Anda di halaman 1dari 13

HUKUM ABORSI DAN MENSTRUAL REGULATION

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Kontemporer


Dosen Pengampu: H. M. Samsukadi, Lc, M. Th. I.

Oleh:
Ristuati Dwi Lailiyah (1217006)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL AL-SYAKHSIYAH)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2019
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Abortus dan menstrual regulation yang mempunyai pengertian
berbeda, tetapi tujuannya boleh dikatakan sama, yaitu tidak
menginginkan keturunan. Islam agama yang suci, yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat untuk semesta alam. Setiap
makhluk hidup mempunyai hak untuk menikmati kehidupan, baik
hewan, tumbuhan maupun manusia (terutama) yang menyandang gelar
khalifah dimuka bumi ini. Oleh karena itu ajaran Islam sangat
mementingkan pemeliharaan terhadap lima hal, yaitu agama, jiwa,
akal, keturunan dan harta.
Memelihara jiwa dan melindunginya di berbagai ancaman berarti
memelihara eksistensi kehidupan umat manusia. Namun tidak semua
orang merasa senang dan bahagia dengan setiap kelahiran yang tidak
direncanakan, karena faktor kemiskinan, hubungan di luar nikah dan
alasan-alasan lainnya. Hal ini mengakibatkan, ada sebagian wanita
yang menggugurkan kandungannya setelah janin bersemi dalam
rahimnya.
2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian aborsi dan menstrual regulation?
b. Bagaimana aborsi dan menstrual regulation dalam perundang-
undangan di Indonesia?
c. Bagaimana mekanisme aborsi dan menstrual regulation?
d. Bagaimana aborsi dan menstrual regulation dalam prespektif
hukum Islam kontemporer?
3. Tujuan Makalah
a. Untuk mengetahui pengertian aborsi dan menstrual regulation
b. Untuk mengetahui aborsi dan menstrual regulation dalam
perundang-undangan di Indonesia
c. Untuk mengetahui mekanisme aborsi dan menstrual regulation
d. Untuk mengetahui aborsi dan menstrual regulation dalam
prespektif hukum Islam kontemporer
4. Manfaat Makalah
a. Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu Fiqih Kontemporer.
b. Praktis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran kepada masyarakat pada umumnya dan pihak-pihak
yang terkait pada khususnya dalam rangka mengetahui Hukum
Aborsi dan Menstrual Regulation.
B. Pembahasan
1. Pengertian Aborsi dan Menstrual Regulation
a. Aborsi.
Pengertian Perkataan abortus dalam bahasa Inggris disebut
abortion berasal dari bahasa latin yang berarti gugur kandungan
atau keguguran. Sardikin Ginaputra dari Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia memberi pengertian abortus sebagai
pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Kemudian menurut Maryono
Reksodipura dari Fakultas Hukum UI, abortus atau aborsi adalah
pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum
dapat lahir secara alamiah). Dari pengertian di atas dapat
dikatakan, bahwa abortus atau aborsi adalah suatu perbuatan untuk
mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari
kandungan sebelum janin itu dapat hidup di luar kandungan.1
b. Menstrual Regulation
Menstrual regulation secara harfiah artinya pengaturan
menstruasi atau datang bulan atau haid, tetapi dalam praktek
menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang merasa
terlambat waktu menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium ternyata positif dan mulai mengandung. Maka ia
minta ”dibereskan janinnya” itu. Maka jelaslah, bahwa menstrual
regulation itu pada hakikatnya adalah abortus provocatus
criminalis, sekalipun dilakukan oleh dokter. Karena itu abortus dan
menstrual regulation itu pada hakikatnya adalah pembunuhan janin
secara terselubung.2
2. Aborsi dan Menstrual Regulation dalam Perundang-Undangan Di
Indonesia

1 Mardani. Aborsi dalam Prespektif Hukum Islam, (Indonesia J. Int’L 4, 2006), 782.
2 Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta: Haji Masagung) h. 78-79
Abortus dan menstrual regulation pada hakikatnya adalah pembunuhan
janin secara terselubung, oleh karena itu berdasarkan KUHP Pasal 299,
346, 348, dan 349 negara melarang abortus dan menstrual regulation
diantaranya yaitu:
1) Pasal 299 ayat 1, 2 dan 3
"Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau
ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat
digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun
atau denda paling banyak tiga ribu rupiah".
"Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan,
atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau
kebiasaan, atau jika ia seorang tabib, bidan, juru obat pidananya
dapat ditambah sepertiga".
"Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam
menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk
melakukan pencarian itu".
2) Pasal 346
"Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."
3) Pasal 347 ayat 1 dan 2
"Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematika
kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama 12 tahun."
"Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun."
4) Pasal 348 ayat 1 dan 2
"Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau
mematikan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan".
"Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut
dikenakan pidana penjara 7 tahun".
5) Pasal 349
"Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut pasal 346 ataupun melakukan atau
membantu melakukan slalah satu kejahatan yang diterangkan pada
pasal 347, 348 maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana menjalankan kejahatan".
Berdasarkan KUHP diatas sanksi hukumannya cukup berat, bahkan
hukumannya tidak hanya ditujukan kepada wanita yang bersangkutan,
tetapi semua orang yang terlibat dalm kejahatan ini dan dapat dituntut,
seperti dokter, dukun bayi, tukang obat, dan sebagainya yang
mengobati atau yang menyuruh atau yang membantu atau yang
melakukannya sendiri.3
3. Mekanisme Aborsi dan Menstrual Regulation
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau
seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada
desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan
subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan
mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu,
embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian
desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto ,
meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum
uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat
proses pengeluaran hasil konsepsi.4
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau
diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti
3 Jauhari, Kesehatan dalam Pandangan Hukum Islam, (Kanun: Jurnal Ilmu Hukum, 2011). hal.
33-58
4 Prawirohardjo, Aborsi Dimensi Psikologi, (Jakarta: Grasindo, 2002). hal. 47.
dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal
dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis
servikalis atau masih melekat pada dinding cavumuteri. Jenis ini sering
menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan
minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti
dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang
plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan
gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang
banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri
lebih menonjol. Dari penjelasan di atas jelas bahwa abortus ditandai
dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas
beragam.5
4. Aborsi dan Menstrual Regulation dalam Prespektif Hukum Islam
Kontemporer6
Hukum Aborsi Dalam Islam.
Di dalam teks-teks al Qur’an dan Hadist tidak didapati secara
khusus hukum aborsi, tetapi yang ada adalah larangan untuk
membunuh jiwa orang tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt :
‫َو َم ن َيۡق ُتۡل ُم ۡؤ ِم ٗن ا ُّم َتَعِّم ٗد ا َفَج َز ٓاُؤ ۥُه َج َهَّنُم َٰخ ِلٗد ا ِفيَها َو َغ ِضَب ٱُهَّلل َع َلۡي ِه َو َلَعَن ۥُه َو َأَعَّد َل ۥُه َع َذ اًبا‬
٩٣ ‫َع ِظ يٗم ا‬
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja,
maka balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di
dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta
menyediakan baginya adzab yang besar”7 ( Qs An Nisa’ : 93 )
Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud
bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
“ Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di
dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat

5 Ibid., hal. 48.


6 Yusra, Nally. Aborsi Dalam Prespektif Hukum Islam, (Marwah:Jurnal perempua, Agama dan
Jender, 2012), 12.
7 Al-Qur’an, 3 (An-Nisa’): 93.
puluh hari kedua, terbentuklah segumlah darah beku. Ketika genap
empat puluh hari ketiga , berubahlah menjadi segumpal daging.
Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh, serta
memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki,
waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang
bahagia. “ (HR. Bukhari dan Muslim )
Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi
menjadi dua bagian sebagai berikut :
a. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh
Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi
menjadi tiga pendapat :
1) Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh.
Bahkan sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan
janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 )
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi,
Syafi’I, dan Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya
ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh Fathul Qadir : 2/495 )
Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Mas’ud di atas yang
menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke
janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda
mati, sehingga boleh digugurkan.
2) Pendapat kedua
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya
makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka
hukumnya menjadi haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara
pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika telah
mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian .
Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan
Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab Syafi’I .
( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
3) Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya
haram. Dalilnya bahwa air mani sudah tertanam dalam rahim
dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap
menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan
kejahatan . Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam
Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya
Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat
bulan) , telah dianggap benda mati, maka tidak perlu
dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa
dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini
tidak dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak
sesuatu yang bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu,
yaitu jika di dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis
adalah salah satu bentuk Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu
jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta
pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus
Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis
dan melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas.
b. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh
Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa
menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya haram.
Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan
dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di
atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis
pada saat itu, dia telah menjadi seorang manusia, sehingga haram
untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut
dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin
nantinya akan membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam
hal ini, para ulama berbeda pendapat:
1) Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh
hukumnya tetap haram, walaupun diperkirakan bahwa janin
tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang
mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :
‫اَل َتۡق ُتُلوْا ٱلَّنۡف َس ٱَّل ي َح َّر ٱ اَّل ٱۡل َح ِّۗق‬
‫َم ُهَّلل ِإ ِب‬ ‫ِت‬ ‫َو‬
“ Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar. “( Q.S. Al Israa’: 33 )
Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih
diragukan, sedang keberadaan janin merupakan sesuatu yang
pasti dan yakin, maka sesuai dengan kaidah fiqhiyah : “ Bahwa
sesuatu yang yakin tidak boleh dihilanngkan dengan sesuatu
yang masih ragu.”, yaitu tidak boleh membunuh janin yang
sudah ditiup rohnya yang merupakan sesuatu yang pasti , hanya
karena kawatir dengan kematian ibunya yang merupakan
sesuatu yang masih diragukan.
( Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602 ).
Selain itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah
perahu akan tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu
tersebut bisa terjadi jika sebagian penumpangnya dilempar ke
laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.
2) Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh
kepadanya, jika hal itu merupakan satu-satunya jalan untuk
menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga kehidupan
ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin,
karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin,
sedangkan kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya
terakhir.
( Mausu’ah Fiqhiyah : 2/57 )
Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan
kepada ilmu kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak
benarnya. Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan
bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus Profocatus
Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan
kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu
alasan syar’I hukumnya adalah haram dan termasuk katagori
membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT.
C. Penutup
1. Kesimpulan
1) Pengartian Aborsi dan Menstrual Regulation
Perkataan abortus dalam bahasa Inggris disebut abortion
berasal dari bahasa latin yang berarti gugur kandungan atau
keguguran. Sardikin Ginaputra memberi pengertian abortus sebagai
pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan.
Menstrual regulation secara harfiah artinya pengaturan
menstruasi atau datang bulan atau haid, tetapi dalam praktek
menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang merasa
terlambat waktu menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium ternyata positif dan mulai mengandung.
2) Mekanisme Aborsi dan Menstrual Regulation
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian
atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada
desidua.
3) Aborsi dan Menstrual Regulation dalam Perundang-Undangan di
Indonesia
Hukum abortus dan menstrual regulation di Indonesia tidak
diperbolehkan, yang di atur dalam KUHP pasal 299, 346, 348, 349
4) Aborsi dan Menstrual Regulation dalam Prespektif Hukum Islam
Kontemporer
Hukum Aborsi Dalam Islam.
Di dalam teks-teks al Qur’an dan Hadist tidak didapati secara
khusus hukum aborsi, tetapi yang ada adalah larangan untuk
membunuh jiwa orang tanpa hak.
DAFTAR PUSTAKA
Guwandi, 1995, Persetujuan Tindak Medik (Informed Consent), (Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)
Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqihiyah Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum
Islam Masa Kini, Jakarta : Kalam Mulia.
Moeljanto. 1985. KUHP ( Kitab Undang–Undang Hukum Pidana ). Jakarta:
Bina Aksara.
Prawirohardjo,2002, Aborsi Dimensi Psikologi, Jakarta: Grasindo.
Zuhdi, Masjfuk.1988. Masail fiqhiyah. Surabaya: PT. Gita Karya.
Khotimah, U. K. 2013. Hubungan Seksual Suami-Istri dalam Prespektif gender
dan hukum islam. AHKAM: Jurnal Ilmu Syariah.
Mardani. 2006, Aborsi dalam Prespektif Hukum Islam, Indonesia J. Int’L 4.
Jauhari, Iman. 2011 Kesehatan dalam Pandangan Hukum Islam. Kanun: Jurnal
Ilmu Hukum.
Rifiani, 2011. Pernikahan Dini dalam Prspektif hukum Islam. Journal de jure.
Saifullah, M. 2011. Aborsi dan Resikonya bagi perempuan (dalam pandangan
hukum islam) Jurnal Sosial Humaniora.
Yusra, Nally. 2012, Aborsi Dalam Prespektif Hukum Islam, Marwah: Jurnal
Perempua, Agama dan Jender.
Rudi. Aborsi dalam Pandangan Hukum Islam.Warnet: 2007
http://elangjawahidup.blogspot.com/2011/05/Makalah-tentang-
aborsi.html
Rofiqin. Hukum Aborsi dalam Islam. http://rofiqinputra.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai