BAB I PENDAHULUAN........................................................................................2
4.1 Kesimpulan..............................................................................................17
4.2 Rekomendasi...........................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor.
269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis, rekam medis adalah berkas
yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien. Data dalam berkas rekam medis sangat menentukan terciptanya
laporan yang valid, maka dari itu dalam proses pengolahan dan pelaporan
rekam medis harus terjaga mutunya.
Salah satu data/informasi yang tidak kalah penting adalah pengkodean
tindakan. Pelaksanaan pengkodean tindakan dilakukan oleh seorang
professional perekam medis menggunakan International Classification of
Diseases 9th Revision, Clinical Modification (ICD-9-CM) Volume 3. Fungsi
ICD sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait kesehatan
digunakan untuk kepentingan informasi statistik morbiditas dan mortalitas.
Penerapan pengkodean sistem ICD digunakan untuk mengindeks pencatatan
penyakit dan tindakan disarana pelayanan terkait, pelaporan nasional dan
internasional morbiditas dan mortalitas, tabulasi data pelayanan kesehatan
bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan medis, menentukan bentuk
pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan, analisis pembiayaan
pelayanan kesehatan dan untuk penelitian epidemiologi dan klinis.
2
Berdasarkan pengamatan saat kerja pegabdian, tepatnya pertengahan
Juli 2017, terdapat 34 lembar RMK berkas rekam medis pasien rawat inap
kasus obs-gyn yang pulang pada periode tersebut. Hasilnya didapatkan
bahwa masih adanya tindakan yang tidak terisi pada berkas rekam medis
lembar RMK. Mengingat bahwa kualitas pengkodean merupakan hal yang
penting bagi petugas rekam medis terutama kode tindakan, serta menunjang
dalam peningkatan mutu rekam medis dan rumah sakit, maka peneliti
tertarik untuk meneliti mengenai penyebab ketidakterisian kode tindakan
pasien rawat inap kasus obs-gyn pada lembar RMK berkas rekam medis
rawat inap di RSUD Wates.
2 Tujuan Kegiatan
a. Tujuan Umum
i. Untuk mengetahui pelaksanaan pengisian dan pengkodean tindakan
medis di RSUD Wates
b. Tujuan Khusus
i. Mendefinisikan permasalahan ketidaklengkapan pengisian kode
tindakan pada RMK pasien rawat inap kasus obs-gyn di RSUD
Wates.
ii. Mengidentifikasi penyebab ketidaklengkapan pengisian kode
tindakan pada RMK pasien rawat inap kasus obs-gyn di RSUD
Wates.
iii. Menganalisis lingkungan penyebab ketidaklengkapan pengisian
kode tindakan pada RMK pasien rawat inap kasus obs-gyn di
RSUD Wates.
iv. Membuat alternatif solusi untuk permasalahan ketidaklengkapan
pengisian kode tindakan pada RMK pasien rawat inap kasus obs-
gyn di RSUD Wates.
v. Memilih solusi terbaik untuk permasalahan ketidaklengkapan
pengisian kode tindakan pada RMK pasien rawat inap kasus obs-
gyn di RSUD Wates.
3
3 Manfaat Kegiatan
a. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit untuk meningkatkan
kelengkapan pengisian berkas rekam medis.
b. Menambah pengetahuan dan wawasan serta pengalaman dalam
menerapkan disiplin ilmu yang didapatkan dibangku kuliah.
c. Mengetahui perbandingan antara teori yang didapat dengan keadaan di
rumah sakit.
4
BAB II
HASIL KERJA PENGABDIAN
5
Rumah Sakit Umum Daerah Wates ditingkatkan kelasnya menjadi
kelas C sengan diterbitkannya Surat Keputusan Menkes Nomor
491/SK/V/1994 tentang Peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah
Wates milik Pemda Tk II Kulon Progo menjadi kelas C. Upaya untuk
meningkatkan RSUD Wates dalam pengelolaannya agarr lebih mandiri terus
diupayakan, salah satunya dengan mempersiapkan RSUD Wates menjadi
Unit Swadana melalui tahap ujicoba selama 3 tahun. Setelah menjalani
ujicoba maka ditetapkan menjadi RSUD Unit Swadana melalui SK Bupati
No. 343/2001.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
720/Menkes/SK/VI/2010 tentang Peningkatan Kelas Rumah Sakit Umum
Daerah Wates Milik Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo sebagai
RSUD Kleas B Non Pendidikan pada tanggal 15 Juni 2010.
Sejak berdirinya RSUD Wates telah mengalami pergantian pimpinan.
Berikut daftar urutan Direktur RSUD Wates:
1. dr. Samadikun Maryadi Tahun 1966 - 1977
2. dr. M. Harsono Tahun 1977 - 1987
3. dr. Edhi Jatno, MMR Tahun 1987 - 2001
4. dr. Moerlani M Dahlan, Sp.PD Tahun 2001 - 2005
5. dr. Bambang Haryatno, M.Kes Tahun 2005 - 2012
6. dr. Lies Indriyati, Sp.A Tahun 2012 - Sekarang
6
Pelayanan rekam medis di RSUD Wates yaitu proses kegiatan yang
dimulai dari pendaftaran pasien di RSUD Wates, kemudian diteruskan
kegiatan pencatatan data medis pasien selama pasien itu mendapatkan
pelayanan medik di RSUD Wates dan dilanjutkan dengan penanganan
berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta
pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan
atau peminjaman dari pasien atau untuk keperluan lainnya.
7
Tabel 1. Analisis Kuantitatif Kelengkapan Penulisan Tindakan pada RMK Pasien
Rawat Inap Kasus Obs-Gyn
8
Hasilnya didapatkan 11 lembar RMK yang tidak terisi lengkap pada
bagian tindakan beserta kode ICD 9 CM. Hal tersebut terjadi karena setelah
ditemukan suatu kejanggalan yaitu pada berkas RM terdapat informed
consent, namun pada RMK tidak tertulis adanya tindakan pada isian/field
tindakan. Hal ini berefek pada tidak terkodenya tindakan medis yang telah
diberikan tersebut baik pada BRM maupun input pada SIMRS.
Berdasarkan hasil wawancara dengan coding RSUD Wates,
menerangkan bahwa hasil tindakan pada berkas rekam medis jarang
dituliskan oleh dokter yang merawat secara tepat pada kolom isiannya,
petugas koding hanya melihat tindakan dari lembar operasi. Ditambah
dengan hasil wawancara dengan Kepala Instalasi Rekam Medis RSUD
Wates yang menyatakan bahwa kegiatan audit koding belum pernah
dilakukan sebelumnya.
9
BAB III
PEMBAHASAN
6 Mendefinisikan Masalah
Menurut Notoatmodjo (2012) masalah adalah kesenjangan (gap) antara
harapan dengan kenyataan, antara apa yang diinginkan atau yang dituju
dengan apa yang terjadi atau faktanya.
Kelengkapan dokumen rekam medis merupakan hal yang sangat
penting karena berpengaruh terhadap proses pelayanan yang dilakukan oleh
petugas medis dan mempengaruhi kualitas dari pelayanan suatu rumah sakit.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia KEMENKES
No: 228/MENKES/Sk/III/2002 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang Wajib Dilaksanakan Daerah,
dokumen yang lengkap adalah dokumen rekam medis yang telah diisi
lengkap oleh dokter dalam waktu ≤ 24 jam setelah selesai pelayanan/setelah
pasien rawat inap diputuskan untuk pulang yang meliputi identitas pasien,
anamnesis, rencana asuhan, pelaksanaan asuhan, tindak lanjut dan resume.
Sedangkan, dokumen rekam medis dikatakan tidak lengkap apabila tidak
terdapatnya formulir, isian tidak sesuai dengan ketentuannya atau tidak
terisinya suatu field pada formulir.
10
7 Identifikasi Penyebab Masalah
Untuk mengidentifikasi penyebab masalah, diperlukan diagram
fishbone sebagai alat bantu menganalisis faktor-faktornya. Menurut
Scarvada (2004), diagram fishbone merupakan suatu alat visual untuk
mengidentifikasi, mengeksplorasi dan secara grafik menggambarkan secara
detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan.
Konsep dasar diagram fishbone adalah permasalahan mendasar/utama
diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari
kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip
dan durinya.
Langkah berikutnya adalah mencari faktor-faktor utama yang
berpengaruh atau berakibat pada permasalahan. Menurut Hasibuan (2009)
analisis unsur manajemen meliputi :
a. Man (manusia)
b. Money (anggaran)
c. Material (bahan)
d. Machine (mesin)
e. Method (metode)
11
Gambar 1. Diagram Fishbone Penyebeb Ketidaklengkapan Pengisian Tindakan
Pada RMK Kasus Obs-Gyn.
12
Dalam diagram fishbone di atas dapat dilihat pada beberapa faktor,
mulai dari faktor man/manusia yang dalam hal ini petugas coding dan
assembling masing- masing hanya berjumlah satu orang dengan beban kerja
yang tinggi, sehingga memugkinkan terjadinya ketidaktelitian dalam
menganalisis berkas. Selain itu, peran dokter dalam ketepatan mengisi RMK
masih belum baik, karena field tindakan tidak diisi, tindakan justru diisikan
pada field diagnosis.
Dari faktor metode, di RSUD Wates memang belum optimal dalam
menerapkan sistem pengembalian berkas ke DPJP jikalau terdapat
ketidaklengkapan berkas. Lalu, ada pula hal mendasar yang belum pernah
dilaksanakan yaitu audit internal terkait koding dan review kelengkapan
pengisisan berkas rekam medis, sehingga masih banyak kekurangan yang
belum diketahui oleh kepala instalasi rekam medis mengenai hal ini.
Input data hasil analisis oleh petugas juga akan dimasukkan melalui
komputer, dalam faktor machine SIMRS belum memiliki sistem peringatan
apabila terdapat pengisian yang tidak lengkap serta instrumen pengkodean
yaitu ICD 9 CM yang belum terupdate.
13
8 Menganalisis Lingkungan Penyebab Masalah
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu petugas coding
RSUD Wates, menerangkan bahwa hasil tindakan pada berkas rekam medis
jarang dituliskan oleh dokter yang merawat, petugas hanya melihat tindakan
dari lembar operasi. Ditambah dengan hasil wawancara dengan Kepala
Instalasi Rekam Medis RSUD Wates yang menyatakan bahwa kegiatan
audit koding belum pernah dilakukan sebelumnya.
Menurut Hatta (2008), audit pengkodean adalah proses pemeriksaan
pendokumentasian rekam medis untuk memastikan bahwa proses
pengodean dan hasil pengodean yang dihasilkan akurat, presisi dan tepat
waktu sesuai dengan aturan, ketentuan kebijakan dan perundang-undangan
yang berlaku. Hal mendasar yang perlu diperhatikan di sini adalah belum
pernah diadakannya audit pengkodean mengingat hal tersebut penting untuk
dilakukan sehingga kepala instalasi rekam medis dapat melakukan penilaian
terhadap mutu rekam medis.
Berdasarkan diagram fishbone dan hasil wawancara, dapat diketahui
penyebab utama ketidaklengkapan pengkodean tindakan pada RMK pasien
rawat inap kasus obs-gyn adalah pada faktor manusia dan metode
pelaksanaannya.
14
9 Pemilihan Alternatif Solusi
Berdasarkan analisis faktor-faktor penyebab permasalahan di atas,
maka dapat dibuat tabel alternatif solusi seperti berikut :
15
10 Pemilihan Solusi Terbaik
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
ketidakterisian jenis tindakan pada RMK berefek pada pengkodean. Salah
satu bentuk pengelolaan dalam berkas rekam medis adalah pengkodean.
Pengkodean adalah sebuah prosedur pemberian kode numerik untuk
diagnosis dan sistem prosedur yang didasarkan pada sistem klasifikasi
klinik (WHO, 2002).
Menurut Hatta (2008), kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada
di dalam rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya diindeks agar
memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi
perencanaan, manajemen dan riset dibidang kesehatan. Oleh karena itu,
perlu segera dilakukan perbaikan agar permasalahan ini tidak berefek yang
lebih besar terhadap statistik dan perencanaan manajemen rumah sakit.
16
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
11 Kesimpulan
a. Ketidaklengkapan pengkodean tindakan pada RMK pasien rawat inap
kasus obs-gyn adalah ketidakterisian kode tindakan pada field dalam
formulir.
b. Penyebab ketidaklengkapan pengkodean tindakan pada RMK pasien
rawat inap kasus obs-gyn dipengaruhi beberapa faktor yaitu kurangnya
tenaga koding & assembling, kurangnya pemahaman dokter dalam
pengisian RMK yang benar, belum diadakannya audit pengkodean, serta
tidak adanya peringatan pada SIMRS apabila pengisian data belum
lengkap/kosong.
c. Penyebab utama masalah ini adalah belum diadakannya audit internal
terkait dengan pengkodean dan review kelengkapan pengisian berkas
rekam medis.
d. Alternatif solusi yang dapat dilakukan adalah Melakukan sosialisasi cara
pengisian RMK yang benar, menambah jumlah tenaga kerja,
mengadakan audit internal terkait pengkodean dan review kelengkapan
pengisian RM, Menyempurnakan SPO pengkodean tindakan,
menyempurnakan agar terdapat sistem peringatan pada SIMRS,
mengadakan sistem reward and punishment terhadap capaian kerja
karyawan/petugas
e. Solusi yang dapat dilakukan sesuai prioritas adalah melakukan audit
internal terkait dengan kelengkapan pengisian berkas rekam medis,
sosialisasi SPO dan mengadakan sistem reward and punishment.
17
12 Rekomendasi
Dari hasil penelitian dapat diberikan saran sebagai berikut :
1. Sebaiknya dilakukan audit internal terkait dengan pengkodean dan
review kelengkapan pengisian berkas rekam medis, agar Kepala Instalasi
Rekam Medis RSUD Wates dapat mengetahui permasalahan secara
mendalam beserta faktor-faktor yang menyebabkannya.
2. Memberikan sosialisasi serta pengarahan terhadap petugas pelaksana
yang tercantum dalam SPO yang ada.
3. Sebaiknya Kepala Instalasi Rekam Medis mengadakan sistem reward
and punishment terhadap capaian kerja karyawan/petugas, sehingga
peraturan yang telah dibuat dapat berjalan dan selalu dipatuhi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan, M.S.P. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
19