Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

GANGGUAN SOMATOFORM

Pembimbing :
dr. Yenny Dwi Purnamawati., Sp.KJ (K)

Penyusun :

Steffanny Regina Maria Andini – 406192022


David Yohan – 406192061
Cresia Adelia Wibowo – 406192066

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


PERIODE 27 DESEMBER 2021 – 22 JANUARI 2022
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
LEMBAR PENGESAHAN

Judul :

Referat
Gangguan Somatoform

Penyusun :

Steffanny Regina Maria Andini – 406192022


David Yohan – 406192061
Cresia Adelia Wibowo – 406192066

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Yenny Dwi Purnamawati., Sp.KJ (K)


BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Somatoform
1.1.1 Definisi

Somatoform berasal dari bahasa Yunani, soma, yang artinya tubuh. Gangguan
somatoform adalah suatu kelompok besar penyakit/gangguan yang komponen
utamanya adalah tanda dan gejala yang berkaitan dengan tubuh. Gangguan ini
meliputi interaksi antara tubuh dan pikiran dalam hal ini otak, yang mekanismenya
masih belum dapat dimengerti dengan baik, mengirim berbagai macam sinyal yang
mengenai kesadaran pasien, yang mengindikasikan adanya masalah pada tubuhnya
sendiri.1
Pada gangguan somatoform, orang memiliki simptom fisik yang
mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang
dapat ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan
penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam
peranan sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-
pura yang disadari atau gangguan buatan.1
Menurut PPDGJ-III, ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-
keluhan gejala fisik yang berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan
medik, meskipun sudah terbukti berkali-kali hasilnya negatif dan juga sudah
dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar
keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas
kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan masalah atau konflik dalam
kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas
dan depresi.2
1.1.2 Epidemiologi

Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia, persentase kecenderungan


gangguan somatisasi cukup besar. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh
Setiawan dkk. terhadap karyawan perusahaan media cetak, didapatkan bahwa
kejadian gangguan somatisasi sebesar 56,89%. Berdasarkan Halgin & Whitbourne,
DSM-IV-TR mendapatkan bahwa gejala-gejala spesifik pada gangguan ini
beragam antar budaya.3 Orang-orang dengan latar belakang budaya Timur lebih
cenderung mengekspresikan rasa sakit psikologis dan tekanan yang
dialami melalui keluhan tubuh atau dalam bentuk penyakit daripada menggunakan
istilah psikologis.4
Prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi pada populasi umum
diperkirakan 4-6% bahkan bisa mencapai 15%. Tidak ada perbedaan presentase
yang signifikan kejadian pada laki-laki dan perempuan.1 Menurut sumber lainnya
dikatakan 0.2-2% pada perempuan dan 0,2% pada laki-laki. Jumlah perempuan
yang mengalami gangguan somatisasi 5-20 kali lebih banyak daripada laki-laki,
akan tetapi perkiraan tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak
mendiagnosis gangguan somatisasi pada laki-laki. Kendatipun demikian, gangguan
ini lazim ditemukan dengan rasio perbandingan antara perempuan dengan laki-laki
adalah 5:1. Dari persentase pasien yang datang ke tempat praktek dokter umum dan
dokter keluarga, 5-10% memenuhi kriteria diagnosis gangguan somatisasi.2 Awitan
gangguan ini biasanya pada usia 20-30 tahun dan biasanya dimulai pada saat usia
remaja.1,5 Kejadian ini juga sering terjadi pada mahasiswa kedokteran dengan
persentase sekitar 3% tetapi biasanya bersifat sementara.1
1.1.3 Etiologi

Menurut model biopsikososial ada beberapa faktor yang akan bersatu menjadi
“somatisasi”. Ini merupakan proses yang kompleks dimana genetik dan kelemahan
biologis (peningkatan sensivitas terhadap sakit, ketajaman propioseptif),
pengalaman traumatik pada awal kehidupan (kekerasan, penganiayaan,
kekurangan), dan faktor pembelajaran (perhatian yang didapat saat sakit, kurangnya
penguatan ekspresi distress nonsomatik). Semua itu mengarah pada gaya
karakterologis dengan fokus pada somatik dan kesulitan mengekspresikan emosi
(alexythymia). 6

Gejala Somatik didapatkan dari tingginya tingkat kesadaran atas sensasi


bagian tubuh tertentu, ditambah dengan kecenderungan untuk menafsirkan sensasi
ini sebagai indikasi penyakit medis. Etiologi dari kelainan gejala somatik secara
pasti masih belum jelas. Gejala ini dapat dihubungkan dengan adanya penurunan
metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer
non dominan.1 Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai
berikut:1,10

Faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetik (biasanya
pada gangguan somatisasi).

Faktor Psikososial
Penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe
komunikasi sosial yang hasilnya adalah menghindari kewajiban,
mengekspresikan emosi atau untuk mensimbolisasikan suatu perasaan atau

keyakinan.

Gambar 1. Model Biopsikososial pada Gangguan Somatoform

1.1.4 Klasifikasi F45 Gangguan Somatoform


Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi:2

• F.45.0 gangguan somatisasi


• F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci
• F.45.2 gangguan hipokondriasis
• F.45.3 disfungsi otonomik somatoform
• F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap
• F.45.5 gangguan somatoform lainnya
• F.45.6 gangguan somatoform YTT
Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguan
somatisasi dan hipokondriasis.

1.1.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali
terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada
kelainan yang mendasari keluhannya.1 Beberapa orang biasanya mengeluhkan
masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam
tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang
berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan
dengan kecemasan. Dapat terjadi juga munculnya gejala dalam bentuk yang lebih
tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang tidak konsisten
dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan
manifestasi dimana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita
penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat
ditemukan.1,3 Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari
perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil
membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik
dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut.4 Dalam kasus-kasus
lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius,
namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan. Seringnya gejala-
gejala ini disertai dengan gejala depresi dan kecemasan.1

1.1.6 Pedoman Diagnostik Gangguan Somatoform


Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang
disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali- kali
terbukti hasilnya negative dan kelainan yang menjadi dasar keluhan.

Menurut DSM V F45.1 Gejala Gangguan Somatik (SSD)


A. Satu atau lebih gejala somatik yang menyebabkan stress atau mengganggu
kehidupan sehari-hari
B. Pikiran, perasaan, perilaku yang berlebihan terkait gejala somatik atau
terkait kesehatannya yang ditandai dengan minimal gejala berikut:

1. Pemikiran yang menetap dan tidak proporsional tentang beratnya


satu gejala
2. Cemas level tinggi yang menetap terkait kesehatan atau gejala yang
dialami

3. Perhatian terkait kesehatan atau gejala yang dialami sampai menyita


waktu dan energi berlebihan
C. Meskipun gejala somatik yang dialami mungkin tidak secara terus- menerus
terjadi, dinyatakan bahwa gejala simtomatik adalah persisten (lebih dari 6
bulan)

• Dikhususkan jika :
o Predominan nyeri : dikhususkan jika gejala somatik yang menonjol
yaitu melibatkan nyeri
o Persisten : dikarakteristikkan dengan gejala berat, terdapat kerusakan,
dan durasi lama ( lebih dari 6 bulan)
• Berdasarkan derajatnya :
o Ringan : jika hanya satu gejala pada kriteria B yang terpenuhi
o Sedang : jika dua atau lebih gejala di kriteria B terpenuhi
o Berat : jika dua atau lebih gejala di kriteria B terpenuhi dan terdapat
keluhan somatik multipel ( atau satu gejala somatik yang sangat parah)

Menurut PPDGJ III


• F45.0 Gangguan Somatisasi
o Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
 Ada banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang
tidak dapat dijelaskan atas dasar danya kelainan fisik, yang
sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun.
 Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari bebarapadokter
bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan
keluhannya.
 Terdapat disabilitas dalam fungsinya dimasyarakat dankeluarga,
yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak
dari prilakunya

• F45.1 Gangguan Somatoform Tak Terinci


o Keluhan- keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi, dan, menetap, akan
tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi
tidak terpenuhi;

o Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum


jelas, akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-
keluhannya.

• F45.2 Gangguan Hipokondriasis


o Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:
 Keyakinan yg menetap adanya sekurang-kurangnya satupenyakit
fisik yang serius yg melandasi keluhan-keluhannya, meskipun
pemerikasaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya
alasan fisik yg memadai ataupun adanya peokupasi yg menetap
kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan
fisiknya (tidak sampai waham);
 Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari
beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau
abnormalitas fisik yg melandasi keluhan.

