Anda di halaman 1dari 36

K E L O M P O K 2

GANGGUAN SOMATIK,
GANGGUAN DEPRESIF
DAN BIPOLAR, SERTA
BUNUH DIRI
ANGGOTA KELOMPOK
PRIMA AFIFAH (F100210039)
ILHAM RAFI ADHI S (F100210080)
NISA FITRIA (F100210111)
NUR RAHMAH (F100210114)
DANIS ASMORO (F100210171)
GHAISANI RATNA AGUSTINE (F100210184)
RIZKY FAJAR FAUZI (F100210287)
AYU DWI LESTARI PUTRI (F100210337)
WAHYU KURNIAWATI (F100210355)
GANGGUAN SOMATIK
PENGERTIAN
Gangguan somatoform atau yang dikenal
dengan gejala somatik merupakan kondisi
mental yang berkaitan dengan kecemasan
ekstrem dan gejala pada tubuh secara terus
menerus. Menurut kriteria DSM-5 , seseorang
dengan gangguan gejala somatik mungkin
memiliki atau tidak memiliki kondisi medis yang
menyebabkan gejala yang dialami. Namun,
reaksi terhadap gejala-gejala tersebut
cenderung tidak wajar dan memakan banyak
waktu dan energi untuk memikirkan,
mengkhawatirkan, dan memantau
kesehatannya.
KRITERIA DIAGNOSTIK

F45.0 Gangguan Somatisasi


F45.1 Gangguan Somatoform Tak Terinci
1. Memiliki keluhan fisik yang bermacam-macam
dan tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya 1. Keluhan fisik bersifat multipel,
kelianan fisik, yang sudah berlangsung bervariasi, dan menetap, akan tetapi
sedikitnya. gambaran klinis yang khas dan lengkap
2. Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari gangguan somatisasi tidak
dari dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang terpenuhi.
dapat menjelaskan keluhan-keluhannya, 2. Kemungkinan ada atau tidak faktor
terdapat disabilitas dalam dalam fungsinya di penyebab psikologis belum jelas, akan
masyarakat dan di keluarga, yang berkaitan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik
dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari keluhan-keluhannya.
dari perilakunya.
KRITERIA DIAGNOSTIK

F45.2 Gangguan Hipokondrik

1. Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius
yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang
tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi
yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan
fisiknya (tidak sampai waham)
2. Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-
keluhannya.
KRITERIA DIAGNOSTIK

F45.3 Disfungsi Otonomik Somatoform

1. Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka


panas/”flushing”, yang menetap dan mengganggu
2. Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak khas)
3. Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya gangguan
yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang tidak
dipengaruhi oleh hasil pemeriksaan-pemeriksaan berulang, maupun penjelasan-
penjelasan dari para dokter
4. Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur atau fungsi dari sistem
atau organ yang dimaksud.
KRITERIA DIAGNOSTIK

F45.4 Gangguan Nyeri Somatoform Menetap


1. Keluhan utama adalah nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan
fisik.
2. Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem
psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi
terjadinya gangguan tersebut.
3. Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal
maupun medis, untuk yang bersangkutan.
KRITERIA DIAGNOSTIK

F45.8 Gangguan Somatoform Lainnya

1. Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak melalui sistem saraf otonom, dan terbatas secara
spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu.
2. Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan.
3. Gangguan-gangguan berikut juga dimasukkan dalam kelompok ini:
"Globus hystericus" (perasaan ada benjolan di kerongkongan yang menyebabkan disfagia)
dan bentuk disfagia lainnya
tortikolis psikogenik, dan gangguan gerakan spasmodik lainnya (kecuali sindrom Tourette);
pruritus psikogenik;
dismenore psikogenik;
"Teeth grinding".
DASAR KONSEPTUAL

Orang dengan gangguan somatoform atau gejala


somatik mengalami gejala fisik seperti pusing, nyeri,
dan ketidaknyamanan pencernaan dan kecemasan
atau tekanan ekstrem terhadap gejala tersebut.
Tidak ada penyebab pasti atau universal yang
disepakati untuk gejala somatik dan gangguan
terkait. Hanya saja, faktor genetik, lingkungan, stres,
trauma, dan riwayat penyakit parah dapat
meningkatkan resikonya.
Dalam DSM 5, Kategori gejala somatik dan
gangguan terkait meliputi Illness Anxiety Disorder
(IAD), Somatic Symptom Disorder (SSD), gangguan
konversi, dan gangguan buatan, serta faktor
psikologis yang mempengaruhi kondisi lainnya.
Illness Anxiety Disorder (IAD): Gangguan
kecemasan yang melibatkan kekhawatiran yang
terus-menerus tentang memiliki atau tertular
penyakit serius.
Somatic Symptom Disorder (SSD): berfokus pada
gejala fisik yang mengakibatkan tekanan emosional
yang besar.
Gangguan konversi: masalah fisik atau neurologis
serius yang tidak memiliki penjelasan biologis.
Gangguan buatan: seseorang berpura-pura/
melebihkan gejala fisik atau melukai diri sendiri
PARADIGMA TEORETIK

Gangguan somatik terdiri dari gangguan somatisasi, gangguan somatoform


tak terinci, gangguan konversi, gangguan pegal, hipokondriasis, gangguan
dismorfik tubuh, dan gangguan somatoform yang tidak tergolongkan. Para
penderita gangguan somatisasi biasanya lebih sensitif terhadap sensasi fisik,
sehingga ia akan memberikan perhatian yang berlebihan pada sensasi
tersebut dan menganggapnya sebagai sesuatu yang membahayakan.
Menurut Breuer dan Freud, gangguan konversi pada somatik dapat terjadi
dikarenakan kejadian yang dialami oleh seseorang yang di mana kejadian
tersebut dapat menimbulkan ketegangan emosi yang besar. Gangguan ini
menurut hipotesis Freud berakar pada Electro Complex pada masa awal yang
tidak terselesaikan. Pada periode hidup selanjutnya, ketika seseorang
mengalami suatu kejadian yang dapat meningkatkan impuls-impuls yang ada
di dalam dirinya, maka hal tersebut dapat menimbulkan kecemasan yang
kemudian diubah dan dikonversi menjadi simtom-simtom fisik.
GANGGUAN DEPRESIF
PENGERTIAN

Beck (McDowell dan Newel, 1996) mendefinisikan depresi


sebagai keadaan abnormal organisme yang
dimanifestasikan dengan tanda simtom-simtom seperti:
menurunnya mood subjektif, rasa pesimis dan sikap
nihilistic, kehilangan kespontanan dan gejala vegetatif
(seperti kehilangan berat badan dan gangguan tidur).
Depresi juga merupakan kompleks gangguan yang meliputi
gangguan afeksi, kognisi, motivasi dan komponen perilaku.
GEJALA DEPRESIF
MENURUT PPDGJ III
GEJALA UTAMA :
Afek depresif
Kehilangan minat dan kegembiraan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.

Gejala Depresi Lainnya :


a. Konsentrasi dan perhatiannya berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depat yang suram dan pesimistis
e.Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
KRITERIA DIAGNOSTIK
MENURUT DSM-5
a. Ledakan amarah yang parah dan berulang-ulang
secara verbal dan perilaku
b. Perasaan mudah tersinggung
c. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat
atau kondisi neurologis lainnya
d. Kehilangan minat atau kesenangan.
e. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
f. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang
berlebihan
g. Keinginan bunuh diri
h. Berkurangnya kemampuan berpikir atau
berkonsentrsi
j. Kecemasan atau gelisah
JENIS-JENIS
GANGGUAN DEPRESI
Beberapa jenis depresi meliputi :
Gangguan depresi mayor (depresi berat), gangguan depresi persisten (distimia),
gangguan disforik pramenstruasi, gangguan depresi akibat zat/obat, gangguan
depresi akibat kondisi medis lain, gangguan depresi spesifik lainnya, dan
gangguan depresi tidak spesifik

INTERVENSI
Intervensi untuk gangguan depresi dapat
mencakup psikoterapi, terapi kognitif
perilaku (CBT), terapi obat, dan
pendekatan lainnya
KONSEPTUAL DASAR

Depresi dapat berdampak luas pada kehidupan


seseorang, termasuk keluarga, hubungan pribadi,
pekerjaan, kehidupan sosial, tidur, kebiasaan
makan, dan kesehatan umum. seseorang dengan
depresi sering bangun sangat awal dan tidak bisa
kembali tidur. Insomnia mempengaruhi sekitar
80% dari kasus depresi, sementara hipersomnia
atau tidur berlebihan juga dapat terjadi.
Menurut Lubis (2009: 94), gangguan depresi disebabkan
oleh cara berpikir seseorang terhadap dirinya sendiri.
PARADIGMA Penderita depresi cenderung menyalahkan diri sendiri
karena adanya distorsi kognitif terhadap diri, dunia, dan
TEORITIK masa depannya. Dalam mengevaluasi diri dan
menginterpretasi hal-hal yang terjadi, mereka cenderung
mengambil kesimpulan yang tidak cukup dan
berpandangan negatif. Gejala depresi meliputi kesedihan,
kesendirian, menurunnya konsep diri, harga diri rendah,
kesulitan dalam mengambil keputusan, serta gangguan
tidur dan nafsu makan.
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-
GANGGUAN kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat

BIPOLAR aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri


dari peningkatan efek disertai penambahan energi dan
aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain
PENGERTIAN berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan
aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada
penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik
biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2
minggu sampai 4 – 5 bulan, episode depresi cenderung
berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun
jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut.
Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa
hidup yang penuh stres atau trauma mental lain
KRITERIA DIAGNOSTIK
F31.0 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR, EPISODE KINI HIPOMANIK

EPISODE YANG SEKARANG HARUS MEMENUHI KRITERIA UNTUK HIPOMANIA (F30.0);


DAN
HARUS ADA SEKURANG-KURANGNYA SATU EPISODE AFEKTIF LAIN (HIPOMANIK, MANIK,
DEPRESIF, ATAU CAMPURAN) DI MASA LAMPAU

F31.1 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR, EPISODE KINI MANIK TANPA GEJALA


PSIKOTIK

EPISODE YANG SEKARANG HARUS MEMENUHI KRITERIA UNTUK MANIA TANPA GEJALA
PSIKOTIK (F30.1); DAN
HARUS ADA SEKURANG-KURANGNYA SATU EPISODE AFEKTIF LAIN (HIPOMANIK, MANIK,
DEPRESIF, ATAU CAMPURAN) DI MASA LAMPAU
KRITERIA DIAGNOSTIK
F31.2 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR, EPISODE KINI MANIK DENGAN GEJALA
PSIKOTIK

EPISODE YANG SEKARANG HARUS MEMENUHI KRITERIA UNTUK MANIA DENGAN GEJALA
PSIKOTIK (F30.2); DAN
HARUS ADA SEKURANG-KURANGNYA SATU EPISODE AFEKTIF LAIN (HIPOMANIK, MANIK,
DEPRESIF, ATAU CAMPURAN) DI MASA LAMPAU

F31.3 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR, EPISODE KINI DEPRESIF RINGAN ATAU


SEDANG

EPISODE YANG SEKARANG HARUS MEMENUHI KRITERIA UNTUK EPISODE DEPRESIF


RINGAN (F32.0) ATAUPUN SEDANG (F32.1); DAN
HARUS ADA SEKURANG-KURANGNYA SATU EPISODE AFEKTIF HIPOMANIK, MANIK, ATAU
CAMPURAN DI MASA LAMPAU
KRITERIA DIAGNOSTIK
F31.4 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR, EPISODE KINI DEPRESIF BERAT TANPA
GEJALA PSIKOTIK

EPISODE YANG SEKARANG HARUS MEMENUHI KRITERIA UNTUK EPISODE DEPRESIF BERAT
TANPA GEJALA PSIKOTIK (F32.2); DAN
HARUS ADA SEKURANG-KURANGNYA SATU EPISODE AFEKTIF HIPOMANIK, MANIK, ATAU
CAMPURAN DI MASA LAMPAU

F31.5 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR, EPISODE KINI DEPRESIF BERAT DENGAN


GEJALA PSIKOTIK

EPISODE YANG SEKARANG HARUS MEMENUHI KRITERIA UNTUK EPISODE DEPRESIF BERAT
DENGAN GEJALA PSIKOTIK (F32.3); DAN
HARUS ADA SEKURANG-KURANGNYA SATU EPISODE AFEKTIF HIPOMANIK, MANIK, ATAU
CAMPURAN DI MASA LAMPAU
KRITERIA DIAGNOSTIK
F31.6 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR, EPISODE KINI CAMPURAN

EPISODE YANG SEKARANG MENUNJUKKAN GEJALA-GEJALA MANIK, HIPOMANIK, DAN DEPRESIF


YANG TERCAMPUR ATAU BERGANTIAN DENGAN CEPAT (GEJALA MANIA/HIPOMANIA DAN
DEPRESI SAMA-SAMA MENCOLOK SELAMA MASA TERBESAR DARI EPISODE PENYAKIT YANG
SEKARANG, DAN TELAH BERLANGSUNG SEKURANG-KURANGNYA 2 MINGGU); DAN
HARUS ADA SEKURANG-KURANGNYA SATU EPISODE AFEKTIF HIPOMANIK, MANIK, ATAU
CAMPURAN DI MASA LAMPAU

F31.7 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR, KINI DALAM REMISI

SEKARANG TIDAK MENDERITA GANGGUAN AFEKTIF YANG NYATA SELAMA BEBERAPA BULAN
TERAKHIR INI, TETAPI PERNAH MENGALAMI SEKURANG-KURANGNYA SATU EPISODE AFEKTIF
HIPOMANIK, MANIK, ATAU CAMPURAN DI MASA LAMPAU DAN DITAMBAH SEKURANG-
KURANGNYA SATU EPISODE AFEKTIF LAIN (HIPOMANIK, MANIK, DEPRESIF, ATAU
CAMPURAN)
DASAR KONSEPTUAL GANGGUAN BIPOLAR

ADA TIGA JENIS UTAMA GANGGUAN BIPOLAR DAN GANGGUAN TERKAIT YANG
DISEBUT BIPOLAR I, BIPOLAR II, DAN CYCLOTHYMIA

GANGGUAN BIPOLAR I : GANGGUAN BIPOLAR YANG PALING PARAH. INDIVIDU DENGAN


GANGGUAN BIPOLAR 1 PERNAH MENGALAMI SETIDAKNYA SATU EPISODE MANIK DAN
SERING KALI MENGALAMI EPISODE HIPOMANIK DAN DEPRESI TAMBAHAN. SATU EPISODE
MANIK DALAM PERJALANAN HIDUP SESEORANG DAPAT MENGUBAH DIAGNOSIS SESEORANG
DARI DEPRESI MENJADI GANGGUAN BIPOLAR. EPISODE MANIK BERLANGSUNG SETIDAKNYA
SATU MINGGU DAN MUNCUL HAMPIR SEPANJANG HARI, HAMPIR SETIAP HARI. PENYAKIT INI
BISA SANGAT PARAH SEHINGGA ORANG TERSEBUT MEMERLUKAN RAWAT INAP. EPISODE
DEPRESI BIASANYA BERLANGSUNG SETIDAKNYA DUA MINGGU. EPISODE DEPRESI DENGAN
CIRI-CIRI CAMPURAN (MEMILIKI GEJALA DEPRESI DAN GEJALA MANIK PADA SAAT YANG
SAMA) JUGA MUNGKIN TERJADI.
DASAR KONSEPTUAL GANGGUAN BIPOLAR

GANGGUAN BIPOLAR II : DIDEFINISIKAN OLEH POLA EPISODE DEPRESI DAN EPISODE HIPOMANIK,
NAMUN INDIVIDU BELUM PERNAH MENGALAMI EPISODE MANIK MENYELURUH YANG KHAS DARI
GANGGUAN BIPOLAR I. INDIVIDU DENGAN GANGGUAN BIPOLAR II SERING KALI MEMILIKI
PRODUKTIVITAS LEBIH TINGGI KETIKA MEREKA MENGALAMI HIPOMANIK DAN MUNGKIN
MENUNJUKKAN PENINGKATAN IRITABILITAS.

