Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEGAWATDARURATAN LANJUT

PLASENTA PREVIA

Dosen Pembimbing: Eva Dwi R., S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 4:

1. Binti Musyaropah

2. Fitria Ratna T.E

3. Retno Wahyuni

4. Risa Tanjung Sari

5. Riska Permana Sari

6. Vina Alfionita

PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK (D.IV)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2013
PLASENTA PREVIA

1. Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir, (prae: didepan; vias:

jalan). Jadi yang dimaksud adalah plasenta yang implantasinya tidak normal ialah rendah

sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian osium internum. Implantasi plasenta yang

normal ialah pada dinding depan atau dinding belakang rahim didaerah fundus uteri.

Plasenta previa adalah plasenta yang beriplantasi pada segmen rahim dan

menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta previa

adalah 0,4-0,6% dari keseluruhan persalinan. Dengan penatalaksanaan yang baik dan

perawatan yang baik, mortalitas perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup.

2. Klasifikasi plasenta previa

Plasenta previa dibagi kedalamempat bagian yaitu:

a. Plasenta previa totalis: seluruh internum tertutup oleh plasenta.

b. Plasenta previa lateralis: hanya sebagian dari ostium tetutup oleh plasenta.

c. Plaseta previa marginalis: hanya pada pingggir ostium terdapat jaringan plasenta

d. Plasenta letak rendah : apabila plasenta berimplantasi di SBR tetapi tidak ada bagian

yang menutupi OUI

Dari klasifiskasi tersebut yang sama sekali tidak dapat melahirkan pervaginam yaitu

plasenta previa totalis seperti terdapat dalam gambar berikut :


3. Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut umumnya pada trimester III dan mungkin lebih

awal, oleh karena terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami

pelepasan. Sebagai mana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu

bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya

ismus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu

sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak

plasenta. Demikian pula pada servik mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada

bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang

berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa

betapapun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan ditempat itu relative

dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu

berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan

akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan

akan berhenti karena pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari

plasenta pada mana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh

karena pembentukan segmen bawaha rahim itu akan berlangsung progesif dan bertahap,

maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan

berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar

tanpa rasa nyeri (painless). Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum

perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim

terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum.

Sebaliknya, pada plsaenta parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu

mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung

lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk bejaga-jaga mencegah syok hal tersebut

perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah

30 minggu tetapi lebih separu terjadinya pada umur kehamilan 34 minggu keatas.

Berhubung tempat perdarahan terletak didekat ostium uteri internum, maka perdarahan

lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematoma retro plasenta yang

ammpu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin kedalam sirkulasi

maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis

mudah diinfasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblast, akibat plasenta melekat lebih kuat

pada dinding uteru. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan

plasenta perkreta yang pertumbuhan villinya bisa sampai menembus kebuli-buli dan

kerektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada

uterus yang sebelumnya pernah bedah SC. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh

mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini

berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa,

misalnya dalam kala III karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio

plasenta), atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi

dengan baik.

4. Etiologi

Penyebabnya Belum diketahui secara pasti, frekuensi plasenta previa meningkat

pada grande multi para. Primigravida tua. Bekas seksiosesarea, bekas aborsi, kelainan

janin.

Penyebab plasenta previa tidak diketahui, tetapi risikonya meningkat pada wanita yang:

a. Multiparitas: meningkatnya ukuran rongga uterus pada persalinan yang berulang-

ulang merupakan predisposisi terjadinya plasenta previa

b. Kehamilan multiple: tempat plasenta terbesar lebih sering melewati segmen bawah

rahim

c. Umur: ibu yang lebih tua berisiko daripada ibu yang lebih muda
d. Uterus sikatrik: SC pada persalinan sebelumnya meninngkatkan resiko plasenta

previa

e. Merokok: mekanisme yang tepat tidak begitu jelas tetapi terjadinya hipoksia

disebabkan karena merokok yang mungkin menyebabkan pembesaran plasenta

sehingga menyebabkan suplai oksigen berkurang. Wanita hamil yang merokok lebih

dari 20 batang per hari 2 kali lipat lebih besar peningkatan terjadinya plasenta previa

f. Kelainan plasenta: plasenta dengan dua bagian dan plasenta suksenturiata mungkin

dapat menyebabkan plasenta previa . plasenta membranasea (plassenta diffusa)

mungkin juga merupakan penyebab. Hal ini merupakan kelainan perkembangan

plasenta yang jarang dimana seluruh korion ditutupi dengan fungsi filli. Plasenta

berkembang sebagai struktur membrane yang tipis menutupi sebagian besar

permukaan uterus. Keadannya mungkin dapat menyebabkan perdarahan hebat yang

memungkinkkan dilakukan histeretomi.

