uji klinik, walaupun dia tahu hal tersebut jarang yang memberikan hasil, biasanya hasilnya
adalah normal, atau ada gangguan kecil 4.
Fenomena ini dapat berupa spectrum yang ringan yang akan memperberat gangguan
somatisasi, pasien yang benar benar masuk kriteria biasanya telah hidup dengan didominasi
dengan pengalaman medik dan mungkin telah mengalami gangguan hubungan interpersonal.
Riwayat keluarga biasanya menunjukkan hal yang sama terutama pada wanita, dan riwayat anti
sosial pada pria4.
c. Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang
mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi
gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolisme
(hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan5.
Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang
tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang
terlibat adalah sebagai berikut:
-
Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simptom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis).
Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls yang
tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simptom fisik (gangguan konversi).
Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategi self-handicaping (hipokondriasis).
indikasi penyakit medis. peningkatan fungsi otonom mungkin tinggi pada beberapa pasien
dengan somatisasi. peningkatan otonom mungkin berhubungan dengan efek fisiologis dari
senyawa noradrenergik endogen seperti takikardi atau Hipermotilitas lambung. Semakin
tingginya peningkatan tersebut juga dapat menyebabkan ketegangan otot dan rasa sakit yang
terkait dengan hiperaktivitas otot, seperti yang terlihat dengan sakit kepala dan
keteganganotot.
e. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang
mendasari keluhannya5
Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau
ada yang menekan di dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan
aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat
dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang
lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan
kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana
seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun
tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan3.
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang
lebih lanjut . Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka
menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.
Terapi electroconvulsive tidak efektif untuk gangguan somatoform, tetapi berhasil dapat
mengobati
depresi
yang
terjadi
dalam
konteks
gangguan
somatoform4.
Sedasi akut intravena atau oral dengan benzodiazepin dapat digunakan. Hindari jangka
panjang benzodiazepin untuk gangguan somatoform.
strategi psikoterapi mungkin secara khusus membantu dalam mengurangi tekanan dan
penggunaan medis yang tinggi.
Intervensi psikososial diarahkan oleh dokter membentuk dasar untuk pengobatan
yang berhasil. Sebuah hubungan yang kuat antara pasien dan dokter perawatan primer dapat
membantu dalam pengelolaan jangka panjang.
Psikoedukasi dapat membantu dengan membiarkan pasien tahu bahwa gejala fisik
dapat diperburuk oleh kecemasan atau masalah emosional lainnya. Namun, berhati-hatilah
karena pasien cenderung untuk menolak saran bahwa kondisi mereka karena emosional
daripada
masalah
Intervensi
psikososial
untuk
gangguan
fisik.
somatoform
yang
spesifik,
yaitu4:
Gangguan somatisasi: Pasien mungkin menolak saran untuk psikoterapi individu atau
kelompok karena mereka melihat penyakit mereka sebagai masalah medis. Intervensi
psikososial yang fokus pada menjaga fungsi sosial dan pekerjaan meskipun gejala medis yang
kronis
dapat
membantu.
hasil mendukung efektivitas psikoterapi individu. Eksplorasi efek interpersonal sakit kronis
dapat
mengurangi
komplikasi
nyeri.
laboratorium. Gangguan
somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan
melibatkan sistem organ yang multipel (sebagai contoh, gastrointestinal dan neurologis).
Gangguan ini adalah kronis (dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai
sebelum usia 30 tahun dan disertai dengan penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan
fungsi sosial dan pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan7.
Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Rumusan psikososial tentang
penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe komunikasi sosial,
hasilnya
adalah
menghindari
kewajiban,
mengekspresikan
emosi,
atau
untuk
terhambat,
penyakit-penyakit
neurologik,
gastrointestinal,
genitourinaria,
kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang sulit ditandai dan lain sebagainya. Jarang
dalam setahun berlalu tanpa munculnya beberapa keluhan fisik yang mengawali kunjungan
ke dokter. Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering memanfaatkan
pelayanan medis. Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik atau
melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang diketahui. Keluhan
tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu sering kali menerima
perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat yang sama.
Etiologi
Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu belajar
untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan akan
perhatian dari keluarga dan orang lain.
Penyebab gangguan somatisasi belum diketahui dengan pasti tetapi banyak teori telah
diajukan untuk menjelaskan penyebab somatisasi yaitu4:
1. Neurologis
Pengaturan sistem saraf pusat yang abnormal untuk informasi sensorik yang masuk
menyebabkan gangguan pada proses atensional.
2. Psikodinamik
Somatisasi merupakan suatu mekanisme pertahanan.
3. Perilaku
Somatisasi merupakan suatu perilaku yang dipelajari sehingga pendorong-pendorong
lingkungan melestarikan perilaku sakit yang abnormal. Teori yang ada yaitu teori belajar,
terjadi karena individu belajar untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan
keinginan dan kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain.
4. Sosiokultural
Cara-cara benar menghadapi emosi dan perasaan-perasaan ditetapkan oleh budaya.
Teori-teori ini satu sama lain tidak eksklusif, dan kemungkinan somatisasi merupakan
suatu fenomena komplek dengan banyak faktor resiko yang memainkan penyebabnya. Pada
seorang pasien tertentu, tiga kesatuan atau kelompok faktor berikut dapat ditemukan:
a. Faktor predisposisi
Termasuk karakteristik biologi, perkembangan, kepribadian, dan sosiokultural pasien. Teori
bahwa somatisasi disebabkan oleh pengaturan sistem saraf pusat yang abnormal untuk
informasi sensorik yang masuk (inhibisi kortikufugal).
b. Faktor pencetus
Gambaran Klinis
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulangulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan
yang menjadi dasar keluhannya.
Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara
keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan
meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi
Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
atau:
Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau
efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau
alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau
pura-pura)
Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
2. Konsultasi psikiatrik
Kita harus merujuk pasien pada suatu pelayanan hubungan konsultasi atau
kepada seorang dokter ahli jiwa.konsultasi mengakibatkan intervensi psikiatrik
jangka pendek selain strategi-strategi penatalaksanaan yang dianjurkan oleh
dokter di perawatan primer.
Pasien dengan somatisasi kronik berat mungkin mendapatkan perbaikan
dengan program-program terapi rawat inap.9
3. Strategi penatalaksanaan
Prognosis
Sebagian besar pasien dengan gejala-gejala somatik fungsional sembuh tanpa intervensi
khusus. Faktor-faktor yang lebih prognostik antara lain awitan yang akut dan durasi gejala yang
singkat, usia muda, kelas sosioekonomi tinggi, tidak ada penyakit organik, dan tidak ada gangguan
kepribadian.
Prognosa jangka panjang untuk pasien gangguan somatisasi dubia ad malam, dan biasanya
diperlukan terapi sepanjang hidup. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman
pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri. Bila
somatisasi merupakan sebuah topeng atau gangguan psikiatrik lain, prognosanya tergantung pada
prognosis masalah primernya.
Etiologi
Etiologi hipokondriasis masih belum diketahui , tetapi pada kriteria diagnosis untuk
hipokondriasis, DSM-V-TR mengindikasikan bahwa gejala yang timbul menunjukkan
misinterpretasi pada gejala fisik yang dirasakan. Banyak data menunjukkan bahwa orang
dengan hipokondriasis memperkuat dan memperberat sensasi somatic yang mereka rasakan.
Pasien ini mempunyai batasan toleransi yang rendah terhadap ketidak nyamanan fisik.
Sebagai contoh, pada orang normal merasakan itu sebagai tekanan pada perut, pasien
hipokondriasis menganggap sebagai nyeri pada perut. Mereka memfokuskan diri pada sensasi
tubuh, salah menginterprestasi dan menjadi selalu teringat oleh sensasi tersebut karena
kesalahan skema kognitifnya8.
Teori yang lain mengemukakan bahwa hipokondriasis dapat suatu sifat yang
dipelajari yang dimulai masa kanak-kanak dimana pada anggota keluarganya sering terpapar
oleh suatu penyakit. Etiologi lain yang diajukan adalah bahwa hipokondriasis adalah bagian
dari gangguan depresi atau obsesif-kompulsif dengan fokus gejala pada keluhan fisik.
Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan
peranan sakit oleh seseorang untuk menghadapi masalah yang tampaknya berat dan tidak
dapat dipecahkan. Gangguan yang paling sering dihipotesiskan berhubungan dengan
hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan kecemasan. Hipokondriasis juga
dipandang sebagai pertahanan dan rasa bersalah, rasa keburukan yang melekat, suatu ekspresi
harga diri yang rendah dan tanda perhatian terhadap diri sendiri yang berlebihan8.
Epidemiologi
Suatu penelitian yang terbaru menyatakan bahwa prevalensi hipokondriasis dalam
enam bulan mencapai 4 sampai 6 persen dari keseluruhan populasi medis umum, namun
demikian angka presentase ini dapat mencapai 15 persen. Laki-laki dan wanita mempunyai
perbandingan yang sama untuk menderita hipokondriasis. Walaupun onset penyakit dapat
terjadi pada keseluruhan tingkatan umur, hipokondriasis paling sering terjadi pada umur 20
sampai 30 tahun8.
Gangguan hipokondrial primer lebih sering terjadi pada orang-orang golongan sosial
lebih rendah, orang muda, lansia dan bangsa Yahudi. Hipokondriasis juga didapatkan pada 3
persen mahasiswa kedokteran terutama pada dua tahun pertamanya, namun keadaan ini
hanyalah hipokondriasis yang bersifat sementara. Beberapa bukti menyatakan bahwa
diagnosis adalah lebih sering diantara kelompok kulit hitam dibandingkan kulit putih. Status
perkahwinan tampaknya tidak mempengaruhi diagnosis.
Patofisiology
Defisit neurokimia terkait dengan hypochondriasis somatoform dan beberapa
gangguan lainnya (misalnya, somatisasi, konversi, dan gangguan dismorfik tubuh) tampaknya
serupa dengan gangguan mood dan kecemasan.
Dalam sebuah penelitian terbaru tentang tanda-tanda biologis, subyektif yang bertemu
DSM-V-TR kriteria diagnostik untuk hypochondriasis mengalami penurunan plasma
neurotrophin 3 (NT-3) tingkat dan serotonin platelet (5-HT) tingkat, dibandingkan dengan
subyek kontrol sehat. NT-3 adalah penanda fungsi saraf dan trombosit 5-HT merupakan
penanda pengganti untuk aktivitas serotonergik8.
Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius
yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak
menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya
Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
DIAGNOSIS BANDING
Kelainan fisik pertama-tama harus segera disingkirkan yaitu kelainan dalam
bidang neurologik, endokrinologi dan penyakit sistemik lainnya. Diferensial diagnosis pada
psikiatri untuk hipokondriasis adalah gangguan somatoform lainnya, gangguan mood, cemas
dan gangguan psikotik.
Gangguan somatik ditandai dengan onset yang dini (<30 hari), dapat kambuh
mencakup keluhan fisik yang multiple. Pada kelainan somatisasi, yang terjadi adalah
preokupasi tentang beberapa gejala yang timbul, bukan tentang penyakit yang mendasarinya.
Gejala yang timbul haruslah memenuhi pola yang spesifik untuk dapat diklasifikasikan
sebagai gangguan somatisasi yaitu perasaan nyeri yang terjadi pada empat tempat yang
berbeda, 2 gejala gastrointestinal yang berbeda, 1 gejala seksual dan 1 gejala neurologi.
Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
Prognosis
10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut menjadi kronik dengan onset yang
berfluktuasi, 25 % prognosisnya buruk.
Etiologi
Banyak teori mengenai penyebab gangguan nyeri telah diusulkan, mereka tidak boleh
dianggap saling eksklusif. Teori meliputi 10:
Stres: Stres dapat menyebabkan disfungsi usus motilitas dan disfungsi mukosa
melalui corticotropin-releasing hormone, rilis asetilkolin, atau keduanya.
Teori psikodinamik: Sebuah konflik tak sadar, ingin, atau perlu diubah
menjadi suatu gejala somatik, sehingga melindungi individu dari kesadaran
itu.
Belajar Teori: Anak belajar dari teladan bagi perilaku penyakit dalam
keluarga. Anak belajar tentang keuntungan sekunder dari peran sakit
dimodelkan.
Keluarga teori sistem: Peran sakit si anak didorong karena berfungsi untuk
melanggengkan pola keluarga tertentu yang dinamis. Menurut model yang
dikembangkan oleh Minuchin, keluarga anak-anak somatizing menggunakan 4
pola berikut transaksional yang berbeda:
keterperangkapan
overprotection
kekakuan
Kurangnya resolusi konflik
Patofisiologi
Nyeri, seperti yang didefinisikan oleh Asosiasi Internasional untuk Studi Pain, adalah
sebuah " sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut." Nyeri
memiliki komponen sensorik neurofisiologis, yang menandakan bahwa kerusakan jaringan
terjadi dan komponen psikologis persepsi, yang mempengaruhi pengalaman subjektif dari
rasasakit10.
Epidemiologi
Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan keluhan nyeri
punggung. wanita lebih banyak mengalami keluhan dibandingkan pria.
Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala yang timbul
5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan motilitas
tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri.
Prognosis :
Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan,
cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).