Anda di halaman 1dari 69

Lampiran Surat Keputusan Direktur RSUD Besuki

Nomor :
Tanggal :

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO


DINAS KESEHATAN SITUBONDO
UPT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BESUKI

PANDUAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BESUKI

Jl. Olah Raga No.55 Telp./ Fax (0338) 891505, 891118


KECAMATAN BESUKI 68356
email: rsud.besuki@gmail.com
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Daftar Isi
SK Pemberlakuan Panduan Keselamatan Pasien

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan

BAB 2 KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT


2.1 Definisi
2.2 Ruang Lingkup
2.3 Sasaran Keselamatan Pasien
2.5 Istilah dalam Keselamatan Pasien Rumah Sakit

BAB 3 IDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR


3.1 Pengertian
3.2 Kewajiban dan Tanggung Jawab
3.3 Ruang Lingkup
3.4 Tata Laksana

BAB 4 PENINGKATAN KOMUNIKASI yang EFEKTIF


4.1 Komunikasi Efektif
4.2 Nilai Kritis

BAB 5 PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (HIGH


ALERT MEDICATIONS)
5.1 Pengertian
5.2 Ruang Lingkup
5.3 Tata Laksana
5.4 Persiapan Pemberian Obat-obat Yang Perlu Diwaspadai (High Plert Mediacition)
BAB 6 KEPASTIAN PROSES TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT
PASIEN YANG MENJALANI TINDAKAN DAN PROSEDUR
PEMBEDAHAN
6.1 Pengertian
6.2 Ruang Lingkup
6.3 Prinsip
6.4 Protokol umum

BAB 7 PENURUNAN RESIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN


MELALUI EVIDENCE-BASED HAND HYGIENE GUIDELINES
7.1 Pengertian
7.2 Ruang Lingkup Kegiatan
7.3 Tata Laksana
7.4 Audit Kebersihan Tangan
7.5 Dokumentasi

BAB 8 MENGURANGI RESIKO CEDERA PASIEN AKIBAT TERJATUH


8.1 Pengertian
8.2 Faktor Resiko
8.3 Ruang Lingkup
8.4 Tata Laksana
8.5 Dokumentasi

BAB 9 PENUTUP

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit sebagai tempat penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang bersifat
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitative) mempunyai potensi yang besar
dalam penularan atau penyebaran penyakit, baik dari pasien ke tenaga kesehatan atau
sebaliknya, dari pasien ke alat/fasilitas kesehatan atau sebaliknya, dan dari tenaga
kesehatan ke alat atau fasilitas kesehatan.
Berdasarkan tujuan penyelenggaraan pelayanan rumah sakit yang tercantum dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(selanjutnya disingkat UURS) pada Pasal 3 yaitu a. mempermudah akses masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, b. memberikan perlindungan terhadap
keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di
rumah sakit, c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan Rumah
Sakit, dan d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia Rumah Sakit dan Rumah Sakit.
Kesalahan dalam penanganan pasien yang justru merugikan pasien sejauh ini
mungkin harus dihindari, baik yang dilakukan oleh dokter, perawat serta petugas Rumah
Sakit lain. Untuk itu pasien dan keluarganya membutuhkan suatu jaminan hukum bagi
penanganan petugas Rumah Sakit. Sehingga hal-hal penanganan pasien di luar standar
sejauh mungkin bisa dihindari.
Penyusunan kebijakan dan atau prosedur dan panduan ini harus dikerjakan untuk
berbagai pihak agar hasilnya dipastikan dapat menjaga dan menjamin keselamatan
pasien dan menghindari kesalahan yang terjadi pada pasien.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Memberikan informasi dan acuan bagi petugas UOBK RSUD BESUKI dalam
melaksanakan program keselamatan pasien Rumah Sakit Besuki.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Terlaksananya program keselamatan pasein UOBK Rumah Sakit Umum Daerah
Besuki secara sistematis dan terarah;
2. Terlaksananya pencatatan insiden di Rumah Sakit dan Pelaporannya;
3. Peningkatan mutu UOBK Rumah Sakit Umum Daerah Besuki;
4. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat;
5. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
6. Terlaksanya program-prograam pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan.
1.3 Ruang Lingkup
Sasaran keselamatan pasien ini menyoroti bidang-bidang yang bermasalah dalam
perawatan kesehatan untuk menyediakan perawatan kesehatan yang aman dan
berkualitas tinggi.
BAB 2
KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

2.1 Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
Rumah Sakit membuat asuhan pasien lebih aman.sistem tersebut meliputi: assesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

2.2 Ruang Lingkup


Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada
”Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan dengan
situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar keselamatan pasien tersebut
terdiri dari tujuh standar yaitu :
1. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan.
Kriterianya, harus ada dokter penanggung jawab pelayanan, Dokter
penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan, Dokter
penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan
dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien
dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien.
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
1) Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3) Mengajukan pertanyaan, pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
1) Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
2) Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga
pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan
baik dan lancar.
3) Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan
sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut
lainnya.
4) Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
4. Penggunaan metoda, metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien.
Rumah Sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria :
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan
faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang
antaralain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko,
utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu
proses kasus risiko tinggi.
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja
dan keselamatan pasien terjamin.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
Standart:
1) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi Kejadian Tidak
Diharapkan.
3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit
dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan
pasien.
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.
Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar
disiplin.
Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk
evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
Standar:
1) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara
jelas.
2) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.


Standar:
1) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
2) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria :
1) Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk

merevisi manajemen informasi yang ada

2.3 Sasaran Keselamatan Pasien


Sasaran keselamatan pasien meliputi:
1. Ketepatan Identifikasi Pasien
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi
dihampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi
pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi,
mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar atau, adanya
kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk
melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien
sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua,
untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan
untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk
mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat pengambilan darah dan spesimen
lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain.
Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis,
tanggal lahir, lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan
untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan
dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di RSUD Besuki, seperti di
pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang Rawat inap termasuk
identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Penjelasan lebiih lanjut dipaparkan
pada bab 3.
2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang
mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara
lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan
kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito
melalui telepon ke unit pelayanan.
Rumah Sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat denagan
lengkap dan jelas dalam rekam medik pasien (atau memasukkan ke komputer)
perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah;
kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil
pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca
ulang adalah akurat. Penjelasan lebiih lanjut dipaparkan pada bab 4.
3. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,
manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien.
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang
sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat
yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)
seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Penjelasan lebiih lanjut
dipaparkan pada bab 5.
4. Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien
Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada tindakan bedah minor, adalah
sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak mungkin dapat terjadi di RSUD Besuki.
Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat
antara anggota tim kerja, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi
(site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi bedah. Di samping
itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis
tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota
tim, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca
(illegible hand writting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor
kontribusi yang sering terjadi. Penjelasan lebiih lanjut dipaparkan pada bab 6.
5. Hand Hygiene
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar
dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan
keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan.
Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan
termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream
infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan
(hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca di Standart Prosedur
Operasional yang tersedia.
UOBK RSUD BESUKI mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau
mengadopsi petunjuk mencuci tangan yang benar dan wajib dilakukan semua staf.
Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Penjelasan lebiih lanjut dipaparkan pada bab 7.
6. Resiko Pasien Jatuh
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien
rawat inap. Dalam konteks populasi / masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
disediakan, dan fasilitasnya, perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan
mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa
termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program
tersebut harus diterapkan RSUD Besuki. Penjelasan lebiih lanjut dipaparkan pada
bab 8.

2.4 Istilah dan Definisi dalam Keselamatan Pasien Rumah Sakit


1. Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
Kesalahan Medis (Medical errors) adalah Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis
yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. Kesalahan
termasuk gagal melaksanakan sepenuhnya suatu rencana atau menggunakan rencana yang
salah untuk mencapai tujuannya. Dapat akibat melaksanakan suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
BAB 3
IDENTIFIKASI PASIEN

3.1 Pengertian
Identifikasi adalah pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang
bukti – bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan mempersamakan
keterangan tersebut dengan individu seseorang.
Pasien adalah seorang individu yang mencari atau menerima perawatan medis.
Identifikasi pasien adalah suatu sistem identifikasi kepada pasien untuk
membedakan antara pasien satu dengan yang lain sehingga memperlancar atau
mempermudah dalam pemberian pelayanan kepada pasien.
Identifikasi pasien adalah suatu prosedur yang dilakukan untuk memastikan
ketepatan dan kebenaran identitas pasien sebelum pasien yang dimaksud mendapatkan
perlakuan atau tindakan di Rumah Sakit baik medis, mendapatkan terapi, pemeriksaan
dokter, pemeriksaan penunjang maupun administratif.

3.2 Kewajiban dan Tanggung Jawab


3.2.1 Seluruh staf Rumah Sakit
1. Memahami dan menerapkan prosedur identifikasi pasien
2. Memastikan identifikasi yang benar ketika pemberian obat, darah, atau produk
darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, atau
pemberian pengobatan atau tindakan lain.
3. Melaporkan kejadian salah identifikasi pasien termasuk hilangnya gelang
identitas pasien.
3.2.2 Perawat yang bertugas (perawat penanggung jawab pasien)
1. Bertanggung jawab memakaikan gelang identitas pasien dan memastikan
kebenaran data yang tercatat di gelang identitas.
2. Memastikan gelang identitas terpasang dengan baik. Jika terdapat kesalahan
data, gelang identitas harus diganti dan bebas coretan.
3.2.3 Kepala Instalasi / Kepala Ruang / Kepala Unit
1. Memastikan seluruh staf di Instalasi / Ruang / Unit memahami prosedur
identifikasi pasien dan menerapkannya.
2. Menyelidiki semua insiden salah identifikasi pasien dan memastikan
terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya kembali insiden
tersebut.
3.2.4 Manajer / Kasubid
1. Memantau dan memastikan panduan identifikasi pasien dikelola dengan baik
oleh Kepala Instalasi / Kepala Ruang / Kepala Unit.
2. Menjaga standarisasi dalam menerapkan panduan identifikasi pasien.

3.3 Ruang Lingkup


1. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien UOBK UOBK Rumah Sakit
Umum Daerah Besuki yaitu pasien Rawat Jalan, pasien Rawat Inap, pasien
Instalasi Gawat Darurat.
2. Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan (medis, perawat, farmasi,
bidan dan tenaga kesehatan lainnya), staf di ruang rawat, staf administrasi, dan
staf pendukung yang bekerja di UOBK UOBK Rumah Sakit Umum Daerah
Besuki.
3. Semua pasien rawat jalan, pasien rawat inap, pasien IGD dan yang akan
menjalani suatu prosedur harus diidentifikasi dengan benar saat masuk Rumah
Sakit dan selama masa perawatnya.
4. Pasien yang tidak menggunakan gelang identitas adalah pasien yang tidak
rawat inap, dikonfirmasi identitasnya dengan cara petugas meminta pasien
menyebutkan minimal dua identitas nama,tanggal lahir atau alamat pasien
(atau bisa diwakili pendamping pasien, terutama untuk pasien anak dan
geriatrik)
5. Bila pasien tidak mengetahui tanggal lahir, maka tanyakan nama dan alamat
pasien.
6. Kapanpun pasien rawat inap harus menggunakan gelang identitas yang
berisikan nama pasien, tanggal lahir pasien dan nomor rekam medis pasien.

3.4 Tata Laksana


3.4.1 Prosedur Identifikasi Pasien yang Tidak Menggunakan Gelang Identitas
1. Semua pasien diidentifikasi dengan benar sebelum mendapatkan perlakuan
apapun, yaitu pendaftaran pasien, pemeriksaan dokter, pengambilan darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, proses pemberian obat, pembayaran,
dan pemberian tindakan lainnya di ruang lingkup RSUD Besuki.
2. Saat menanyakan identitas pasien, selalu gunakan pertanyaan terbuka,
misalnya: “Siapa nama Anda?” (jangan gunakan pertanyaan tertutup seperti
“Apakah nama Anda Ibu Anik?”).
3. Bila pasien atau pendamping menjawab sesuai dengan identitas pasien yang
dimaksud, maka pendaftaran pasien, pemeriksaa dokter, pengambilan darah
dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, proses pemberian obat,
pembayaran, dan pemberian tindakan lainnya dapat dilanjutkan
pelaksanaannya.
3.4.2 Prosedur Identifikasi Pasien yang Menggunakan Gelang Identitas
1. Semua pasien harus diidentifikasikan dengan benar sebelum pemeriksaan
dokter, pemberian obat, darah, atau produk darah, pengambilan darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, atau pemberian pengobatan atau
tindakan lain di lingkup RSUD Besuki.
2. Pakaikan gelang identitas pasien di pergelangan tangan pasien yang dominan,
jelaskan dan pastikan gelang terpasang dengan baik dan nyaman untuk pasien.
3. Pada pasien yang tidak memungkinkan terpasang gelang identitas di tangan,
gelang identitas pasien dapat dipasang di pergelangan kaki.
4. Pada situasi dimana tidak dapat dipasang di pergelangan kaki, gelang identitas
dapat dipakaikan di baju pasien di area yang jelas terlihat. Hal ini harus dicatat
di rekam medis pasien. Gelang identitas pasien harus dipasang ulang jika baju
pasien diganti dan harus selalu menyertai pasien sepanjang waktu.
5. Pada kondisi tidak memakai baju, gelang identitas harus menempel pada
badan pasien dengan mengunakan perekat transparan/tembus pandang. Hal ini
harus dicatat di rekam medis pasien.
6. Gelang identitas pasien hanya boleh dilepas saat pasien keluar atau pulang
dari Rumah Sakit.
7. Gelang identitas pasien minimal 2 ( dua ) detail utama yang dapat
mengidentifikasi pasien, yaitu:
1) Nama lengkap pasien
2) Tanggal lahir pasien
8. Detail lain dari gelang identitas pasien adalah:
1) Warna gelang identitas sesuai jenis kelamin pasien.
2) Nama tidak boleh disingkat dan harus ditulis sesuai di rekam medis. Jika
nama pasien lebih dari 2 (dua) suku kata, maka nama yang terteradi
identitas pasien minimal ditulis dua suku kata.
3) Jangan pernah mencoret dan menulis ulang di gelang identitas pasien.
9. Ganti gelang identitas pasien jika terjadi kesalahan penulisan data.
10. Segera berikan gelang identitas yang baru, jika gelang identitas terlepas.
11. Gelang identitas pasien harus dipakai oleh semua pasien selama perawatan di
RSUD Besuki.
12. Jelaskan prosedur identifikasi dan tujuannnya kepada pasien dan atau
keluarga.
13. Periksa ulang 2 ( Dua ) detail data di gelang identitas sebelum dipakaikan ke
pasien.
14. Saat menanyakan identitas pasien, selalu gunakan pertanyaan terbuka,
misalnya: “Siapa nama Anda?” atau “Tolong sebutkan nama
Bapak/Ibu/Saudara?” (jangan gunakan pertanyaan tertutup seperti “Apakah
nama Anda Ibu Anik?”).
15. Jika pasien tidak mampu memberitahukan namanya (misalnya pada pasien
tidak sadar, bayi, disfasia, gangguan jiwa), verifikasi identitas pasien pada
keluarga / pengantar. Jika mungkin, gelang identitas jangan dijadikan satu-
satunya bentuk identifikasi pasien sebelum dilakukan suatu intervensi. Tanya
ulang nama, tanggal alhir pasien dan atau alamat pasien kemudian bandingkan
jawaban pasien dengan data yang tertulis di gelang pengenalnya.
16. Semua pasien rawat inap dan yang akan menjalani prosedur menggunakan
satu gelang identitas.
17. Pengecekan gelang identitas pasien dilakukan setiap pergantian jaga perawat.
18. Sebelum ditransfer ke unit lain, lakukan identifikasi dengan benar dan pastikan
terpasang dengan baik.
19. Unit yang menerima transfer pasien harus menanyakan ulang identitas pasien
dan membandingkan data yang diperoleh dengan yang tercantum di gelang
identitas / pengenal.
20. Pada kasus pasien yang tidak terpasang gelang identitas, hal ini dapat
dikarenakan berbagai macam sebab, seperti:
1) Menolak penggunaan gelang pengenal atau gelang idnetitas.
2) Pemasangan gelang idnetias atau pengenal menyebabkan iritasi kulit.
3) Gelang identitas terlalu besar.
4) Pasien melepas gelang identitas
21. Pasien dan atau keluarga harus diinformasikan akan resiko yang dapat terjadi
jika gelang identitas tidak dipakai. Alasan pasien tidak terpasang gelang
identitas harus tercatat dalam rekam medis.
22. Pada pasien yang menolak mengguanakan gelang identitas, perawat harus
lebih waspada dan mencari cara lain untuk mengidentifikasi pasien dengan
benar sebelum dilakukan prosedur kepada pasien.
23. Dilarang mengidentifikasi pasien menggunakan nomor kamar atau nomor bad.
3.4.3 Warna Gelang Identitas Pasien
1. Kepada seluruh pasien yang tidak memiliki alergi, gunakan gelang identitas
sesuai dengan jenis kelaminnya, biru untuk laki-laki, merah muda untuk
perempuan.
2. Semua pasien harus ditanyakan mengenai alergi yang dimiliki.Jika pasien
memiliki alergi, diberikan penanda alergi dengan menempel pin merah pada
gelang identitas, dan riwayat alergi ditulis dengan jelas pada status rekam
medis pasien.
3. Untuk pasien dengan resiko jatuh, diberikan penanda gelang dengan
menempel pin warna kuning.
4. Pasien Do Not Resustite diberikan penanda dengan menempel pin warna ungu.
3.4.4 Prosedur yang Membutuhkan Identifikasi Pasien dengan Benar
1. Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan identifikasi pasien:
1) Pemberian obat-obatan
2) Prosedur pemeriksaan radiologi (rontgen)
3) Intervensi pembedahan dan prosedur invasif lainnya
4) Transfusi darah
5) Pengambilan sampel (misalnya darah, tinja, urin, dan sebagainya)
6) Transfer pasien
7) Konfirmasi kematian
2. Para staf RSUD Besuki harus mengkonfirmasi identifikasi pasien dengan benar
dengan menanyakan nama ,tanggal lahir dan alamat pasien, kemudian
membandingkannya dengan yang tercantum di rekam medis dan gelang
pengenal. Janganmenyebutkan nama, tanggal lahir, dan alamat pasien dan
meminta pasien untuk mengkonfirmasi dengan jawaban ya / tidak.
3. Jangan melakukan prosedurapapun jika pasien tidak memakai gelang
pengenal. Gelang pengenal harus dipakaikan ulang oleh perawat yang
bertugas menangani pasien secara personal sebelum pasien menjalani suatu
prosedur.
3.4.5 Prosedur Pengambilan dan Pemberian Produk / Komponen Darah
1. Identifikasi, pengambilan, pengiriman, penerimaan, dan penyerahan komponen
darah (transfusi) merupakan tanggungjawab petugas yang mengambil darah.
2. Dua orang staf RS yang kompeten harus memastikan kebenaran: data
demografik pada kantong darah, jenis darah, golongan darah pada pasien dan
yang tertera pada kantong darah, waktu kadaluasanya, dan identitas pasien
pada gelang pengenal.
3. Staf RS harus meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkap dan tanggal
lahirnya
4. Jika staf RS tidak yakin / ragu akan kebenaran identitas pasien, jangan lakukan
transfusi darah sampai diperoleh kepastian identitas pasien dengan benar.
3.4.6 Prosedur Identifikasi pada Bayi Baru Lahir atau Neonatus
1. Gunakan gelang pengenal di ekstremitas yang berbeda dengan yang terpasang
infus.
2. Untuk bayi baru lahir yang masih belum diberi nama, data di gelang pengenal
berisikan jenis kelamin bayi, nama ibu, tanggal dan jam lahir bayi, nomor rekam
medis bayi, dan jenis kelahiran.
3. Saat nama bayi sudah didaftarkan, gelang pengenal berisi data ibu dapat
dilepas dan diganti dengan gelang pengenal yang berisikan data bayi.
4. Gunakan gelang pengenal berwarna merah mudauntuk bayi perempuan dan
biru untuk bayi laki-laki.
5. Pada kondisi di mana jenis kelamin bayi sulit ditentukan, gunakan gelang
pengenal berwarna putih.
3.4.7 Pasien Rawat Jalan
1. Tidak perlu menggunakan gelang pengenal
2. Sebelum melakukan suatu prosedur/ terapi, tenaga medis/ perawat harus
menanyakan identitas pasien berupa nama dan tanggal lahir. Data ini harus
dikonfirmasi dengan yang tercantum pada rekam medis.
3. Jika pasien adalah rujukan dari dokter umum / puskesmas / layanan kesehatan
lainnya, surat rujukan harus berisi identitas pasien berupa nama lengkap,
tanggal lahir, dan alamat. Jika data ini tidak ada, prosedur / terapi tidak dapat
dilaksanakan. Jika pasien rawat jalan tidak dapat mengidentifikasi dirinya
sendiri, verifikasi data dengan menanyakan keluarga / pengantar pasien.
3.4.8 Pasien dengan Nama yang Sama di Ruang Rawat Inap
1. Jika terdapat pasien dengan nama yang sama, harus diinformasikan kepada
perawat yang bertugas setiap kali pergantian jaga.
2. Berikan label / penanda berupa ‘pasien dengan nama yang sama’ di lembar
pencatatan, lembar obat-obatan, dan lembar tindakan.
3. Kartu bertanda ‘pasien dengan nama yang sama’ harus dipasang di papan
nama pasien agar petugas dapat memverifikasi identitas pasien.
3.4.9 Pasien yang Identitasnya Tidak Diketahui
1. Pasien akan dilabel menurut prosedur UOBK RSUD BESUKIsampai pasien
dapat diidentifikasi dengan benar. Contoh pelabelan yang diberikan berupa: Tn
X/ Ny Y, Pria/Wanita Tidak Dikenal
2. Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, berikan gelang pengenal baru dengan
identitas yang benar.
3. Jika pasien yang identitasnya tidak diketahui lebih dar satu maka tertulis
3.4.10 Pasien yang Meninggal
1. Pasien yang meninggal di Ruang Rawat Rumah Sakit harus dilakukan
konfirmasi terhadap identitasnya dengan gelang identitas dan rekam medis
(sebagai bagian dari proses verifikasi kematian).
2. semua pasien yang telah meninggal harus diberi identifikasi dengan
menggunakan 2 gelang pengenal, satu dipergelangan tangan dan satu
dipergelangan kaki.
3. Satu salinan surat kematian harus ditempelkan di kain kafan. Salinan kedua
ditempelkan di kantong jenazah (body bag). Salinan ketiga disimpan di rekam
medik pasien.
3.4.11 Melepas Gelang Identitas
1. Gelang identitas (gelang merah muda/ gelang biru), hanya dilepas saat pasien
pulang atau keluar dari Rumah Sakit.
2. Gelang untuk alergi (gelang merah), hanya dilepas saat pasien pulang atau
keluar dari rumah sakit.
3. Gelang untuk risiko jatuh (gelang kuning), hanya dilepas saat pasien sudah
tidak berisiko untuk jatuh.
4. Gelang untuk DNR (gelang ungu), hanya dilepas saat pasien keluar dari Rumah
Sakit atau meninggal.
5. Yang bertugas melepas gelang identifikasi adalah perawat yang
bertanggungjawab terhadap pasien selama masa perawatan di rumah sakit.
6. Gelang identifikasi dilepas setelah semua proses selesai dilakukan. Proses ini
meliputi: pemberian obat-obatan kepada pasien dan pemberian penjelasan
mengenai rencana perawatan selanjutnya kepada pasien dan keluarga.
7. Gelang identifikasi yang sudah tidak dipakai harus digunting menjadi potongan-
potongan kecil sebelum dibuang ke tempat sampah.
8. Terdapat kondisi-kondisi yang memerlukan pelepasan gelang identifikasi
sementara (saat masih dirawat di rumah sakit), misalnya lokasi pemasangan
gelang identifikasi mengganggu suatu prosedur. Segera setelah prosedur
selesai dilakukan, gelang identifikasi dipasang kembali.
3.4.12 Pelaporan Insiden Kejadian Kesalahan Identifikasi Pasien
1. Setiap petugas yang menemukan adanya kesalahan dalam identifikasi pasien
harus segera melapor kepada petugas yang berwenang di ruang rawat /
departemen tersebut, kemudian melengkapi laporan insidens.
2. Petugas harus berdiskusi dengan Kepala Instalasi atau Manajer mengenai
pemilihan cara terbaik dan siapa yang memberitahukan kepada pasien /
keluarga mengenai kesalahan yang terjadi akibat kesalahan identifikasi.
3. Contoh kesalahan yang dapat terjadi adalah:
1) Kesalahan penulisan alamat di rekam medis
2) Kesalahan informasi / data di gelang pengenal
3) Tidak adanya gelang pengenal di pasien
4) Misidentifikasi data / pencatatan di rekam medis
5) Misidentifikasi pemeriksaan radiologi (rontgen)
6) Misidentifikasi laporan investigasi
7) Misidentifikasi perjanjian (appointment)
8) Registrasi ganda saat masuk rumah sakit
9) Salah memberikan obat ke pasien
10)Pasien menjalani prosedur yang salah
11)Salah pelabelan identitas pada sampel darah
4. Kesalahan juga termasuk insiden yang terjadi akibat adanya misidentifikasi,
dengan atau tanpa menimbulkan bahaya, dan juga insidens yang hampir terjadi
di mana misidentifikasi terdeteksi sebelum dilakukan suatu prosedur.
5. Beberapa penyebab umum terjadinya misidentifikasi adalah:
1) Kesalahan pada administrasi / tata usaha
(1) Salah memberikan label
(2) Kesalahan mengisi formulir
(3) Kesalahan memasukkan nomor / angka pada rekam medis
(4) Penulisan alamat yang salah
(5) Pencatatan yang tidak benar / tidak lengkap / tidak terbaca
2) Kegagalan verifikasi
(1) Tidak adekuatnya / tidak adanya protokol verifikasi
(2) Tidak mematuhi protokol verifikasi
(3) Kesulitan komunikasi
(4) Hambatan akibat penyakit pasien, kondisi kejiwaan pasien, atau
keterbatasan bahasa
(5) Kegalan untuk pembacaan kembali
(6) Kurangnya kultur / budaya organisasi
6. Jika terjadi insidens akibat kesalahan identifikasi pasien, lakukan hal berikut ini:
1) Pastikan keamanan dan keselamatan pasien
2) Pastikan bahwa tindakan pencegahan cedera telah dilakukan
3) Jika suatu prosedur telah dilakukan pada pasien yang salah atau dilakukan
di tempat yang salah, para klnisi harus memastikan bahwa langkah-langkah
yang penting telah diambil untuk melakukan prosedur yang tepat pada
pasien yang tepat.
BAB 4
KOMUNIKASI EFEKTIF

4.1 Komunikasi Efektif


4.1.1 Pengertian
Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain
tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau
informasi”. (Komaruddin, 1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz &
Weihrich, 1988).
Secara etimologis, kata efektif (effective) sering diartikan dengan mencapai
hasil yang diinginkan (producing desired result), dan menyenangkan (having a
pleasing effect).
Sehingga yang dimaksud dengan komunikasi efektif adalah penyampaian
informasi dari seseorang kepada orang lain secara tepat dan akurat sesuai dengan
tujuan dilakukannya komunikasi tersebut.
4.1.2 Ruang lingkup
Komunikasi efektif ini diterapkan di lingkup Rumah Sakit yang ditujukan
kepada:
1. Pemberi pelayanan saat memberikan informasi lisan atau melalui telepon tentang
pelayanan, jam operasional, dan proses untuk mendapatkan pelayanan di Rumah
Sakit kepada masyarakat.
2. Antara pemberi pelayanan di dalam dan keluar rumah sakit
3. Petugas informasi saat memberikan informasi pelayanan Rumah Sakit kepada
pelanggan.
4. Semua profesional pemberi asuhan saat berkomunikasi via telepon dan lisan terait
kondisi pasien.
5. Pelaksana panduan ini adalah seluruh pemberi pelayanan, petugas laboratorium,
petugas radiologi, petugas informasi, dan seluruh karyawan di rumah sakit.
Dengan Tujuan :
1. Mendeksripsikan prosedur untuk memastikan pesan yang disampaikan
komunikator akan sampai pada komunikan yang benar dan lengkap.
2. Mengurangi kesalahan persepsi akibat komunikasi secara lisan, Tercapai 5 hal
pokok, yaitu:
1) Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita katakan.
2) Membuat pendengar memahami apa yang mereka dengar
3) Membuat pendengar menyetujui apa yang telah mereka dengar (atau tidak
menyetujui apa yang kita katakan, tetapi pemahaman yang benar)
4) Membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai dengan maksud kita dan
maksud kita bisa mereka terima.
5) Memperoleh umpan balik dari pendengar.
Menurut Petunjuk Praktek Kedokteran yang Baik (DEPKES,2008) komunikasi
yang baik antara dokter, pasien terkait dengan hak untuk mendapatkan informasi
meliputi :
1. Mendengarkan keluhan, menggali informasi, dan menghormati pandangan serta
kepercayaan pasien yang berkaitan dengan keluhannya.
2. Memberikan informasi yang diminta atau yang diperlukan tentang kondisi,
diagnosis, terapi dan prognosis pasien, serta rencana perawatannya dengan cara
yang bijak dan bahasa yang dimengerti pasien. Termasuk informasi tentang tujuan
pengobatan, pilihan obat yang diberikan, cara pemberian serta pengaturan dosis
obat, dan kemungkinan efek samping obat yang mungkin terjadi; dan
3. Memberikan informasi tentang pasien serta tindakan kedokteran yang dilakukan
kepada keluarganya, setelah mendapat persetujuan pasien.
4. Jika seorang pasien mengalami kejadian yang tidak diharapkan selama dalam
perawatan dokter, dokter yang bersangkutan atau penanggungjawab
pelayanan kedokteran (jika terjadi di sarana pelayanan kesehatan) harus
menjelaskan keadaan yang terjadi akibat jangka pendek atau panjang dan rencana
tindakan kedokteran yang akan dilakukan secara jujur dan lengkap serta
memberikan empati.
5. Dalam setiap tindakan kedokteran yang dilakukan, dokter harus mendapat
persetujuan pasien karena pada prinsipnya yang berhak memberika
persetujuan dan penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan.
Untuk itu dokter harus melakukan pemeriksaan secara teliti, serta menyampaikan
rencana pemeriksaan lebih lanjut termasuk resiko yang mungkin terjadi secara
jujur, transparan dan komunikatif. Dokter harus yakin bahwa pasien mengerti
apa yang disampaikan sehingga pasien dalam memberikan persetujuan
tanpa adanya paksaan atau tekanan.
6. Siapa yang diberi informasi adalah pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya
memungkinkan, keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien,
keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab
atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri
secara langsung.
4.1.3 Tata Laksana
4.1.3.1 Proses Komunikasi
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan/ komunikator, pesan ditindak lanjuti
dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan/ komunikan dan tidak ada
hambatan untuk hal ini. Unsur-unsur /elemen dalam komunikasi efektif :
1. Sumber / pemberi pesan / komunikator (dokter, perawat, Adm, admission, kasir)
adalah orang yang memberikan pesan. Sumber (yang menyampaikan
informasi) : adalah orang yang menyampaikan isi pernyataannya kepada
penerima / komunikan. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab pengirim pesan
adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang sesuai, dan meminta
kejelasan apakah pesan tersebut sudah di terima dengan baik.
2. Komunikator yang baik adalah komunikator yang mengusai materi,
pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang yang disampaikan,
cara berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi
oleh si penerima pesan (komunikan). Isi pesan adalah ide atau informasi yang
disampaikan kepada komunikan. Panjang pendeknya, kelengkapan perlu di
sesuaikan dengan tujuan komunikasi, media penyampaian, penerimanya.
3. Media / saluran pesan (elektronik, lisan dan tulisan) adalah sarana komunikasi
dari komunikator kepada komunikan. Media berperan sebagai jalan atau
saluran yang dilalui isi pernyataan yang disampaikan pengirim atau umpan balik
yang disampaikan penerima. Pesan dapat berupa berita lisan, tertulis atau
keduanya sekaligus. Pada kesempatan tertentu, media tidak dapat digunakan
oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau tatap muka dengan efek
yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap.
4. Penerima pesan / komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat, dokter, ADM)
atau audience adalah pihak / orang yang menerima pesan. Penerima pesan
berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran pengirim dan
penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab penerima
adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan memberikan
umpan balik kepada pengirim. Umpan balik sangat penting sehingga proses
komunikasi berlangsung dua arah.
5. Umpan balik adalah respon / tindakan dari komunikan terhadap respon pesan
yang diterimanya.
4.1.3.2 Pemberi Pesan / Komunikator yang Baik
Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan dalam
hal-hal berikut:
1. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan,
klarifikasi, intonasi.
2. Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
3. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik yang
tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak tubuh)
4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikasi (bahasa tubuh) agar
tidak menganggu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan
gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.
4.1.3.3 Sifat Komunikasi
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan
promosi). Komunikasi yang bersifat informasi asuhan di dalam rumah sakit adalah :
1. Jam pelayanan
2. Pelayanan yang tersedia
3. Cara mendapatkan pelayanan
4. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi dapat diperoleh dengan melalui Customer Service,
Admission, dan Website. Sedang komunikasi yang bersifat Edukasi (pelayanan
promosi) adalah :
1. Edukasi tentang obat
2. Edukasi tentang penyakit
3. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan qualitas
hidupnya pasca dari rumah sakit.
4. Edukasi tentang gizi.
4.1.3.4 Syarat Komunikasi Efektif
Syarat dalam komunikasi efektif adalah :
1. Tepat waktu
2. Akurat
3. Lengkap
4. Jelas
5. Mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan.
4.1.3.5 Proses Komunikasi Efektif
Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melalui prinsip sebagai berikut :
1. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan
2. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut
3. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan,
4. Pemberi pesan memverifikasi isi pesan kepada penerima pesan
5. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan hasil
verifikasi.

4.2 Nilai Kritis


4.2.1 Pengertian
Nilai Hasil Kritis adalah hasil pemeriksaan diagnostic penunjang yang memerlukan
penanganan segera. Pelaporan Hasil Nilai Kritis adalah proses penyampaian nilai hasil
pemeriksaan yang memerlukan penanganan segera dan harus dilaporkan ke DPJP dalam
waktu kurang dari 1 (satu) jam.
4.2.2 Ruang Lingkup
Hasil Pemeriksaan laboratorium merupakan informasi yang berharga untuk
membedakan, mengkonfirmasikan diagnosis, menilai status klinik pasien, mengevaluasi
efektivitas terapi dan munculnya reaksi obat yang tidak diinginkan.
Dalam melakukan laboratorium diperlukan bahan, seperti: darah lengkap (vena,
arteri), plasma, serum, urine, feces, sputum, keringat, saliva, sekresi saluran cerna, cairan
vagina, cairan serebrospinal dan jaringan yang di dapat melalui tindakan invasive atau non
invasive.
Hasil Pemeriksaan laboratorium dapat dinyatakan sebagian angka kuantitatif,
kualitatif atau semi kuantitatif. Angka kuantitatif yang dimaksud berupa angka pasti atau
rentang nilai, sebagai Contoh nilai hemoglobin pada wanita adalah 12-16 g/dL. Sedangkan
angka kualitatif dinyatakan sebagai nilai positif atau negative tanpa menyebutkan angka
pasti, Contoh 1+, 2+, 3+.
Nilai kritis dari suatu hasil pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan
kelainan atau gangguan yang mengancam jiwa, memerlukan perhatian atau tindakan.
Nilai abnormal suatu hasil Pemeriksaan tidak selalu bermakna secara klinik,
sebaliknya nilai normal dianggap tidak normal pada kondisi klinik tertentu. Oleh karena itu
perlu diperhatikan nilai rujukan sesuai kondisi khusus pasien. Karena nilai kritis
merupakan gambaran keadaan patofisiologis yang mengancam jiwa dan harus segera
mendapat tindakan. Daftar nilai kritis yang disepakati UOBK Rumah Sakit Umum Daerah
Besuki terlapir dalam lampiran 1.
4.2.3 Tata Laksana
1. Dokter/petugas laboratorium, radiologi dan perawatan yang melakukan perekaman
EKG, cek lab, rontgen menyampaikan hasil kritis ke DPJP. Bila DPJP tidak bisa
dihubungi selama 15 menit, dokter/petugas laboratorium, radiologi dan perawatan
yang melakukan perekaman EKG, cek lab, foto rontgen langsung menghubungi
dokter/perawat unit rawat inap, rawat jalan dan instalasi gawat darurat.
2. Dokter/petugas yang melaporkan hasil kritis mencatat tanggal dan waktu menelpon,
nama lengkap petugas kesehatan yang dihubungi dan nama lengkap yang
menelepon.
3. Dokter/perawat ruangan yang menerima hasil kritis menggunakan teknik komunikasi
verbal Tulis (write back) / Baca (read back) Konfirmasi (Confirmation), proses
pelaporan ini ditulis di dalam rekam medis (form lembar konfirmasi ).
4. Dokter/perawat ruangan yang menerima laporan hasil kritis langsung menghubungi
DPJP yang merawat pasien.
5. Dokter/perawat ruangan yang menerima laporan hasil kritis dan menghubungi DPJP
yang merawat pasien harus mencatat tindakan yang diambil untuk pasien atau
informasi lain terkait klinis
6. Semua nilai kritis/interpretasi selanjutnya disampaikan melalui formulir hasil
pemeriksaan sesuai dengan SPO Penyerahan Hasil.
7. Untuk pasien rawat jalan, hasil kritis harus dilaporkan kepada dokter yang meminta
pemeriksaan dan harus menyampaikan hasil kritis ke pasien.
8. Dokter/perawat di ruangan yang menerima hasil kritis menerapkan mekanisme
pelaporan hasil kritis sebagai berikut :
1) Bila ada hasil tertulis harus segera melaporkan kepada petugas jaga shift (dokter
jaga atau perawat).
2) Dokter dan perawat yang bertugas segera melaporkan hasil data penunjang
kepada DPJP.
3) Bila DPJP yang bersangkutan tidak bias dihubungi, lapor dokter pengganti. Bila
tidak ada pengganti DPJP lapor via WA.
4) Bila belum berhasil juga maka dapat menghubungi dokter Kepala IGD, jika tidak
dapat dihubungi.
5) Dokter yang dilaporkan tentang hasil kritis yang perlu diwaspadai tersebut,
bertanggung jawab terhadap interpretasi hasil dan pengambilan tindakan terhadap
pasien.
6) Pelaporan nilai kritis di tandai dengan adanya stempel pelaporan nilai kritis
BAB 5
PENGELOLAAN OBAT-OBAT YANG PERLU KEWASPADAAN TINGGI (HIGH ALERT
MEDICATION), ELEKTROLIT KONSENTRAT, DAN NORUM/LASA

5.1 Pengertian
Obat yang perlu diwaspadai (High Alert Medication) adalah obat yang
presentasinya tinggi dalam menyebabkan terjadinya kesalahan/ eror dan atau kejadian
sentinel, obat yang beresiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (Adverse
Outcome) termasuk obat-obat LASA/NORUM dan Elektrolit konsentrat.
Obat LASA (Look Alike Sound Alike) atau NORUM ( Nama Obat Rupa Ucapan
Mirip) adalah nama obat generik ataupun dagang yang rupa ataupun nama (bunyi) hampir
sama dengan obat lain.
Obat –obat yang perlu diwaspadai terdiri atas :
1. Obat resiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (eror) dapat menimbulkan
kematian atau kecacatan seperti : insulin
2. Obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinis tampak / kelihatan sama (look
alike sound alike), bunyi ucapan sama (sound alike)
3. Elektrolit konsentrat contohnya seperti KCl, MgSO4
Setiap obat yang termasuk obat-obat yang perlu diwaspadai (High Alert) jika salah
penggunaannya dapat membahayakan pasien, bahkan bahayanya dapat menyebabkan
kematian atau kecacatan pasien.

5.2 Ruang Lingkup


Berdasarkan pelayanan medis yang diberikan kepada pasien maka unit yang dinilai
membutuhkan penempatan elektrolit konsentrat di unit pelayanan hanya berada di
Instalasi Farmasi.
Elektrolit konsentrat tidak boleh berada di ruang perwatan (terkecuali emergency
kit), dengan syarat di simpan di tempat terpisah, aksese terbatas, jumlah terbatas, dan
diberi label yang jelas untuk menghindari penggunaan yang tidak disengaja.
Isu tentang penggunaan obat adalah pemberian yang salah atau ketidak sengajaan
menggunakan elektrolit konsentrat.
5.3 Tata Laksana
5.3.1 Peresepan dan Instruksi Medis
Penulisan resep untuk obat yang termasuk kelompok obat yang perlu diwaspadai
(High Alert) harus sesuai dengan ketentuan penulisan resep yang baku serta beberapa hal
penting berikut :
1. Dokter memeriksa kelengkapan dan ketepatan resep, indikasi, ketepatan obat,
dosis dan rute pemberian serta durasi pemberian.
2. Penulisan obat yang termasuk kelompok obat LASA / NORUM harus menggunakan
huruf kapital semua serta mencantumkan dengan jelas dosis dan satuan obat
contoh : 15 IU seharusnya 15 international Unit
3. Instruksi lisan hendaknya dihindari.
4. Apoteker ataupun asisten apoteker yang menerima resep harus melakukan
konfirmasi jika terdapat penulisan yang tidak sesuai (nama obat/sediaan satuan dan
lain-lain).
Penulisan instruksi terapi oleh dokter dan perawat di rekam medis pasien (catatan
terintegrasi) juga sesuai dengan penulisan resep yaitu:
1. Ditulis dengan huruf kapital
2. Satuan tertentu harus ditulis lengkap
3. Dosis dan rute pemberian harus ditulis jelas
4. Pada pemberian elektrolit konsentrat,hendaknya memberikan penjelasan untuk
mengingatkan perawat tentang dosis dan cara pemberiannya.
5.3.2 Penyimpanan obat-obat kewaspadaan tinggi (High Alert Medication)
Lokasi penyimpanan obat yang perlu diwaspadai berada di Instalasi farmasi. Obat
disimpan sesuai dengan kriteria penyimpanan perbekalan farmasi, utamanya dengan
memperhatikan jenis sediaan obat (rak/kotak penyimpanan, lemari pendingin) ditempatkan
sesuai ketentuan “High Alert” Penyimpanan Elektrolit Konsentrat
1. Asisten Apoteker yang menerima obat segera memisahkan obat yang etrmasuk
kelompok high alert
2. Kemudian di identifikasi obat High Alert (Elektrolit Konsentrat) lokasi pelabelan
dan penyimpanan di area yang dibatasi
3. Tempelkan stiker merah bertuliskan High Alert pada setiap kemasan obat
5.3.3 Penyimpanan Obat Lasa
1. LASA (Look Alike Sound Alike) merupakan sebuah peringatan untuk
keselamatan pasien : obat-obatan yang bentuk rupanya mirip dan
pengucapannya mirip TIDAK BOLEH diletakkan berdekatan
2. Walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama harus diselingi dengan
minimal 1 atau 2 obat dengan kategori LASA diantara atau ditengahnya
3. Biasakan mengeja nama obat dengan kategori LASA diantar atau ditengahnya
5.3.4 Pemberian Label
Label untuk obat yang perlu diwaspadai dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1. “HIGH ALERT” untuk elektrolit konsentrat tinggi, jenis injeksi atau infus tertentu,
mis. Heparin, Insulin, dan lain-lain. Penandaan obat High Alert dilakukan
dengan stiker “ High Alert” pada obat.
2. “LASA” untuk obat-obat yang termasuk kelompok LASA/NORUM
1) Obat kategori Look Alike Sound Alike (LASA) diberikan penanda dengan
stiker hijau bertuliskan LASA pada tempat penyimpanan obat.
2) Apabila obat dikemas dalam paket untuk kebutuhan pasien, maka diberikan
tanda stiker hijau LASA pada kemasan primer obat.
5.3.5 Penyiapan Obat High Alert
1. Apoteker/ Asisten Apoteker memverifikasi resep obat high alert sesuai
2. PedomanPelayanan Farmasi penanganan High Alert
3. Jika apoteker tidak ada di tempat, maka penanganan obat high alert dapat
didelegasikan pada asisten apoteker yang sudah ditentukan.
4. Dilakukan pemeriksaan kedua oleh petugas farmasi yang berbeda sebelumn
obat diserahkan kepada perawat.
5. Petugas farmasi pertama dan kedua, membubuhkan tanda tangan dan nama
jelas di bagian belakang resep sebagai bukti telah dilakukan double check.
6. Obat diserahkan kepada perawat/pasien disertai dengan informasi yang
cukup.
5.3.6 Prinsip
Prinsip penangan obat yang beresiko tinggi diantaranya:
1. Kurangi atau eliminasi kemungkinan terjadinya kesalahan
1) Mengurangi jumlah high alert medications yang disimpan di suatu unit
2) Mengurangi konsentrasi dan volume obat yang tersedia
3) Hindarkan penggunaan high alert medications sebisa mungkin
2. Lakukan pengecekan ganda.
3. Minimalisasi konsekuensi kesalahan
Misalnya: kesalahan fatal terjadi di mana injeksi vial 50 ml berisi lidokain 2%
tertukar dengan manitol (kemasan dan cairan obat serupa). Solusinya:
sediakan lidokain 2% dalam vial 10 ml, sehingga kalaupun terjadi salah
pemberian, jumlah lidokain yang diinjeksikan kurang berdampak fatal.
4. Pisahkan obat-obat dengan nama atau label yang mirip.
5. Minimalisasi instruksi verbal dan hindarkan penggunaan singkatan
6. Batasi akses terhadap high alert medications
7. Gunakan tabel dosis standar (dari pada menggunakan dosis perhitungan
berdasarkan berat badan / fungsi ginjal, dimana rentan terjadi kesalahan).
Prinsip Pemberian Obat High Alert adalah perawat harus selalu melakukan
pengecekan ganda (double-check) terhadap semua high alert medications sebelum
diberikan kepada.
Pengecekan Ganda Terhadap High Alert Medications. Identifikasi obat-obatan yang
memerlukan verifikasi atau pengecekan ganda oleh petugas kesehatan lainnya (sebagai
orang kedua) sebelum memberikan obat dengan tujuan meningkatkan keselamatan dan
akurasi. Kebijakannya:
1. Pengecekan ganda diperlukan sebelum memberikan high alert medications
tertentu/spesifik dan disaat pelaporan pergantian jaga atau saat melakukan transfer
pasien.
2. Pengecekan ganda ini akan dicatat pada rekam medis pasien atau pada catatan
pemberian medikasi pasien.
3. Pengecekan pertama harus dilakukan oleh petugas yang berwenang untuk
menginstruksikan, meresepkan, atau memberikan obat-obatan, antara lain:
perawat, ahli farmasi, dan dokter.
4. Pengecekan kedua akan dilakukan oleh petugas yang berwenang, teknisi, atau
perawat lainnya. (petugas tidak boleh sama dengan pengecek pertama)
5. Kebutuhan minimal untuk melakukan pengecekan ganda/verifikasi oleh orang
kedua dilakukan pada kondisi-kondisi seperti berikut:
1) Setiap akan memberikan injeksi obat.
2) Untuk infus:
(1) Saat terapi inisial
(2) Saat terdapat perubahan konsentrasi obat
(3) Saat pemberian bolus
(4) Saat pergantian jaga perawat atau transfer pasien
(5) Setiap terjadi perubahan dosis obat
6. Pengecekan tambahan dapat dilakukan sesuai dengan instruksi dari dokter.

5.4 Persiapan pemberian Obat-Obat Perlu Diwaspadai (High Alert Medication)


Penyiapan dan pemberian obat kepada pasien yang perlu diwaspadai termasuk
elektrolit konsentrasi tinggi harus memperhatikan kaidah berikut:
1. Setiap pemberian obat menerapkan prinsip 8 Benar + 1 Waspada (8B+1W) yang
terdiri dari :
1) Benar Pasien
2) Benar obat
3) Benar dosis
4) Benar waktu
5) Benar cara / rute
6) Benar dokumentasi
7) Benar expired / kadaluarsa
8) Benar informasi
9) Waspada efek samping
2. Pemberian elektrolit pekat harus dengan pengenceran dan penggunaan label
khusus.
3. Pastikan pengenceran dan pencampuran obat dilakukan oleh perawat/bidan
4. Pisahkan atau beri jarak penyimpanan obat dengan kategori LASA
5. Biasakan mengeja nama obat dengan kategori obat LASA / NORUM (Look Alike
Sound Alike = Nama Obat RUpa Mirip), saat memberi/menerima instruksi.
Daftar nama obat yang perlu kewaspadaan tercantum dalam lampiran 2.
BAB 6
PROSES TEMPAT LOKASI, TEMPAT PROSEDUR, DAN TEMPAT PASIEN YANG
MENJALANI TINDAKAN DAN PROSEDUR PEMBEDAHAN

6.1 Pengertian
Ketepatan lokasi, ketepatan prosedur dan ketepatan pasien adalah suatu usaha
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit untuk menjamin pasien yang akan
menjalani suatu tindakan operasi mendapatkan tindakan operasi yang sesuai dengan
lokasi keadaan yang perlu ditindakan pembedahan, prosedur yang tepat untuk melakukan
tindakan dan di berikan pada pasien yang benar yaang membutuhkan tindakan
pembedahan.

6.2 Ruang Lingkup


1. Panduan ini di terapkan kepada semua pasien rawat inap, rawat jalan, dan pasien
instalasi gawat darurat yang akan menjalani suatu tindakan pembedahan.
2. Pelaksana panduan ini adalah petugas tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan
dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja di UOBK Rumah Sakit Umum Daerah
Besuki.
3. Proses ini menjadi tanggung jawab dokter, perawat, bidan dan kepala ruangan
serta tenaga yang bertugas dan berhubungan dengan proses tindakan
pembedahan.

6.3 Prinsip
1. Semua pasien yang menjalani suatu tindakan prosedur operasi, harus di identifikasi
dan di jamin sisi operasi yang tepat, prosedur yang tepat serta pasien yang tepat
sebelum, saat dan setelah menjalani suatu operasi.
2. Menggunakan tanda yang mudah di kenali untuk identifikasi lokasi operasi dan
menigkut sertakan pasien dalam proses penandaan.
3. Menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yang tepat, prosedur
yang tepat sebelum operasi dan seluruh dokumen serta peralatan yang di butuhkan
tersedia, benar dan berfungsi.
4. Seluruh tim tenaga kesehatan yang ikut dalam operasi melakukan, membuat dan
mendokumentasikan prosedur, Sign In, sesaat sebelum pasien di induksi, Time Out
sesaat sebelum prosedur operasi di mulai serta Sign Out sebelum menutup luka
operasi.
6.4 Protokol Umum
1. Tandai lokasi operasi (marking), terutama :
1). Pada organ yang memiliki 2 sisi, kanan dan kiri
2). Multiple structures (jari tangan, jari kaki)
3). Multiple level (operasi tulang belakang : servikal, thorakal, lumbal)
4). Multiple lesi yang pengerjaannya bertahap
2. Anjuran Penandaan Lokasi Operasi
1). Gunakan tanda yang telah di sepakati
2). Dokter yang akan melakukan operasi yang melakukan pemberian tanda N (site
marking)
3). Tanda di buat pada atau dekat daerah incise
4). Gunakan penanda yang tidak mudah terhapus (contoh : spidol)
5). Gunakan tanda berupa lingkaran (  )
6). Daerah yang tidak di operasi jangan di tandai kecuali sangat di perlukan
3. Lakukan proses verifikasi sebagai berikut :
(Daftar Tilik Keselamatan Operasi Terlampir)
1). Pra operatif (check in) tempat penerimaan pasien
(1) Lokasi ,prosedur dan pasien yang benar
(2) Dokumen (Surat Ijin Operasi, inform consent), foto (rontgen, USG), hasil
pemeriksaan yang berkaitan tersedia, di beri label dengan baik dan di
pampang.
(3) Ketersediaan peralatan khusus yang di butuhkan
2). Sing In (sebelum tindakan anestesi)
(1) Identitas, lokasi, dan prosedur yang benar
(2) Penandaan area operasi apakah telah sesuai
(3) Apakah ada riwayat alergi obat
(4) Apakah ada resiko penyulit / aspirasi
(5) Jika terjadi antisipasi penangannyan
(6) Resiko kehilangan darah
(7) Jika terjadi akses akan di pasang dimana
(8) Apakah kesiapan alat dan obat anestesi sudah lengkap
3). Time Out (sebelum incisi)
(1) Dilakukan ditempat tindakan yang dilakukan operasi.
(2) Tepat sebelum tindakan pembedahan dimulai
(3) Melibatkan seluruh tim operasi
(4) Didokumentasikan secara ringkas dengan menggunakan checklist
(5) Konfirmasi secara verbal (identitas, lokasi, tindakan, dan rencana
tindakan)
(6) Penayangan hasil penunjang (rontgen, USG, EKG) dengan benar
(7) Apakah diberikan antibiotic profilaksis intra operasi
(8) Perkiraan lamanya operasi
(9) Apakah ada perhatian khusus
(10) Perkiraan kehilangan darah dan antisipasinya
4). Sign Out (sebelum menutup luka operasi)
(1) Perawat melakukan konfirmasi secara verbal tentang kelengkapan alat dan
bahan untuk operasi
(2) Apakah spesimen telah diberi label
(3) Apakah telah ada formulir untuk pengantar pemeriksaan
(4) Peninjauan kembali kegiatan pembedahan, anestesi, dan OK
(5) Perhatian khusus fase pemulihan di RR
5). Check Out (serah terima pasien dari RR ke perawat ruangan)
(1) Perawat melakukan serah terima secara verbal berupa keadaan umum
pasien, keasdaran, tanda-tanda vital (TD, N, P)
(2) Skala nyeri
(3) Dokumen pendukung (foto rontgen, EKG, USG)
(4) Golongan darah dan berapa labu yang sudah diberikan
(5) Jenis infus, tetesannya, dan antibiotik yang sudah diberikan
(6) Instruksi post op dokter bedah dan dokter anestesi
(7) Catheter urine, volume urine
(8) Posisi area luka ada tidaknya jaringan PA yang harus diperiksa
BAB 7
PENURUNAN RESIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN MELALUI
EVIDENCE-BASED HAND HYGIENE GUIDELINES

