Anda di halaman 1dari 29

a.

Definisi Gangguan Somatoform


Kata somatoform ini di ambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti tubuh. Dalam
gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik,
namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan penyebabnya. Gangguan
somatoform berbeda dengan malingering, atau kepura-puraan simtom yang bertujuan untuk
mendapatkan hasil yang jelas. Gangguan ini juga berbeda dengan gangguan factitious yaitu
suatu gangguan yang ditandai oleh pemalsuan simtom psikologis atau fisik yang disengaja
tanpa keuntungan yang jelas. Selain itu gangguan ini juga berbeda pula dengan sindrom
Muchausen yaitu suatu tipe gangguan factitious yang ditandai oleh kepura-puraan mengenai
simtom medis.
Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan,
ditandai dengan keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh
penyebab kerusakan fisik 3. Pada gangguan somatoform, orang memiliki simptom fisik yang
mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat
ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan
emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau
pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau
gangguan buatan.
b. Epidemiologi Gangguan Somatoform
Penyakit ini sering didapatkan , berkisar antara 2-20 dari 1000 penduduk. Lebih banyak
pada wanita. Pasien pada umumnya mempunyai riwayat keluhan fisik yang banyak. Biasanya
dimulai sebelum berumur 30 tahun. Sebelumnya pasien telah banyak mendapat diagnosis,
makan banyak obat, dan banyak menderita alegi. Pasien ini terus mencari penerangan medis
untuk gejala yang dideritanya dan bersedia untuk melakukan berbagai test medis, pembedahan,

uji klinik, walaupun dia tahu hal tersebut jarang yang memberikan hasil, biasanya hasilnya
adalah normal, atau ada gangguan kecil 4.
Fenomena ini dapat berupa spectrum yang ringan yang akan memperberat gangguan
somatisasi, pasien yang benar benar masuk kriteria biasanya telah hidup dengan didominasi
dengan pengalaman medik dan mungkin telah mengalami gangguan hubungan interpersonal.
Riwayat keluarga biasanya menunjukkan hal yang sama terutama pada wanita, dan riwayat anti
sosial pada pria4.

c. Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang
mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi
gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolisme
(hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan5.

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut3 :


Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan
somatisasi).
a. Faktor Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti peran sakit yang
dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
b. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:

Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang
tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).

Adanya perhatian untuk menampilkan peran sakit

Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik


tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan
keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang
dipersepsikan.
c. Faktor Emosi dan Kognitif

Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang
terlibat adalah sebagai berikut:
-

Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simptom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis).

Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls yang
tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simptom fisik (gangguan konversi).

Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategi self-handicaping (hipokondriasis).

Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik


tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan
keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang
dipersepsikan.

d. Patofisiologi Gangguan Somatoform


Patofisiologi dari gangguan somatoform masih belum diketahui. Primer gangguan
somatoform dapat dikaitkan dengan kesadaran dari sensasi tubuh yang normal. Kesadaran ini
dapat dihubungkan dengan bias kognitif untuk menafsirkan setiap gejala fisik sebagai

indikasi penyakit medis. peningkatan fungsi otonom mungkin tinggi pada beberapa pasien
dengan somatisasi. peningkatan otonom mungkin berhubungan dengan efek fisiologis dari
senyawa noradrenergik endogen seperti takikardi atau Hipermotilitas lambung. Semakin
tingginya peningkatan tersebut juga dapat menyebabkan ketegangan otot dan rasa sakit yang
terkait dengan hiperaktivitas otot, seperti yang terlihat dengan sakit kepala dan
keteganganotot.

e. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang
mendasari keluhannya5
Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau
ada yang menekan di dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan
aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat
dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang
lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan
kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana
seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun
tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan3.
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang

lebih lanjut . Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka
menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.

Gambaran keluhan gejala somatoform:


Neuropsikiatri:
a. Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik ;
b. Saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya
Kardiopulmonal:
c. Jantung saya terasa berdebar debar. Saya kira saya akan mati
Gastrointestinal:
d. Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter
yang dapat menyembuhkannya
Genitourinaria:
e. Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan
namun tidak di temukan apa-apa
Musculoskeletal
f. Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu
Sensoris:
g. Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan
membantu
Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi,
hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

f. Klasifikasi dan Diagnosis


Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi2 :
F.45.0 gangguan somatisasi
Ditandai dengan ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem
organ.
F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci
F.45.2 gangguan hipokondriasis
Ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan pasien bahwa
ia menderita penyakit tertentu.
F.45.3 disfungsi otonomik somatoform
F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap
F.45.5 gangguan somatoform lainnya
F.45.6 gangguan somayoform YTT
DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ
ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.
Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah
gangguan somatisasi dan hipokondriasis.

Penatalaksanaan Gangguan Somatoform

Terapi electroconvulsive tidak efektif untuk gangguan somatoform, tetapi berhasil dapat
mengobati

depresi

yang

terjadi

dalam

konteks

gangguan

somatoform4.

Sedasi akut intravena atau oral dengan benzodiazepin dapat digunakan. Hindari jangka
panjang benzodiazepin untuk gangguan somatoform.
strategi psikoterapi mungkin secara khusus membantu dalam mengurangi tekanan dan
penggunaan medis yang tinggi.
Intervensi psikososial diarahkan oleh dokter membentuk dasar untuk pengobatan
yang berhasil. Sebuah hubungan yang kuat antara pasien dan dokter perawatan primer dapat
membantu dalam pengelolaan jangka panjang.
Psikoedukasi dapat membantu dengan membiarkan pasien tahu bahwa gejala fisik
dapat diperburuk oleh kecemasan atau masalah emosional lainnya. Namun, berhati-hatilah
karena pasien cenderung untuk menolak saran bahwa kondisi mereka karena emosional
daripada

masalah

Intervensi

psikososial

untuk

gangguan

fisik.
somatoform

yang

spesifik,

yaitu4:

Gangguan somatisasi: Pasien mungkin menolak saran untuk psikoterapi individu atau
kelompok karena mereka melihat penyakit mereka sebagai masalah medis. Intervensi
psikososial yang fokus pada menjaga fungsi sosial dan pekerjaan meskipun gejala medis yang
kronis

dapat

membantu.

Hypochondriasis: Psikoterapi kelompok dapat memberikan dukungan sosial dan


mengurangi kecemasan. Terapi kognitif dapat membantu dengan fokus pada terdistorsi
penyakit terkait kognisi.
Gangguan nyeri menetap : Terapi Perilaku, termasuk biofeedback, dapat
membantu. Hypnosis juga dapat dipertimbangkan untuk sindrom nyeri kronis. Beberapa data

hasil mendukung efektivitas psikoterapi individu. Eksplorasi efek interpersonal sakit kronis
dapat

mengurangi

komplikasi

nyeri.

F. 45.0 Gangguan Somatisasi


Definisi
Zaman Mesir kuno gangguan ini dikenal dengan nama histeria, suatu keadaan yang
secara tidak tepat diperkirakan hanya mengenai wanita. Pada abad ke-17 Thomas Syndenham
menemukan bahwa faktor psikologis, yang dinamakannya penderitaan yang mendahului
(antecendent sorrow), adalah terlibat dalam patogenesis gejala. Tahun 1859, Paul Briquet,
seorang dokter Perancis, mengamati banyaknya gejala dan sistem organ yang terlibat dan
perjalanan penyakit yang biasanya kronis6.
Rasio antara pria dan wanita yaitu 1 berbanding 5. Beberapa penelitian telah
menemukan bahwa gangguan somatisasi sering kali bersama dengan gangguan mental
lainnya. Sifat kepribadian atau gangguan kepribadian yang sering kali menyertai adalah yang
ditandai oleh ciri penghindaran, paranoid, mengalahkan diri sendiri, dan obsesif-kompulsif.
Gangguan somatisasi ditandai oleh banyaknya gejala somatik yang tidak dapat
dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan

laboratorium. Gangguan

somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan
melibatkan sistem organ yang multipel (sebagai contoh, gastrointestinal dan neurologis).
Gangguan ini adalah kronis (dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai
sebelum usia 30 tahun dan disertai dengan penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan
fungsi sosial dan pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan7.
Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Rumusan psikososial tentang
penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe komunikasi sosial,

hasilnya

adalah

menghindari

kewajiban,

mengekspresikan

emosi,

atau

untuk

mensimbolisasikan suatu perasaan atau keyakinan. Interpretasi psikoanalitik yang ketat


tentang gejala terletak pada hipotesis bahwa gejala adalah substitusi untuk impuls instinktual
yang direpresi.
Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik yang
beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada usia
remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara menuntut
perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial atau
pekerjaan.
Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistim-sistim organ yang
berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem menstruasi/seksual,
orgasme

terhambat,

penyakit-penyakit

neurologik,

gastrointestinal,

genitourinaria,

kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang sulit ditandai dan lain sebagainya. Jarang
dalam setahun berlalu tanpa munculnya beberapa keluhan fisik yang mengawali kunjungan
ke dokter. Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering memanfaatkan
pelayanan medis. Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik atau
melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang diketahui. Keluhan
tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu sering kali menerima
perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat yang sama.

Etiologi
Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu belajar
untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan akan
perhatian dari keluarga dan orang lain.

Penyebab gangguan somatisasi belum diketahui dengan pasti tetapi banyak teori telah
diajukan untuk menjelaskan penyebab somatisasi yaitu4:
1. Neurologis
Pengaturan sistem saraf pusat yang abnormal untuk informasi sensorik yang masuk
menyebabkan gangguan pada proses atensional.
2. Psikodinamik
Somatisasi merupakan suatu mekanisme pertahanan.
3. Perilaku
Somatisasi merupakan suatu perilaku yang dipelajari sehingga pendorong-pendorong
lingkungan melestarikan perilaku sakit yang abnormal. Teori yang ada yaitu teori belajar,
terjadi karena individu belajar untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan
keinginan dan kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain.

4. Sosiokultural
Cara-cara benar menghadapi emosi dan perasaan-perasaan ditetapkan oleh budaya.
Teori-teori ini satu sama lain tidak eksklusif, dan kemungkinan somatisasi merupakan
suatu fenomena komplek dengan banyak faktor resiko yang memainkan penyebabnya. Pada
seorang pasien tertentu, tiga kesatuan atau kelompok faktor berikut dapat ditemukan:
a. Faktor predisposisi
Termasuk karakteristik biologi, perkembangan, kepribadian, dan sosiokultural pasien. Teori
bahwa somatisasi disebabkan oleh pengaturan sistem saraf pusat yang abnormal untuk
informasi sensorik yang masuk (inhibisi kortikufugal).
b. Faktor pencetus

Termasuk peristiwa-peristiwa kehidupan yang

menimbulkan stres (misal: penyakit) dan

konflik antar pribadi.


c. Faktor penunjang
Termasuk interaksi-interaksi antar pasien, keluarga dan dokter dan sistem sosial. Keuntungan
finansial dan bentuk-bentuk lain keuntungan sekunder memperkuat somatisasi, demikian pula
faktor-faktor iantrogenik seperti pengujian yang tidak perlu, efek samping obat, dan
komplikasi pemeriksaan pemeriksaan invasif.
Epidemiologi
a. Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda
b. Rasio tertinggi usia 20- 30
c. Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (berisiko 1020 kali lebih besar dibanding yang tidak ada riwayat).

Gambaran Klinis
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulangulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan
yang menjadi dasar keluhannya.
Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara
keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan
meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi


Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut2:

Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat


dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun

Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.

Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan


dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.

atau:

Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun

Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,


4 gejala nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala,
perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama
hubungan seksual, atau selama miksi)
2 gejala gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung,
muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis
makanan)
1 gejala seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi
seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi
berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
1 gejala pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan
pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau
keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau
nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia;
atau hilangnya kesadaran selain pingsan).

Salah satu (1) atau (2):

Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau
efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau
alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau
pura-pura)

Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial


1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

3. Anti anxietas dan antidepressant

Berikut adalah penanganan pada gangguan somatisasi.


1. Farmakoterapi
Tidak ada percobaan klinis terapi obat yang adekuat untuk somatisasi primer.
Obat-obat yang yang efektif dalam situasi-situasi sebagai berikut :
a. Gejala-gejala spesifik yang sulit disembuhkan seperti nyeri kepala, mialgia,
dan bentuk-bentuk penyakit kronik lainnya dapat hilang dengan antidepresan
trisiklik. Demikian pula pasien-pasien cemas dengan terapi aprazolam,
benzodiazepin, atau beta-bloker. Walaupun pasien-pasien tersebut tidak
memnuhi kriteria gangguan panik atau kecemasan.
b. Obat-obat simtomatik murni (misal: analgetik, antasida)

2. Konsultasi psikiatrik
Kita harus merujuk pasien pada suatu pelayanan hubungan konsultasi atau
kepada seorang dokter ahli jiwa.konsultasi mengakibatkan intervensi psikiatrik
jangka pendek selain strategi-strategi penatalaksanaan yang dianjurkan oleh
dokter di perawatan primer.
Pasien dengan somatisasi kronik berat mungkin mendapatkan perbaikan
dengan program-program terapi rawat inap.9
3. Strategi penatalaksanaan

Terapi perilaku kognitif (CBT, cognitive behavior therapy) akan bermanfaat


jika diadaptasi untuk keluhan somatisasi utama. Pasien mungkin perlu dibantu
untuk mengenali dan mengatasi stresor sosial yang dialami.5
Terapi kognitif-behavioral, untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis
pada pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebih langsung dengan
si penderita gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam
menangani stress atau kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Terapi
kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai
penampilan fisiknya dengan cara menyemangati mereka untuk mengevaluasi
keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.

Prognosis
Sebagian besar pasien dengan gejala-gejala somatik fungsional sembuh tanpa intervensi
khusus. Faktor-faktor yang lebih prognostik antara lain awitan yang akut dan durasi gejala yang
singkat, usia muda, kelas sosioekonomi tinggi, tidak ada penyakit organik, dan tidak ada gangguan
kepribadian.
Prognosa jangka panjang untuk pasien gangguan somatisasi dubia ad malam, dan biasanya
diperlukan terapi sepanjang hidup. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman

pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri. Bila
somatisasi merupakan sebuah topeng atau gangguan psikiatrik lain, prognosanya tergantung pada
prognosis masalah primernya.

Gejala-gejala konversi mempunyai prognosis yang lebih baik. Gejala-gejala ini


mungkin dapat hilang secara spontan bila sudah tidak diperlukan lagi atau berespons baik
terhadap psikoterapi spesifik.

F.45.2 Gangguan Hipokondriasis


Definisi
Hipokondriasis merupakan salah satu dari enam gangguan somatoform yang
diketegorikan dalam DSM-IV-TR. Hipokondriasis dibedakan dari kelainan delusi somatik
lainnya oleh karena gangguan ini dihubungkan dengan pengalaman gejala fisik yang
dirasakan oleh penderitanya, dimana gangguan somatoform lainnya tidak menunjukkan
gejala fisik di dalam dirinya. Gejala yang timbul bisa saja merupakan pernyataan gejala fisik
yang dilebih-lebihkan, yang justru akan memperberat gejala fisik yang disebabkan oleh
keyakinan bahwa pasien tersebut sedang sakit dan keadaannya lebih buruk dari keadaan yang
sebenarnya.
Hipokondriasis dan gangguan somatoform yang lain merupakan gangguan psikiatri
paling sulit dan kompleks untuk diterapi secara medis. Gangguan somatoform sendiri adalah
suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik dimana tidak ditemukan penjelasan
medis yang adekuat.
Hipokondriasis dapat didefinisikan sebagai kekhawatiran berlebihan bahwa penderita
mengalami penyakit serius dan preokupasi morbid terhadap tubuh atau keadaan sehat, yang
tidak sebanding dengan penyakit medis sebenarnya, serta yang muncul hampir setiap saat.
Berbeda dengan gangguan somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap
penyakitnya yang seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada
gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat karena dikira dapat menambah
keparahan dari sakitnya.
Istilah hipokondriasis juga digunakan untuk menunjukkan tidak hanya gangguan
independen primer, tetapi juga kepribadian atau gejala pada sejumlah gangguan psikiatrik

misalnya depresi. Gejala-gejala hipokondriasi sebenarnya paling sering terlihat sebagai


gambaran gangguan depresif.
Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simptom fisik yang
dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti
kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada meskipun telah diyakinkan secara medis
bahwa ketakutan itu tidak berdasar. Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30
tahun, meski dapat terjadi di usia berapapun.
Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan simptom fisiknya.
Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan sistem
pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri. Berbeda dengan gangguan konversi
yang biasanya ditemukan sikap ketidakpedulian terhadap simptom yang muncul, orang
dengan hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada simptom dan
hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan.
Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam
sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri.
Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya
keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut kekhawatiran
akan kesehatan, lebih banyak simptom psikiatrik, dan mempersepsikan kesehatan yang lebih
buruk daripada orang lain. Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain, terutama
depresi mayor dan gangguan kecemasan.

Etiologi
Etiologi hipokondriasis masih belum diketahui , tetapi pada kriteria diagnosis untuk
hipokondriasis, DSM-V-TR mengindikasikan bahwa gejala yang timbul menunjukkan
misinterpretasi pada gejala fisik yang dirasakan. Banyak data menunjukkan bahwa orang

dengan hipokondriasis memperkuat dan memperberat sensasi somatic yang mereka rasakan.
Pasien ini mempunyai batasan toleransi yang rendah terhadap ketidak nyamanan fisik.
Sebagai contoh, pada orang normal merasakan itu sebagai tekanan pada perut, pasien
hipokondriasis menganggap sebagai nyeri pada perut. Mereka memfokuskan diri pada sensasi
tubuh, salah menginterprestasi dan menjadi selalu teringat oleh sensasi tersebut karena
kesalahan skema kognitifnya8.
Teori yang lain mengemukakan bahwa hipokondriasis dapat suatu sifat yang
dipelajari yang dimulai masa kanak-kanak dimana pada anggota keluarganya sering terpapar
oleh suatu penyakit. Etiologi lain yang diajukan adalah bahwa hipokondriasis adalah bagian
dari gangguan depresi atau obsesif-kompulsif dengan fokus gejala pada keluhan fisik.
Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan
peranan sakit oleh seseorang untuk menghadapi masalah yang tampaknya berat dan tidak
dapat dipecahkan. Gangguan yang paling sering dihipotesiskan berhubungan dengan
hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan kecemasan. Hipokondriasis juga
dipandang sebagai pertahanan dan rasa bersalah, rasa keburukan yang melekat, suatu ekspresi
harga diri yang rendah dan tanda perhatian terhadap diri sendiri yang berlebihan8.

Gambar 1 . factor penyebab Hipokondriasis

Epidemiologi
Suatu penelitian yang terbaru menyatakan bahwa prevalensi hipokondriasis dalam
enam bulan mencapai 4 sampai 6 persen dari keseluruhan populasi medis umum, namun
demikian angka presentase ini dapat mencapai 15 persen. Laki-laki dan wanita mempunyai
perbandingan yang sama untuk menderita hipokondriasis. Walaupun onset penyakit dapat
terjadi pada keseluruhan tingkatan umur, hipokondriasis paling sering terjadi pada umur 20
sampai 30 tahun8.

Gangguan hipokondrial primer lebih sering terjadi pada orang-orang golongan sosial
lebih rendah, orang muda, lansia dan bangsa Yahudi. Hipokondriasis juga didapatkan pada 3
persen mahasiswa kedokteran terutama pada dua tahun pertamanya, namun keadaan ini
hanyalah hipokondriasis yang bersifat sementara. Beberapa bukti menyatakan bahwa
diagnosis adalah lebih sering diantara kelompok kulit hitam dibandingkan kulit putih. Status
perkahwinan tampaknya tidak mempengaruhi diagnosis.

Patofisiology
Defisit neurokimia terkait dengan hypochondriasis somatoform dan beberapa
gangguan lainnya (misalnya, somatisasi, konversi, dan gangguan dismorfik tubuh) tampaknya
serupa dengan gangguan mood dan kecemasan.
Dalam sebuah penelitian terbaru tentang tanda-tanda biologis, subyektif yang bertemu
DSM-V-TR kriteria diagnostik untuk hypochondriasis mengalami penurunan plasma
neurotrophin 3 (NT-3) tingkat dan serotonin platelet (5-HT) tingkat, dibandingkan dengan
subyek kontrol sehat. NT-3 adalah penanda fungsi saraf dan trombosit 5-HT merupakan
penanda pengganti untuk aktivitas serotonergik8.

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis


Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada2:

Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius
yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak
menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang

menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak


sampai waham)

Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya

Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis2:

Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia menderita


suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap
gejala-gejala tubuh.

Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat.


Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang
penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).

Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau


gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Lama gangguan
sekurangnya 6 bulan.

Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

Tabel 1. Kriteria diagnosis Gangguan Hipokondriasis

DIAGNOSIS BANDING
Kelainan fisik pertama-tama harus segera disingkirkan yaitu kelainan dalam
bidang neurologik, endokrinologi dan penyakit sistemik lainnya. Diferensial diagnosis pada
psikiatri untuk hipokondriasis adalah gangguan somatoform lainnya, gangguan mood, cemas
dan gangguan psikotik.
Gangguan somatik ditandai dengan onset yang dini (<30 hari), dapat kambuh
mencakup keluhan fisik yang multiple. Pada kelainan somatisasi, yang terjadi adalah
preokupasi tentang beberapa gejala yang timbul, bukan tentang penyakit yang mendasarinya.
Gejala yang timbul haruslah memenuhi pola yang spesifik untuk dapat diklasifikasikan
sebagai gangguan somatisasi yaitu perasaan nyeri yang terjadi pada empat tempat yang
berbeda, 2 gejala gastrointestinal yang berbeda, 1 gejala seksual dan 1 gejala neurologi.

Gangguan somatisasi dibedakan dengan penyakit sistemik dari banyaknya


keluhan pada beberapa organ tanpa adanya keterkaitan dan hubungan dengan kelainan
somatic yang ada. Onset gangguan somatisasi lebih dini dari hipokondriasis (<15 hari pada
50% kasus). Wanita lebih sering terkena, rasio wanita : laki-laki; 10:1. Perbedaan yang lain
juga adalah pada gangguan somatisasi, pasien lebih terfokus pada gejala dibandingkan
dengan penyakit yang mendasari.

Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial


1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Therapi kognitif-behaviour

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik


1. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
2. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriasis dengan antideprresan golongan
SSRI

Prognosis
10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut menjadi kronik dengan onset yang
berfluktuasi, 25 % prognosisnya buruk.

F.45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform


Kriteria diagnostik yang diperlukan2 :
d. Ada gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas, yang
sifatnya menetap dan mengganggu
e. Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak khas)
f. Preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius
yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan maupun penjelasan
dari dokter
g. Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari
sistem/organ yang dimaksud
h. Kriteria ke 5, ditambahkan :
F.45.30 = Jantung dan Sistem Kardiovaskular
F.45.31 = Saluran Pencernaan Bagian Atas
F.45.32 = Saluran Pencernaan Bagian Bawah
F.45.33 = Sistem Pernapasan
F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria

F.45.38 = Sistem atau Organ Lainnya

F. 45.4 . Gangguan Nyeri Yang Menetap


Definisi
Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan
faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis. Pasien sering
wanita yang merasa mengalami nyeri yang penyebabnya tidak dapat ditemukan. Munculnya
secara tiba-tiba, biasanya setelah suatu stres dan dapat hilang dalam beberapa hari atau
berlangsung bertahun-tahun. Biasanya disertai penyakit organik yang walaupun demikian
tidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya 9.
Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa nyeri
yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran sensoris
dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang dirasakan
menjadi lebih sakit atau lebih berkurang. Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah
bertindak sebaliknya.

Etiologi
Banyak teori mengenai penyebab gangguan nyeri telah diusulkan, mereka tidak boleh
dianggap saling eksklusif. Teori meliputi 10:

Faktor biologis: Studi Adopsi telah menemukan gangguan somatisasi


menjadi 5-10 kali lebih sering terjadi pada tingkat pertama kerabat probands
dengan somatisasi dibandingkan pada populasi.

Stres: Stres dapat menyebabkan disfungsi usus motilitas dan disfungsi mukosa
melalui corticotropin-releasing hormone, rilis asetilkolin, atau keduanya.

Teori psikodinamik: Sebuah konflik tak sadar, ingin, atau perlu diubah
menjadi suatu gejala somatik, sehingga melindungi individu dari kesadaran
itu.

Trauma dan penyalahgunaan: Sebuah hubungan antara kekerasan fisik,


pelecehan psikologis, atau keduanya dan somatisasi telah didokumentasikan
dengan baik.

Belajar Teori: Anak belajar dari teladan bagi perilaku penyakit dalam
keluarga. Anak belajar tentang keuntungan sekunder dari peran sakit
dimodelkan.

Emosi dan komunikasi: kosakata terbatas dan pemikiran beton dapat


menyebabkan seorang anak untuk mengekspresikan kesusahan dalam hal
gejala fisik.

Pengaruh lingkungan dan sosial: Dalam keluarga dan budaya di mana


masalah-masalah psikologis stigma, individu dapat berkomunikasi
marabahaya melalui gejala somatik.

Keluarga teori sistem: Peran sakit si anak didorong karena berfungsi untuk
melanggengkan pola keluarga tertentu yang dinamis. Menurut model yang
dikembangkan oleh Minuchin, keluarga anak-anak somatizing menggunakan 4
pola berikut transaksional yang berbeda:
keterperangkapan

overprotection
kekakuan
Kurangnya resolusi konflik

Patofisiologi
Nyeri, seperti yang didefinisikan oleh Asosiasi Internasional untuk Studi Pain, adalah
sebuah " sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut." Nyeri
memiliki komponen sensorik neurofisiologis, yang menandakan bahwa kerusakan jaringan
terjadi dan komponen psikologis persepsi, yang mempengaruhi pengalaman subjektif dari
rasasakit10.

Epidemiologi
Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan keluhan nyeri
punggung. wanita lebih banyak mengalami keluhan dibandingkan pria.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri 2

Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis


Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,


eksaserbasi atau bertahannya nyeri.

Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).

Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala yang timbul
5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan motilitas
tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri.

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial


1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi kognitifbehavioural

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik


1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur)


4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID

Prognosis :
Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan,
cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).

Anda mungkin juga menyukai