Anda di halaman 1dari 42

KEGAWATDARURATAN

OBSTETRI

Pembimbing :
Dr. Askan, Sp.OG, M.MKes.
Oleh :
EKA NUR ASIA, S. Ked

08700332

SMF ILMU KEBIDANAN & PENYAKIT KANDUNGAN


RSUD DR. R. SOSODORO DJATIKOESOEMO BOJONEGORO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA
KUSUMA SURABAYA
2013

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kebesaran Allah SWT telah menciptakan keanekaragaman
ilmu pengetahuan alam semesta ini. Dan karena rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan referat ini.
Telah kita pelajari sebelumnya ilmu-ilmu di bumi ini selagi kita kecil sampai
dengan beranjak dewasa, tugas ini disusun berdasarkan literatur-literatur ilmu
kandungan dan kebidanan.
Penyelesaian dari referat ini tidak terlepas dari peran serta dari berbagai pihak,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan kali ini izinkanlah
penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan referat ini.
Semoga Allah SWT membalasnya dengan memberikan imbalan yang
setimpal. Setiap manusia pasti memiliki kesalahan. Begitu pula dengan buah karya
dari tangan manusia itu sendiri yang masih memerlukan beberapa perbaikan dalam
pembuatan referat selanjutnya.
Karena itu penulis sangat memerlukan saran, kritik, dan komentar, agar dapat
dijadikan pedoman dalam pembuatan referat selanjutnya. Semoga referat ini dapat
berguna bagi para pembaca.

Bojonegoro, 27 Agustus 2013

Penulis

PENDAHULUAN
Perawatan selama persalinan dan kehamilan yang telah diperbaiki dapat
mengurangi kematian maternal dan kematian perinatal. Perbaikan aspek sosial,
budaya,ekonomi,danpendidikan,dapatmembantumengatasi64persenpenyebab
kematianibu.Perbaikanpenangananklinis,dapatmengatasi36persenkematianibu.
Kesadaran masyarakat akan tandatanda bahaya pada kehamilan dan pengetahuan
mengenaikehamilanakanmeminimalkankegawatdaruratanobstetri,namunbanyak
kepercayaan tradisional dan praktek penundaan pengambilan keputusan untuk
mencari perawatan pada fasilitas kesehatan, masih dilakukan masyarakat. Faktor
medisadalahkenyataanbahwasuamidananggotaseniorkeluargatidakmengenal
adanyatandabahayaselamakehamilandanterjadinyaketerlambatanmenggunakan
fasilitasmedis.Fasilitasmedissepertipersediaandarahdirumahsakityangminim,
akan mempengaruhi proses selanjutnya pada kasuskasus tersebut. Faktor
kepercayaandantradisidisampingkeadaansosioekonomijugamemberisumbangan
kepadaterjadinyakeadaanfatalbagiibu.Faktormedisdannonmedismungkinjuga
mempengaruhi proses pengambilan keputusan pada kedaruratan medis yang
menyebabkankematian.(1)
Kematian pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara
berkembang. Di negara berkembang sekitar 25 50% kematian terjadi pada wanita
usia subur. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama kematian wanita
muda pada masa puncak produktivitasnya. Angka kematian ibu merupakan tolok ukur
untuk menilai keadaan pelayanan obstetri disuatu negara. Bila AKI masih tinggi
berarti sistim pelayanan obstetri

masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan.

Sistem rujukan di Indonesia menjadikan rumah sakit (RS) kabupaten sebagai RS


rujukan sekunder, yang memiliki berbagai fungsi pelayanan obstetri.(2)
Untuk menurunkan AKI, intervensi pra persalinan merupakan strategi umum
yangditerapkan di Indonesia, seperti halnya di negara lain, sebagai alat pemeriksaan
persalinan resiko tinggi, strategi ini belum mampu menurunkan AKI terutama oleh
karena faktor sistem rujukan, serta ketersediaan, dan efektivitas intervensi. Oleh
karena itu salah satu prioritas utama kebijakan Safe motherhood adalah

meningkatkan atau menjamin akses pelayanan kesehatan bagi kegawatdaruratan


obstetri(2).
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA AKI
Penyebab utama tingginya AKI adalah adanya tiga terlambat (3T) yaitu (2):
1. Terlambat untuk mencari pertolongan bagi kasus kegawatdaruratan obstetri yang
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, tradisi, budaya ataupun faktor ekonomi.
2. Terlambat mencapai tempat rujukan yang disebabkan oleh keadaan geografi atau
masalah tranportasi.
3. Terlambat memperoleh penanganan yang adekuat setelah tiba ditempat rujukan
akibat kurangnya tenaga sumber daya yang terampil, sarana dan fasilitas
kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar maupun kasus kegawatdaruratan.

KEGAWATDARURATAN OBSTETRI
Kegawatdaruratan obstetri adalah keaadaan pada kehamilan yang membutuhkan
penanganan segera atau keadaan pada kehamilan yang mengancam jiwa ibu. Dapat
terjadi pada awal kehamilan, kehamilan lanjut dan mendekati persalinan, saat
persalinan dan pasca persalinan. (3)
Kegawatdaruratan obstetri pada awal kehamilan(3):

abortus

kehamilan ektra uterin (ektopik)

Kegawatdaruratan obstetri pada kehamilan lanjut(3):

Plasenta previa

Solusio plasenta

Rupture uteri

Eklampsia

Sepsis

Kegawatdaruratan obstetri pada persalinan dan pasca persalinan(3):

retensio plasenta

cedera jalan lahir dan ruptur uteri

atonia uteri

eklampsia

infeksi/sepsis

ABORTUS
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa
mempersoalkan

penyebabnya.

Bayi

mungkin

hidup

di

dunia

luar

tanpa

mempersoalkan penyebabnya. Dengan kata lain Abortus artinya berakhirnya


kehamilan sebelum janin viabel (bisa hidup) yaitu kurang dari 20 minggu atau berat
kurang dari 500 mg. Memang janin segitu banyak yang mati dari pada hidup. (4,5).
5

Klasifikasi abortus(4):
1. abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis
maupun mekanis.
2. abortus buatan, abortus provokatus, yaitu abortus buatan menurut kaidah ilmu
dan abortus buatan kriminal
Etiologi:
Faktor yang menyebabkan terjadinya abortus, yaitu(4,5):
1. faktor janin, yaitu gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin dan plasenta.
Biasanya yang menyebabkan abortus pada trimester pertama yaitu: kelainan
telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan
kromosom, embrio dengan kelainan lokal, abnormalitas pembetukan plasenta.
2. faktor maternal yaitu infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang
sedang berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester
kedua, penyakit vaskular seperti hipertensi vaskular, kelainan endokrin, faktor
imunologis, trauma, kelainan uterus, dan faktor psikosomatik.
3. faktor eksterna seperti radiasi, obat-obatan antagonis asam folat, antikoagulan,
merokok, alkohol, caffeine dan lain-lain.
Patogenesis
Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian
diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan nekrotik
pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut dan akhirnya perdarahan
pervaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian. Hal ini menyebabkan
kontraksi uterus dimulai dan segera itu setelah terjadi pendorongan benda asing itu
keluar rongga rahim. Pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling
lama 2 minggu sebelum perdarahan(4).
Sebelum minggu ke 10 hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Karena
villi korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur
mudah terlepas seluruhnya. Antara minggu ke 10-12 korion tumbuh dengan cepat dan
hubungan villi korialis dengan desidua makin erat mulai saat tersebut sering sisa-sisa
korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus. Empat komponen pembeda masing2

abortus adalah : jumlah perdarahan, kolik rahim, pembukaan leher rahim dan ukuran
rahim. (4,5).
Gambaran klinis:
Abortus iminens
Threatened abortion, didiagnosis bila seseorang wanita hamil < 20 minggu
mengeluarkan darah sedikit pervagina. Pedarahan dapat belanjut beberapa hari atau
dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau punggung bawah. Setengah dari
abortus akan menjadi abortus komplit atau inkomplit(4).
Dasar diagnosis(4):
1. anamnesis yaitu perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada
atau ringan
2. pemeriksaan dalam yaitu fluksus ada (sedikit)
3. pemeriksaan penunjang (hasil USG menunjukkan; buah kehamilan masih
utuh, ada tanda kehidupan, meragukan atau buah kehamilan mati
Pengobatan:
Bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin: bed rest selama 3x24 jam, bila kadar
progesteron < 5-10 nanogram, berikan preparat progesteron, no sexual intercourse,
penenang jika pasien gelisah, tokolitik (hystolan), antiprostaglandin (aspirin/aspilet),
asam folat (folaplus). Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1-2
minggu, kemudian bila hasil USG tidak baik, evakuasi(4,5).
Abortus Insipiens
Abortus yang sedang berlangsung, ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang
keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim yang kuat dan
ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban
dapat teraba. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan merupakan
kontra indikasi Usaha untuk mempertahankan kehamilan akan sia2, untuk kehamilan
kurang 12 minggu dilakukan kuret dengan vakum maupun kuret biasa. Jika kehamilan
lebih dari 12 minggu, janin dilahirkan terlebih dulu dengan menginduksi
kehamilan/abortus. (4,5).
Dasar diagnosis(4):
1. anamnesis perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/ kontraksi rahim

2. pemeriksaan dalam, ostium terbuka, buah kehamilan masih dalam rahim dan
ketuban utuh.
Pengobatan(4):
1. evakuasi
2. uterotonik pascaevakuasi
3. antibiotik selama 3 hari
Abortus inkomplit
Didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina,
tetapi sebagian tertinggal. Pada beberapa kasus perdarahn tidka banyak dan biasanya
serviks akan menutup kembali(4).
Dasar diagnosis:
1. anamnesis yaitu perdarahan dari jalan lahir, nyeri/kontraksi rahim ada, dan
bila perdarahan banyak dapat terjadi syok.
2. pemeriksaan dalam ostium terbuka, teraba sisa jaringan buah kehamilan.
Pengobatan(4):
1. perbaiki keadaan umum, bila ada syok, atasi syok, bila Hb < 8 gr% transfusi
2. evakuasi; digital, kuret
3. uterotonik
4. antibiotik selama 3 hari
Abortus Komplit
Kalau telur lahir lengkap, abortus disebut komplit. Kuret tidak perlu dilakukan.
Perdarahan akan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambatlambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka
rahim telah sembuh dan epitelisas telah selesai. Bila masih ada perdarahan, pikirkan
abortus inkomplit atau endometritis(4).
Abortus tertunda (missed abortion)
Apabila buah kehamilan telah mati tertahan dalam rahim selama 8 minggu atau lebih.
Dengan pemeriksaan USG tampak janin tidka utuh dna membentuk gambaran
kompleks, diagnosis USG tidak selalu harus tertahan > 8 minggu(4).
Dasar diagnosis(4):
1. anamnesis yaitu perdarahan bisa ada atau tidak
8

2. pemeriksaan obstetri yaitu fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan
bunyi jantung janin tidak ada
3. pemeriksaan penunjang USG, laboratorium.
Pengobatan(4):
1. Perbaikan keadaan umum
2. darah segar
3. Fibrinogen
4. evakuasi dengan kuret, bila umur kehamilan > 12 minggu didahului dnegan
pemasangan laminaria stift
Abortus habitualis
Bila abortus spontan terjadi 3 kali berturut-turut atau lebih. Kejadiannya jauh lebih
sedikit daripada abortus spontan dan lebih sering pada primitua. Etiologi abortus ini
adalah kelainan genetik (kromosom), kelainan hormonal dan kelainan anatomis(4).

Gambar: pelaksanaan Kuretase(5)

KEHAMILAN EKTOPIK
Kehamilan secara normal akan berada pada kavum uteri. Suatu kehamilan disebut
kehamilan ektopik bila zigot terimplantasi di lokasi-lokasi selain cavum uteri, seperti
di ovarium, tuba, serviks, bahkan rongga abdomen. (6,7).
Etiologi

Kehamilan ektopik pada dasarnya disebabkan segala hal yang menghambat perjalanan
zigot menuju kavum uteri. Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan
ektopik antara lain: riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi
non-ginekologis seperti apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol, salpingitis
isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam lumen tuba yang
menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Hal-hal tersebut
secara umum menyebabkan perlengketan intra- maupun ekstraluminal pada tuba,
sehingga menghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri. Selain itu ada pula
faktor-faktor fungsional, yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan
faktor hormonal dan defek fase luteal. Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi
lamban, sehingga implantasi zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri.
Dikatakan juga bahwa meningkatnya usia ibu akan diiringi dengan penurunan
aktivitas mioelektrik tuba.(7)

Gejala-gejala(6):
1. nyeri perut dapat unilateral atau bilateral di abdomen bagian bawah
2. amenorea
3. perdarahan pervaginam (dengan matinya telur desidua yg mengalami
degenerasi dan nekrosis, selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk perdarahan)
4. syok karena hipovolemia
5. pembesaran uterus (karena pengaruh hormon kehamilan, tetapi sedikit lebih
kecil dibandingkan uterus pada kehamilan intrauterin yang sama umurnya)
6. tumor dalam rongga panggul
7. perubahan darah.
10

Patofisiologi Kehamilan Tuba


Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi
tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga
abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel
kolumnar tuba maupun secara interkolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot
melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai
darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar,
zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup
oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi
korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping
dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil
konsepsi berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya
perdarahan akibat invasi trofoblas. Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan
ektopik pun mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron,
sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan.
Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel
endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan
sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi AriasStella. Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk
berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi.
Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah: 1)
hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, 2) abortus ke dalam lumen tuba, dan 3) ruptur
dinding tuba.(7)
Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris,
sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada abortus
tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan
terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola
kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir
melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas
dan membentuk hematokel retrouterina. Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya
ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling
11

sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu)
karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga
sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal karena
suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars
interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan
yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan.
Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis,
dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan
pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih
terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan
dapat berlanjut di rongga abdomen.(7)
Membantu diagnosis, dapat dilakukan(6):
1. tes kehamilan kalau positif maka ada kehamilan
2. douglas punksi (kuldosentesis) jarum besar yang dihubungkan dengan spuit
ditusukkan ke dalam kavum douglas di tempat kavum douglas menonjol ke
forniks posterior.
3. USG
4. laparoskopi

