Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TEOLOGI MORAL ABORSI

Disusun oleh: Nama : Maria Gabriela Roswita NIM : 108114096

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2011

LATAR BELAKANG
Globalisasi tak hanya memberikan dampak yang baik bagi perkembangan kehidupan bermasyarakat kita, namun juga memberi dampak yang negatif pada beberapa aspek budaya yang selama ini selalu dipertahankan. Contohnya saja aspek keperawanan dan pentingya arti sebuah pernikahan, yang semakin tergeser keberadaanya. Dahulu keperawanan dijunjung tinggi sebagai martabat seorang wanita, dan syarat sebuah pernikahan yang ideal. Sekarang, pernikahan dilaksanakan setelah terjadi kehamilan diluar nikah yang memaksa pernikahan itu dilaksanakan. Keperawanan pun bukan menjadi hal yang lazim untuk dipersoalkan. Kehamilan di luar nikah, yang diakhiri dengan pernikahan merupakan contoh penyimpangan norma yang bisa diatasi, namun bagaimana dengan pernikahan yang tidak mungkin dilakukan bahkan bila sudah terjadi kehamilan di luar nikah? Aborsi adalah pilihan untuk menyelesaikan kehamilan di luar nikah yang dianggap tidak akan menimbulkan permasalahan, karena tidak akan meninggalkan jejak apabila dilakukan. Aborsi bisa dilakukan seorang diri ataupun menggunakan jasa dukun beranak bahkan dokter. Kini pilihan aborsi semakin marak karena kehamilan di luar nikah banyak terjadi dan rata-rata memiliki usia yang belum mencukupi untuk berumah tangga dan merasa aib ataupun malu apabila diketahui publik telah hamil di luar nikah sehingga aborsi menjadi pilihan terakhir yang dilakukan. Aborsi adalah pengguguran kandungan / janin dalam rahim dimana sebenarnya sangat berbahaya untuk dilakukan karena membahayakan dua nyawa, nyawa sang ibu dan nyawa janin yang sedang dikandung. Aborsi sendiri sesungguhnya melanggar banyak norma dan aturan yang mengatur kehidupan masyarakat dunia. Di makalah ini akan dikaji mengenai perbuatan aborsi tersebut dari beberapa aspek.

KAJIAN PERMASALAHAN
SEGI MEDIS Dunia kedokteran berpendapat bahwa janin yang lahir dengan berat badan yang sama atau kurang dari 500 gram tidak mungkin hidup di luar kandungan, meskipun ada laporan kedokteran yang menyatakan bahwa ada janin di bawah 500 gram yang dapat hidup. Karena janin dengan berat badan 500 gram sama dengan usia kehamilan 20 minggu, maka kelahiran janin dibawah 20 minggu tersebut sebagai aborsi. Ada negara tertentu yang memakai batas 1000 gram sebagai aborsi, menurut Undang-Undang di Indonesia, kematian janin di bawah 1000 gram tidak perlu dilaporkan dan dapat dikuburkan di luar Tempat Pemakaman Umum. Dari cara terjadinya aborsi, ada dua macam aborsi, aborsi spontan (abortus spontaneus) dan aborsi buatan (abortus provocatus). Aborsi spontan terjadi sendiri tanpa campur tangan manusia, sedang aborsi buatan adalah hasil dari perbuatan manusia yang dengan sengaja melakukan perbuatan pengguguran. Abortus yang terjadi pada usia kehamilan di bawah 12 minggu disebut abortus dini. Dalam medis Indonesia, abortus spontan dibenarkan, karena abortus spontan terjadi begitu saja dan bukan merupakan kehendak siapapun. Biasanya abortus spontan terjadi karena beberapa kelainan yang terjadi pada ibu maupun janin yang dikandung. Sayangnya, terkadang ada yang memalsukan abortus provocatus sebagai abortus spontan, agar tidak mendapatkan hukuman. Ada juga abortus therapeuticus yaitu pengakhiran kehamilan pada saat dimana janin belum dapat hidup demi kepentingan mempertahankan kesehatan ibu. Menurut Undang-Undang di Indonesia tindakan ini dapat dibenarkan. Keadaan kesehatan ibu yang membahayakan nyawa ibu dengan adanya kehamilan adalah penyakit jantung yang berat, hypertensi berat, serta beberapa penyakit kanker. Di beberapa negara lain, termasuk dalam kategori ini adalah kehamilan akibat perkosaan atau insect, dan pada keadaan dimana bayi yang dikandungnya mempunyai cacat fisik atau mental yang berat.