SIKLOTIMIA : DIDEFINISIKAN OLEH PERIODE GEJALA HIPOMANIK DAN GEJALA DEPRESI YANG
BERLANGSUNG SETIDAKNYA SELAMA DUA TAHUN (1 TAHUN PADA ANAK-ANAK DAN REMAJA).
NAMUN, GEJALANYA TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN DIAGNOSTIK UNTUK EPISODE HIPOMANIK
ATAU EPISODE DEPRESI. INDIVIDU DENGAN SIKLOTIMIA TIDAK MENGALAMI TINGKAT KEPARAHAN
ATAU GANGGUAN FUNGSI YANG SAMA SEPERTI YANG TERLIHAT PADA INDIVIDU DENGAN
GANGGUAN BIPOLAR. INDIVIDU DENGAN CYCLOTHYMIA SERING KALI MAMPU MEMPERTAHANKAN
PEKERJAAN, HUBUNGAN PRIBADI, DLL.
PARADIGMA TEORITIK GANGGUAN BIPOLAR

FAKTOR GENETIK: BEBERAPA PENELITIAN MENDUKUNG KETERLIBATAN FAKTOR GENETIK DALAM


PERKEMBANGAN GANGGUAN BIPOLAR. JIKA ADA RIWAYAT KELUARGA DENGAN GANGGUAN INI,
RESIKO SESEORANG MENGALAMI BIPOLAR MUNGKIN LEBIH TINGGI.

FAKTOR BIOLOGIS: KETIDAKSEIMBANGAN NEUROTRANSMITTER, SEPERTI SEROTONIN DAN


NOREPINEFRIN, DAPAT MEMAINKAN PERAN DALAM GANGGUAN BIPOLAR. SELAIN ITU, PERUBAHAN
STRUKTUR OTAK DAN AKTIVITASNYA JUGA DIKAITKAN DENGAN GANGGUAN INI.

FAKTOR PSIKOLOGIS: STRESS DAN TRAUMA EMOSIONAL DAPAT MENJADI PEMICU EPISODE BIPOLAR.
SELAIN ITU, GANGGUAN KOGNITIF SEPERTI POLA PIKIR NEGATIF ATAU DISTORSI KOGNITIF JUGA
DAPAT BERKONTRIBUSI PADA PERKEMBANGAN GANGGUAN BIPOLAR.

FAKTOR LINGKUNGAN: LINGKUNGAN SEKITAR, SEPERTI KEHIDUPAN KELUARGA, PEKERJAAN, DAN


HUBUNGAN SOSIAL, DAPAT MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN GANGGUAN BIPOLAR. STRES
LINGKUNGAN DAPAT MEMICU EPISODE MANIA ATAU DEPRESI.
BUNUH DIRI
PENGERTIAN
Bunuh diri merupakan tindakan
disengaja yang dapat menyebabkan
kematian pada diri seseorang.
Bunuh diri sering kali dilakukan
sebagai usaha untuk mengatasi
kesulitan pribadi, seperti rasa
kesepian, dendam, takut, atau
kesakitan fisik. Terdapat berbagai
motif dalam tindakan bunuh diri,
seperti penolakan akan kasih
terhadap diri sendiri, pengingkaran
ORDER NOW
naluri alamiah untuk hidup, pelarian
dari kewajiban keadilan dan kasih.
KRITERIA DIAGNOSTIK
Dalam DSM V
A. Dalam 24 bulan terakhir, individu tersebut telah melakukan
percobaan bunuh diri.
Catatan: Percobaan bunuh diri adalah serangkaian perilaku yang
diprakarsai sendiri oleh individu yang, pada saat inisiasi, berharap
bahwa serangkaian tindakan tersebut akan menyebabkan
kematiannya sendiri. "Waktu inisiasi" adalah waktu ketika perilaku
terjadi yang melibatkan penerapan metode ini).
B. Tindakan tersebut tidak memenuhi kriteria untuk melukai diri
sendiri yang bukan bunuh diri-yaitu, tidak melibatkan melukai diri
sendiri yang diarahkan ke permukaan tubuh yang dilakukan untuk
mendorong kelegaan dari perasaan/kondisi kognitif yang negatif atau
untuk mencapai kondisi suasana hati yang positif.
C. Diagnosis tidak diterapkan pada ide bunuh diri atau tindakan
persiapan.
D. Tindakan tersebut tidak dilakukan dalam keadaan mengigau
atau kebingungan.
E. Tindakan tersebut tidak dilakukan semata-mata untuk tujuan
politik atau agama.

Tentukan apakah:
Saat ini: Tidak lebih dari 12 bulan sejak percobaan terakhir.
Dalam remisi awal: 12-24 bulan sejak percobaan terakhir.
DASAR KONSEPTUAL BUNUH DIRI

Dasar konseptual bunuh diri merujuk pada


usaha seseorang untuk menyakiti dirinya
sendiri dengan tujuan untuk meniadakan
hidup mereka sendiri. Bunuh diri mungkin
terjadi karena berbagai alasan, seperti rasa
kesepian, dendam, takut, kesakitan fisik, dosa,
dan lainnya.
Psikoanalisis

PARADIGMA Dalam psikoanalisa, Freud berpendapat bahwasannya tujuan


dari kehidupan adalah kematian dari sinilah kemudian muncul
TEORITIK dorongan agresif yang tujuannya untuk mempertahankan ego
atau ke-akuan dengan cara menyalurkan insting kematian
yang sifatnya merusak ke objek luar dan mengubahnya
menjadi tindakan yang bisa diterima oleh lingkungan, hal ini
dimaksudkan untuk menyalurkan energi dari insting kematian,
namun kegagalan ego untuk menyalurkan insting kematian
keluar dirinya menyebabkan agresi berbalik kedalam dirinya
sendiri dan apabila cukup kuat orang tersebut akan bunuh diri
Kognitif

Menganggap bahwa depresi disebabkan oleh cara berpikir


PARADIGMA yang salah terhadap dirinya, sehingga ia cenderung
menyalahkan dirinya sendiri ini disebabkan adanya distorsi
TEORITIK kognitif yang dialami terhadap diri, dunia dan masa depannya,
hal inilah yang kemudian menimbulkan model kognitif depresi
seperti
Dalam pandangan kognitif, selain adanya kesalahan cara
berfikir juga menarik untuk mentelaah cara pengambilan
keputusan tindakan percobaan bunuh diri.
INTERVENSI
MENCEGAH BUNUH DIRI
Family-based care (home-based care) yang berbasis pada
rumah
Family-based care intervention dalam pencegahan perilaku
bunuh diri pada remaja memfokuskan upayanya pada
lingkungan rumah dan peran keluarga. Pentingnya peran
keluarga dan pengasuh remaja dalam mencegah upaya bunuh
diri, dengan anggota keluarga memiliki informasi krusial untuk
menilai risiko dan memberikan dukungan relasional yang
diperlukan oleh remaja. Psikoedukasi dalam bentuk workshop
menjadi alat untuk memberikan pemahaman dan keterampilan
kepada keluarga, dengan tujuan meningkatkan upaya preventif
dan kuratif terhadap tindakan bunuh diri yang mungkin
dilakukan oleh remaja.
INTERVENSI
MENCEGAH BUNUH DIRI
Mental health first aid (MHFA)
Mental Health First Aid (MHFA) merupakan intervensi
psikososial yang ditujukan untuk orang awam dalam
menghadapi masalah kesehatan jiwa. Dengan mengajarkan
orang awam untuk mengenali dan mengidentifikasi awal
masalah kesehatan jiwa, MHFA memiliki tujuan utama
memotivasi individu untuk mencari sumber daya atau
perawatan yang sesuai. Selain itu, MHFA bertujuan untuk
meningkatkan literasi kesehatan jiwa dan mengurangi stigma
terhadap individu dengan masalah kesehatan jiwa.Dengan
demikian, MHFA juga berpotensi mencegah perilaku yang dapat
mengarah pada risiko bunuh diri pada remaja.
INTERVENSI
MENCEGAH BUNUH DIRI
Interpersonal Psychotherapy (IPT)
Untuk mengatasi perilaku bunuh diri pada remaja, diperlukan
intervensi psikologis yang fokus pada peningkatan kemampuan
interpersonal, khususnya dengan orang tua. Salah satu
intervensi yang dapat digunakan adalah Interpersonal
Psychotherapy (IPT), yang berfokus pada aspek sosial dan
interpersonal untuk memahami perkembangan gejala
gangguan. IPT bertujuan meningkatkan hubungan interpersonal
dan membantu klien mendapatkan dukungan emosional dan
praktis yang diperlukan. Studi menunjukkan keefektifan IPT
dibandingkan perawatan konvensional dalam mengatasi
perilaku bunuh diri.
THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai