Defenisi
Gangguan Somatoform merupakan gangguan psikiatrik yang ditandai dengan rasa sakit
secara fisik yang signifikan, namun tidak ditemukan penyebabnya secara medis, individu
mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik, terkadang berlebihan seperti eperti sakit dada,
sakit punggung, lelah, pusing, atau tidak enak badan di bagian tubuh tertentu tetapi pada
dasarnya tidak terdapat gangguan fisiologis. Munculnya gangguan ini biasanya disebabkan
oleh stres dan banyak pikiran.
Pada gangguan somatoform, orang memiliki symptom fisik yang mengingatkan pada
gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yangdapat ditemukan sebagai
penyebabnya. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau
gangguan buatan. Gejala-gejala yang berpotensi menimbulkan stres emosional dirasakan oleh
pasien dengan gangguan somatoform cukup serius dan sangat mengganggu walaupun tidak
ada kondisi medis yang serius. Hal ini tentu akan menurunkan kualitas hidup seseorang.
Menyebabkan gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial
atau pekerjaan.
Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala
tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik dari
beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita somatoform
disorder, diagnosis anxietas sering disalah diagnosiskan menjadi somatoform disorder,
begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform disorder, tidak menyebabkan diagnosis anxietas
menjadi hilang. Pada DSM-IV ada 5 kategori penting dari somatoform disorder, yaitu
hipokhondriasis, gangguan somatisasi, gangguan konversi, gangguan dismorfik tubuh dan
gangguan nyeri somatoform
Berikut ini adalah beberapa faktor yang membuat seseorang lebih berisiko terkena gangguan
somatoform:
Genetik
Riwayat keluarga yang sering mengalami penyakit
Kecenderungan berpikir negatif
Lebih mudah merasakan nyeri secara fisik ataupun merasa terganggu secara emosi
karena nyeri
Penyalahgunaan NAPZA
Pernah menjadi korban kekerasan fisik atau pelecehan seksual
Gejala-gejala umum dari gangguan somatisasi adalah:
Sensasi tertentu, seperti nyeri atau sesak napas, atau gejala umum seperti kelelahan
atau kelemahan
Biasanya, kondisi ini tidak terkait pada penyebab medis, atau terkait dengan kondisi
medis, seperti kanker atau penyakit jantung, namun lebih signifikan dari yang
diperkirakan
Satu atau beberapa gejala, atau variasi gejala dapat terjadi
Gejala ringan, sedang atau parah akan tergantung pada kondisi seseorang
Gejala awal dan lanjutan dari keluhan yang dialami berhubungan erat dengan peristiwa
kehidupan yang tidak menyenangkan atau konflik-konflik di kehidupan pasien.
3. Epidemiologi
Epidemiologi psikosomatis atau somatoform disorder banyak ditemukan di layanan
primer, yaitu 7−7% dari populasi umum. Prevalensi pada populasi Asia cenderung lebih
besar, karena terkait dengan stigma gangguan mental sehingga distress psikologis lebih
banyak diungkapkan sebagai keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan.
Global
Prevalensi psikosomatis mencapai 5−7% pada populasi umum. Besarnya angka ini
menunjukkan bahwa psikosomatis merupakan salah satu gangguan mental yang
banyak ditemukan di layanan primer. Keluhan dapat berupa angina pektoris, gastritis,
dispepsia, atau vertigo.
Sebuah studi di Asia dilakukan oleh Chander et al tahun 2019. Studi melibatkan 422
subjek dewasa yang dipilih secara sistematik random sampling di poliklinik rawat
jalan psikiatri kontak pertama. Hasil studi menunjukkan bahwa prevalensi gangguan
somatoform sebesar 5%, dan berkorelasi signifikan dengan median usia 40,5 tahun,
perempuan, menikah, pendidikan kurang dari 5 tahun, serta pendapatan bulanan dan
status sosial ekonomi rendah.
Indonesia
Data prevalensi psikosomatis di Indonesia belum ada, tetapi pada tahun 2016 terdapat
penelitian mengenai prevalensi gangguan somatoform di RSUP dr Sardjito tahun
2012−2014. Catartika et al menemukan prevalensi yang sangat kecil (0,06%), di
mana hasil ini perlu disikapi dengan bijak mengingat RSUP dr Sardjito adalah rumah
sakit rujukan tingkat akhir. Angka ini mungkin hanya menunjukkan prevalensi pasien
somatoform berat yang tidak bisa diterapi di faskes layanan sebelumnya.
4. Etiologi
Etiologi psikosomatis atau somatoform disorder tidak diketahui pasti, tetapi dipercaya
karena abnormalitas stress response system terhadap stressor/rangsang psikologis.
Berbagai rangsang fisik maupun psikologis, baik disadari maupun tidak oleh pasien,
dapat berperan sebagai stressor dan memicu berbagai respon stress. Bila tidak ditangani dan
berlangsung kronis, respon stress akan menjadi distress dan memicu berbagai keluhan
psikiatri. Aktivasi stress response system akan mencetuskan patofisiologi psikosomatis.
Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalamtransmisi gangguan ini. Selain itu,
dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat
tertentu di lobus frontalis dan hemisfernon dominan. Secara garis besar, faktor-faktor
penyebab dikelompokkan sebagai berikut:
a. Faktor-faktor Biologis
b. Faktor Psikososial
Penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe komunikasi sosial,
hasilnya adalah menghindari kewajiban, mengekspresikan emosi atau untuk
mensimbolisasikan suatu perasaan atau keyakinan (contoh:nyeri pada usus seseorang).
Pada gangguan ini individu akan mengalami gejala sakit atau nyeri pada satu
tempat atau lebih, yang tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan medis (non
psikiatri) maupun neurologis. Gangguan ini dianggap memiliki hubungan sebab
akibat dengan factor psikologis. Keluhan yang dirasakan pasien berfluktuasi
intensitasnya, dan sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi, kognitif, atensi, dan
situasi. Faktor psikologis mempengaruhi kemunculan bertahannya, dan tingkat
keparahan gangguan.
Definisi gangguan ini adalah preokupasi dengan kecacatan tubuh yang tidak
nyata (misalnya hidung yang dirasakannya kurang mancung), atau keluhan yang
berlebihan tentang kekurangan tubuh yang minimal atau kecil. Perempuan lebih
cenderung untuk memfokuskan pada bagian kulit, dada, paha, dan kaki. Sedangkan
pria lebih terfokus pada tinggi badan, ukuran alat vital, atau rambut tubuh.
Pada body dysmorphic disorder, individu diliputi dengan bayangan mengenai
kekurangan dalam penampilan fisik mereka, biasanya di bagian wajah, misalnya
kerutan di wajah, rambut pada wajah yang berlebihan, atau bentuk dan ukuran hidung.
Beberapa individu yang mengalami gangguan ini secara kompulsif akan
menghabiskan berjam-jam setiap harinya untuk memperhatikan kekurangannya
dengan berkaca di cermin.
c. Hipokondriasis
Hipokondriasis adalah hasil interpretasi pasien yang tidak realistis dan tidak
akurat terhadap simtom atau sensasi. Sehingga mengarah pada preokupasi dan
ketakutan bahwa mereka memiliki gangguan yang parah, bahkan meskipun tidak ada
penyebab medis yang ditemukan. Pasien yakin bahwa mereka mengalami penyakit
yang serius dan belum dapat dideteksi, dan tidak dapat dibantah dengan menunjukkan
kebalikannya.
Gangguan ini biasanya dimulai pada awal masa remaja dan cenderung terus
berlanjut. Individu yang mengalami hal ini biasanya merupakan konsumen yang
seringkali menggunakan pelayanan kesehatan, bahkan terkadang mereka menganggap
dokter mereka tidak kompeten dan tidak perhatian. mereka bersikap berlebihan pada
sensasi fisik yang umum dan gangguan kecil, seperti detak jantung yang tidak teratur,
berkeringat, batuk yang kadang terjadi, rasa sakit, sakit perut, sebagai bukti dari
kepercayaan penderita hipokondriasis.
d. Gangguan Konversi
e. Gangguan Somatisasi
6. Manifestasi Klinis
Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita
penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.
Neuropsikiatri:
- “Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik”;
Kardiopulmonal:
- “Jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”
Genitourinaria:
Musculoskeletal:
Sensoris:
2. Terapi Hypochondriasis