Anda di halaman 1dari 4

KASUS ABORSI DAN PEYELESAIANNYA

09 Januari 2015
PEMBAHASAN
A. KASUS
Terkait Kasus Aborsi di Sentosa Lama, Dokter dan Bidan Ditahan Poltabes Medan
Kasus ini terjadi di Medan. Terkait kasus dugaan melakukan aborsi di salah satu
rumah yang diduga dijadikan sebagai tempat praktek aborsi di Jalan Lubuk Kuda
Gang Marco Sentosa Lama yang digerebek anggota Reskrim Poltabes Medan,
Sabtu (12/12) lalu, dua orang telah dijadikan tersangka dan masih ditahan di
Mapoltabes Medan. Kedua tersangka yakni Dr J dan Bidan M.
Kasat Reskrim Kompol Gidion Arif Setyawan SIK dan Kanit VC Poltabes Medan
AKP Ronny Nicolas Sidabutar SIK saat dikonfirmasi SIB, Senin (14/12)
membenarkan bahwa pihaknya telah menetapkan Dr J dan Bidan M sebagai
tersangka dan masih ditahan di Mapoltabes Medan guna pengusutan lebih lanjut.
Untuk biaya aborsi, R dikenakan biaya Rp 2 juta oleh tersangka. Diduga, R
melakukan aborsi atas kemauan dirinya sendiri.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, penggerebekan itu berawal dari adanya
laporan masyarakat yang menyebutkan bahwa satu rumah di Jalan Lubuk Kuda
Gang Marco Sentosa Lama kerap kali dijadikan tempat praktek aborsi.
Kemudian anggota Unit VC Reskrim Poltabes Medan melakukan penyelidikan di
lapangan sekaligus menggerebek rumah tersebut. Dr J dan Bidan M yang diduga
sebagai pelaku aborsi tersebut selanjutnya diboyong ke Mapoltabes Medan untuk
diperiksa. (M16/y)

B. SOLUSI
Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992, dijelaskan bahwa
tindakan medis dalam bentuk apapun dan atau pengguguran kandungan dengan
alasan apapun dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma
agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat
sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat
diambil tindakan medis tertentu. Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benarbenar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan
medis tertentu itu, ibu hamil dan atau janinnya terancam bahaya maut.
Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga
kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya yaitu
seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Sebelum melakukan
tindakan medis tertentu tenaga kesehatan harus terlebih dahulu meminta
pertimbangan tim ahli yang dapat terdiri dari berbagai bidang seperti medis,
agama, hukum, dan psikologi.
Jadi, pada kasus aborsi di atas, pelaku (bidan) ditindak oleh kepolisian dan dijerat
KUHP Bab XIX Pasal 299, 348 dan 349 serta UU Kesehatan No.23 tahun 1992

Pasal 80 ayat 1. Dan bidan tersebut dicabut ijin praktiknya. Sedangkan korban
dijerat KUHP pasal 346.

C. HUKUM
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin
termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah Abortus Provocatus Criminalis
Yang menerima hukuman adalah:
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati
dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang
terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. (Valentin v. La Society de
Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dari definisi tersebut
malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga
kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang
tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat
terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan
dalam transaksi teraputik antara tenagakesehatan dengan pasien adalah
perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan
perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).
Apabila tenaga-tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi,
hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak
memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.
Perlu disadari bahwa di dalam pelayanan kebidanan seringkali muncul masalah
atau isu di masyarakat yang berkaitan dengan etik dan moral, dilema serta
konflik yang dihadapi bidan sebagai praktisi kebidanan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid 3, Isu adalah gosip atau kabar yang
belum pasti, bukan merupakan kenyataan dan lebih kearah negatif. Sedangkan
moral adalah nilai-nilai keagungan makhluk Tuhan yaitu manusia, yang
menjadikan manusia itu memiliki budi pekerti mulia, namun dalam hal ini moral
dapat pula menjadikan manusia minus.
Di dalam pelayanan kebidanan terdapat Isu Moral. Isu Moral merupakan topik
yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan seharihari, sebagai contoh nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan orang
sehari-hari menyangkut kasus abortus, euthanasia, keputusan untuk terminasi
kehamilan. Isu Moral juga berhubungan dengan kejadian yang luar biasa dalam
kehidupan sehari-hari, seperti menyangkut konflik, malpraktik, perang dsb.
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah
abortus. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel

sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses
pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Beberapa pasal yang terkait adalah:
Pasal 299
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. Jika
yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka
dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan
pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain
yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan
rencana.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama 12 tahun
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama 15 tahun.

Pasal 348

1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan


seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang
tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut
hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
D. UU Kesehatan No.23 Tahun 1992
Pasal 15:
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil
dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat
dilakukan: Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut.
3. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi erta berdasarkan pertimbangan
tim ahli.
4. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya.
5. Pada sarana kesehatan tertentu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Pasal 80:
Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu
hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15
ayat (1) dan ayat (92), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (liam
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

Anda mungkin juga menyukai