7.1 Pengertian
1. Kebersihan tangan secara umum terdiri dari kebersihan tangan sosial/umum,
kebersihan tangan aseptik, kebersihan tangan handrub berbasis alkohol,
kebersihan tangan surgical.
2. Kebersihan tangan aseptik adalah mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun
antiseptik.
3. Kebersihan tangan handrub berbasis alkohol adalah membersihkan tangan dari
mikroorganisme.
4. Kebersihan tangan surgical adalah mencuci tangan menggunakan sabun antiseptik
sebelum operasi untuk menghilangkan kuman transient dan menurunkan kuman
resident flora di tangan.
5. Flora Transien dan Flora Residen
Istilah ini menggambarkan dimana bakteri dan mikroorganisme berada dalam
lapisan kulit. Flora Transien : Diperoleh melalui kontak dengan pasien, petugas
kesehatan lain atau permukaan yang terkontaminasi (Mis : meja periksa, toilet,
lantai) selama bekerja. Organisme ini tinggal dilapisan luar kulit dan terangkat
sebagian dengan mencuci tangan menggunakan sabun biasa dan air. Flora
Residen : Tinggal dilapisan kulit yang lebih dalam serta di dalam folikel rambut, dan
tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, bahkan dengan pencucian dan pembilasan
keras dengan sabun dan air bersih. Untungnya pada sebagian besar kasus, flora
residen kemungkinan kecil terkait dengan infeksi yang menular
6. Air Bersih
Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga aman untuk
diminum serta pemakaian lainnya (misalnya mencuci tangan dan membersihkan
instrument medis) karena memenuhi standart kesehatan yang telah ditetapkan.
Pada keadaan minimal air bersih harus bebas dari mikroorganisme dan memiliki
turbiditas rendah (jernih, tidak berkabut)
7. Sabun
Produk-produk pembersih (batang,cair, lembar, atau bubuk) yang menurunkan
tegangan permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran,dan
mikroorganisme yang menempel sementara pada tangan. Sabun biasa
memerlukan gosokan untuk melepas mikroorganisme secara mekanik, sementara
sabun antiseptic (antimikroba) selain melepas juga membunuh atau menghambat
pertumbuhan dan hampir semua mikroorganisme
8. Agen Antiseptik atau antimikroba
Bahan kimia yang diaplikasikan di atas kulit atau jaringan hidup lain untuk
menghambat atau membunuh mikroorganisme (baik yang sementara atau yang
merupakan penghuni tetap) sehingga mengurangi jumlah bakteri.
Contohnya adalah :
1) Handrub
2) Clorhexidine 2%
3) Clorhexidine 4%

7.2 Ruang Lingkup Kegiatan


1. Sarana Kebersihan Tangan
2. Waktu Melakukan Kebersihan tangan
3. Jenis-Jenis Kebersihan Tangan
4. Teknik Kebersihan Tangan Sosial
5. Teknik Kebersihan Tangan Dengan Handrub Berbasis Alkohol
6. Teknik Kebersihan tangan aseptik
7. Teknik Kebersihan tangan surgical
8. Audit Kebersihan Tangan
9. Audit kelengkapan fasilitas
10. Survei Alergi handrub
11. Uji Efikasi agen Kebersihan Tangan
12. Korelasi Efektifitas Kebersihan Tangan dengan Hasil Surveilan

7.3 Tata Laksana


7.3.1 Sarana Kebersihan Tangan
Dalam melaksanakan prosedur kebersihan tangan diperlukan sarana
kebersihan tangan yang meliputi :
1. Air dan sabun
Sarana utama untuk melakukan kebersihan tangan adalah air mengalir
(berupa kran) dengan saluran pembuangan atau bak penampung yang
memadai. Dengan guyuran air mengalir maka mikroorganisme yang terlepas
karena gesekan mekanis atau kimiawi saat melakukan kebersihan tangan akan
terhalau dan tidak menempel lagi di permukaan kulit.Harus diingat bahwa air
tidak dapat secara langsung menghilangkan kotoran berupa lemak, minyak,
dan protein. Agar pembersihan tangan efektif, maka kotoran tersebut harus
dilarutkan terlebih dahulu dengan sabun.
2. Larutan antiseptik
Penggunaan larutan antiseptik pada kulit atau jaringan hidup lainnya akan
menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit terutama
kuman transien, sehingga jumlahnya minimal.
3. Pengering tangan
Langkah penting dalam proses kebersihan tangan adalah pengeringan
tangan, sehingga harus dilakukan dengan benar agar tangan tidak
terkontaminasi lagi. Pengeringan tangan dapat dilakukan dengan handuk cuci
tangan atau paper towel dilakukan dengan cara menepuk kulit secara
perlahan, jangan menggosoknya, agar tidak timbul lecet, karena adanya lecet
dapat menimbulkan kolonisasi dan penularan kuman lain yang ditularkan
melalui darah.
Karena mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak pada keadaan
lembab dan air yang tidak mengalir, maka dispenser sabun harus dibersihkan
terlebih dahulu sebelum pengisian ulang, jangan menambahkan sabun cair ke
dalam tempatnya bila masih ada isinya, jangan menggunakan baskom yang
berisi air meskipun memakai tambahan antiseptik.
4. Tempat Sampah Non Infeksius
Tempat sampah non infeksius digunakan untuk menampung Paper Towel
yang telah digunakan untuk mengeringkan tangan petugas setelah melakukan
kebersihan tangan. Model tempat sampah yang digunakan adalah model injak.
7.3.2 Waktu Melakukan Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilakukan pada saat :
1. Segera: Setelah tiba di tempat kerja.
2. Sebelum :
1) Kontak langsung dengan pasien.
2) Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif.
3) Menyediakan/mempersiapkan obat-obatan.
4) Mempersiapkan makanan.
5) Memberi makan pasien.
6) Meninggalkan rumah sakit.
3. Diantara: Prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan
terkontaminasi, untuk menghindari kontaminasi silang.
4. Setelah:
1) Kontak dengan pasien.
2) Melepas sarung tangan.
3) Melepas alat pelindung diri.
4) Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, eksudat luka dan
peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah,
cairan tubuh, ekskresi (bedpen, urinal) apakah menggunakan atau tidak
menggunakan sarung tangan.
5) Menggunakan toilet, menyentuh/membersihkan hidung dengan tangan.
Mengacu pada WHO kebersihan tangan dilakukan pada 5 Momen :
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum tindakan aseptik
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan pasien

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan kebersihan tangan :


1. Kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3 mm melebihi ujung jari.
2. Tidak menggunakan kuku buatan dan cat kuku.
3. Melepas semua perhiasan (jam tangan, gelang, cincin).
4. Menutup luka dengan plester kedap air.
5. Menutup kran dengan paper towel yang telah digunakan , agar tangan yang
sudah bersih tidak terkontaminasi lagi.
Dalam pelaksanaannya agar semua petugas mengerti dan memahami
mengenai kebersihan tangan yang benar sehingga dapat menurunkan risiko infeksi
di rumah sakit.
7.3.3 Jenis-jenis Kebersihan Tangan
Jenis-jenis kebersihan tangan ada 2 jenis, yaitu
1. Kebersihan tangan dengan air mengalir terbagi menjadi 3 jenis, antara lain:
1) Kebersihan tangan sosial yaitu kebersihan tangan dengan air mengalir
dengan menggunakan sabun netral. Kebersihan tangan sosial dilakukan
pada saat tangan tampak kotor atau pada tangan yang tampak terdapat
noda.
2) Kebersihan tangan aseptik yaitu kebersihan tangan dengan air mengalir
dengan menggunakan sabun cair antiseptik yang mengandung clorhexidin
2%. Kebersihan tangan aseptik dilakukan pada saat akan melakukan
tindakan aseptik pada pasien atau pada saat akan kontak
3) Kebersihan tangan surgical
Kebersihan tangan surgical yaitu kebersihan tangan dengan air mengalir
dengan menggunakan sabun cair antimikroba yang mengandung
clorhexidin 4%. Kebersihan tangan surgical dilakukan pada saat akan
melakukan tindakan pembedahan. Tindakan ini dilakukan di ruang operasi
dan ruang bersalin.
2. Kebersihan tangan tanpa air/ kebersihan tangan dengan handrub berbasis
alkohol Alternatif lain dari mencuci tangan dengan air mengalir adalah mencuci
tangan dengan handrub berbasis alkohol. Handrub antiseptik tidak
menghilangkan kotoran atau zat organik sehingga jika tangan sangat kotor atau
terkontaminasi darah atau cairan tubuh harus mencuci tangan dengan sabun
dan air mengalir dulu. Tidak ada alternatif lain mencuci tangan dengan handrub
berbasis alcohol dilakukan oleh petugas jika dalam keadaan:
1) Fasilitas untuk mencuci tangan tidak ada atau jauh dari petugas
2) Tangan terlihat bersih tetapi petugas akan kontak dengan pasien lain atau
melakukan prosedur yang lain
3) Untuk mengurangi penumpukan emollient pada tangan setelah pemakaian
handrub berulang, tetap diperlukan cuci tangan dengan sabun dan air
mengalir setiap 6 kali aplikasi handrub.
7.3.4 Teknik Kebersihan Tangan dengan Air dan Sabun Netral (Kebersihan Tangan
Sosial)
Rumah sakit mengadopsi teknik kebersihan tangan menurut WHO, yaitu:
1. Lepaskan semua perhiasan yang ada (jam tangan, cincin, gelang).
2. Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih.
3. Tekan 1-2 kali sabun cair dengan punggung tangan untuk menyabuni seluruh
permukaan tangan.
4. Ratakan dengan kedua telapak tangan.
5. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya.
6. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
7. Jari –jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
8. Gosok ibu jari berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya.
9. Gosok dengan memutar ujung jari – jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya.
10. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
11. Keringkan dengan Paper Towel sampai benar-benar kering.
12. Gunakan Paper Towel untuk menutup kran
Gambar 1
Cara Mencuci Tangan Dengan Sabun Dan Air

Diadoptasi dari WHO guidelines on hand hygiene in health care : First Global Patient
Safety Challenge, World Health Organization, 2009.
7.3.5 Kebersihan Tangan dengan Handrub Berbasis Alkohol
Langkah-langkah Cuci Tangan dengan cairan berbahan dasar alkohol :
1. Tuangkan handrub berbasis alcohol untuk dapat mencakup seluruh permukaan
tangan dan jari ( 3 s/d 5 cc) atau 1 x tekanan jika menggunakan Push Container
2. Ratakan dengan kedua telapak tangan
3. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kanan dengan tangan kiri dan
sebaliknya
4. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari
5. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
6. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
7. Gosok dengan memutar ujung jari-jari telapak tangan kiri dan sebaliknya
8. Biarkan tangan mengering dengan sendirinya
Gambar 2
Cara Kebersihan Tangan Dengan Antiseptik Berbasis Alkohol

Diadaptasi dari WHO guidelines on hand hygiene in health care : First Global Patient
Safety Challenge, World Health Organization, 2009.
7.3.6 Teknik Kebersihan Tangan Aseptik dengan Air dan Larutan Berbahan Clorhexidine
2%
1. Lepaskan semua perhiasan yang ada (jam tangan, cincin, gelang).
2. Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih.
3. Tekan 1-2 kali sabun cair antiseptik dengan punggung tangan untuk menyabuni
seluruh permukaan tangan.
4. Ratakan dengan kedua telapak tangan.
5. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya.
6. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
7. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
8. Gosok ibu jari berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya.
9. Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya.
10. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
11. Keringkan dengan Paper Towel sampai benar-benar kering.
12. Gunakan Paper Towel untuk menutup kran.
7.3.7 Teknik Kebersihan Tangan Aseptik dengan Air dan Larutan Berbahan Clorhexidine
4%
Definisi kebersihan tangan surgical adalah mencuci tangan secara steril
yang dilakukan pada saat akan melakukan tindakan pembedahan yang dilakukan di
ruang operasi dan ruang bersalin.
Tujuannya adalah untuk mencegah infeksi silang dan membebaskan kuman
dan mencegah kontaminasi tangan.
Konsep yang diterapkan adalah:
1. Petugas yang bekerja dalam area steril seperti ruang operasi, ruang bersalin
harus melakukan cuci tangan persiapan bedah.
2. Tekniknya memerlukan upaya lebih dari mencuci tangan rutin.
3. Selama penyikatan atau scrub bedah, perawat mencuci area yang lebih luas,
dari ujung jari ke siku.
4. Biasanya lama penyikatan 5-10 menit untuk memastikan bahwa semua
permukaan kulit dibersihkan dengan menyeluruh.
5. Untuk pembersihan maksimal dan menghilangkan bakteri, perawat melepaskan
semua perhiasan dari jarinya dan tangan serta mempertahankan agar kukunya
tetap pendek, bersih dan bebas dari pewarna kuku.
Langkah langkah pelaksanaannya sebagai berikut:
1. Alat
1) Bak cuci tangan dengan kran air mengalir
2) Sabun antimikrobial
3) Sikat tangan
4) Handuk steril
2. Cara cuci tangan surgical
1) Lepaskan perhiasan
2) Kenakan masker wajah, pastikan bahwa masker menutupi hidung dan
mulut dengan baik
3) Bila memungkinkan atur aliran air pada suhu hangat
4) Alirkan air. Hidupkan kran dengan siku atau tangan dengan sebelumnya
bagian atas kran ditutupi handuk atau tisu
5) Inspeksi kuku dan permukaan kulit apakah ada luka
6) Berdiri di depan westafel jaga agar tangan dan seragam tidak menyentuh
westafel
7) Seragam yang digunakan harus tetap kering
8) Tuangkan sabun 2 - 5 cc kedalam tangan, sabun tangan lengan hingga 5
cm di atas siku
9) Bersihkan kuku bila kotor dengan sikat dan letakan pada tempat atau
bengkok
10) Basahi sikat/spon dan beri sabun kembali
11) Jumlah gerakan 20 gerakan untuk tangan, 30 gerakan untuk kuku, sikat di
pegang tegak lurus terhadap kuku
12) Sikat jari - jari termasuk sela jari, sikat telapak tangan, punggung tangan
13) Basahi sikat dan beri sabun kembali
14) Bagi tangan menjadi 3 bagian, 1/3 pergelangan tangan bawah dengan arah
memutar, lanjutkan 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian atas. tangan dalam
posisi fleksi dengan jari - jari menghadap ke atas selama prosedur
15) Ulangi langkah ini pada yang satunya lagi (tangan kiri)
16) Dengan tangan posisi fleksi bilas dengan seksama ujung jari ke siku tangan
kiri dan ulangi pada tangan kanan
17) Matikan kran dengan siku
18) Ambil handuk steril yang ada di atas kemasan pastikan tidak ada apapun
atau benda dekat dari jangkauan anda
19) Buka handuk steril secara maksimal pagang satu bagian putar dari jari ke
siku
20) Dengan hati - hati pindahkan handuk ke lengan satunya
21) Buang handuk pada tempat yang disediakan
22) Bila akan menggunakan sarung tangan steril dapat dikeringkan hanya
dengan kertas tisue

7.4 Audit Kebersihan Tangan


1. Petugas Auditor
Auditor adalah seorang IPCN atau IPCLN jika IPCN tidak mencukupi untuk
melakukan audit. IPCLN yang melakukan audit kebersihan tangan diberi
pendidikan bagaimana cara melakukan audit kebersihan tangan di ruangannya
dengan menggunakan formulir Audit Kebersihan Tangan.
2. Sasaran
Sasaran petugas yang diaudit adalah petugas yang langsung memberikan
pelayanan kepada pasien secara langsung kepada pasien yaitu perawat, bidan,
dokter,dan petugas kesehatan lain.
3. Waktu
Audit di lakukan setahun 2 kali yaitu di bulan Januari dan Juli, dilakukan pada
jam kerja. Pengamatan dilakukan 3-5 kali terhadap setiap petugas kesehatan
yang sama yang sedang memberikan pelayanan kepada pasien dan dilakukan
pada jam-jam sibuk pelayanan.
4. Tempat
Dilakukan diseluruh area rumah sakit yang melayani pasien.
5. Jumlah Populasi
Jumlah populasi adalah 30% dari semua jumlah populasi karyawan UOBK
UOBK Rumah Sakit Umum Daerah Besuki di tiap-tiap bagian, jika populasinya
kurang dari 100 orang, maka populasinya di ambil semua.
6. Pelaksanaan
1) Yang melakukan audit adalah IPCN dan IPCLN yang ada di unit masing
masing kemudian hasil audit dilaporkan kepada IPCN untuk dilakukan
analisa data dan evaluasi.
2) Pada awal pelaksanaan audit, tidak semua momen kebersihan tangan
dilakukan audit mengingat tenaga pelaksana minim dan kemungkinan tidak
bisa dilakukan dengan sempurna, jadi dipilih dari 5 momen yang
kemungkinan jarang dilakukan oleh petugas yaitu momen sebelum kontak
dengan pasien (1).
3) Pengamatan lainnya dilakukan berdasarkan penggunaan perhiasan dan atau
jam tangan, kondisi kuku, teknik 6 langkah kebersihan tangan, dan
penggunaan sabun.
7. Analisa
Setelah dilakukan audit hasil dikumpulkan, dilakukan pengolahan dan analisa
data, sehingga dapat diketahui:
1) Gambaran petugas yang melakukan kebersihan tangan pada momen yang
dinilai.
2) Gambaran kepatuhan petugas untuk tidak menggunakan perhiasan dan atau
jam tangan.
3) Gambaran kondisi kuku petugas.
4) Gambaran ketepatan penggunaan sabun oleh petugas.
5) Gambaran pelaksanaan kebersihan tangan petugas
8. Pelaporan
Hasil analisa yang telah dibuat dalam bentuk laporan, diserahkan kepada
Komite PPI dan Direktur. Umpan rencana tindak lanjut balik dari direktur akan
disampaikan kepada unit terkait.
9. Rencana Tindak Lanjut
dibuat berdasarkan hasil analisa, umpan balik Direktur. Rencana tindak lanjut
meliputi Sosialisasi ulang, monitoring pelaksanaan kebersihan tangan dengan
melakukan audit setiap 6 bulan sekali.
7.4.1 Audit Kelengkapan Fasilitas
Audit kelengkapan sarana kebersihan tangan dilakukan setiap bulan, untuk
mengetahui apakah petugas dalam melakukan kebersihan tangan mengalami kesulitan
karena sarana yang kurang lengkap. Sarana yang kurang lengkap akan menghambat
kepatuhan petugas melakukan kebersihan tangan 5 moment. Audit kebersihan tangan
juga dimaksudkan untuk mengetahui berapa jumlah sarana kebersihan tangan yang
sesuai standar lengkap dan berapa yang kurang lengkap, untuk kemudian sebagai sarana
pengajuan program kelengkapan sarana kebersihan tangan di UOBK Rumah Sakit Umum
Daerah Besuki.
1. Cara melakukan Audit
1) IPCN menggunakan formulir kelengkapan sarana kebersihan tangan yang
berisikan 8 item diatas, melakukan audit disemua unit /tempat rumah sakit
2) IPCN melakukan pencatatan di Form Audit Kelengkapan Sarana kebersihan
Tangan yang meliputi:
(1) Wastafel dengan air mengalir
(2) Sabun Cuci tangan netral
(3) Sabun yang mengandung chlorhexidin 2 % untuk kebersihan tangan
aseptik
(4) Sabun yang mengandung chlorhexidin 4 % untuk kebersihan tangan
surgikal
(5) Paper Towel untuk mengeringkan tangan
(6) Tempat sampah non medis model injak
(7) Handrub disetiap kamar pasien/pintu masuk/tempat tidur pasien untuk
pasien di ruang HDN dan ICU
(8) Gambar/petunjuk kebersihan tangan
2. Analisa
Jika hasil audit sudah terkumpul dilakukan analisa berapa prosen Sarana
kebersihan tangan yang lengkap atau yang kurang memadai. Analisa meliputi
jumlah sarana kebersihan tangan,kelengkapan, kelayakan, kesiapan sarana.
3. Pelaporan
Melakukan pelaporan kepada komite PPI dan Direktur untuk minta umpan balik,
dan melakukan umpan balik kepada unit terkait dengan memberikan beberapa
rekomendasi dari komite PPI.
4. Rencana Tindak Lanjut
Melakukan rencana tindak lanjut berdasarkan hasil audit dan analisa meliputi
program penambahan kelengkapan sarana atau perbaikan sarana.
7.4.2 Survei Alergi Handrub
1. Cara Melakukan Survei
IPCN membuat kuisioner tentang allergi handrub, untuk diisi oleh petugas di
masing-masing unit. Kuisioner yang sudah terisi dikumpulkan lagi untuk
kemudian dianalisa. Kegiatan ini dilakukan setiap 6 bulan sekali.
2. Analisa
Kuisioner yang telah diisi dikumpulkan dan dilakukan analisa, berapa orang
yang allergi terhadap sediaan handrub, reaksi allergi yang timbul.
3. Pelaporan
Melakukan pelaporan kepada komite PPI dan Direktur untuk minta umpan balik,
dan melakukan umpan balik kepada unit terkait dengan memberikan beberapa
rekomendasi dari komite PPI
4. Rencana Tindak Lanjut
Melakukan rencana tindak lanjut berdasarkan hasil audit dan analisa meliputi
program alternatif pengganti cairan untuk cuci tangan, program alternatif cara
meminimalkan atau menghindari alergi.
7.4.3 Uji Efikasi Agen Kebersihan Tangan
1. Petugas Pelaksana
Petuga pelaksana adalah seorang IPCLS unit laboratorium.
2. Sampel
Sampelyang digunakan adalah petugas yang memberikan pelayanan kepada
pasien secara langsung yaitu perawat, bidan, dokter,dan petugas kesehatan
lain. Jumlah sampel 5 orang petugas dari berbagai ruangan yang dapat
melaksanakan teknik cuci tangan dengan benar.
3. Waktu
Uji efikasi agen kebersihan tangan dilakukan setiap 6 bulan sekali,
berkolaborasi dengan vendor agen untuk dilakukan swab dan uji kultur dan
pada saat awal penggunaan agen kebersihan tangan yang baru.
4. Pelaksanaan
1) Pengambilan sampel swab tangan dilakukan oleh IPCLS unit laboratorium
terhadap petugas yang diobservasi sebelum dan setelah cuci tangan.
2) Teknik pengambilan sampel swab yaitu dengan kapas lidi steril dengan
cara mengusap / swab permukaan tangan dan sela-sela jari perawat lalu
dimasukkan ke dalam media transport untuk dikirim ke laboratorium.
3) Metode ini dilakukan sebelum dan setelah penggunaan cuci tangan dengan
menggunakan agen kebersihan tangan.
4) Pemeriksaan laboratorium untuk identifikasi bakteri dilakukan sesuai
dengan prosedur laboratorium (kultur).
5. Analisa
Hasil dari pemeriksaan laboratorium kemudian dianalisa keefektifan agen
kebersihan tangan tersebut, apabila masih ditemukan kuman, maka komite PPI
merekomendasikan untuk dilakukan kultur ulang.
6. Pelaporan
Hasil analisa dibuat secara tertulis sebagai laporan oleh komite PPI kepada
direktur, tembusan kepada Kasubid. Pelayanan Keperawatan. Umpan balik dari
direktur akan disampaikan kepada unit terkait.
7. Rencana Tindak Lanjut
Rencana tindak lanjut dibuat berdasarkan hasil analisa dan umpan balik dari
direktur. Rencana tindak lanjut meliputi penggantian agen kebersihan tangan
bila hasil analisa masih ditemukan kuman.
7.4.4 Korelasi Efektifitas Kebersihan Tangan dengan Hasil Surveilans
Surveilan yang dilakukan Komite PPI adalah ISK,ILO,Plebitis
1. Cara Melakukan Korelasi
Adalah dengan melihat hasil surveilan dengan analisanya, apakah dengan
program dan monitoring kebersihan tangan berdampak pada penurunan hasil
surveilan yang dilakukan di rumah sakit.
2. Analisa
Analisa mengacu kepada analisa hasil surveilan, menghubungkan apakah jika
kepatuhan melakukan kebersihan tangan baik atau meningkat akan terjadi
penurunan infeksi dilihat dari hasil surveilan
3. Pelaporan
Melakukan pelaporan kepada komite PPI dan Direktur untuk minta umpan balik,
dan melakukan umpan balik kepada unit terkait dengan memberikan beberapa
rekomendasi dari komite PPI.
4. Rencana Tindak lanjut
Melakukan rencana tindak lanjut berdasarkan hasil surveilan, meliputi
monitoring kepatuhan pelaksanaan kebersihan tangan

7.5 Dokumentasi
7.5.1 Kebijakan Kebersihan Tangan
1. Semua staf harus mampu melakukan kebersihan tangan (cuci tangan 6 langkah
menurut WHO ) sesuai dengan Panduan yang berlaku.
2. Kebersihan tangan bisa menggunakan air mengalir dalam waktu 40-60 detik atau
alkohol handrub sebagai pengganti cuci tangan secara sosial dalam waktu 30 detik.
3. Kebersihan tangan dengan air mengalir jika tangan terlihat kotor, sedangkan
kebersihan tangan dengan handrub berbasis alkohol jika tangan terlihat bersih.
4. Kebersihan tangan secara aseptik dilakukan bila petugas akan melakukan suatu
prosedur yang aseptic dengan menggunakan sabun yang mengandung
chlorheksidin 2% dalam waktu 40-60 detik.
5. Kebersihan tangan surgical dilakukan di Unit Kamar Bedah atau Ruang Bersalin
jika petugas akan melakukan Prosedur Pembedahan dengan sabun yang
mengandung chlorheksidin 4% dalam waktu 5-10 menit.
6. Sebelum melakukan kebersihan tangan wajib melepaskan perhiasan di tangan dan
menjaga kuku tetap pendek, menggunakan air mengalir dan cairan pembersih yang
disyaratkan sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan
7. Kebersihan tangan dilakukan saat 5 moment yaitu sebelum kontak dengan pasien,
setelah kontak dengan pasien, sebelum melakukan tindakan aseptic, setelah
memegang darah dan cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan lingkungan
pasien
8. Sediakan di setiap kamar/ ruangan/nurse station/kamar tindakan/kamar periksa/OK:
1) Wastafel dengan air yang mengalir
2) Larutan chlorhexidine 2 % di Poli rawat jalan, IGD, rawat inap, kamar jenazah.
3) Larutan chlorhexidine 4 % di Kamar Bedah dan Kamar Bersalin.
4) Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) di selasar ruangan, di setiap kamar
pasien, dan di meja trolly tindakan.
9. Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara :
Survei alergi sabun/handrub alkohol di setiap bagian/ruangan. Audit kebersihan
tangan pada petugas klinis maupun non klinis setiap 6 bulan.
10. Audit kebersihan tangan melibatkan petugas klinis maupun non klinis dengan
sasaran 75% dari jumlah masing-masing profesi.
11. Melakukan program edukasi pasien dan pengunjung yang merupakan salah satu
bagian dari proses penerimaan pasien baru
12. UOBK Rumah Sakit Umum Daerah Besuki mengadakan program pelatihan
kebersihan tangan secara berkesinambungan yang wajib diikuti oleh seluruh
karyawan rumah sakit baik melalui program orientasi maupun program Mandatory
Training
13. Seluruh proses kebersihan tangan bagian klinis maupun non klinis di UOBK Rumah
Sakit Umum Daerah Besuki mengacu kepada Kebijakan Kebersihan Tangan dan
prosedur (SPO) Kebersihan Tangan yang telah ada.
BAB 8
MENGURANGI RESIKO CEDERA PASIEN AKIBAT TERJATUH

8.1 Pengertian
Jatuh adalah suatu peristiwa dimana seseorang mengalami jatuh dengan atau
tanpa disaksikan oleh orang lain, tidak disengaja/ tidak direncanakan, denganarah jatuh ke
lantai, dengan atau tanpamencederai dirinya. Penyebab jatuh dapatmeliputi faktor
fisiologis (pingsan) atau lingkungan (lantai yang licin). Resiko jatuh pasien yang beresiko
untuk jatuh yang umumnyadisebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor fisiologis yang
dapat berakibatcidera.

8.2 Faktor Resiko


Faktor resiko jatuh dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori:
1. Intrinsik: berhubungan dengan kondisi pasien, termasuk kondisipsikologis
2. Ekstrinsik:berhubungan dengan lingkungan.
Selain itu, faktor resiko juga dapat dikelompokkan menjadi kategori dapat
diperkirakan (anticipated) dan tidak dapat diperkirakan (unanticipated). Faktor tersebut
adalah:
1. Dapat diperkirakan :
1) Intrinsik (berhubungan dengan kondisi pasien):
(1) Riwayat jatuh sebelumnya
(2) Inkontinensia
(3) gangguan kognitif/psikologis
(4) gangguan keseimbangan/mobilitas
(5) usia > 65 tahun
(6) osteoporosis
(7) gangguan moskuloskeletal
2) Ekstrinsik (berhubungan dengan lingkungan)
(1) Lantai basah/silau, ruang berantakan, pencahayaan kurang, kabel
longgar/lepas
(2) Alas kaki tidak pas.
(3) Dudukan toilet yang rendah.
(4) Kursi atau tempat tidur beroda
(5) Rawat inap berkepanjangan.
(6) Peralatan yang tidak aman.
(7) Peralatan rusak.
(8) Tempat tidur ditinggalkan dalam posisi tinggi.
2. Tidak dapat diperkirakan
1) Intrinsik (berhubungan dengan kondisi pasien)
(1) Kejang
(2) aritmia jantung
(3) stroke atau serangan iskemik sementara (transient ischaemic attack-TIA).
(4) Pingsan
(5) serangan jantung (drop attack).
(6) Penyakit kronis
2) Ekstrinsik ( berhubungan dengan lingkungan )
(1) Reaksi individu terhadap obat-obatan

8.3 Ruang Lingkup


Komponen utama dari proses pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan adalah
asesmen pasien untuk memperoleh informasi terkait status medis pasien. Begitu juga
untuk pasien yang mempunyai resiko jatuh. Asesmen pasien denganresiko jatuh
dibutuhkan dalam membuat keputusan-keputusan terkait:
1. Status kesehatan pasien
2. Kebutuhan dan permasalahan keperawatan
3. Intervensi guna memecahkan permasalahan kesehatan yang sudah teridentifikasi
atau juga mencegah permasalahan yang bisa timbul dimasa mendatang serta
4. Tindak lanjut untuk memastikan hasil-hasil yang diharapkan pasien terpenuhi.
Pengelolaan risiko pasien jatuh terutama dapat terjadi pada pasien yang dirawat
diruangan:
 IRNA

 HCU

 POLI

 DLL
Semua petugas yang bekerja di rumah sakit harus memahami bahwa semua
pasien yang dirawat inap memiliki risiko untuk jatuh, dan semua petugas tersebut memiliki
peran untuk mencegah pasien jatuh.
8.4 Tata Laksana
Dalam pentatalaksanan pengelolaan pasien dengan resiko jatuh meliputi :
Petugas penanggung jawab: Perawat, Security
Perangkat kerja;
1. Status Rekam Medis Pasien
2. Tanda risiko pasien jatuh (gelang kuning, Pita Kuning )
3. Formulir pengkajian risiko pasien jatuh
4. Formulir dokumentasi informasi risiko pasien jatuh
5. Formulir catatan kegiatan perawat tentang asesmen dan intervensi risiko jatuh
Tata laksana
1. Asesmen awal / skrining
Perawat akan melakukan penilaian dengan Asesmen Resiko Jatuh Morse
Fall Scale dalam waktu 4 jam dari pasien masuk RS dan mencatat hasil asesmen
dan langsung dilakukakan tata laksana risiko jatuh
2. Asesmen ulang
Setiap pasien akan dilakukan asesmen ulang risiko jatuh setiap: saat
transfer ke unit lain, adanya perubahan kondisi pasien, adanyakejadian jatuh pada
pasien. Penilaian menggunakan Asesmen Risiko Jatuh Morse Fall Scale
danRencana KeperawatanInterdisiplin akandiperbaharui/dimodifikasisesuai dengan
hasil asesmen.
3. Perawat yang bertugas akan mengidentifikasi dan menerapkan “Prosedur
Pencegahan Jatuh”, berdasarkan pada:
1) Kategori risiko jatuh (rendah, sedang, tinggi)
2) Kebutuhan dan keterbatasan per-pasien
3) Riwayat jatuh sebelumnya dan penggunaan alat pengaman (safety devices)
4) Asesmen Klinis Harian. Assesmen ulang resiko jatuh dilaksanakan setiap hari,
saat transfer ke unit lain, adanya perubahan kondisi pasien,adanya kejadian
jatuh pada pasien.
4. “Prosedur Pencegahan Jatuh” pada pasien yang beresiko rendah,sedang, atau
tinggi harus diimplementasikan dan penggunaan peralatan yang sesuai harus
optimal. Untuk mengubah kategori dari resiko tinggike rendah diperlukan skor <25
dalam 2 kali pemeriksaan berturut turut.
5. Intervensi pencegahan jatuh
Tindakan pencegahan umum (untuk semua kategori):
1) Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
2) Posisikan tempat tidur serendah mungkin, roda terkunci, kedua sisi pegangan
tempat tidur tepasang dengan baik
3) Ruangan rapi
4) Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon genggam, tombol
panggilan, air minum, kacamata)
5) Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan pasien)
6) Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
7) Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar(pastikan
bersih dan berfungsi)
8) Pantau efek obat-obatan
9) Anjuran ke kamar mandi secara rutin
10) Sediakan dukungan emosional dan psikologis
11) Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien danKeluarga.
6. Kategori risiko tinggi: lakukan tindakan pencegahan umum dan hal-hal berikut ini.
1) Beri penanda berupa gelang berwarna kuning yang dipakaikan dipergelangan
tangan pasien
2) Tawarkan bantuan ke kamar mandi
3) Nilai kebutuhan akan:
(1) Alarm tempat tidur
(2) Tempat tidur rendah (khusus)
(3) Usahakan lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat (nurse
station)
Asesmen risiko jatuh pada anak-anak dilakukan pencegahan umum dan hal - hal
sebagai berikut:
1. Pencegahan resiko jatuh pasien anak-anak:
1) Kategori Pasien dengan Resiko Tinggi
(1) Memastikan tempat tidur/brankard dalam posisi rodaterkunci
(2) Pagar sisi tempat tidur/brankard dalam posisi berdiri/terpasang
(3) Lingkungan bebas dari peralatan yang tidak digunakan
(4) Berikan penjelasan kepada orang tua tentang pencegahanjatuh
(5) Pastikan pasien memiliki stiker penanda resiko tinggi jatuhpada gelang
identifikasi.
2. Strategi Rencana Keperawatan
1) Strategi umum untuk pasien resiko jatuh, yaitu:
(1) Tawarkan bantuan ke kamar mandi setiap 2 jam sekali (saatpasien
bangun).
(2) Gunakan 2 sisi pegangan tempat tidur.
(3) Jangan ragu untuk meminta bantuan.
(4) Barang-barang pribadi berada dalam jangkauan.
(5) Adakan konferensi multidisiplin mingguan dengan partisipasitim
keperawatan.
(6) Anjurkan pasien menggunakan sisi tubuh yang lebih kuat saat hendak turun
dari tempat tidur.
2) Strategi untuk mengurangi / mengantisipasi kejadian jatuhfisiologis, yaitu:
(1) Berikan orientasi kamar tidur kepada pasien
(2) Libatkan pasien dalam pemilihan aktivitas sehari-harinya
(3) Pantau ketat efek obat-obatan, termasuk obat psikotropika(lihat daftar)
(4) Kurangi suara berisik
(5) Lakukan asesmen ulang
(6) Sediakan dukungan emosional dan psikologis
3) Strategi pada faktor lingkungan untuk mengurangi resiko jatuh,yaitu:
(1) Posisi tempat tidur rendah
(2) Lantai tidak silau/memantul dan tidak licin
(3) Pencahayaan yang adekuat
(4) Ruangan rapi
(5) Sarana toilet dekat dengan pasien
4) Manajemen Setelah Kejadian Jatuh
(1) Nilai apakah terdapatcedera akibat jatuh (abrasi, kontusio,laserasi, fraktur,
cedera kepala)
(2) Nilai tanda vital
(3) Nilai adanya keterbatasan gerak
(4) Pantau pasien dengan ketat
(5) Catat dalam status pasien (rekam medik)
(6) Laporkan kejadian jatuh kepada perawat yang bertugas danlengkapi
laporan insidens
(7) Modifikasi rencana keperawataninterdisiplin sesuai dengankondisi pasien
5) Edukasi pasien/keluarga
(1) Pasien dan keluarga harus diinformasikan mengenai factor resiko jatuh dan
setuju untuk mengikuti strategi pencegahan jatuh yang telah ditetapkan.
Pasien dan keluarga harus diberikan edukasi mengenai faktor resiko
jatuh dilingkungan rumah sakit dan melanjutkan keikut sertaannya
sepanjang keperawatan pasien.
(2) Informasikan pasien dan keluarga dalam semua aktivitas sebelum memulai
penggunaan alat bantu
(3) Ajari pasien untuk menggunakan pegangan dinding
(4) Informasikan pasien mengenai dosis dan frekuensi konsumsi obat-obatan,
efek samping, serta interaksinya dengan makanan/ obat-obatan lain.

8.5 Dokumentasi
Bukti dokumen yang terdapatpada kegiatan pengelolaan pencegahan pada pasien
beresiko jatuh terdiri dari :
1. Dokumen self assesmen resiko pasien jatuh
2. Pengkajian resiko jatuh (morse fall sacale)
3. Asesmen resiko jatuh pada pasien anak menggunakan humpty dumpty.
4. Assesmen resiko jatuh pada pasien lanjut usia menggunakan sydney
scorcing.
5. Assesmen resiko jatuh harian pada pasien.
6. Ceklis alat pengamanan.
7. SPO pengelolaan pada pasien resiko jatuh di rawat inap
8. SPO Pemasangan gelang pada pasien resiko jatuh di instalasi rawat inap
Rumah Sakit
Diagnosis sekunder, jika pasien memiliki lebih dari satu diagnosis medis, berikan
skor 15; jikatidak, berikan skor 0.
1. Alat bantu:
Jika pasien berpegangan pada perabot untuk berjalan, berikan skor 30.Jikapasien
menggunakan tongkat / alat penopang, berikan skor 15. Jika pasiendapat berjalan
tanpa alat bantu, berikan skor 0.
2. Terapi intravena (terpasang infus):
Jika pasien terpasang infus, berikan skor 20; jika tidak, berikan skor 0.
3. Gaya berjalan:
Jika pasien mengalami gangguan gaya berjalan; mengalami kesulitanuntuk bangun
dari kursi, menggunakan bantalan tangan kursi
tubuhnya, kepala menunduk, pandangan mata terfokuspada lantai,
memerlukan bantuan sedang – total untuk menjagakeseimbangan dengan
berpegangan pada perabot, orang, atau alatbantu berjalan, dan langkah-
langkahnya pendek; berikan skor 20.Jika pasien memiliki gaya berjalan yang
lemah; pasien membungkuk ;tidak dapat mengangkat kepala tanpa kehilangan
keseimbangan, ataumemerlukan bantuan ringan untuk berjalan; dan langkah –
langkahnyapendek; berikan skor 10. Jika pasien memiliki gaya berjalan normal,
berikan skor 0
4. Status mental:
Identifikasi assesmen pasien terhadap dirinya sendirimengenaikemampuannya
untuk berjalan.Jika pasien mempunyai over-estimasiterhadap kemampuan fisiknya,
berikan skor 15. Jika asesmen pasien sesuai dengan kemampuan sebenarnya,
berikan skor 0
BAB 12
PENUTUP

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan di


Rumah Sakit maka pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien Rumah Sakit sangatlah
penting. Dengan adanya panduan dan regulasi terkait Sasaran Keselamatan Pasien
(SKP) ini diharapkan terjadi penekanan / penurunan insiden sehingga dapat lebih
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap UOBK Rumah Sakit Umum Daerah
Besuki. Program Keselamatan Pasien merupakan never ending proses, karena itu
diperlukan budaya termasuk motivasi yang cukup tinggi untuk bersedia melaksanakan
program keselamatan pasien secara berkesinambungan dan berkelanjutan.
Lampiran 1

DAFTAR NILAI KRITIS


PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO
DINAS KESEHATAN SITUBONDO
UPT UOBK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BESUKI
Jl. Olah Raga No.55 Telp./ Fax (0338) 891505, 891118
Kecamatan Besuki 68356 / email: rsud.besuki@gmail.com

1. LABORATORIUM
Nilai Kritis Pemeriksaan Laboratorium
N
O PEMERIKSAAN NILAI KRITIS NILAI NORMAL
Pria dewasa: 13-17
1 Hemoglobin < 7 g/dLatau> 20 g/dL
Wanita dewasa: 12-15
2 Leukosit < 2.000/uLatau> 30.000/uL 4.0 - 10.0
Pria dewasa: 40-54
3 Hematokrit (HCT) < 20% atau> 60%
Wanita dewasa: 37-47
< 40.000/uLatau>
Tr Dewasa: 150-400
1.000.000/uL
4 Trombosit (PLT)
atau< 10.000 pada
Tr Anak: 200-400
pemantauan DHF
5 Malaria Malaria (+) Negatif (-)
6 Bilirubin Total > 20 mg/dL 0,3 - 1,2 mg/dL
Bilirubin
0.60 - 11.10 mg/dL
7 Neonatus > 20 mg/dL
8 Glucosa < 45 atau> 500 mg/dL 60 - 180 mg/dL
9 Glucosaneonatus < 30 atau> 300 mg/dL 40 - 80 mg/dL
10 Creatinin > 5 mg/dLkecualiPasien HD 0.5 - 1.3
11 Natrium < 120 atau> 160 mEq/L 135 - 145
12 Kalium < 2,5 atau> 6,2 mEq/L 3.5 - 5.5
13 Chlorida < 80 atau> 115 mEq/L 97 - 111
14 Anti HIV (Elisa) Positif (+) Negatif (-)

2. RADIOLOGI
Area
Kondisi Kategori Kritis
Anatomi/
Red Category Condition*
Anatomical
Laporkan Secara Lengkap Dalam Waktu 1 Jam
Area
Dada Tension pneumothorax
Diseksi aorta
Emboli paru
Aneurisma pecah atau impending rupture
Emfisema mediastinum / pneumome diastinum
Udara bebas di abdomen (bila tanpa riwayat pembedahan dalam
waktu dekat)
Ischemic bowel
Appendicitis
Abdomen Emboli vena porta
Volvulus
Perlukaan organ dalam traumatic
Perdarahan retro peritoneal
Obstruksi usus
Kehamilan ektopik
Abruptio placentae
Urogenital Placental Previa menjelang aterm
Torsio testis atau ovarium
Kematian vetus
Dokter spesialis radiologi hanya perlu menganggap kondisi-kondisi tersebut sebagai
kritis apabila :
1. Terdapat kepastian bahwa pasien memiliki salah satu kondisi tersebut
2. Terdapat kemungkinan yang tinggi bahwa the ordering provider tidak mengetahui
kondisi tersebut saat meminta pemeriksaan.
3. TTV (Tanda-tanda Vital)

No. PEMERIKSAAN BAYI ANAK DEWASA LANSIA


120-130 80-90 70-80 60-70
1. Nadi
x/menit x/menit x/menit x/menit
110-125 130-150
70-90 /50 80-100 /60
2. Tekanan Darah /60-70 /80-90
mmHg mmHg
mmHg mmHg
30-40 20-30 16-20 14-16
3. Respiratori
x/menit x/menit x/menit x/menit

Suhu Tubuh / Temperatur :


Normal : 36,60C – 37,2 0C
Sub Febris : 37 0C – 38 0C
Febris : 38 0C – 40 0C
Hiperpireksia : 40 0C – 42 0C
Hipotermi : kurang dari 36 0C
Hipertermi : lebih dari 40 0C

Ditetapkan di : Besuki

Pada Tanggal : 10 September 2018

Menyetujui, Mengetahui,

Ka. Sie Pelayanan Medik dan Keperawatan Direktur RSUD Besuki

dr.Hj. Siswani, M.Kes drg. Sugiyono

NIP. 19701222 2002212 2 004 NIP. 19740202 200501 1 010


Lampiran 2
DAFTAR NAMA OBAT YANG PERLU KEWASPADAAN
Daftar Obat –Obat Yang Termasuk High Alert Di Instalasi Farmasi UOBK RSUD
BESUKIantara lain:
OBAT-OBAT High Alert, LASA dan Elektrolit Konsentrat

KATEGORI/ KELAS OBAT-


NAMA OBAT
No OBATAN
Epinefrin HCl inj 1 mg/ ml
1 Agonis adnergik IV 1 ml
Norepinefrin inj 1 mg/ ml 4
ml
Lidocain HCl 20 mg/ml 2
2 Antiaritmia IV ml
3 Agonis adnergik IV, Pehacain inj 2 ml
Antiaritmia IV Xylestesin inj 2% 1,7 ml
4 Dekstrosa hipertonik (> 20%) Glukosa inj 40% 25 ml
Kalium klorida inj 7,46%
5 Konsentrat KCl untuk injeksi 25 ml
Magnesium Sulfat inj 20%
6 Injeksi Magnesium Sulfat 25 ml
Magnesium Sulfat inj 40%
( MgSo4) 25 ml
7 Oksitosin IV Oksitosin inj 10 IU/ ml 1 ml
Natrium bikarbonat 8,4%
8 Elektrolit 25 ml
(Meylon)

DAFTAR OBAT LASA ( LOOK ALIKE SOUND ALIKE)


NO NAMA OBAT NAMA OBAT
1 AMLODIPIN TAB 5 MG AMLODIPIN TAB 10 MG
asam MEFENamat TAB 500 asam TRANEKSamat
2 MG TAB 500 MG
DIMenhidriNAT TAB 50
3 DIFenhidrAMIN INJ 10MG/ ML 1 MG
ISOSORBID DINITRAT
4 FUROSEMIDE TAB 40 MG (ISDN) TAB
GLUCOSA LAR.INF 10%
5 GLUCOSA LAR.INF 5% 500 ML 500 ML
KLINDAMICIN KAP 300
6 KLINDAMICIN KAP 150 MG MG
7 KAPTOPRIL TAB 12,5 MG KAPTOPRIL TAB 25 MG
MAGNESIUM SULFAT INJ 20% MAGNESIUM SULFAT
8 25 INJ 40% 25
metOCLOPRAMID HCl
9 metFORMIN TAB 500 MG TAB 10 MG
METILPREDNISOLON TAB 4 METILPREDNISOLON
10 MG TAB 16 MG
PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO
DINAS KESEHATAN SITUBONDO
UPT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BESUKI
Jl. Olah Raga No.55 Telp./ Fax (0338) 891505, 891118
Kecamatan Besuki 68356 / email: rsud.besuki@gmail.com
Fomat Formulir Assesment Pasien Resiko Jatuh

No RM :
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia / Tanggal Lahir :

Tanggal masuk ruang rawat : ................... Pukul : ............... Ruang


Rawat : ..........................

PEMANTAUAN RESIKO JATUH PASIEN DEWASA


BERDASARKAN PENILAIAN Skala Jatuh Morse / Morse Falls Scale (MFS)

Skoring 1 Skoring 2 Skoring 3


N
PENGKAJIAN SKALA Saat Tanggal Tanggal
O
masuk
1. Riwayat jatuh : Apakah pasien Tidak 0
pernah jatuh dalam 3 bulan Ya 25
terakhir ?
2. Diagnosa sekunder : Apakah Tidak 0
pasien memiliki lebih dari satu Ya 15
penyakit ?
3. Alat Bantu jalan : 0
- Bed rest / dibantu perawat
- Kruk / tongkat / walker 15
- Berpegangan pada benda- 30
benda di sekitar
4. Terapi Intravena : apakah saat Tidak 0
ini pasien terpasang infus ? Ya 20
5. Gaya berjalan / cara berpindah 0
:
- Normal / bed rest / immobile
(tidak dapat bergerak sendiri)
- Lemah (tidak bertenaga) 10
- Gangguan / tidak normal 20
(pincang / diseret)
6. Status Mental 0
- Pasien menyadari kondisi
dirinya
- Pasien mengalami 15
keterbatasan daya ingat
Total Nilai
Paraf dan nama petugas yang menilai
Keterangan :
Tingkatan
Nilai MFS Tindakan
Risiko
Tidak Berisiko 0 – 24 Perawatan dasar
Berisiko jatuh 25 – ≥50 Pelaksanaan intervensi pencegahan resiko
pasien jatuh
PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO
DINAS KESEHATAN SITUBONDO
UPT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BESUKI
Jl. Olah Raga No.55 Telp./ Fax (0338) 891505, 891118
Kecamatan Besuki 68356 / email: rsud.besuki@gmail.com
Fomat Formulir Assesment Pasien Resiko Jatuh

No RM :
Nama :
Jenis Kelamin :
Tanggal masuk ruang rawat : ................... Pukul : .............. Ruang
Usia / Tanggal Lahir :
Rawat : ....................

PEMANTAUAN RESIKO JATUH PASIEN ANAK (PEDIATRI)


BERDASARKAN PENILAIAN Skala Risiko Jatuh Humpty Dumpty

Sko
Parameter Kriteria Nilai
r
< 3 tahun 4
3 – 7 tahun 3
Usia
7 – 13 tahun 2
 13 tahun 1
Laki – laki 2
Jenis Kelamin
Perempuan 1
Diagnosis neurologi 4
Perubahan oksigenasi (diagnosis respiratorik,
dehidrasi, anemia, anoreksia, sinkop, pusing, dan 3
Diagnosis
sebagainya).
Gangguan perilaku / psikiatri 2
Diagnosis lainnya 1
Tidak menyadari keterbatasan dirinya 3
Gangguan
Lupa akan adanya keterbatasan 2
Kognitif
Orientasi baik terhadap diri sendiri 1
Riwayat jatuh / bayi dietakkan di tempat tidur
4
dewasa
Faktor Pasien menggunakan alat bantu / bayi diletakkan di
3
Lingkungan tempat tidur bayi / perabot rumah
Pasien diletakkan di tempat tidur 2
Area di luar rumah sakit 1
Dalam 24 jam 3
Pembedahan/
Dalam 48 jam 2
Sedasi/
Anestesi >48 jam atau tidak menjalani
1
pembedahan/sedasi/anestasi
Penggunakan multipel : sedatif, obat hipnosis,
barbiturat, fenotiazin, antidepresan, pencahar, 3
Penggunaan diuretik, narkose
medikamentosa
Penggunaan salah satu obat diatas 2
Penggunaan medikasi lainnya / tidak ada medikasi 1
Jumlah Skor Humpty Dumpty
Keterangan :
Skor asesmen risiko jatuh (skor minimum 7 dan skor maksimum 23).

Skor Risiko
7 – 11 Rendah
 12 Tinggi
PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO
DINAS KESEHATAN SITUBONDO
UPT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BESUKI
Jl. Olah Raga No.55 Telp./ Fax (0338) 891505, 891118
Kecamatan Besuki 68356 / email: rsud.besuki@gmail.com
Fomat Formulir Assesment Pasien Resiko Jatuh

No RM :
Nama :
Jenis Kelamin :
Tanggal Lahir :

Tanggal : ................... Pukul : ............... Poli : ..........................

PEMANTAUAN RESIKO JATUH PASIEN RAWAT JALAN

Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah Anda pernah terjatuh dalam 6 bulan terakhir?
2. Apakah Anda mempunyai kesulitan bangkit dari kursi?
3. Apakah Anda sedang memakai jenis obat-obatan berikut ini?
a. Obat penghilang nyeri
b. Obat darah tinggi
c. Obat jantung
d. Pengencer darah
e. Diuretik/buang air kecil

4. Apakah Anda merasa pusing ketika bangun dari tempat


tidur atau kursi?
5. Apakah Anda mempunyai gangguan penglihatan yang
belum diatasi?
6. Apakah Anda berusia lebih dari 65 tahun?

Jika didapatkan jawaban “Ya” dua atau lebih dari pertanyaan di atas, maka pasien
dinyatakan mempunyai risiko jatuh.
Lampiran 3
Susunan Anggota Tim Pokja Keselamatan Pasien

Penanggung jawab : Direktur RSUD Besuki


Pengarah : Ka. TU
Ka. Sie Pelayanan Medis dan Keperawatan
Ka.Sie Penunjang Medis dan Non Medis
Ketua : Elok Purnamawati, Amd.Kep
Sekretaris : Faizatul Hilmiah S.kep Ns.
Anggota : Wildatul Firdausiah Amd. Kep
Afifah Umi
Arik mega sandy Amd.Kep
Hustriani
Nurul Huda
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan R.I, Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah


Sakit, Dirjen Yanmed, Jakarta, 2001.
Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147/MENKES/PER/I/2010
Tentang Perizinan Rumah Sakit
Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2003
Kementerian Kesehatan R.I, Standar Akreditasi Rumah Sakit, Dirjen Bina Pelayanan
Medik, Jakarta, 2011.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS). Pedoman Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien (Ikp) (Patient Safety Incident Report) Jakarta 2015
http://f1reall.blogspot.com/2017/11/manajemen-risiko-2-severity-assessment.html
hukum/peraturan/2017/PERMENKES/permenkes-11-2017.pdf
http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/website_ikprs/content/pedoman_pelaporan.pdf
https://issuu.com/pramadhya/docs/buku_pedoman_keselamatan_pasien_rspp
https://www.persi.or.id/pedoman-ikprs/57-kanal/institut-keselamatan-pasien-rumah-sakit

Anda mungkin juga menyukai