelitian Epidemilogi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia kekerapan diabetes di
Indonesia berkisar antara 1,4% sampai dengan 1,6%. kecuali dua tempat yaitu Pekajangan, suatu
desa di daerah Semarang 2,3% dan di Manado 6% (Suroyo, 2007).

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah utama diabetes
Melitus pada keluarga Tn. Y di wilayah kerja Puskesmas Rumbai.
1. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada keluarga Tn. Y khususnya pada Ny. Y
b. Merumuskan dan menegakkan diagnose keperawatan pada keluarga Tn. Y khususnya Ny.
Y
c. Menyusun intervensi sesuai dengan diagnose pada keluarga Tn. Y khususnya Ny. Y
d. Melakukan implementasi keperawatan pada keluarga Tn. S khususnya Ny. P
e. Mengevaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada keluarga Tn. S khususnya Ny. P
C. Manfaat penulisan
1. Bagi Puskesmas
Memberikan masukan bagi puskesmas dalam perencanaan peningkatan penyuluhan
konseling tentang diit penderita diabetes melitus sebagai upaya pencegahan resiko komplikasi.
Sebagai bahan masukan perawat untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama pada
pasien Diabetes Melitus.
2. Bagi Instansi Akademik
Sebagai pengetahuan dalam kegiatan proses belajar tentang asuhan keperawatan keluarga
dengan diabetes melitus yang dapat digunakan bagi praktek mahasiswa keperawatan.
3. Bagi Penulis
Sebagai pengetahuan dan pengalaman khususnya dibidang keluarga dan komunitas pada
pasien keluarga dengan Diabetes Melitus. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien dengan Diabetes Melitus.
4. Bagi Pasien dan Keluarga
Sebagai pengetauan keluarga tentang penyakit diabetes melitus. Pasien penderita
Diabetes Melitus bisa menerima perawatan yang maksimal dari petugas kesehatan. Sehingga
keluarga bisa menjaga anggota keluarga yang lain supaya terhindar dari penyakit Diabetes
Melitus.
5. Bagi Pembaca
Menambah informasi dan pengetahuan yang lebih untuk mengetahui tentang penyakit
Diabetes Melitus
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Keluarga


1. Pengertian keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang
bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional serta social dari tiap anggota keluarga (Duvall dan Logan dalam
Setyowati, 2008).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri
dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dengan anaknya (UU No. 10 tahun 1992 dalam
Suprajitno, 2004).
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah :
Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan perkawinan atau
adopsi.Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jiaka terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain.
Anggota keluarga berintaeraksi satu sama lain dan masing- masing mempunyai peran
sosial suami, istri, anak, kakak, adik.Mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan
budaya,meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa keluarga juga merupakan suatu sistem. Sebagai
sistem keluarga mempunyai anggota yaitu : Ayah, ibu, dan anak atau semua individu yang
tinggal di dalam satu rumah tangga tersebut. Anggota keluarga tersebut saling berinteraksi
dan interdependensi (saling ketergantungan) untuk mencapai tujuan bersama.
Keluarga merupakan system terbuka sehingga dapat dipengaruhi oleh supra
sistemnya, yaitu lingkungan (masyarakat) dapat mempengaruhi masyarakat ( Supra Sistem ).
Oleh karena itu betapa pentingnya peran dan fungsi keluarga dalam membentuk keluarga
sebagai titik sentral pelayanan keperawatan. Diyakini bahwa keluarga yang sehat akan
mempunyai anggota yang sehat dan mewujudkan masyarakat yang sehat.Dapat dicontohkan
apabila satu anggota keluarga menderita sakit, maka semua anggota keluarga akan
merasakannya, dan ini akan mempengaruhi juga di dalam masyarakat.
1.1 Tipe Keluarga

Keluarga yang memperlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola
kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga berkembang
mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat
kesehatan maka perawat perlu mengetahui bebagai tipe keluarga.

Berikut ini tipe keluarga menurut Murwani (2007) :

1.1.1 Tipe Keluarga Tradisional


Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami istri,dan anak ( kandung
atau angkat ). Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga yang lain
Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, yang mempunyai
hubungan darah, misalnya : kakek,nenek, keponakan, paman bibi. Keluarga “Dyad”, yaitu
suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan istri tanpa anak.“Single Parent”, yaitu suatu
rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandun g/angkat).
Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian. “Single Adult”, yaitu suatu
rumah tangga yang hanya terdiri seorang dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa
kemudian tinggal kost untuk bekerja atau kuliah).

1.1.2 Tipe Keluarga Non Tradisional


“Commue Family”, yaitu lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah. Orang
tua (suami – istri) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup dalam satu rumah
tangga.“Homoseksual”, yaitu dua individu yang sejenis (laki – laki) hidup atau rumah tangga.

1.2 Fungsi keluarga


Friedmann (1986) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, sebagai berikut :
1.2.1 Fungsi afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis
kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psiko sosial.
Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari
seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif.
Hal tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam
keluarga. Dengan demikian, keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh
anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri positif.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif
adalah : Saling mengasuh ; cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung
antar anggota keluarga, mendapatkan kasih sayang dan dukungan dari anggota yang lain.
Maka, kemampuan untuk memberikan kasih sayang akan meningkat, yang pada akhirnya
tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung. Hubungan intim didalam keluarga
merupakan modal besar dalam memberikan hubungan dengan orang lain diluar keluarga /
masyarakat saling menghargai. Bila anggota saling menghargai dan mengakui keberadaan
dan setiap hak anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim yang positif, maka fungsi
afektif akan tercapai.
Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup
baru. Ikatan anggota keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian
pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga. Orang tua harus mengembangkan proses
identifikasi yang positif sehingga anak- anak dapat meniru tingkah laku yang positif dari
kedua orang tuanya.

1.2.2 Fungsi sosialisasi.


Sosialisasi adalah proses pengembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang
menghasilkan interaksi sosial (Friedmann 1986). Sosialisasi dimulai sejak manusia lahir.
Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru
lahir dia akan menatap ayah, ibu, dan orang – orang yang disekitarnya. Kemudian beranjak
balita dia mulai belajar bersosialisasi dengan lingkungan sekitar meskipun demikian keluarga
tetap berperan penting dalam bersosialisasi.
Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai dalam interaksi atau
hibungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga
belajar disiplin, belajar norma-norma, budaya, dan prilaku melalui hubungan dan interaksi
keluarga.

1.2.3 Fungsi reproduksi


Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya
manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan
biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah untuk meneruskan
keturunan. Dalam hal ini keluarga juga berfungsi untuk memelihara dan membesarkan anak.

1.2.4 Fungsi ekonomi


Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh
anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memenuhi
kebutuhan akan makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Banyak pasangan sekarang kita lihat
dengan penghasilan yang tidak seimbang antara suami dan istri hal ini menjadikan
permasalahan yang berujung pada perceraian.

1.2.5 Fungsi perawatan kesehatan


Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan,
yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan, dan atu merawat anggota keluarga
yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status
kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat
dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan
tugas kesehatan berarti sanggup menyeleseikan masalah kesehatan.

1.3 Tugas kesehatan keluaraga adalah sebagai berikut : (Friedmann 1998)

1.3.1 Mengenal masalah kesehatan


Ketidaksanggupan keluarga dalam mengenal masalah pada diabetes mellitus salah
satu faktor penyebabnya adalah karena kurang pengetahuan tentang diabetes mellitus.
Apabila keluarga tidak mampu mengenal masalah diabetes mellitus,ppenyakit tersebut akan
mengakibatkan komplikasi.
1.3.2 Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
Ketidaksanggupan keluarga dalam mengambil keputusan yang tepat dalam melakukan
tindakan disebabkan karena tidak memahami tentang sifat,berat,dan luasnya masalah yang
dihadapi dan masalah tidak begitu menonjol. Penyakit diabetes mellitus yang tanpa
penanganan akan mengakibatkan komplikasi.
1.3.3 Memberikan perawatan pada anggota yang sakit.
Ketidakmampuan dalam merawat anggota keluarga disebabkan karena tidak mengethui
keadaan penyakit,misalnya keluarga tidak mengetahui tentang pengertian, tanda dan
gejala,penyebabnya dan pengelolaan pada diabetes mellitus.
1.3.4 Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.
Ketidaksanggupan keluarga dalam memelihara lingkungan yang dapat berpengaruh
terhadap kesehatan.Ketidakmampuan ini disebabkan karena sumber-sumber dalam keluarga
tidak mencukupi,diantaranya adalah biaya.
1.3.5 Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan
masyarakat.
Hal ini sangat penting sekali untuk keluarga yang mempunyai masalah diabetes
mellitus.Agar penderita dapat memeriksakan kesehatannya secara rutin. Dimensi dasar
struktur keluarga

1.4 Menurut Friedmann struktur keluarga terdiri atas :


1.4.1 Pola dan proses komunikasi
1.4.2 Pola interaksi keluarga yang bersifat terbuka dan jujur, Selalu menyeleseikan
konflik keluarga berpikiran positif, dan tidak mengulang – ulang isu dan
pendapat sendiri.

1.5 Karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk :


1.5.1 Karakteristik pengirim :
Yakin dalam mengemukakan sesuatu atau pendapat. Apa yang disampaikan jelas dan
berkualitas.Selalu meminta dan menerima umpan balik.
1.5.2 Karakteristik penerima:
Siap mendengarkan masukan dan pendapat dari anggota keluarga.Memberikan umpan
balik dari setiap pendapat yang di kemukakan angota keluarga.Dan melakukan validasi

1.6 Struktur Peran


Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi social yang di
berikan. Yang dimasksud dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat
misalnya sebagai suami, istrri, anak dan sebagainya. Tetapi terkadang pera ini tidak dapat di
jalankan oleh masing-masing individu dengan baik. Ada beberapa anak yang terpaksa
memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang lain sedang orang tua kereka entah kemana atau
malah berdiam diri di rumah.
1.7 Strukur Kekuatan
Kekuatan merupaka kemampuan (potensial dan aktual) dari individu untuk
mengendalikan atau mempengaruhi untuk mengubah periklaku oranglain ke arah positif
Ada beberpa macam tipe kekuatan struktur kekuatan :

1.7.1 Legitimate power/kekuasaan/hak untuk mengontrol


Wewenang primer yang merujuk pada kepercayaan bersam bahwa dalam suatu
keluarga satu orang mempunyai hak untuk mengontrol tingkah laku anggota keluarga yang
lain.
1.7.2 Referent power/seseorang yang ditiru
Kekuasan yang dimilikiorang-orang tertentu gterhadap orang lain karena identifikasi
positif terhadap mereka,seperti identifikasi positif seorang anak dengan orang tua (role
mode).
1.7.3 Reward power/kekuasaan penghargaan
Pengaruh kekuasaan karena adanya harapan yang akan diterima oleh seseorang dari
orang yang mempunyai pengaruh karena kepatuhan seseorang. Seperti ketaatan anak
terhadap orang tua.
1.7.4 Coercive power/kekuasan paksaan/dominasi
Sumber kekuasaan mempunyai kemampuan untuk menghukum dengan
paksaan,ancaman, atau kekerasan bila mereka tidak mau taat.
1.7.5 Affective power/kekuasaan afektif
Kekuasaan yang diberikan melalui manipulasi dengan memberikan atau tidak
memberikan afeksi atau kehangatan, cinta kasih misalnya hubungan seksual pasangan suami
istri.

1.8 Nilai-Nilai Keluarga


Nilai merupakan suatu system sikap dan kepercayaan yangt secara sadar atau tidak
mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. nilai keluarga juga merupakan suatu
perkembangan norma dan peraturan.Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut
masyarakat berdasarkan system dala keluarga.
Budaya adalah kumpulan dari pola perilaku yang dapat dipelajari, dibagi, dan di tularkan
ditularkan debggan tujuan untuk menylesaikan masalah.
1.9 Peran perawat keluarga
Dari 5 fungsi keluarga diantaranya adalah fungsi perawat kesehatan dimana perawat
kesehatan bersama perawat menylesaikan masalah kesehatan. Perawat kesehatan keluarga
adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan keluarga sebagai unit pelayanan untuk
mewujudkan keluarga yang sehat. Fungsi perawat adalah membantu keluarga untuk
menylesaikan masalah keluarga dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukan
fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga.
Ada banyak peran perawat dalam membantu keluarga dalam menylesaikan masalah atau
melakukan perawatan kesehata keluarga, diantaranya sebagai berikut :
1.9.1 Pendidik
Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga dengan tujuan
sebagai berikut :
1.9.1.1 keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara
mandiri
1.9.1.2 Bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga. Dengan
diberikan pendidikan/ penyuluhan diharapkan keluarga mampu mengatasi
dan bertanggung jawab terhadap masalah kesehatannya.
1.9.2 Koordinator
Koordinasi diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang komperhensif
dapat tercapai. Koordinasi juga diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi dari
berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan.
1.9.3 Pelaksana
Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik di rumah, klinik, maupun di rumah
sakit bertanggung jawab dalam memberikan perawatan langsung. Kontak pertama perawat
kepada keluarga melalui anggota keluarga yang sakit. Perawat dapat mendemonstrasikan
kepada keluarga asuhan keperawatan yang diberikan dengan harapan keluarga nanti dapat
memberikan asuhan langsung kepada anggota keluarga yang sakit.
1.9.4 Pengawas Kesehatan
Sebagai pengawas kesehatan perawat harus melakukan home visit atau kunjungan rumah
yang teratur untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga.
Perawat tidak hanya melakukan kunjungan tetapi diharapkan ada tindak lanjut dari kunjungan
ini.
1.9.5 Konsultan
Perawat sebagai nara sumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan. Agar
keluarga mau memint nasehat pada perawat maka hubungan antara keluarga dan perarawat
harus dibuina dengan baik, perawatn harus terbuka dan dapat dipercaya. Maka dengan
demikian, harus ada Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP) antara perawat dan keluarga.
1.9.6 Kolaborasi
Sebagai perawat di komunitas juga harus bekerja sama dengan pelayanan rumah sakit,
puskesmas dan anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga
yang optimal. Kolaborasi tidak hanya dilakukan sebagai perawat di rumah sakit tetapi di
keluarga dan komunitaspun juga dapat di laksanakan.
1.9.7 Fasilitator
Peran perawat komunitas disini adalah membantu keluarga dalam menghadapi kendala
untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Kendala yang sering di alami keluarga
keraguan didalam menggunakan pelayanan kesehatan, masalah ekonomi dan sosial budaya.
Agar dapat melaksanakan peran fasilitator dengan baik, maka perawat komunitas harus
mengetahui sistem pelayanan kesehatan, misalnya system rujukan dan dana sehat.
1.9.8 Penemu Kasus
Peran perawat komunitas yang juga sangat penting adalah mengidentifikasi kesehatan
secara dini (Case Finding), sehingga tidak terjadi ledakan atau kejadian luar biasa (KLB).
1.9.9 Modifikasi Lingkungan
Perawat komunitas juga harus dapat memodifikasi lingkungan, baik lingkungan
rumah, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya agar dapat tercipta lingkungan yang sehat.
Lingkungan yang baik untuk diabetes mellitus adalah dengan penataan perabot rumah yang
rapi,pencahayaan yang terang,lantai bersih dan tidak licin.

Alasan keluarga menjadi focus Asuhan Keperawatan keluarga Menurut Friedman


(1998). Keluarga terdiri dari anggota yang saling ketergantungan satu sama lainnya
(interdependent) dan berpengaruh dengan yang lainnya. Jika salah satu sakit maka anggota
keluarga yang lain juga merupakan bagian yang sakit.
Adanya hubungan yang kuat diantara keluarga dengan status kesehatan anggotanya,
maka anggota keluarga sangat penting peranannya dalam setiap pelayanan keperawatan.
Tingkat kesehatan anggota keluarga sangat significant dengan aktivitas didalam promosi
kesehatan. Keadaan sakit pada salah satu anggota keluarga dapat sebagai indikasi problem
yang sama didalam anggota.
B. Konsep Dasar Diabetes Mellitus
1. Pengertian

Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang disertai


dengan berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan oleh gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai macam komplikasi kronik pada organ mata, ginjal, saraf, pembuluh
darah disertai lesi padda membran basalis dalam dengan menggunakan pemeriksaan dalam
mikroskop (Arief Mansjoer dkk, 2005).

Menurut Arif Mansjoer (2005), klasifikasi pada penyakit diabetes mellitus ada dua
antara lain: Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)). Diabetes tipe ini
juga jenis diabetes yang sering disebut DMTI yaitu Diabetes Mellitus Tergantung Pada
Insulin. Pada tipe ini yaitu disebabkan oleh distruksi sel beta pulau langerhans diakibatkan
oleh proses autoimun serta idiopatik. Diabetes Mellitus Tipe II, diabetes tipe II atau Non
Insulin

Dependent Diabetes mellitus (NIDDM) atau jugu DMTTI yaitu Diabetes Mellitus Tak
Tergantung Insulin. Diabetes tipe II ini disebabkan karena adanya kegagalan relativ sel beta
dan resistensi insulin. Resistensi insulinmerupakan turunnya kemampuan insulin dalam
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer, untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel beta tersebut tidak dapat mengimbangi resistensi insulin ini seutuhnya, yang
dapat diartikan terjadi nya defensiensi insulin, adanya ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin terhadap rangsangan glukosa maupun glukosa bersama
perangsang sekresi insulin yang lain, jadi sel beta pancreas tersebut mengalami desentisisasi
terhadap glukosa.
Ulkus diabetik merupakan permasalahan yang sudah sering muncul sekarang dimana
luka pada kaki penderita diabetes melitus yang diakibatkan karena suatu infeksi yang
menyerang sampai ke dalam jaringan subkutan. Apabila luka ulkus diabetik ini tidak
dilakukan perawatan yang baik maka proses penyembuhan akan lama, dan faktor-faktor
resiko infeksi semakin tinggi bahkan apabila infeksi sudah terlalu parah seperti terjadi
neuropati perifer maka dapat juga dilakukan amputasi guna mencegah adanya pelebaran
infeksi ke jaringan yang lain. adapun tindakan lain seperti debridement, dan nekrotomi.
Debridemen merupakan sebuah tindakan pembedahan lokal yang dilakukan pada
penderita ulkus diabetik dengan cara pengangkatan jaringan mati dari suatu luka,jaringan
mati tersebut dapat dilihat, warna lebih terlihat pucat, cokelat muda bahkan berwarna hitam
basah atau kering.

2. Etiologi
Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat heterogen, akan tetapi
dominan genetik atau keturunan biasanya menjanai peran utama dalam mayoritas Diabetes
Melitus (Riyadi, 2011). Adapun faktor – factor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit
Diabetus Melitus antara lain :
2.1 Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai dengan terjadinya
kegagalan pada sel Bmelepas insulin.
2.2 Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel b, antara lain agen yang
mampu menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat serta gula yang
diproses secara berlebih, obesitas dan kehamilan.
2.3 Adanya gangguan system imunitas pada penderita / gangguan system imunologi
2.4 Adanya kelainan insulin
2.5 Pola hidup yang tidak sehat

3. Patofisiologi

Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin
itu sendiri, antara lain: resisten insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
terikat pada reseptor khususdi permukaan sel. Akibat dari terikatny ainsulin tersebut maka,
akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa dalam sel tersebut. Resisstensi
glukosa pada diabetes mellitus tipe II ini dapat disertai adanya penurunan reaksi intra sel atau
dalam sel. Dengan hal – hal tersebut insulin menjadi tidak efektif untuk pengambilan glukosa
oleh jaringan tersebut. Dalam mengatasai resistensi insulin atau untuk pencegahan
terbentuknya glukosa dalam darah, maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin dalam sel
untuk disekresikan .

Pada pasien atau penderita yang toleransi glukosa yang terganggu, keadaan ini
diakibatkan karena sekresi insulin yang berlebihan tersebut, serta kadar glukosa dalam darah
akan dipertahankan dalam angka normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi hal-hal berikut
jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap insulin maka, kadar
glukosa dalam darah akan otomatis meningkat dan terjadilah Diabetes Melitus Tipe II ini.

Walaupun sudah terjadi adanya gangguan sekresi insulin yang merupakan cirri khas
dari diabetes mellitus tipe II ini, namun masih terdapat insulin dalam sel yang adekuat untuk
mencegah terjadinya pemecahan lemak dan produksi pada badan keton yang menyertainya.
Dan kejadian tersebut disebut ketoadosis diabetikum, akan tetapi hal initidak terjadi pada
penderita diabetes melitus tipe II.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada tipe I yaitu IDDM antara lain :
4.1 Polipagia, poliura, berat badan menurun, polidipsia, lemah, dan somnolen yang
berlangsung agak lama, beberapa hari atau seminggu.

4.2 Timbulnya ketoadosis dibetikum dan dapat berakibat meninggal jika tidak segera
mendapat penanganan atau tidak diobati segera.

4.3 Pada diabetes mellitus tipe ini memerlukan adnaya terapi insulin untuk mengontrol
karbohidrat di dalam sel.

Sedangkan manifestasi klinis untuk NIDDM atau diabetes tipe II antara lain :Jarang
adanya gejala klinis yamg muncul, diagnosa untuk NIDDM ini dibuat setelah adanya
pemeriksaan darah serta tes toleransi glukosa di didalam laboratorium, keadaan hiperglikemi
berat, kemudian timbulnya gejala polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen, ketoadosis jarang
menyerang pada penderita diabetes mellitus tipe II ini.

5. Komplikasi
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi akut yang terjadi pada penderita Diabetes
Mellitus tapi selain ulkus diabetik antara lain :
5.1 Komplikasi Akut. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan
jangka pendek dari glukosa darah. Hipoglikemik dan ketoadosis diabetik masuk ke
dalam komplikasi akut.
5.2 Komplikasi kronik. Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini adalah
makrovaskuler dimana komplikasi ini menyerang pembuluh darah besar, kemudian
mikrovaskuler yang menyerang ke pembuuluh darah kecil bisa menyerang mata
(retinopati), dan ginjal. Komplikasi kronik yang ketiga yaitu neuropati yang mengenai
saraf. Dan yang terakhir menimbulkan gangren.
5.3 Komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain, menyebabkan penyakit
jantung dan gagal ginjal, impotensi dan infeksi, gangguan penglihatan (mata kabur
bahkan kebutaan), luka infesi dalam , penyembuhan luka yang jelek.
5.4 Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post debridement komplikasi dapat
terjadi seperti infeksi jika perawatan luka tidak ditangani dengan prinsip steril.

6. Pathway

7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Smelzer dan Bare (2008), adapun pemeriksaan penunjang untuk penderita diabetes
melitus antara lain :

7.1 Pemeriksaan fisik

7.1.1.1 Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi keringatnya


(menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol kaki berkurang (-).
7.1.1.2 Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - -pecah , pucat, kering yang
tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa jugaterapa
lembek.
7.1.1.3 Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk mencegah terjadinya
ulkus

7.2 Pemeriksaan Vaskuler

7.2.1.1 Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda


asing, osteomelietus.
7.2.1.2 Pemeriksaan Laboratorium

7.3 Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu), GDP (Gula Darah
Puasa)

7.4 Pemeriksaan urine

Dimana urine diperiksa ada atau tidaknya kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya
pemeriksaan dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah pemeriksaan selesai
hasil dapat dilihat dari perubahan warna yang ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan
merah bata (++++).

7.5 Pemeriksaan kultur pus

Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman yang terdapat pada luka dan untuk observasi
dilakukan rencana tindakan selanjutnya.

7.6 Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan tindakan pembedahan

8. Penatalaksanaan Medis

Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya penderita setelah menjalani


tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan perawatan dalam jangka panjang.

8.1 Medis

Menurut Sugondo (2009 )penatalaksaan secara medis sebagai berikut :


8.1.1 Obat hiperglikemik Oral
8.1.2 Insulin
8.1.3 Ada penurunan BB dengan drastis
8.1.4 Hiperglikemi berat
8.1.5 Munculnya ketoadosis diabetikum
8.1.6 Gangguan pada organ ginjal atau hati.

8.2 Pembedahan

Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang bertujuan untuk mencegah
penyebaran ulkus ke jaringan yang masih sehat, tindakannya antara lain :

8.2.1 Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus diabetikum.

8.2.2 Neucrotomi

8.2.3 Amputasi

8.3 Keperawatan

Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secara keperawatan yaitu :

8.3.1 Diit

Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.

8.3.2 Latihan

Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil, jalan – jalan sore, senam
diabetik untuk mencegah adanya ulkus.

8.3.3 Pemantauan

Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya secara mandiri dan optimal.
8.3.4 Terapi insulin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah makan dan pada
malamhari.
8.3.5 Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi penderita ulkus dm supaya
penderita mampu mengetahui tanda gejala komplikasi pada dirinya dan mampu
menghindarinya.
8.3.6 Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka debridement, karena asupan nutrisi
yang cukup mampu mengontrol energy yang dikeluarkan.
8.3.7 Stress Mekanik

Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah seperti bedrest, dimana


semua pasin beraktifitas di tempat tidur jika diperlukan. Dan setiap hari tumit kaki harus
selalu dilakukan pemeriksaan dan perawatan (medikasi) untuk mengetahui perkembangan
luka dan mencegah infeksi luka setelah dilakukan operasi debridement tersebut. (Smelzer &
Bare, 2005)
8.3.8 Tindakan pembedahan

Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara lain :


 Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau tidak ada.
 Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis, dan dilakukan
perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka terkontrol dengan baik.
(Smelzer & Bare,2005)
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Menurut NANDA (2013), fase pengkajian merupakan sebuah komponen utama untuk
mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data, mengorganisasikan data, dan
mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara lain meliputi :
1.1 Biodata
1.1.1 Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis)
1.1.2 Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien)

1.2 Riwayat kesehatan


Keluhan utama , biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
Pada pasien post debridement ulkus kaki diabetik yaitu nyeri 5 – 6 (skala 0 - 10)
1.2.1 Riwayat kesehatan sekarang,data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan
penyakit pasien dari sebelum dibawa ke IGD sampai dengan mendapatkan
perawatan di bangsal.

1.2.2 Riwayat kesehatan dahulu,adakah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita
oleh pasien tersebut, seperti pernah menjalani operasi berapa kali, dan dirawat di
RS berapa kali.
1.2.3 Riwayat kesehatan keluarga,riwayat penyakit keluarga , adakah anggota keluarga
dari pasien yang menderita penyakit Diabetes Mellitus karena DM ini termasuk
penyakit yang menurun.

1.3 Pola Fungsional Gordon

1.3.1 Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi sebelumnya,persepsi pasien dan
keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya.

1.3.2 Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari, jumlah makanan
dan minuman yang dikonsumsi, jeni makanan dan minuman, waktu berapa kali
sehari, nafsu makan menurun / tidak, jenis makanan yang disukai, penurunan berat
badan.

1.3.3 Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama sakit ,
mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali sehari, konstipasi, beser.

1.3.4 Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul keringat dingin,
kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas setelah aktifitas, kemampuan pasien
dalam aktivitas secara mandiri.

1.3.5 Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang, gangguan

1.3.6 Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan mengetahui
tentang penyakitnya

1.3.7 Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau perasaan tidak
percaya diri karena sakitnya.

1.3.8 Pola reproduksi dan seksual

1.3.9 Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap penyakitnya, kecemasan
yang muncul tanpa alasan yang jelas.

1.3.10 Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi , komunikasi, car
berkomunikasi

1.3.11 Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan beribadah selama sakit,
ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.
1.4 Pemeriksaan Fisik

1.4.1 Keadaan umum

Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri akibat pembedahanskala nyeri (0
- 10), luka kemungkinan rembes pada balutan. Tanda-tanda vital pasien (peningkatan suhu,
takikardi), kelemahan akibat sisa reaksi obat anestesi.

1.4.2 Pernapasan

Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada pasien post pembedahan pola
pernafasannya sedikit terganggu akibat pengaruh obat anesthesia yang diberikan di ruang
bedah dan pasien diposisikan semi fowler untuk mengurangi atau menghilangkan sesak
napas.
1.4.3 Sistem kardiovaskuler

Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada
permukaan jantung, tekanan darah dan nadi meningkat.
1.5 Sistem

1.5.1 Sistem pencernaan

Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual akibat sisa bius, setelahnya normal
dan dilakukan pengkajian tentang nafsu makan, bising usus, berat badan.

1.5.2 Sistem musculoskeletal

Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada sistem ini karena pada bagian kaki
biasannya jika sudah mencapai stadium 3 – 4 dapat menyerang sampai otot. Dan adanya
penurunan aktivitas pada bagian kaki yang terkena ulkus karena nyeri post pembedahan.

1.5.3 Sistem intregumen

Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan output yang tidak seimbang.
Pada luka post debridement kulit dikelupas untuk membuka jaringan mati yang tersembunyi
di bawah kulit tersebut.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda, (2013), diagnosa keperawatan yang muncul antara lain :
2.1 Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan
2.2 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi debridement
2.3 Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post debridement
2.4 Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akut
2.5 Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan penurunan berat badan

3. Intervensi Keperawatan
3.1 Diagnosa I : Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam maslaah


nyeri berkurang atau hilang

Kriteria Hasil :

a. skala nyeri berkurang (0-10) menjadi 4


b. pasien terlihat rileks atau nyaman
c. pasien mampu mengontrol nyeri Intervensi :

a. Pertahankan tirah baring dan posisi yang nyaman


b. Kaji nyeri menggunakan metode (PQRST) meliputi skala,
frekuensi nyeri, dll
c. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
d. Monitor Tanda – tanda vital
e. Kolaborasi untuk pemberian analgetik

3.2 Diagnosa II : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka akibat post
operasi debridement
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan masalah gangguan integritas kulit dapat teratasi
Kriteria Hasil :

a. Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan


b. Luka sembuh sesuai kriteria
c. Tidak ada luka atau lesi
d. Perfusi jaringan baik
Menunjukkan proses penyembuhan luka
Intervensi :

a. Anjurkan pasien memakai pakaian yang longgar


b. Hindari dari kerutan tempat tidur
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi), miring kanan, miring kiri setiap
2 jam
e. Monitor perkembangan kulit pada luka post debridement setiap
hari.

f. Mengobservasi luka : perkembangan, tanda – tanda infeksi,


kemerahan,perdarahan, jaringan nekrotik, jaringan granulasi.

g. Lakukan teknik perawatan luka dengan prinsip steril Rasional :


luka terkontrol dari infeksi.
h. Kolaborasi pemberian diit kepada penderita ulkus dm.

3.3 Diagnosa III : Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post debridement
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan resiko infeksi dpat dicegah dan teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Pasien bebas dari tanda gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah lekosit dlam batas normal
d. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi :
a. Pertahankan teknik aseptif
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
c. Monitor tanda dan gejala infeksi
d. Meningkatkan intake nutrisi
e. Berikan perawatan luka pada area epiderma
f. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah Rasional : mengetahui kondisi
luka
g. Kolaborasi pemberian antibiotik.

3.4 Diagnosa IV : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akut pada
kaki.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan gangguan perfusi jaringan dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
a. Nyeri berkurang atau hilang
b. Pergerakan / aktivitas pasien bertambah dan tidak terbatasi
c. Pasien mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri

Intervensi :

a. Bantu klien menggunakan tongkat saat berjalandan cegah


terhadap cidera
Rasional : mencegah cidera
b. Damping dan bantu pasien dalam pemenuhan ADLs Rasional :
kebutuhan ADLs pasien terpenuhi
c. Mendekatkan alat / barang yang dibutuhkan pasien Rasional :
pasien tidak kesulitan dalam kebutuhan
fasilitasnya
d. Kolaborasi dengan keluarga untuk pemenuhan ADLs paisen
Rasional : memaksimalkan nafsu makan, dan kebutuhan ADLs
yang lainnya

3.5 Diagnosa V : Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah berhubungan dengan


hiperglikemia
Tujuan : setelah dilakukan tindkan keperawatan selama 3 x 24 jam kadar
glukosa dalam dara darah stabil
Kriteria Hasil :
a. Kadar glukosa dalam darah normal (80 – 100 mg/dL)
b. Berat badan ideal atau tidak mengalami penurunan Intervensi :

Intervensi :

a. Kaji faktor yang menjadi penyebab ketidakstabilan glukosa


b. Pantau keton urine
c. Gambarkan mengenai proses perjalanan penyakit
d. Pantau tanda gejala terjadinya hipoglikemi dan
hiperglikemi
e. Memberikan penyuluhan mengenai penyakit ulkus diabetik, diit,
obat, resep

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat
maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan
perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam
rencana keperawatan (Nursallam, 2011).
5. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
5.1.1 Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
5.1.2 Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.

Anda mungkin juga menyukai