5. Komplikasi

Risiko terbesar plasenta previa adalah perdarahan. Semakin banyak plasenta yang

menutupi serviks, semakin besar risiko perdarahan. Syok dan kematian ibu dapat terjadi

jika perdarahan berlebihan. Risiko lainnya adalah sebagai berikut:

a.Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, Infeksi dan

pembentukan bekuan darah, Anemia janin anemia karena perdarahan plasentitis, dan

endometritis pasca persalinan.


b.Pada janin biasanya terjadi persalinan premature, Memperlambat pertumbuhan janin

akibat suplai darah tidak mencukupi dan komplikasi seperti Asfiksi berat dan

Kelahiran cacat

Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama

dari plasenta previa. Gejala perdarahan awal plasenta previa, pada umumnya hanya

berupa perdarahan bercak atau ringan. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau

bekerja biasa, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat

fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu banyak dari pada sebelumnya, apalagi kalau

sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Sejak kehamilan 20 minggu segmen

bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti

oleh plasenta yang melekat dari dinding uterus. Pada saat ini dimulai terjadi perdarahan

darah berwarna merah segar.

Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta

dari dinding uterus perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidak mampuan serabut

otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan, tidak sebagai

serabut otot uterus untuk menghentikan perdarahan kala III dengan plasenta yang

letaknya normal makin rendah letak plasenta makin dini perdarahan terjadi, oleh karena

itu perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini dari pada plasenta letak

rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.

Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum.

Pemeriksaan inspekulo secara hati-hati dan benar, dapat menentukan sumber perdarahan

dari kanalis servisitis atau suber lain ( Sersisitis, polip, keganasan, laserasi atau trauma).
Pemeriksaan ultrasonografi dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta

atau jarak tepi plasenta terhadap ostium.

6. Diagnosis

Sebagian besar kasus plasenta previa teridentifikasi dengan USG rutin selama

kehamilan. USG dapat menunjukkan lokasi plasenta dan berapa banyak yang menutupi

leher rahim. Meskipun USG mungkin menunjukkan plasenta terletak rendah di awal

kehamilan, sebagian besar plasenta bergerak ke atas dan menjauhi leher rahim ketika

rahim mengembang. Hal ini disebut migrasi plasenta, yang biasa terjadi pada diagnosis

plasenta previa sampai dengan minggu ke-20 kehamilan.

7. Pemeriksaan Diagnostic

a. Anamnesis. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung

tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari

anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit.

b. Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul

presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak

ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.

c. Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan

berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta

previa harus dicurigai.

d. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta secara tidak

langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi


penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan

bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.

e. Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi

plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta

letak rendah.

f. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif. Dilakukan dengan PDMO yaitu

melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan

yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan

PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis.

8. Manifestasi klinis

a. Anamnesis : perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginam

berwarna kehitam-hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai dengan

yang disertai nyeri perut, uterus tegang, perdarahan pervaginam yang banyak, syok

dak kematian janin intrauterine.

b. Pemeriksaan fisik tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok.

c. Pemeriksaan obstetric : nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin sukar

dinilai, denyut jantung janin sulit dinilai atau tidak ada, air ketuban berwarna

kemerahan karena tercampur darah


9. Terapi Spesifik

a. Terapi ekspektatif

1. Tujuan terapi ekspektatif adalah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita

dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servikalis. Syrat-

syarat terapi ekspektatif:

1) Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti

2) Belum ada tanda-tanda inpartu

3) Keadaan umum ibu cukup baik (kada hemoglobin dalam batas normal)

4) Janin masih hidup

2. Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotic profilaksis

3. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia

kehamilan, profil biofisik, letak dan persentasi janin

4. Berikan tokolitik bila ada kontraksi:

1) MgSO4 4 gr IV dosis awal dilanjutkan 4 gr setiap 6 jam

2) Nifedipin 3x 20 mg/hari

3) Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin

5. Uji pematangan paru dengan tes kocok (Bubble Test) dari hasil amniosintesis

6. Bila setelah kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada di sekitar

usteum uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas sehingga

perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi keadaan gawat

darurat

7. Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama,

pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien diluar
kota, dan jarak dari rumah sakit lebih dari 2 jam) dengan pesan agar segera

kembali kerumah sakit jika terjadi perdarahan ulang.

b. Terapi aktif (Tindakan Segera)

1) Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan

banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin.

2) Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan,

setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDMO jika :

a. Infus atau transfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap

b. Kehamilan ≥37 minggu (berat badan ≥ 2500gram) dan inpartu

c. perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas

panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar

c. Seksio sesarea

1) Prinsip utama dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan ibu sehingga

walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap

dilaksanakan.

2) Tujuan SC :

 Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan

menghentikan perdarahan

 Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin

dilahirkan pervaginam.

3) Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks

uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek selain itu bekas
tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya

perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.

4) Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemilihan kondisi ibu

5) Lakukan perawatan lanjut pasca bedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi

dan keseimbangan cairan input output.

d. Melahirkan pervaginam

Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta, penekanan tersebut

dapat dilakukan dengan cara :

1) Amniotom dan akselerasi

Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/ marginal dengan pembukaan

> 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan

mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi

uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi dengan infus oksitosin.

2) Versi Braxton Hicks

Tujuan melakukan versi Braxton Hicks ialah mengadakan tamponade plasenta

dengan bokong (dan kaki janin). Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin

yang masih hidup.

3) Traksi Dengan Cunam Willet

Kulit kepala janin di jepit dengan cunam willet, kemudian beri beban secukupnya

sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan plasenta

dan sering kali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya

dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif.
10. Penampilan Syok perdarahan karena plasenta previa

a. Tanda-tanda syok

1. Pasien tampak ketakutan, gelisah, bingung, atau kesadaran menurun sampai


tidak sadar
2. Berkeringat
3. Pucat, tampak lebih jelas di seputar mulut, telapak tangan dan di konjungtiva
4. Bernafas cepat, frekuensi pernafasan 30x/ menit atau lebih
5. Nadi cepat dan lemah, frekuensi nadi 110x/ menit atau lebih
6. Tekanan darah rendah sistol 90 mmHg atau lebih rendah

Syok awal:
1. Pasien sadar, tampak ketakutan
2. Nadi cepat, 110x/ menit
3. Pernafasan cepat, 30x/ menit atau lebih
4. Pucat, kulit basah
5. Tekanan bawah turun, sistol < 90 mmHg
6. Paru-paru bersih
7. Hematokrit 26% atau lebih
8. Hemoglobin 8 gr% atau lebih
9. Produksi urin <30 cc/ jam

Syok lanjut:
1. Pasien tampak kebingungan atau tidak sadar
2. Nadi sangat cepat dan lemah
3. Pernafasan cepat dan dangkal
4. Pucat
5. Tekanan darah sangat rendah
6. Gagal jantung
7. Oedem paru-paru
8. Hematokrit 26%
9. Hemoglobin 8 gr%
10. Produksi urin tidak ada

b. Penanganan syok perdarahan

1) Tindakan umum

Tindakan ini dapat dilakukan ditempat pertolongan pertama dan harus dilakukan

sebelum atau selama pengiriman pasien ditempat rujukan. Periksalah tanda-

tanda vital. Harus diyakini bahwa jalan nafas tidak tersumbat. Jangan

memeberikan cairan atau makanan kedalam mulut karena pasien sewaktu-waktu

dapat muntah dan cairan muntahan dapat terhisap masuk kedalam paru-paru

(aspirasi). Putarlah kepala pasien dan badannya kesamping dengan demikian bila

ia muntah tidak terjadi aspirasi. Jagalah agar kondisi badannya agar tetap hangat

karena kondisi hopotermi berbahaya, dan dapat memperberat syok. Naikkanlah

pasien untuk membantu aliran darah kejantung. Jika posisi berbaring dapat

menyebabkan pasien sesak nafas, kemungkinan hal ini karena gagal jantung dan

edema paru. Pada kasus demikian tungkai diturunkan dan naikanlah posisi

kepala untuk mengurangi cairan kedalam paru-paru.

2) Pemberian oksigen

Pastikan bahwa jalan nafas bebas. Oksigen diberikan dalam kecepatan 6-8

liter/menit.

3) Pemberian cairan intravena

Cairan intravena diberikan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat

perdarahan. Pada umumnya dipilih cairan isotonic, misalnya NaCl 0,9 % atau

RL. Ditusukkan jarum infuse kedalam vena, sebaiknya no 16-18 agar cairan
dapat dimasukkan secara cepat. Setelah jarum masuk dengan tepat kedalam vena

diambil contoh darah untuk pemeriksaan labopratorium dan untuk memilih jenis

darah yang akan ditransfusikan. Apabila contoh darah tidak segera diambil dan

baru diambil beberapa saat kemudian, kemungkinan akan dialami kesulitan

karena pembuluh vena sudah kolap. Pemberian cairan infuse secara cepat dapat

menyelamatkan kehidupan pasien. Cairan dapat diberikan sebanyak 0,5-1 liter

dalam waktu15-20 menit sementara kondisi pasien dipantau secara terus-

menerus. Pada syok hipovolemik pada umumnya dibutuhkan 1-3 cairan infuse

untuk menstabilakan kondisi pasien. setelah kehilangan cairan koreksi,

pemberian cairan infuse dipertahankan dalam kecepatan 1 liter/6-8 jam.

Pengukuran banyaknya cairan infuse yang diberikan sangat penting. Apabila

kondisi pasien membaik berhati-hatilah agar tidak berlebihan memberikan

cairan. Setiap tanda pembengkakan, nafas pendek, pipi bengkak kemungkinan

tanda kelebihan pemberian cairan. Apabila ini terjadi pemberian cairan

dihentikan. Deuretika mungkin harus dihentikan bila terjadi edema paru

4) Pemberian tranfusi darah

Pada kasus perdarahan yang disertai syok tranfusi darah dibutuhkan untuk

menyelamatkan jiwa walaupun demikian tranfusi darah tidak tanpa resiko dan

bahkan dapat berakibat komplikasi yang berbahaya. Resiko yang serius

mencakup penyebaran mikro organisme infeksius ( misalnya HIV dan hepatitis)

masalah yang berkaitan imunologik (misalnya hemolisis intravascular)


Pada kasus gawat darurat plasenta previa bisa menyebabkan perdarahan (syok

hipovolemik). Syok hipovolemik terjadi karena volume cairan darah intravaskuler

berulang dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Penyebab perdarahan

akut > 20%.

Perdarahan akut

Syok hipovolemik

Curah jantung berkurang

Tekanan darah arteri berkurang

Perfusi jaringan terganggu

Metabolisme sel berubah dari aerob


menjadi anaerob

Terbentuk banyak asam laktat

Asidosis metabolik

Kerusakan jaringan otak, ginjal, dll.


(orggagal organ mutipel

Henti jantung

kematian
11. Skema dasar tata laksana plasenta previa

SKEMA DASAR TATA LAKSANA PLASENTA PREVIA

PLASENTA PREVIA

USIA KEHAMILAN

PRETERM < 38 MG ATERM

KONSERVATIF
PARSIAL LATERALIS
TOTALIS PLR

PERDARAHAN PERDARAHAN
TERUS TERJADI BERHENTI
SC AMNIOTOMI
OKSITOSIN
USIA >32 MG
20-32 MG TUNGGU S/D
36 MG PERDARAHAN

HISTEROTOMI SC
TERUS STOP

PERDARAHAN PDMO
ULANG >> 36 MG SC PER
VAGINAM *)

SC  PERDARAHAN  LATERALIS
 TOTALIS  PLR
 PERDARAHAN >

AMNIOTOMI
OKSITOSIN
SC

PERDARAHAN PERDARAHAN
TERUS STOP

SC PERVAGINAM *)

PLR : Plasenta Letak Rendah


PDMO : Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi
*) S.C atas indikasi obtetrik
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, Chrisdiono M.2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal. Jakarta: YBPSP

Chamberlain, Geoffrey. 2012. ABC Asuhan Persalinan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai