Anda di halaman 1dari 44

INFORMED

CONSENT
Lucia Aritanthi
STIKES Rajawali
Bandung
DEFINISI

1. Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya


atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.
(Permenkes)

2. Persetujuan pasien atau yang mewakilinya atas rencana


tindakan kedokteran atau kedokteran gigi setelah menerima
informasi yang cukup un-tuk dapat membuat persetujuan.
(Konsil Kedokteran Indonesia)
DEFINISI

3. Pernyataan oleh PASIEN, atau jika pasien tidak


berkompeten*) oleh ORANG YANG BERHAK
MEWAKILI, yang isinya berupa persetujuan kepada
dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah
pasien atau orang yang berhak tersebut diberi
informasi secukupnya **) mengenai tindakan medik
yang akan dilakukan dokter. (Sofwan Dahlan)
*) Tidak berkompeten: belum dewasa (21 th) atau
belum pernah nikah atau tidak sehat akal.
**) Informasi sekucupnya: kualitas dan kuantitas
informasi cukup bagi pasien untuk membuat
keputusan ttg tindakan medik yg dianjurkan Dr.
DEFINISI

Dari tiga definisi diatas maka yang paling reliabel adalah


definisi ketiga, sebab mampu memberikan pemahaman
bahwa:
1. Pemegang hak utama untuk memberikan persetujuan
adalah pasien, bukan keluarga.
2. Hak keluarga untuk mewakili pasien bukan
bersifat alternatif tetapi kondisional, yaitu:
a. jika pasien belum dewasa; atau
b. jika pasien tidak sehat akal.
3. Jika pasien sudah dewasa dan sehat akal
maka keluarga tidak berhak mewakili pasien.
INFORMED CONSENT
1. Bukan merupakan perjanjian terapetik, tetapi sebuah
konsekuensi yang timbul akibat adanya perjanjian terapetik.

2. Berupa pernyataan sepihak (pasien).

3. Hanya berkaitan dengan tindakan medik atau keperawatan.

PERJANJIAN TERAPETIK
– Pernyataan dua pihak, yaitu pihak pasien dan dokter/perawat
berdasarkan asas dalam berkontrak.
LANDASAN ETIKA
Etika menghendaki agar setiap Dr dalam menjalankan
profesinya senantiasa memperhatikan 4 prinsip dasar
moral, yakni:

1. Beneficence (to do good).


2. Non-maleficence (to do no harm).
3. Justice (as a fairness or as distributive justice).
4. Autonomy (the right to make decisions about one’s
health care).
Jadi informed consent bukan hanya isu hukum, tetapi juga
isu moral & etika sebab berkaitan dengan prinsip
autonomy (hak pasien membuat keputusan).
BAGAIMANA JIKA pasien dalam keadaan
EMERGENSI ??

– APAKAH,
INFOMED CONSENT tetap perlu mengingat
pelaksanaan informed consent memerlukan
komunikasi sehingga dibutuhkan:
1. Waktu yang cukup; dan
2. Tingkat kesadaran yang compos mentis.

– PADAHAL,
TINDAKAN emergency perlu dilakukan cepat untuk
mencegah kematian dan kecacatan !!!
DEFINISI EMERGENSI
1. DIANGGAP EMERGENCY, yaitu:
setiap kondisi yang menurut pendapat pasien,
keluargan atau orang-orang yang membawa pasien
ke rumah sakit ---- bahwa pasien ---- memerlukan
penanganan segera.

2. TRUE EMERGENCY, yaitu: setiap kondisi yang


setelah diperiksa secara klinis, memang
memerlukan penanganan segera (immediate
medical attention), guna mencegah pasien dari
kematian atau cacat tetap.
(American Hospital Association)
TANGGUNGJAWAB DOKTER
TERHADAP PENDERITA EMERGENSI
Dokter diwajibkan oleh UU untuk menolong seseorang yang
berada dalam kondisi emergensi jika :
1. bentuk pertolongannya masih berada dalam kontek
profesinya.
2. Pasien berada dalam jarak dekat dengan dokter.
3. Dokter mengetahui bahwa ada kebutuhan akan
bantuan emergensi atau ada pasien dengan kondisi
serius.
4. Dokter dinilai layak memberikan bantuan serta
memiliki peralatan yang diperlukan.
(Gorton, 2000)
INFORMED CONSENT PADA
PASIEN EMERGENSI
1. Jika kondisi pasien masih memungkinkan maka informed
consent tetap penting, tetapi bukan prioritas.
2. Meski penting, namun pelaksanaannya tidak boleh menjadi
penghambat atau penghalang bagi dilakukannya tindakan
pertolongan (emergency care).
3. Permenkes, UUPK dan UURS menyatakan bahwa dalam kondisi
emergensi tidak diperlukan informed consent.
4. Berbagai yurisprudensi di negara maju menunjukkan hal yang
sama, bahwa tindakan emergency care dapat dilakukan tanpa
informed consent.
KASUS :
Mohidin (Sukabumi), hakim membenarkan dokter mencopot mata
pasien untuk menyelamatkan mata yang masih sehat tanpa
informed consent atas dasar teori sympatico optalmia.
EMERGENSI CARE PADA ANAK
TANPA PERSETUJUAN ORANG TUA


Jika orangtua tidak setuju, tindakan medik pada anak
dapat dilakukan dengan syarat:
1. Tindakan tersebut merupakan tindakan terapetik,
bukan eksperimental.
2. Tanpa tindakan tersebut anak akan mati.
3. Tindakan medik tsb memberikan harapan atau
peluang pada anak yang bersangkutan utk hidup
normal, sehat dan bermanfaat.
(Goldstein, Freud dan Solnit)
MATERI INFORMASI
YANG WAJIB DISAMPAIKAN

1. Alasan perlunya tindakan medik.


2. Sifat tindakan medik, yaitu eksperimen atau
non-eksperimen.
3. Tujuan tindakan medik, yaitu diagnostik
atau terapetik.
4. Risiko dari tindakan medik.
5. Akibat ikutan yang tidak menyenangkan.
6. Ada tidaknya tindakan medik alternatif.
7. Akibat yang mungkin bisa terjadi jika
pasien menolak tindakan medik.
PEMBERIAN INFORMASI

1. Cukup lisan agar ada komunikasi dua arah.

2. Boleh ditambah dengan information sheets - sebagai


pelengkap (tidak wajib).

3. Jika informasi tidak cukup atau tidak diberikan sama


sekali maka persetujuan yang telah diberikan tidak
sah.

4. Pada pasien dengan sindroma “Don’t tell me, doctor”


maka pasien dianggap setuju jika pasien kemudian
menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan dokter.
KEWAJIBAN MEMBERIKAN INFORMASI

1. Berada di tangan dokter yang hendak melakukan


tindakan medik karena ia yang tahu persis kondisi
pasien dan hal-hal yang berkaitan dengan tindakan
medik yang akan dilakukan

2. Kewajiban tersebut amat riskan bila didelegasikan


kepada dokter lain, perawat atau bidan; tetapi bila
hal itu dilakukan dan terjadi kesalahan pemberian
informasi maka tanggungjawabnya tetap pada
dokter yang melakukan tindakan medik.

3. Di negara maju, tanggungjawab memberikan


nformasi merupakan tanggungjawab yang tidak
boleh didelegasikan (non-delegable duty).
HAK MEMBERIKAN CONSENT
1. Pasien dewasa dan sehat akal  pasien ybs.
2. Pasien anak-anak  keluarga / walinya.
3. Pasien tak sehat akal  keluarga / wali / kurator.
4. Pasien nikah  pasien yang bersangkutan, kecuali untuk
tindakan medik tertentu (sterilisasi).
5. Tindakan yang perlu persetujuan pasangan:
6. Tindakan medik yang punya pengaruh kepada pasien beserta
pasangannya sebagai satu kesatuan.
 Tindakan medik tersebut bersifat non terapetik.
 Pengaruh dari tindakan medik tsb irreversible.

* Sterilisasi KB, harus ada persetujuan suami.


* Sterilisasi terapetik (Ca Cervix), hanya pasien ybs saja.
CARA MEMBERIKAN INFORMED
CONCENT

1. Secara terucap (oral consent).


2. Secara tertulis (written consent).
3. Secara tersirat (implied consent).
• Yang paling aman adalah written consent,  ada bukti (dokumen)
yang tidak dapat dipungkiri pasien.

Jika diberikan terucap atau tersirat sebenarnya tetap sah,


hanya saja demi keamanannya perlu:
1. Dibatasi hanya pada tindakan yang risikonya kecil.
2. Perlu ada saksi (perawat) untuk jaga-jaga bila kelak
dipungkiri.
3. Dicatat dlm rekam medis, bahwa pasien memberi-kan
persetujuan terucap/tersirat dengan saksi .........
SYARAT SAHNYA PERNYATAAN

1. Subjek hukum: kompeten.


2. Kualitas pernyataan:
– voluntary: sukarela tanpa disertai unsur3 F (force, fraud
dan fear)
– unequivocal: disampaikan secara jelas, tegas dan tanpa
keraguan.
– conscious: dalam kondisi psikologis yang penuh dengan
kesadaran.
– naturally: sesuai kewajaran sehingga tidak perlu ada
kata-kata “tidak akan menuntut jika terjadi sesuatu”.
HAKEKAT INFORMED CONSENT

1. Bagi pasien, merupakan media menentukan sikap


atas tindakan dokter yang mengandung risiko / akibat
ikutan.
2. Bagi dokter, merupakan sarana memperoleh legitimasi
atas tindakan medik yang bersifat offensive touching.
3. Dari sisi hukum merupakan transfer of liability dari
dokter kepada pasien atas terjadinya risiko/akibat
ikutan.
4. Bukan merupakan sarana yang dapat membebaskan
dokter dari tanggungjawab terhadap malpraktik, sebab
malpraktik merupakan masalah lain yang amat erat
kaitannya dengan tindakan medik dibawah standar.
MASALAH
Persetujuan dengan tidak didahului informasi atau
didahului informasi tetapi tidak cukup maka
persetujuan tsb dianggap tidak pernah ada (tidak sah
demi hukum).
Informasi diberikan sejelas-jelasnya, namun jika
akhirnya pasien menolak memberikan
persetujuannya berarti dokter telah gagal dalam
melakukan komunikasi.

Jadi keberhasilan memperoleh informed consent


sangat ditentukan oleh kemampuan dokter dalam
berKOMUNIKASI
KEBIJAKAN UUPK
1. Bersifat non-selective (semua tindakan medik).
2. Harus didahului penjelasan yang cukup sebagai
landasan bagi pasien dalam mengambil
keputusan.
3. Dapat diberikan secara tertulis atau lisan(ucapan
atau anggukan kepala???).
4. Untuk tindakan medik berisiko tinggi,
persetujuan harus diberikan secara tertulis.
5. Dalam keadaan emergensi tidak perlu informed
consent, sesudah sadar wajib diberitahu dan
diminta persetujuan.
6. Ditandatangani oleh yang berhak.
KONSEKUENSI HUKUM

Bila dokter melakukan tindakan medik tanpa ada
informed consent, konsekuensi hukumnya:
1. Merupakan bukti adanya unsur tindak pidana
(yaitu perbuatan tercela).
2. Merupakan bukti adanya unsur tindakan
melawan hukum (onrechmatigedaad) sehingga
dokter dapat digugat membayar ganti rugi bila
terjadi risiko.
3. Merupakan bukti adanya tindakan dokter yang
tidak patuh terhadap Hukum Disiplin, sehingga
dokter dapat diadili oleh MKDKI.
DEFINISI REKAM MEDIS

Rekaman atau catatan mengenai siapa, apa,


mengapa, bilamana, dan bagaimana pelayanan
yang diberikan kepada pasien selama masa
perawatan yang memuat pengetahuan mengenai
pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta
memuat informasi yang cukup untuk menemukenali
(mengidentifikasi) pasien, membenarkan diagnosis
dan pengobatan serta merekam hasilnya
(Huffman EK, 1992 )
PERMENKES NO. 269/2008
TENTANG REKAM MEDIS / MEDICAL RECORD

Adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen


tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien (pasal 1 ayat (1))
---------------------------------------------------------------------------
Tulisan yang dibuat oleh dokter / doter gigi tentang segala tindakan
yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pemberian
pelayanan kesehatan (pasal 1 ayat (6))
DOKUMEN
Catatan Dr / Drg dan / atau tenaga
kesehatan tertentu (TKT)
Laporan hasil pemeriksaan
penunjang
Catatan observasi
Pengobatan harian
Semua rekaman (foto Ro, gambar
pencitraan)
JENIS REKAM MEDIS.
Ada dua jenis rekam medis yang dikenal saat ini, yaitu

• Rekam Medis Konvensional


Merupakan bentuk rekam medis yang ditulis di kertas
berupa berkas-berkas data

• Rekam Medik Elektronik


Merupakan bentuk rekam medik yang menggunakan
pemanfaatan komputer
Permenkes 269/2008 ps 2 ayat (1)
LANDASAN HUKUM PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS

UU no 29 / 2004 tentang Praktek Kedokteran,


UU no 36 / 2009 tentang Kesehatan
UU no 44 / 2009 tentang Rumah Sakit
Kepmenkes no 1333 / 1999 tentang Standar Pelayanan Rumah
Sakit
PP no 32 /1996 tentang Tenaga Kesehatan.
Kepmenkes no. 034 /1972 tentang Perencanaan dan
Pemeliharaan Rumah Sakit
Permenkes no 269 /2008 Tentang Rekam Medis.
Landasan Hukum RM......

Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik


No. 78 tahun 1991 tentang Penyelenggaraan Rekam
Medik. Surat keputusan ini menjelaskan rincian
penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit
Surat Edaran Direktorat Jenderal Pelayanan Medik No:
HK. 00 .06. 1.5.01160 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan
Formulir Rekam Medis Dasar dan Pemusnahan Arsip
Rekam Medis
ASPEK HUKUM

Aspek hukum RM meliputi:


1. Aspek kepemilikan dokumen.
2. Aspek yang berkaitan dengan data
serta informasi dalam dokumen rekam
medis.
3. Aspek pemanfaatan data dan informasi
dalam dokumen rekam medis.
ASPEK KEPEMILIKAN

UU di Indonesia membagi UU di Negara Lain adalah sbb:


kepemilikan sebagai berikut:
– Rekam Medis milik
 Berkas milik health care- health care provider.
provider.
 Isi dokumen milik health-care – Isi rekam medis tidak
pernah disebut tentang
receiver.
siapa pemiliknya, namun
karena isinya tentang
pasien maka kepada
pasien diberikan hak-hak
tertentu. lanjutnya)
HAK-HAK TERTENTU PASIEN

Meliputi:
1. Hak atas rahasia seluruh isi dokumen.
2. Hak melepaskan sifat kerahasiaan isi dokumen.
3. Hak menentukan kepada siapa isi dokumen boleh
diberikan, baik siapa saja ataupun orang tertentu
(selektif).
4. Hak akses.
5. Hak koreksi atas isi dokumen.
6. Hak mendapatkan foto-kopi dokumen.
7. Hak memanfaatkan isinya secara wajar.
MENGAPA
DOKUMEN REKAM MEDIS
MILIK HEALTH CARE PROVIDER
???
ALASANNYA

Dokumen medis milik health care provider, mengingat


dokumen tersebut:
1. Dibuat, utamanya untuk memenuhi kebutuhan
health-care provider.
2. Dibuat dengan menggunakan bahan milik
RS, serta dibuat oleh staf RS pula.
3. Adanya doktrin ‘patient pays the treatment,
not the record’.
ASPEK ISI DOKUMEN

 Isi dokumen rekam medis, meliputi pula


dokumen keperawatan, merupakan rahasia.
 Kerahasiaan tersebut didasarkan pada:
1. Sumpah dokter (social contract).
2. Kode Etik Profesi.
3. Peraturan perundang-undangan.
Atas dasar itu, health-care provider memiliki
kewajiban menjaga kerahasiaan tersebut !!!
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

 UU Praktik Kedokteran No. 29 TH 2004:


Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disimpan dan dijaga kerahasiannya oleh dokter atau
dokter gigi dan pimpinan sarana kesehatan.
(Pasal 47 ayat (2))
 UU Rumah Sakit No. 44 TH 2009:
Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban:
.............., h. menyelenggarakan RM; (Psl 29 ayat (1))
Peraturan Pemerintah No. 10 Th 1966:

Pasal 1:
Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang
diketahui selama melakukan pekerjaan di lapangan
kedokteran.
Pasal 2:
Pengetahuan tersebut harus dirahasiakan oleh
orang-orang tersebut pada Pasal 3, kecuali apabila
sesuatu peraturan lain yang sederajat atau yang
lebih tinggi menentukan lain.
ASPEK PEMANFAATAN

Awalnya, dokumen medis dibuat untuk memenuhi


kepentingan health care provider !!!
Namun dalam perkembangannya, juga dapat
dimanfaatkan oleh:
1. Pihak pasien.
2. Pihak ketiga (baik individu atau lembaga).
3. Pihak penegak hukum.
PEMANFAATAN OLEH PASIEN

Jika yang memanfaatkan pasien sendiri,


maka masalah hukumnya hampir tidak ada.
===============================================
Penyampaian kepada pasien dapat dilakukan:
1. Secara lisan; atau
2. Secara tertulis, dalam bentuk:
a. resume medis;
b. laporan medis (medical report); atau
c. fotokopi, keseluruhan atau sebagian sesuai
permintaan pasien.
PEMANFAATAN OLEH PIHAK KETIGA

Jika yang memanfaatkan pihak ketiga maka harus hati-hati dengan


masalah hukumnya !!!
Penyampaian kepada pihak ketiga bisa dilaksanakan jika memenuhi dua
syarat, yaitu:
1. ada permohonan tertulis (written request); dengan
disertai
2. izin tertulis (written consent) dari pasien.

Contoh pihak ketiga adalah asuransi.


PEMANFAATAN
OLEH PENEGAK HUKUM

Harus dilihat jenis perkaranya, yaitu:


1. Perdata; atau
2. Pidana.
 Jika perdata, pasien memang berhak minta data yang
terdapat dalam rekam medisnya.
 Jika pidana maka hanya hakim ketua sidang yang berwenang
meminta dokter membuka rahasia disidang pengadilan !!!

Polisi, jaksa dan pengacara tidak boleh menyita


atau meminta data dari rekam medis !!!
SANKSI PIDANA

dokter, perawat atau bidan dapat dipidana jika:


a. tidak membuat rekam medis / keperawatan.
b. memalsukan isi rekam medis / keperawatan.
c. membocorkan isi rekam medis / keperawatan
kepada pihak ketiga.
SANKSI ADMINISTRATIF

RS yang tidak menyelenggarakan rekam medis dapat


dikenai sanksi administratif berupa:
a. Teguran;
b. Teguran tertulis; atau
c. Denda dan pencabutan Izin rumah sakit.
SANKSI PERDATA

Jika dokter, perawat atau bidan membocorkan


isi dokumen medis atau keperawatan maka
selain bisa dipidana juga bisa digugat membayar
ganti rugi atas terjadinya :
1. kerugian materiel (nyata); dan
2. kerugian immateriel (misalnya rasa malu
atau kecewa).
SANKSI DISIPLIN

Khusus untuk dokter dapat diadili serta


dikenai sanksi oleh MKDKI jika:
a. tidak membuat rekam medis;
b. tidak menyimpan rekam medis; dan
c. membocorkan isi rekam medis.

Anda mungkin juga menyukai