Abortus provocatus adalah aborsi illegal, dimana aborsi dilakukan dengan kesadaran dan tujuan untuk melenyapkan nyawa sang janin. Aborsi ini dinyatakan ilegal karena tujuannya selain untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. SEGI HUKUM Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah Abortus Provocatus Criminalis Yang menerima hukuman adalah: 1. Ibu yang melakukan aborsi 2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi 3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi Di negara Indonesia, dimana dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan pengguguran kandungan yang disengaja digolongkan ke dalam kejahatan terhadap nyawa (Bab XIX pasal 346 s/d 349). Namun dalam undangundang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan pada pasal 15 dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Beberapa pasal yang terkait adalah: Pasal 229 1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah. 2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib,

bidan maka

atau

juru

obat,

pidananya

dapat

ditambah

sepertiga.

3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu. Pasal 341 Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 342 Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 343 Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana. Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal 347 1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun 2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana

penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 348 1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan 2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 349 Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Pada penjelasan UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15 dinyataka sebagai berikut: Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. Ayat (2) Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil

tindakan medis tertentu, sebbab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut. Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya. Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah. Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal inidijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehaan mempunyai keahlian dan kewenangan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk. SEGI ETIKA GEREJANI Alkitab tidak pernah secara khusus berbicara mengenai soal aborsi. Namun demikian, ada banyak ajaran Alkitab yang membuat jelas apa pandangan Allah mengenai aborsi. Yeremia 1:5 memberitahu kita bahwa Allah mengenal kita sebelum Dia membentuk kita dalam kandungan. Mazmur 139:13-16 berbicara mengenai peran aktif Allah dalam menciptakan dan membentuk kita dalam rahim. Keluaran 21:22-25 memberikan hukuman yang sama kepada orang yang mengakibatkan kematian seorang bayi yang masih dalam kandungan dengan orang yang membunuh. Hal ini dengan jelas mengindikasikan bahwa Allah memandang bayi dalam kandungan sebagai manusia sama seperti orang dewasa. Bagi orang Kristiani, aborsi bukan hanya sekedar soal hak perempuan untuk memilih. Aborsi juga berkenaan dengan hidup matinya manusia yang diciptakan dalam rupa Allah (Kejadian 1:26-27; 9:6).

Argumen pertama yang selalu diangkat untuk menentang posisi orang Kristiani dalam hal aborsi adalah, Bagaimana dengan kasus pemerkosaan dan/atau hubungan seks antar saudara.. Betapapun mengerikannya hamil sebagai akibat pemerkosaan atau hubungan seks antar saudara, apakah membunuh sang bayi adalah jawabannya? Dua kesalahan tidak menghasilkan kebenaran. Anak yang lahir sebagai hasil pemerkosaan atau hubungan seks antar saudara dapat saja diberikan untik diadopsi oleh keluarga yang tidak mampu memperoleh anak atau anak tsb dapat dibesarkan oleh ibunya. Sekali lagi sang bayi tidak seharusnya dihukum karena perbuatan jahat ayahnya. Argumen kedua yang biasanya diangkat untuk menentang posisi orang Kristiani dalam hal aborsi adalah, Bagaimana jikalau hidup sang ibu terancam?. Pertama-tama perlu diingat bahwa situasi semacam ini hanya kurang dari 1/10 dari 1 persen dari seluruh aborsi yang dilakukan di dunia saat ini. Jauh lebih banyak perempuan yang melakukan aborsi karena mereka tidak mau merusak tubuh mereka daripada perempuan yang melakukan aborsi untuk menyelamatkan jiwa mereka. Kedua, mari kita mengingat bahwa Allah kita adalah Allah dari mujizat. Dia dapat menjaga hidup dari ibu dan anak sekalipun secara medis hal itu tidak mungkin. Akhirnya, keputusan ini hanya dapat diambil antara suami, isteri dan Allah. Setiap pasangan yang menghadapi situasi yang sangat sulit ini harus berdoa minta hikmat dari Tuhan (Yakobus 1:5) untuk apa yang Tuhan mau mereka buat. Pada 99% dari aborsi yang dilakukan sekarang ini alasannya adalah pengaturan kelahiran secara retroaktif. Perempuan dan/atau pasangannya memutuskan bahwa mereka tidak menginginkan bayi yang dikandung. Maka mereka memutuskan untuk mengakhiri hidup dari bayi itu daripada harus bertanggung jawab. Ini adalah kejahatan yang terbesar. Bahkan dalam kasus 1% yang sulit itu, aborsi tidak sepantasnya dijadikan opsi pertama. Hidup dari manusia dalam kandungan tu layak untuk mendapatkan segala usaha untuk memastikan kelahirannya. Bagi mereka yang telah melakukan aborsi, dosa aborsi tidaklah lebih sulit diampuni dibanding dengan dosa-dosa lainnya. Melalui iman dalam Kristus, semua dosa apapun dapat diampuni (Yohanes 3:16; Roma 8:1; Kolose 1:14). Perempuan yang telah melakukan aborsi, atau laki-laki yang mendorong aborsi, atau bahkan dokter yang melakukan aborsi, semuanya dapat diampuni melalui iman di dalam Yesus Kristus.

Pada prinsipnya, umat Kristen Katolik percaya bahwa semua kehidupan adalah kudus sejak dari masa pembuahan hingga kematian yang wajar, dan karenanya mengakhiri kehidupan manusia yang tidak bersalah, baik sebelum ataupun sesudah ia dilahirkan, merupakan kejahatan moral. Gereja mengajarkan, Kehidupan manusia adalah kudus karena sejak awal ia membutuhkan kekuasaan Allah Pencipta dan untuk selama-lamanya tinggal dalam hubungan khusus dengan Penciptanya, tujuan satu-satunya. Hanya Allah sajalah Tuhan kehidupan sejak awal sampai akhir: tidak ada seorang pun boleh berpretensi mempunyai hak, dalam keadaan mana pun, untuk mengakhiri secara langsung kehidupan manusia yang tidak bersalah. Seturut wahyu, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dengan penekanan khusus pada misteri inkarnasi, Gereja Katolik Roma mengutuk praktek aborsi. Beberapa contoh ajaran dalam rentang waktu tiga ratus tahun pertama sejak berdirinya Gereja meliputi yang berikut ini: Didache (Ajaran dari Keduabelas Rasul, thn 80 M) menegaskan, Engkau tidak boleh melakukan abortus dan juga tidak boleh membunuh anak yang baru dilahirkan. Surat Barnabas (thn 138) juga mengutuk aborsi. Athenagoras (thn 177) dalam tulisannya Pembelaan Atas Nama Umat Kristen (suatu pembelaan terhadap paham kafir) menegaskan bahwa umat Kristen menganggap para wanita yang menelan ramuan atau obat-obatan untuk menggugurkan kandungannya sebagai para pembunuh; ia mengutuk para pembunuh anak-anak, termasuk anak-anak yang masih ada dalam rahim ibu mereka, di mana mereka telah menjadi obyek penyelenggaraan ilahi. Tertulianus (thn 197) dalam Apologeticum menegaskan hal serupa, mencegah kelahiran adalah melakukan pembunuhan; tidak banyak bedanya apakah orang membinasakan kehidupan yang telah dilahirkan ataupun melakukannya dalam tahap yang lebih awal. Ia yang bakal manusia adalah manusia. Pada tahun 300, Konsili Elvira, suatu konsili gereja lokal di Spanyol, mengeluarkan undang-undang khusus yang mengutuk aborsi (Kanon 63). Setelah pengesahan kekristenan pada tahun 313, Gereja tetap mengutuk aborsi. Sebagai contoh, St. Basilus dalam sepucuk suratnya kepada Uskup Amphilochius (thn 374) dengan tegas menyatakan ajaran Gereja: Seorang wanita yang dengan sengaja membinasakan janin haruslah diganjari dengan hukuman seorang pembunuh dan Mereka yang memberikan ramuan atau obat-obatan yang mengakibatkan aborsi adalah para pembunuh juga, sama seperti mereka yang menerima racun itu guna membunuh janin.

Poin utamanya adalah Gereja Katolik Roma sejak dari awal secara terusmenerus menjunjung tinggi kekudusan hidup dari bayi yang belum dilahirkan dan mengutuk tindakan aborsi langsung (abortus langsung, artinya abortus yang dikehendaki baik sebagai tujuan maupun sebagai sarana). Menentang ajaran ini berarti menyangkal ilham Kitab Suci dan Tradisi kristiani. Kita, sebagai umat Kristen Katolik, patut berdoa demi berubahnya hati nurani umat manusia dan dengan gagah berani mengajarkan, mempertahankan serta membela kekudusan hidup manusia, teristimewa bayi-bayi tak dilahirkan yang tak berdaya dan tak bersalah. Gereja Katolik merupakan satu-satunya lembaga keagamaan yang dengan lantang menentang aborsi. Untuk Gereja Katolik, aborsi adalah pembunuhan atas manusia tak berdosa dan yang dalam dirinya tak bisa membela diri. Maka sangat jelas bahwa Gereja Katolik mengerti tindakan mengaborsi bukanlah hak azasi melainkan sebaliknya adalah kejahatan azasi. Hak azasi dalam pengertian Gereja Katolik selalu mengarah kepada kehidupan dan bukan kepada kematian. Aborsi adalah suatu tindakan yang mengarah pada kematian dan hanya dilakukan oleh orang yang mencintai kematian. Paus Benedictus XVI dalam kunjungannya ke Austria, dengan tegas mengumandangkan kembali ajaran Gereja bahwa aborsi adalah dosa besar dan aborsi sama sekali bukan hak azasi. Pernyataan Paus tersebut disambut gembira oleh pencinta kehidupan dan di lain pihak disambut dengan protes keras oleh para pencinta kematian. Sebab memang kata-kata Johannes Paulus II, sangatlah benar, beliau mengatakan bahwa zaman ini sangat diwarnai oleh budaya kematian (the culture of death). Manusia atas nama kesenangan yang sifatnya sangat sementara dan sangat egois mengorbankan kehidupan. Dalam Gereja Katolik, aborsi hanya layak dibenarkan dalam dua kasus dilematis berikut: kasus dilematis pertama, yakni situasi dimana jelas bahwa janin akan mati bersama ibunya apabila tidak dilaksanakan pengguguran. Dan kasus dilematis kedua, yakni situasi dimana ibu akan meninggal bila janin tidak digugurkan. Bahkan dalam kasus kedua itu beberapa ahli moral masih meragukan apakah hidup ibu selalu layak lebih diutamakan dibandingkan dengan hidup janin.

Jikalau ada kelainan pada janin, Gereja tetap tidak memperbolehkan adanya aborsi. Gereja hanya menerima kedua kasus dilematis yang tadi telah dijelaskan. Kecuali kalau kelainan itu mengakibatkan masalah dilematis seperti diatas tadi. Jikalau seseorang menjadi korban pemerkosaan, dan ia takut kalau anak yang dilahirkannya dilecehkan oleh masyarakat, ia tetap tidak boleh melakukan tindakan aborsi. Tetapi Gereja akan membantu menyiapkan proses kematangan jiwa sang ibu misalnya melalui pendampingan oleh para suster sehingga sang ibu mau melahirkan anak dan membatalkan niat pengguguran. Gereja menyiapkan mental/kejiwaan si korban perkosaan melalui pendampingan (konseling) yang bisa dilakukan oleh pastor dan suster.

PENDAPAT PERSONAL
Pendapat saya sebagai pribadi, aborsi yang dibenarkan adalah aborsi spontan dan aborsi medis. Dimana aborsi spontan memang terjadi karena kondisi sang ibu yang tidak baik, sehingga janin akan gugur dengan sendirinya, dan aborsi medis dimana memiliki kondisi nyawa ibu yang terancam karena suatu penyakit dan tidak memungkinan melahirkan janin, sehingga janin harus digugurkan. Kedua jenis aborsi ini merupakan aborsi langsung yang tidak memiliki tujuan atau motif tertentu yang kriminal di dalamnya. Kajian seturut segi medis, segi hukum, dan etika Gerejani semua mengumandangkan hal yang serupa, yaitu penentangan terhadap segala abortus yang sengaja dilakukan dengan tujuan tidak baik yang bisa dianggap sebagai abortus ilegal dan kriminal. Janin itu sendiri merupakan makhluk hidup, yang tentu saja keberadaannya dilindungi oleh hukum dan agama. Meskipun telah dilindungi sedemikian rupa oleh medis, hukum, dan agama; tindakan abortus kriminal tetap saja marak dilakukan, hal ini menciptakan rasa keprihatinan dan kekecewaan yang sangat dalam diri saya. Janin terbentuk karena sebuah hubungan intin antara pria dan wanita yang kompleks, yang tentu saja merupakan keinginan dari kedua belah pihak (kecuali kasus pemerkosaan). Jika sudah sepakat, tentu seharusnya mereka tahu resiko kehadiran sang janin yang menjadi tanggung jawab perbuatan yang mereka lakukan. Tidak masuk akal apabila berargumen bahwa tindakan yang memberi nyawa pada janin itu adalah sebuah kecelakaan. Bahkan dalam kasus pemerkosaan sekalipun, salah satu pihak pasti sudah merencanakannya sehingga tidak bisa disebut kecelakaan. Sesungguhnya abortus kriminal yang saat ini sering dilakukan hanyalah merupakan tindakan keji yang menjadi pelarian dari tanggung jawab yang dipikul karena perbuatan yang sudah dilakukan dengan sadar. Hanya senang saat melakukan perbuatan namun tidak mau menanggung hasil perbuatan. Sungguh ironis memang sifat manusia yang hanya ingin menikmati kenyamanan dan kebahagiaan saja, di tengah dunia yang semakin menderita.

Tanggung jawab itu sendiri menurut saya dapat dijalani dengan baik apabila memiliki kesiapan mental yang baik dan dukungan dari keluarga serta orang terdekatnya. Lebih memilih untuk menanggung malu dan rasa bersalah karena sudah berbuat, daripada harus menggugurkan janin kandungan. Karena pada umumnya, setiap ibu yang mengandung janin memiliki ikatan kuat dengan janin sehingga tidak tega untuk menggugurkannya, karena janin adalah buah tubuhnya, darah dan daging sang ibu. Hanya yang sedang kalut, bingung, dan kehilangan tujuanlah atau pun manusia yang keji yang menggugurkan janin hanya demi tujuan yang tidak baik. Segala pihak yang membantu proses abortus kriminal itu juga bersalah, karena telah melanggar kode etik profesi yang mereka geluti. Dimana mereka membantu dengan sadar untuk menghilangkan nyawa seorang janin. Sungguh mengerikan keadaan dunia saat ini, yang salah bisa dibenarkan hanya dengan uang .. Saran saya adalah memperkuat iman dan mental yang dimiliki oleh setiap individu. Bijak dalam menentukan sikap perbuatan serta berani bertanggung jawab atas resiko yang sudah diambil. Sering diadakannya penyuluhan untuk membantu serta membimbing kaum muda yang biasanya menjadi pelaku abortus paling besar.

DAFTAR PUSTAKA
http://d4uthabsi.typepad.com/blog/2010/01/makalah-aborsi-pada-remaja--babi--pendahuluan---1-latar-belakang--lebih-dari-separuh-1046-juta-orang-daritotal-pendud.html http://stevan777.wordpress.com/2008/01/02/makalah-aborsi-untuk-pelajar-smamahasiswa/ http://mathiasdarwin.wordpress.com/2007/09/08/apakah-aborsi-salah-satu-hakazasi-manusia/ http://gemawarta.wordpress.com/2005/11/24/aborsi-pro-life-atau-pro-choice/

Anda mungkin juga menyukai