12

Penatalaksanaan Kehamilan Tuba


Penatalaksanaan Medis
Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan,
termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan
merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,
methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan
terminasi kehamilan tersebut. (7)
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis
tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel
yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5,
dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam
regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari
ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek
negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9.
Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam
13

massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik
paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu. (7)
Penatalaksanaan Bedah
Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu
pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan
radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2
teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. (7)
Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada
prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil
konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos
dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit
dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak
dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan
laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold
standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu. (7)
Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif
antara salpingostomi dan salpingotomi. (7)
Salpingektomi
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1) kehamilan ektopik
mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif,
3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba
sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut
pascasalpingotomi, 7) kehamilan tuba berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9)
massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan
anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum
14

terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat
menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya
sudah sempit. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi
diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria
tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang
direseksi dipisahkan dari mesosalping. (7)
Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae
tanpa melakukan fimbraektomi. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi
berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan. (7)
Klasifikasi Kehamilan Ektopik Selain Kehamilan Tuba.
1. Kehamilan abdominal
Dibedakan menjadi(8):
a. Kehamilan abdominal primer
Yaitu setelah terjadi fertilisasi, zigot berimplantasi di dalam kavum
abdominal.
b. Kehamilan abdominal sekunder
Yaitu zigot berimplantasi di dalam tuba atau ditempat lain terlebih dulu lalu
zigot berimplantasi di kavum abdominal setelah terjadi rupture tuba.
Kehamilan abdominal biasanya disertai dengan gejala iritasi peritoneum antara
lain: nyeri perut bagian bawah, mual dan muntah. Diagnosis ditegakkan dengan
palpasi; kadang teraba uterus terpisah dengan janin. Dapat pula dilakukan tes
oksitosin. Caranya dengan menyuntikkan oksitosin intravena. Adanya kontraksi
uters menunjukkan adanya kehamilan intrauterine, sedangkan bila tidak terjadi
kontraksi berarti terjadi kehamilan intrabdominal(8).
2. Kehamilan ovarial
Diagnosis kehamilan ovarial ditegakkan atas dasar criteria Spielberg(8):
a. tuba pada sisi kehamilan harus normal
b. kantung janin harus terletak di dalam ovarium
c. kantung janin harus dihubungkan dengan uteru oleh ligamentum ovarii
propium
15

d. jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantung janin
Kehamilan ini biasanya rupture pada umur kehamilan awal yang kemudian
menyebabkan perdarahan intraabdomen
3. Kehamilan servikal
Implantasi zigot dalam kanalis servikalis biasanya menyebbabkan
perdarahan tanpa rasa nyeri pada umur kehamilan awal. Jika kehamilan terus
berlanjut, serviks membesar dengan OUE sedikit tebuka. Kehamilan servikal
jarang berlanjut sampai umur kehamilan 12 minggu dan biasanya diakhiri secara
operatif karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat
menyebabkan

perdarahan

hebat,

sehingga

kadang

diperlukan

tindakan

histerektomi total(8).
Diagnosis kehamilan servikal ditegakkan dengan criteria Rubin:
a. Kelenjar serviks harus ditemukan ditempat yang berseberangan dengan
tempat implantasi zigot
b. Plasenta berimplantasi dibawah dibawah arteri uterine atau dibawah
peritoneum viscerale uterus.
c. Janin tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus.
d. Plasenta berimplantasi kuat di serviks
Namun criteria Rubin ini menyulitkan tim medis karena harus dilakukan
histerektomi atau biopsy jaringan yang adekuat. Karena itu digunakan criteria
klinis dari Paalman & McElin (1959) (8):
a. Ostium uteri internum tertutup
b. Ostium uteri eksternum sebagian membuka
c. Seluruh hasil konsepsi terletak didalam endoserviks
d. Perdarahan uterus setelah fase amenorrhea, tanpa disertai nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar daripada fundus sehingga
membentuk hour-glass uterus.

PLASENTA PREVIA
Definisi

16

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi


sebagian/ seluruh ostium uteri internum. Implantasi yang normal ialah pada dinding
depan, dinding belakang rahim atau daerah fundus uteri(9).
Klasifikasi (10).
Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan
fisiologik. Sehingga klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta
previa total pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa
pada pembukaan 8 cm.
Beberapa klasifikasi plasenta previa(10):
a. Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4 -5 cm
1. plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta
menutupi seluruh ostea.
2. plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :
2.1

plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian


belakang.

2.2

plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian depan.

2.3

plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea yang
ditutupi plasenta.

b. Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat(10) :


1. plasenta previa totalis ; seluruh ostea ditutupi uri.
2. plasenta previa partialis ; sebagian ditutupi uri.
3. plasenta letak rendah, pinggir plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan
Pada periksa dalam tak teraba.
c. Menurut Browne:
1. Tingkat I, Lateral plasenta previa:
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak
sampai ke pinggir pembukaan.
2. Tingkat II, Marginal plasenta previa: plasenta mencapai pinggir pembukaan
(Ostea).

17

Stage 1 : Plasenta letak rendah, Stage 2 : Plasenta previa Marginalis,


Stage 3 : Plasenta previa parsialis, Stage 4 : Plasenta previa totalis
Etiologi
Plasenta previa meningkatkan keadaan yang endometrium kurang baik,
misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua.
Keadaan ini disebabkan(9,10):
1. multipara, terutama jika jarak antara kehamilan yang pendek
2. mioma uteri
3. kuretasi yang berulang
4. umur lanjut ( >/ = 35 tahun).
5. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC,
Kuret, dll).
6. perubahan inflamasi atau atrofi misalnya wanita perokok atau pemakai kokain.
Hipoksemia yang terjadi akibat monoksida akan dikompensasi dengan
hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat.
Gambaran Klinik
Gejala utamanya adalah perdarahan tanpa alasan tanpa nyeri. Perdarahan dapat
terjadi selagi penderita tidur. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak sehingga

18

tidak akan berakibat fatal. Perdarahan berikut biasanya lebih banyak apalagi kalau
dilakukan pemeriksaan dalam. Perdarahan ini disebabkan(9,11):
a.

perdarahan sebelum bulan ke tujuh memberi gambaran yang


tidak berbeda dengan abortus

b.

perdarahan plasenta previa disebabkan pergerakan antara


plasenta dan dinding rahim.
Darah berwarna merah segar, berlainan dengan solusio berwarna kehitam-

hitaman. Sumber perdarahan adalah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya
plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena serabut otot SBR tidak mampu
berkontraksi untuk menghentikan darah. Makin rendah letak plasenta makin dini
perdarahan. Gejala lain adalah bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta
terletak pada kutub bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati
pintu atas panggul(9,11).
Kemudian pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka sering
disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta lateral dan marginal,
sedangkan pada plasenta letak rendah, robekannya beberapa sentimeter dari tepi
plasenta(9).
Diagnosis
Setiap perdarahan antepartum curigai plasenta previa sampai terbukti bukan
plasenta previa. Pada anamnesis didapatkan perdarahan setelah 22 minggu tanpa
nyeri, tanpa sebab. Pemeriksaan luar didapatkan bagian terbawah janin belum masuk
PAP dan sukar didorong kedalam. Inspekulo dapat melihat asal darah dari OUE(11).
Penentuan letak plasenta tidak langsung dengan cara radiografi, radioisotop,
USG. Penentuan letak plasenta langsung dengan perabaan fornik didapatkan lunak
bila antara kepala janin terdapat plasenta, padat bila tidak terdapat plasenta dan
pemeriksaan melalui canalis servikalis teraba kotiledon. Apabila kotiledon plasenta
teraba segera jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis. Hal ini harus dilakukan
dengan hati-hati karena dapat menyebabkan perdarahan banyak(11).
Penanganan
Prinsip penaganan adalah setiap ibu perdarahan harus segera dikirim ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas transfusi dan operasi. Perdarahan yang terjadi pertama
19

sekali jarang sekali menyebabkan kematian, asal sebelumnya tidak diperiksa dalam.
Peradarahan berikutnya akan selalu lebih banyak daripada perdarahan sebelumnya .
Apabila dengan penilaian ternyata perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan
berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan anak, kehamilan belum cukup 36
minggu atau taksiran berat janin kurang dari 2500 gram dan persalinan belum mulai
dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janin dapat hidup di luar
kandungan(11).
Pengobatan plasenta dapat dibagi dalam dua golongan(9):
1. terminasi kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang
membawa maut. Misalnya pada kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak,
parturien, dan anak mati.
2. ekspektatif, dilakukan bila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di
dunia luar kecil sekali. Keadaan ini dilakukan bila ibu dalam kondisi baik dan
perdarah sedikt atau sudah berhenti.

Penanganan Ekspektif (10)


Kriteria :
- Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
- Perdarahan sedikit
- Belum ada tanda-tanda persalinan
- Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.
Rencana Penanganan :
1. Istirahat baring mutlak.
2. Infus D 5% dan elektrolit
3. Spasmolitik. tokolitik, plasentotrofik, roboransia.
4. Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah.
5. Pemeriksaan USG.
6. Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung janin.
7. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien ditunggu
sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif.
Penanganan aktif (10)
Kriteria
20

umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram.


Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
Ada tanda-tanda persalinan.
Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.
Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum,
dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang.
Indikasi Seksio Sesarea :
1. plasenta previa totalis.
2. plasenta previa pada primigravida.
3. plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
4. Anak berharga dan fetal distres
5. plasenta previa lateralis jika :
Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
6. Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.
Partus per vaginam(10).
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan anak
sudah meninggal atau prematur.
1. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah (amniotomi)
jika hid lemah, diberikan oksitosin drips.
2. Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC.
3. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan
(kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap plasenta previa) hanya
dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada
fasilitas untuk melakukan operasi.

SOLUSIO PLASENTA
Definisi
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh plasenta normal implantasinya
diatas 22 minggu dan sebelum lahirnya anak(9).

21

Etiologi
Etiologi solusio plasenta hingga saat ini belum dietahui dengan jelas.
Meskipun demikian, beberapa hal yang tersebut di bawah ini diduga merupakan
faktor yang mempengaruhi kejadiannya(9):
1. hipertensi esensialis atau preeklamsia
2. tali pusat yang pendek
3. trauma
4. tekanan rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. uterus yang mengecil (hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan
ganda pada waktu anak pertama lahir).
6. umur lanjur
7. multiparitas
8. ketuban pecah sebelum waktunya
9. defisiensi asam folat
10. merokok, alkohol, kokain
11. mioma uteri
Patologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma desidua sehingga plasenta terdesak dan kemudian terlepas.
Apabila perdarahan yang kecil hanya akan mendesak jaringan plasenta, perdarahan
antara uterus dan plasenta belum terganggu dan tanda serta gejalanyapun tidak jelas.
Kejadian ini baru diketahui setelah lahir pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada
permukaan maternalnya dan bekuandarah lama yang berwarna kehitam-hitaman(11).
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus karena otot uterus yang
merenggang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan
perdarahan. Akibatnya hematom retroplasenter akan bertambah besar sehingga
sebagian dan akhirnya seluruhnya akan terlepas. Darah dapat menyeludup kedibawah
selaput ketutuban keluar melalui vagina, atau masuk ke dalam kantong ketuban, atau
ekstravasasi ke serabut otot bila banyak warna uterus berbercak biru atau ungu disebut
uterus Couvelaire(11).
Kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter menyebabkan
banyak tromboplastin masuk ke peredaran darah ibu sehingga terjadi pembekuan
intra vaskuler dimana-mana yang menghabiskan sebagian fibrinogen akibatnya

22

hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah pada uterus dan


alat-alat tubuh lain (11).
Gambaran klinik
Solusio plasenta ringan terjadi ruptur sinus marginalis atau terlepasnya
sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi
keadaan ibu maupun janin. Apabila terjadi perdarahan pervaginam warnanya akan
kehitm-hitaman dan sedikit sekali. Perut terasa agak sakit, terus tegang, bagian bagian
janin mudah diraba(11).
Solusio plasenta sedang bila plasenta terlepas lebih dari 1/4 tapi belum sampai
2/3. tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan
atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, perdarahan pervaginam.
Walaupun perdarahan pervaginam sedikit, seluruh perdarahan mungkin telah
mencapai 1000 ml. Ibu mungkin jatuh kedalam syok, janin kalau masih hidup dalam
keadaan gawat, dinding uterus tegang terus menerus, nyeri tekan , bagian janin sukar
diraba, kelainan pembekuan dan ginjal mungkin telah terjadi(11).
Perdarahan tersembunyi yaitu perdarahan yang tertahan atau tersembunyi yang besar
kemungkinannya terjadi bila(19):
1. terdapat efusi darah belakang plasenta tetapi tepi-tepinya masih melekat
2. plasenta seluruhnya terlepas tetapi selaput ketuban masih melekat ke dinding
uterus.
3. darah masuk ke rongga amnion setelah merusak selaput ketuban.
4. kepala janin menekat erat segmen bawah uterus sehingga darah tidak dapat
melewatinya.

23

Gejala-gejala(9):
1. perdarahan yang disertai nyeri (juga diluar his) sehingga anemia dan syok
2. rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isis rahim bertambah
dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim terregang
(uterus en bois), menyebabkan palpasi sukar karena rahim keras
3. fundus uteri makin lama makin naik dan bunyi jantung biasanya tidak ada
4. pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim
bertambah)
5. sering ada proteinuri karena disertai preeklamsia.
Diagnosis
Tanda-tanda solusio plasenta berat ialah sakit perut terus menerus, perdarahan
pervaginam, syok, bunyi jantung janin tidak terdengar lagi, air ketuban berwarna
kemerah-merahan bercampur darah. Solusio plasenta sedang tidak semua tanda dan
gejala nyata seperti sakit perut terus menerus, nyeri tekan, uterus tegang terus
menerus selalu ada, juga pada solusio plasenta ringan(11).
Penatalaksanaan
Pada sulusio plasenta ringan bila kehamilan <36 mg kemudian perdarahan
berhenti, uterus tidak menjadi tegang maka rawat konservatif dengan observasi yang
ketat. Apabila perdarahan berlangsung terus dan gejala solusio plasenta itu bertambah
jelas atau dalam pemantauan dengan USG solusio plasenta bertambah maka
kehamilan harus diakhiri(11).
24

Pada solusio plasenta sedang dan berat penanganan di rumah sakit meliputi
trasfusi darah, pemecahan ketuban, infus oksitosin, jika perlu seksio sesarea. Ketuban
harus segera dipecahkan tidak peduli bagaimana keadaan umum penderita dan tidak
peduli apakah persalinan akan diselesaika pervaginam atau perabdominam.
Pemecahan ketuban in merangsang dimulainya persalinan dan mengurangai tekanan
intrauterin yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis ginjal mugnkin melalui apa
yang disebut reflek uterorenal. Apabila perlu persalinan dengan pemberian
oksitosin(11).
Pencegahan payah ginjal meliputi pergantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemi, menyelesaikan persalinan dan mengatasi
kelainan pembekuan. Untuk mengatasi hipofibrinogen maka diberikan fibrinogen. 1
gram fibrinogen menaikkan fibrinogen darah 40%. Kadar kritis fibrinogen 150 mg%
Apabila persalinan tidak selesai dalam 6 jam setelah terjadi solusio harus dilakukan
seksio sesarea(11).

ROBEKAN RAHIM (RUPTUR UTERI):


Kematian anak mendekati 100% dan kematian ibu sekitar 30 %. Ruptur uteri jarang
terjadi dalam kehamilan ibu dan persalinan. Ruptur uteri menyebabkan perdarahan
uterus, fetal distsress, dan ini membutuhkan perbaikan dengan operasi sesar untuk
memperbaiki kondisi uterus atau histerektomi. Uterus yang ruptur dapat langsung
terhubung dengan rongga peritoneum (komplet) atau mungkin dipisahkan darinya
oleh peritoneum viseralis yang menutupi uterus atau oleh ligamentum latum
(inkomplet). Secara teori robekan rahim dapat dibagi(12,13,14):
1. robekan spontan pada rahim yang utuh
lebih sering terjadi pada multipara dari pada primipara. Bisa dikarenakan
dinding rahim sudah lemah. Penyebab yang penting ialah panggul sempit,
letak lintang hiddrosefal, tumor yang menghalangi jalan lahir, dan presentasi
muka atau dahi.
Jika ruptur terjadi dalam masa kehamilan biasanya terjadi pada korpus uteri,
sedangkan jik aterjadi dalam persalinan, terjadi pada segmen bawah rahim.

25

Ruptur uteri ada 2 macam: yaitu ruptur uteri completa (jika semua lapisan
dinding rahim sobek) dan ruptur uteri incompleta (jika perimetrium masih
utuh)
Gejalanya ancaman robekan rahim:
1. Lingkaran retraksi patologis/ lingkaran Bandl yang tinggi mendekati
pusat dan naik terus.
2. kontraksi rahim kuat dan terus menerus
3. penderita gelisah, nyeri perut bagian bawah, juga diluar his
4. palpasi segmen bawah rahim terasa nyeri (diatas simpisis)
5. ligamnetum rotundum tegang
6. BJA biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak mengalami asfiksia
7. air kencing mengandung darah
Gejala- gejala ruptur uteri(12):
1. sewaktu kontraksi kuat pasien tiba-tiba merasa nyeri yang menyayat
diperut bagian bawah
2. segmen bawah rahim nyeri sekali pada saat dilakukan palpasi
3. his berhenti/ hilang
4. ada perdarahan pervaginam
5. bagian anak mudah diraba jik aanak masuk dalam rongga perut
6. kadang disamping anak teraba tumor yaitu rahim yang telah mengecil.
7. pada saat periksa dalam ternyata bagian depan mudah ditolak ke atas
bahkan sudah tidak teraba lagi
8. BJA tidak ada atau tidak terdengar
9. jika sudah lama terjadi perut trjadi nyeri dan kembung
10. adanya kencing berdarah.
Pengobatan:
Gejala

ancaman

robekan

rahim

merupakan

indikasi

untuk

segera

menyelesaikan persalinan, sebainya dengan melakukan operasi buka per


vaginam, yaitu lakukan laparotomi. Transfusi darah merupakan syarat mutlak
pengobatan ruptur uteri. Pasca operasi posisi pasien dalam fowler supaya
infeksi terbatas pada pevis dan beri antibiotik(12,13).
26

Tipe operasi yang dilakukan tergantung dari :

tipe ruptur uterinya

berapa luas ruptur yang terjadi

derajat perdarahannya

kondisi ibu

keinginan ibu terhadap masa depan anaknya.

2. robekan violent
terjadi karena keelakaan, tetapi lebih sering karena versi(12).
3. robekan bekas luka sectio
ruptur luka bekas seksio sesaria klasik sudah dapat terjadi pada akhir
kehamilan, sedangkan luka bekas sectio cesaria profunda biasanya baru terjadi
dalam persalinan(12).

PREEKLAMSIA
Yaitu penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan dengan gejala utama hipertensi
yang akut pada wanita hamil dan wanita dalam nifas. Disertai proteinuri.
Gejala-gejalanya(15) :
1. hipertensi yang terjadi tiba-tiba. Tekanan darah sistolik 140 mmHg dan
diastoliknya 90 mmHg, tetapi juga kenaikan sistolik 30 mmHg atau diastolik
15 mmHg diatas tekanan darah biasanya.

27

2. edema timbul didahului berat badan yang bertambah berlebihan. Penambahan


berat dikarenakan retensi air dalam jaringan dna kemudian baru edem tampak.
Edem ini tidak hilang dengan istirahat.
3. proteinuri, karena adanya vasospasme pembuluh-pembuluh darah ginjal.
Proterinuri biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan edem.
4. gejala subjectif seperti sakit kepala, sakit ulu hati dan penglihatan kabur.
Preeklamsia berat jika(15):
1. tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih dan atau diastolik 110 mmHg
atau lebih, diukur 2 kali dengan jarak waktu sekurang-kurangnya 6 jam dan
pasien dalam keadaan istirahat rebah
2. proteinuri 5 gram atau lebih dalam 24 jam
3. oliguri (400 cc atau kurang dalam 24 jam)
4. gangguan serebral atau gangguna penglihatan
5. edem paru atau sianosis
Etiologi(15):
Belum diketahui tetapi lebih sering ditemukan pada:
1. primigravida
2. hiperplasentosis
3. mempunyai dasar penyakit vaskular
4. mempunyai riwayat preeklampsia atau eklampsia di keluarga
Patogenesis:
Vasospasme merupakan akibat kegagalan invasi tropoblas kedalam lapisan otot polos
pembuluh darah, reaksi imunologis maupun radikal bebas.vasokokstriksi ini meluas
ke kardiovaskular, plasenta, ginjal,otak, hati, mata dan paru(15).

Diagnosis:
Umur kehamilan 20 minggu atau lebih ditemukan gejala hipertensi, proteinuri dan
atau edem(15).

28

Pengobatan:
preeklampsia ringan:
rawat jalan: banyak istirahat, diet cukup. Sedatif ringan berupa fenobarbital (3x30 mg
peroral), roboransia, pernatal care tiap minggu.
Rawat inap: tidak ada perbaikan dari rawat jalan, berat badan meningkat > 2 kg/
minggu(15)
Preeklampsia berat:
Mencegah terjadi eklampsia. Terapi istirahat, diet sedatif, obat-obatan antihipertensi
dan induksi persalinan(15).

EKLAMPSIA
Adalah kejang pada wanita hamil, dalam persalinan, atau masa nifas yang disertai
gejala preeklampsia (hipertensi, edem dan proteinuri) Sebagian besar kasus eclampsia
hadir pada trimester ketiga kehamilan, dengan sekitar 80% dari serangan eclamptic
terjadi intrapartum atau yang pertama dalam 48 jam setelah pengiriman. Langka kasus
telah dilaporkan sebelum 20 minggu kehamilan atau sebagai terlambat sebagai 23 hari
postpartum. (15,16).
Eklapmsia dibedakan menjadi:
1. eklampsia antepartum
2. eklampsia intrapartum
3. eklamspsia pascapartum
Eklampsia pascapersalinan dapat terjadi segera yaitu setelah 24 jam sampai 7 hari
pasca persalinan atau lambat yaitu setelah 7 hari pasca persalinan selama masa nifas.
Tingkat kejang dibagi menjadi(15):
1. tingkat invasi (tingkat permulaan) mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu
pihak dan kejang halus terlihat pada wajah. Berlangsung beberapa detik
2. tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis) sseluruh badan berlangsung selama 15
sampai 20 detik.
3. tingkat konvulsi (tingkat kejang klonis) hilang timbul, rahang membuka
menutup, otot-otot badan berkontraksi dan bereklasasi berulang. Kejang ini
sangat kuat. Lamanya 1 menit.

29

4. tingkat koma, setelah kejang klonis ini, pasien jatuh dalam koma. Lamanya
koma bervariasi dari beberapa menit sampai berjam-jam.
Kadang-kadang terjadi eklapmsia tanpa kejang yang disebut eclampsi sine eclampsi.
Setelah persalinan, keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam.
Proteinuri akan menghilang 4-5 hari, sedangkan tekanan darah akan normal kembali
dalam waktu 2 minggu(15)
Etiologi:
Belum diketahui, merupakan kelanjutan preeklampsia(15).
Diagnosis:
Semua ibu dalam kehamilan dan masa nifas yang mengalami kejang-kejang dan
hipertensi harus dianggap sebagai penderita eklampsia sampai terbukti bukan
eklampsia. Harus dikesampingkan keadaan seperti uremia, keracunan, tetanus,
epilepsi, histeri, ensefalitis, meningitis, tumor ota, pecahnya aneurisma otak(15).
Terapi(15):
1. profilaksis: pencegahan eklampsia dengan menemukan kasus preeklampsia
sedini mungkin
2. pengobatan: penderita harus dirawat di ICU.
Pengobatan bertujuan mencegah timbulnya kejang selanjutnya. Menurunkan
atau mengontrol tekanan darah, tekanan darah tidak boleh kurang dari 140/90,
dan mengatasi hemokonsentrasi dan memperbaiki diuresi pemberian cairan.
Mengatasi hipoksia dan asidosis dengan mengusahakan agar penderita
memperoleh Oksigen dan mengakhiri kehamilan tanpa memandang umur
kehamilan setelah kejang dapat teratasi/

Pengobatan medisinalis(15):
Dosis awal MgSO4:
a. masukkan 4 gr MgSO4 20 % dalam larutan 20 cc IV selama 4 menit
b. susul dengan pemberian 8 gr MgSO 4 40 % IM dalam larutan 20 cc diberikan
pada bokong kiri dan kanan masing-masing 4 gr
30

Dosis pemeliharaan: tiap 6 jam berikan lagi 4 gr MgSO4 40 % IM


Dosis tambahan:
a. bila timbul kejang lagi dapat diberikan 2 gr MgSO 4 20 % IV selama 2 menit,
sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir
b. bila masih tetap kejang, berikan amobarbital 3-5 mg/kgBB/ IV secara pelanpelan.
Pemantauan tanda-tanda keracunan MgSO4
Pengobatan obstetri(15):
Semua kehamilan dengan eklampsi harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan
dna keadaan janin.
ATONIA UTERI
Atonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya Perdarahan pascapersalinan. Pada
atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan. Atonia uteri
yang menyebabkan perdarahan dapat diperkirakan karena penggunaan zat anestetik
berhalogen, bisa juga karena persalinan yang dipicu oleh penggunaan oksitosin(17,18).
Perdarahan post partum sebelum plasenta lahir disebut perdarahan kala tiga.
Pemijatan dan penekanan secara terus menerus terhadap uterus yang sudah
berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta sehingga
pemisahan plasenta tidak sempurna dan peneluaran darah meningkat.(18)

Predisposisi atonia uteri(17) :

Grandemultipara
31

Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000
gr)

Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi)

Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan anteparturn)

Partus lama (exhausted mother)

Partus precipitatus

Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis)

Infeksi uterus

Anemi berat

Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus)

Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual

Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong


uterus sebelum plasenta terlepas

IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati)

Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.

Gejala klinis
Atonia uteri(17)
Gejala dan tanda yang selalu ada:
a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
b. Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:
a. Syok (tekanan darah rendah,denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin,
gelisah, mual,dan lain-lain).
Diagnosis perdarahan pascapersalinan
Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun.
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume
total tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada
kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok.
Diagnosis perdarahan pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan
setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam
sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir,

32

perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu
dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan
jalan lahir(17).
Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi;
sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus berkontraksi dengan
baik. Dalam hal uterus berkontaraksi dengan baik, perlu diperiksa lebih lanjut tentang
adanya dan dimana letaknya perlukaan jalan lahir. Pada persalinan di rumah sakit,
dengan fasilitas yang baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian
akibat perdarahan pascapersalinan dapat dicegah(17).

SYOK
Syok adalah suatu kondisi gawat darurat yang memerlukan penanganan segera dan
intensif untuk menyelamatkan jiwa pasien. Syok mengakibatkan gangguan aliran
darah dan perfusi jaringan akibat kegagalan sistem sirkulasi. Terdapat berbagai
penyebab syok, umumnya disebabkan oleh perdarahan, infeksi/sepsis atau trauma.(19)
Dalam kehamilan fisiologik terjadi perubahan-perubahan hemodinamik yang
memberi perlindungan atau justru memberi pradisposisi terhadap timbulnya syok,
seperti antara lain peningkatan curah jantung dan perubahan mekanisme pembekuan
darah. Ada keadaan-keadaan patologik waktu kehamilan atau persalinan yang
memberi pradisposisi terhadap timbulnya syok, seperti anemi, gangguan gizi, partus
lama disertai dehidrasi dan asidosis dan sebagainya. Syok pada waktu kehamilan
mengakibatkan syok pula pada janin yang berada dalam kandungan.(20)
Tanda-tanda syok(19):
1. nadi cepat dan halus ( > 100 x/menit)
2. menurunnya tekanan darah ( diastolik < 60 mmHg )
3. pernafasan cepat (respirasi > 32 x/menit)
4. pucat (terutama pada konjungtiva palpepra, telapak tangan, bibir)
5. berkeringat, gelisah, apatis/ bingung atau pingsan/tidak sadar

Patofisiologi sindroma syok

33

Semua macam syok, apa pun sebabnya, bersumber pada berkurangnya perfusi
jaringan dengan darah sebagai akibat gangguan sirkulasi mikro. Suatu kesatuan
sirkulasi mikro terdiri dari arteriol, metarteriol, kapiler dan venula. Darah dari arteriol
memasuki metarteriol, dari metarteriol darah memasuki kapilar. Metarteriol
mempunyai struktur antara arteriol dan kapilar. Pada ujung kapilar di metarteriol
didapat otot polos yang melingkari kapilar (precapillary sphincter). Darah dari kapilar
kemudian memasuki venula(20).

34

Jumlah darah yang mengalir ke jaringan ditentukan oleh besar kecilnya


tahanan (resistance) dari arteriola-arteriola sirkulasi mikro, sedangkan distribusi dan
kecepatan aliran darah dalam kapilar-kapilar diatur oleh otot lingkar prakapilar
(Precapillary sphincters) yang menentukan jumlah kapilar yang membuka. Besar
kecilnya tahanan dalam pembuluh-pembuluh darah pascakapilar ditentukan oleh
keadaan venula dan vena-vena kecil. Dalam keadaan normal aliran darah dalam suatu
kapilar adalah intermiten, hal ini disebabkan karena metarteriol dan sfingter
prakapilar mengadakan gerakan konstriksi dan dilatasi secara berganti-ganti
(vasomotion). Bila gerak pembuluh darah meningkat, maka konstriksi akan menonjol
dan aliran darah dalam kapilar akan berkurang. Sebaliknya, bila gerak pembuluh
darah berkurang, maka fase dilatasilah yang menonjol dan aliran darah dalam kapilar
akan bertambah. Gerak pembuluh darah dalam sirkulasi mikro dikendalikan oleh
unsur-unsur lokal kimiawi dalam jaringan dan unsur yang datang dari saraf. Pembuluh
darah arteriole terutama dipengaruhi oleh unsur yang datang dari saraf melalui
susunan saraf simpatikus, sebaliknya, pembuluh-pembuluh darah prakapilar dan otot
lingkar prakapilar terutama dipengaruhi oleh keadaan lokal kimlawl dalam
jaringan(20).
Bilamana metabolisme dalam jaringan meningkat, dan timbul suatu
metabolisme yang anaerob seperti dalam syok, terjadilah peningkatan tumpukan
sampah metabolisme. Bahan-bahan ini mempunyai pengaruh berkurangi tonus otot
pembuluh darah prakapilar dan sfingter prakapilar. Dengan demikian timbul
vasodilatasi, sehingga aliran darah kapilar meningkat, sebaliknya, bila aktivitas
metabolik dalam jaringan berkurang, rnetabolit terdapat dalam konsentrasi yang lebih
rendah, terjadilah vasokonstriksi pembuluh-pembuluh darah prakapilar, sehingga
allran darah di dalamnya menurun. Pembuluh-pembuluh darah pascakapilar, seperti
venula dan vena-vena kecil, terutama berada di bawah pengaruh susunan saraf.
Rangsangan simpatikus yang meningkat akan menimbulkan kontraksi otot polos dari
vena-vena kecil dan venula dari sirkulasi mikro. Dengan demikian, kapasitasnva
berkurang, sehingga meningkatkan pengaliran darah ke jantung. Sebaliknya,
penurunan tonus pembuluh-pembuluh darah pascakapilar akan sangat berkurangi
pengisian jantung dan dapat mengakibatkan hipotensi yang berat(20).
penanganan awal(19)

35

periksa tanda-tanda vital, pasien dalam kondisi yang tidak hipotermi, posisi
dimiringkan agar tidak aspirasi.

Bebaskan jalan napas, bila ada O2 berikan melali selang atau masker dengan
kecepatan 6-8 liter/menit

Posisi trendelenburg untuk membantu beban kerja jantung. Bila setelah posisi
seperti itu pasien menjadi sesak, mungkin terjadi kegagalan jantung dan edem
paru, maka ubah menjadi posisi fowler untuk mengurangi tekanan hidrostatik
di paru-paru.

Perbaiki cairan isotonik (RL atau NaCl) 1 liter dalam 15 20 menit kemudian
lanjutkan hingga mencapai 3 liter (lihat kondisi pasien) dalam 2-3 jam. Jangan
berikan cairan peroral.

Transfusi darah bila Hb < 6 g% atau Ht < 20, keadaan ini menunjukkan
kondisi yang kritis (kehilangan sangat banyak butir-butir darah merah)
sehingga mutlak diberi transfusi darah agar perfusi oksigen ke jaringan cukup.

Pemeriksaan laboratorium, yaitu Hb, Ht, jumlah eritrosit, leukosit, trombosit,


golongan darah, crossmatch. Ukur jumlah urin, bila produksi urin dibawah 50
ml/jam menunjukkan hipovolemia.

Berikan antibiotika berspektrum luas bila terdapat tanda-tanda infeksi


(demam, menggigil, darah bercampur sekret berbau)

Infeksi/sepsis
Infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kasus-kasus perdarahan pada
kehamilan muda ata persalinan traumatik. Sisa konsepsi atau debris merupakan media
yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Infeksi tersebut umumnya terjadi
akibat prosedur pencegahan infeksi tidak dilakukan secara benar. Stabilitas dan
pengobatan sumber infeksi, sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.(ponek)
Tanda-tanda(19):
1. demam (temperatur > 38o C), menggigil atau berkeringat
2. sekret pervaginam yang berbau/ keluar cairan mukopurulen melalui ostium
servik
3. tegang/kaku dinding perut bawah (dengan atau tanpa nyeri tekan-lepas)
4. nyeri goyang serviks (pada pemeriksaan bimanual)

36

gejala(19):
1. riwayat pengakhiran kehamilan secara terpaksa atau persalinan traumatik
2. nyeri perut bawah
3. perdarahan pervaginam yang lama ( > 8 hari)
4. kelemahan umum (gejala seperti flu)
pada kasus infeksi, nilai kemungkinan sepsis/syok septik dengan melihat(19):

usia kehamilan

penyebab perdarahan

adanya trauma atau manipulasi yang berlebihan

demam tinggi ( > 40o C) atau dibawah normal ( < 36,5o C)

adanya trauma intra abdomen atau syok

penanganan awal(19)

periksa tekanan darah, nadi, pernapasan dan temperatur. Tinggikan tungkai.

Bebaskan jalan napas, bila ada O2 berikan melali selang atau masker dengan
kecepatan 6-8 liter/menit

Perbaiki cairan isotonik (RL atau NaCl) 1 liter dalam 15 20 menit kemudian
lanjutkan hingga mencapai 3 liter (lihat kondisi pasien) dalam 2-3 jam. Jangan
berikan cairan peroral.

Bila terdapat tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, darah bercampur sekret


berbau, hasil apusan dan biakan darah) segera berikan antibiotika spektrum
luas. Bila terdapat tanda-tanda trauma alat genitalia/abortus buatan, tanyakan
saat terakhir mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesa tidak dapat
memastikan perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus.

Pemeriksaan laboratorium, yaitu Hb, Ht, jumlah eritrosit, leukosit, trombosit,


golongan darah, crossmatch. Ukur jumlah urin, bila produksi urin dibawah 50
ml/jam menunjukkan hipovolemia.

Pemeriksaan Rontgen (foto radiologi abdomen) dalam posisi Anteroposterior


abdomen dapat menunjukkan adanya udara atau bayangan cairan dalam usus.
Pada posisi duduk, dapat terlihat udara di bawah diafragma apabila terjadi
perforasi uterus atau usus.

37

Penanganan lanjutan:
Setelah penyebab infeksi ditangani dan antibiotik diberikan, lanjutkan pengamatan
tanda vital dan keseluruhan kondisi pasien. Perhatikan keseimbangan cairan dan
produksi urin. Sesuaikan pengobatan yang diberikan dengan perubahan kondisi
pasien(19) .
Syok septik
Infeksi berat sebagai penyebab syok masih banyak dijumpai dalam praktek
kebidanan. Syok karena infeksi berat dinamakan syok septik (septicaemic shock) atau
syok endotoksik (endotoxic shock). Syok endotoksik terutama dijumpai pada infeksi
berat dengan kuman gram negatif, seperti Escherichia coli, Pseudomonas, Proteus,
Klebsielia dan lain-lain. Diperkirakan bahwa endotoksin yang menimbulkan syok
adalah suatu kompleks lipopolysaccharide, protein berasal dari desintegrasi dinding
bakteri-bakteri gram negatif yang berada dalam peredaran darah dalam jumlah yang
besar.(20)
Peristiwa-peristiwa infeksi yang dapat menimbulkan syok septik adalah(20) :
1. Abortus infeksiosus, terutama abortus kriminalis
2. Febris puerperalis yang berat
Riwayat(19):
1. perdarahan yang lama ( lebih dari 7 hari)
2. upaya pengakhiran kehamilan atau persalinan secara paksa
3. riwayat trauma atau manipulasi berlebihan pada organ genitalia atau jalan lahir
4. demam atau gejala seperti influenza
5. nyeri perut bawah, spasme
periksa tanda vital(19,20):
1. pucat (konjuntiva palpebra, telapak tangan, bibir)
2. sianosis (ekstremitas, muka, dada)
3. tekanan darah turun ( < 90/60 mmHg, < 60 mmHg atau tidak terdeksi)
4. nadi cepat dan halus ( > 120 x/menit)
5. pernapasan cepat ( > 40 x/menit), dalam atau dangkal, tidak teratur
6. suhu badan tinggi atau rendah sekali
38

7. gelisah, setengah sadar atau tidak sadar


8. produksi urin < 30 ml/jam
tanda-tanda fisik(19):
1. sekret atau lochia berbau
2. nyeri perut bawah
3. mukopus dari servik atau kavum uteri
4. nyeri goyang porsio atau nyerik tekan abdomen
5. nyeri adneksa atau adanya fluktuasi jaringan
Penanganan syok septik
Kelancaran ventilasi harus diperhatikan lebih dahulu (02 diberikan dengan masker,
jika perlu mempergunakan pipa endotrakeal atau melakukan trakeotomi), serta
oksigenasi dengan oksigen 100%.(20)
Larutan garam 0.9 % ringer laktat, dekstran dan sebagainya melalui infus intravena.
Untuk menghindarkan asidosis metabolik penderita dapat diberi bikarbonat natrikus.
Penderita diberi antibiotika sebelum jenis kuman penyebab infeksi diketahui, diberi
antibiotika dengan spektrum yang luas dan dosis yang tinggi secara intravena. (20)
Setelah diketahui jenis kuman penyebab dari hasil pembiakan darah, air kencing atau
lendir serviks, maka dipilihkan jenis antibiotika yang tepat dan yang tidak bersifat
nefrotoksik. Pemberian glukokortikoid ternyata besar manfaatnya dalam mengatasi
syok septik. Dikemukakan bahwa glukokortikoid mengandung khasiat anti
endotoksin,

inotropik

terhadap

jantung

dan

memperbaiki

perfusi

ginjal.

Glukokortikoid diberikan intravena melalui infus atau melalui suntikan intravena


yang diulang setelah beberapa jam tertentu. (20)
Dapat diberikan misalnya Dexamethasone 3 mg/kg berat badan atau Metilprednison
30 mg/kg berat badan. Suntikan, jika perlu diulangi 4 jam kemudian. (20)
Obat-obat vasoaktif dapat dipergunakan dalam merawat syok septik. Tujuan utama
pemberian obat vasoaktif adalah untuk memperbaiki perfusi jaringan, bukan untuk
mengembalikan tekanan darah menjadi normal. Pada perawatan penderita dengan
syok septik pengawasan diuresis sangatlah penting. Pengukuran pengeluaran air
kencing sangat berguna unruk menilai keadaan penderita dan hasil pengobatan.
Apabila diuresis ditemukan kurang dari 30 ml/jam dan penambahan cairan tidak
memperbaiki keadaan dapat diberi Manitol 10 gram sebagai cairan 20% dalam 500 ml
39

cairan garam fisiologik melalui infus. Jika belum ada perbaikan, perlu diberi 25 mg
Furosemid secara intravena dan dosis dapat diulangi setiap jam. Apabila dengan
demikian masih belum juga ada perbaikan, kemungkinan terjadinya kegagalan fungsi
ginial harus dipertimbangkan. (20)
Dalam mengatasi syok septik, penyingkiran sarang infeksi sangatlah penting.
Sehubungan itu, tindakan operatif sering perlu dilakukan, seperti tindakan kuret,
histerektomi dan sebagainya. (20)

DAFTAR PUSTAKA
1. Hasnah dan Atik Triratnawati. Penelusuran Kasus-kasus kegawatdaruratan
obstetri yang berakibat kematian maternal, dalam Makara Kesehatan, vol 7, no
2. 2003, hal 1.
2. Nasution, Syamsul arifin, Gambar Penanganan Kasus Kedaruratan Obstetri di
RSU Tanjung Pura Kabupaten Lankat dan RSU. Kisaran Kabupaten Asahan
Bagian Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara. 2003, Tersedia dalam http://72.14.235.132/search?q=cache:O0QF
TMKfzFUJ:library.usu.ac.id/download/fk/obstetri =id (diakses tanggal 26
Agustus 2013)
3. Sunarto, Agus, kegawatdaruratan Obstetri FKUMJ, Tersedia dalam
http://medicalanswer.multiply.com/journal/item/2. 2008 (diakses tanggal 26
Agustus 2013)
4. Sastrawinata, sulaiman dkk, Kelainan Lama Kehamilan, dalam Obstetri
Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran, EGC: Jakarta, 2005, hal 2-9.
5. Kusmarjadi, Didi. Perdarahan di trimester 1 Kehamilan. 2008. Tersedia di
http://www.drdidispog.com/2008/08/perdarahan-di-trimester-i-kehamilan.html
(diakses tanggal 26 Agustus 2013)

40

6. Sastrawinata, sulaiman dkk, Kelainan Letak Kehamilan, dalam Obstetri


Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran, EGC: Jakarta, 2005, hal 16-23.
7. Wikipedia, Kehamilan Ektopik, 2007, tersedia di http://id.wikipedia.org
/wiki/Kehamilan_EktopikKehamilan Ektopik (diakses tanggal 26 Agustus
2013)
8. Saputra, indra, Kehamilan Ektopik Terganggu, 2008, tersedia dalam
http://doctorology.net/?p=152 (diakses tanggal 26 Agustus 2013)
9. Sastrawinata, sulaiman dkk, Perdarahan Anterpartum, dalam Obstetri Patologi
Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran,
EGC: Jakarta, 2005, hal 83-95.
10. Hanafiah, Plasenta Previa , 2003, tersedia dalam http://72.14.235.132/ search?
q=cache:O0QFTMKfzFUJ:library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-tmha
nafiah2.pdf+plasenta+letak+rendah&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id (diakses
tanggal 26 Agustus 2013)
11. Suheimi, Perdarahan Antepatum, 2006, tersedia dalam http://ksuheimi.
blogspot.com/2008/06/perdarahan-antepartum.html (diakses tanggal 18 mei
2012)
12. Sastrawinata, sulaiman dkk, Kerusakan Jalan Lahir Karena Persalinan, dalam
Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran, EGC: Jakarta, 2005, hal 181-185.
13. Nahum, Gerard, Uterine Rupture in Pregnancy dalam Emedicine, 2008
Tersedia dalam http://emedicine.medscape.com/article/35954219-treatment
14. Cunningham, GF dkk, Perdarahan Obstetri dalam Obstetri Williams, volume
1, edisi 21, EGC: Jakarta, 2006, hal 716-717.
15. Sastrawinata, sulaiman dkk, Gestosis, dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, EGC: Jakarta, 2005,
hal 69-81.
16. Ross, Michael G, Eclampsia, dalam Emedicine, 2009, tersedia dalam http://
emedicine.medscape.com/article/253960-treatment (Diakses tanggal 26
Agustus 2013)
17. Haina Syafitri, perdarahan Pasca persalinan, 2007, tersedia di
http://fkunsri.wordpress.com/2007/07/25/pendarahan-pasca-persalinan-part-1/
(diakses tanggal 18 mei 2012)
18. Cunningham, GF dkk, Komplikasi yang umum pada kehamilan dalam Obstetri
Williams, volume 1, edisi 21, EGC: Jakarta, 2006, hal 705-706.

41

19. PONEK. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan medik dalam Paket Pelatihan


Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komperenhensif (PONEK),
Jakarta, 2008, hal 63-72.
20. Suheimi,
Syok
dalam
Obstetri,
2006,
tersedia
http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/syok-dalam-obstetri.html
tanggal 26 Agustus 2013)

dalam
(diakses

42

Anda mungkin juga menyukai