• F45.3 Disfungsi Otonomik Somatoform


o Diagnosis pasti, memerlukan semua hal berikut:
 Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti palpitasi,
berkeringat, tremor, muka panas/”flushing”, yg menetap dan
mengganggu;
 Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau orgab
tertentu (gejala tidak khas);

 Preokupasi dengan dan penderitaan (distres) mengenai


kemungkinan adanya gangguan yang serius (sering tidak begitu
khas) dari sistem atau organ tertentu, yg tidak terpengaruh oleh
hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari para dokter;
 Tidak terbukti adanya gangguan yg cukup berarti para
struktur/fungsi dari sistem atau organ yg dimaksud.

• F45.4 Gangguan Nyeri Somatoform Menetap


o Keluhan utama adalah nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang tidak
dapat dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya
gangguan fisik.

o Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau


problem psikososial yg cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam
mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut.
o Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik
personal maupun medis, untuk yang bersangkutan.

• F45.8 Gangguan Somatoform lainnya


o Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak melalui sistem saraf
otonom, dan terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem
tertentu. Ini sangat berbeda dengan gangguan Somatisasi (F45.0) dan
Gangguan Somatoform Tak Terinci (F45.1) yg menunjukkan keluhan
yg banyak dan berganti-ganti

o Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan.


o Gangguan berikut juga dimasukkan dalam kelompok ini:
 “Globus hystericus” (perasaan ada benjolan di kerongkongan
yg
menyebabkan disfagia) dan bentuk disfagia lainnya.

 Tortikolis psikogenik, dan gangguan gerakan spasmodik


lainnya
(kecuali sindrom Tourette);
 Pruritus psikogenik;

 Dismenore psikogenik;
 “teeth grinding”

• F45.9 Gangguan Somatoform YTT


1.1.7 Diagnosis Banding

Diagnosis lain harus dipikirkan pada pasien dengan suspek kelainan gejala somatik
karena gejala mungkin mengindikasikan kelainan penyakit mental lain: depresi,
gangguan panik, gangguan anxietas, dan kondisi medis nonpsikiatrik (AIDS,
endokrinopati, miastenia gravis, penyakit generatif pada system saraf, SLE, dan
kelainan neoplastik.1
1.1.7 Komorbid

Pasien-pasien gejala somatik sering memiliki kecemasan dan gangguan depresi


yang terjadi bersamaan, serta penyakit medis yang menjadi komorbid. Pasien-
pasien ini juga mungkin di diagnosis suatu kondisi medis namun karena dia merasa
sangat menderita akibat penyakitnya tersebut dan menjadi kecemasan yang berat
sehingga muncul gejala somatik.1

1.1.8 Tatalaksana

Prinsip pengobatan umum untuk dokter perawatan primer meliputi penjadwalan


kunjungan berkala, interval pendek untuk menghindari kebutuhan gejala untuk
membuat janji, membangun aliansi terapeutik yang kolaboratif dengan pasien;
mengakui dan melegitimasi gejala setelah pasien dievaluasi untuk penyakit medis
dan psikiatri lainnya, membatasi pengujian diagnostik, meyakinkan pasien bahwa
penyakit medis serius telah disingkirkan, mendidik pasien tentang mengatasi gejala
fisik, menetapkan tujuan pengobatan perbaikan fungsional daripada penyembuhan;
dan merujuk pasien secara tepat ke subspesialisasi dan profesional

kesehatan mental. 10
Gambar 3. Pendekatan Dokter Perawatan Primer Terhadap SSD
Tujuan pengobatan

• Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan


pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk
kehidupan nyata).
• Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,
treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu.
• Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah
kondisi).

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

• Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama


• Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
• Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke
masalah sosial.

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik

• Diberikan hanya bila indikasinya jelas


• Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
• Dapat diberikan Anti anxietas dan antidepressant

Tabel 1. Tabel Tatalaksana Farmakologi SSD

Diazepam (Lovium, Mentalium,


Valium dll.)
Chlordiazepoxide ( Cetabrium,
Tensinyl, dll.)
Bromazepam (Lexotan)
Golongan Benzodiazepin
Lorazepam (Ativan, Renaquil,
Anti- Merlopan)
Anxietas Alprazolam (Xanax, Alganax,
Calmlet, dll.)
Clobazam (Frisium)
Buspirone (Buspar, Tran-Q, Xiety)
Golongan Non- Benzodiazepin Sulpiride (Dogmatil-50)
Hydroxyzine (Iterax)
Amitriptyline (Amitriptyline)
Imipramine (Tofrani)
Golongan Tricyclic Compound
Clomipramine (Anafranil)
Tianeptine (stablon)

Maprotiline (Ludiomil)
Golongan Tetracyclic Compound
Mianserin (Tolvon)
Amoxapine (asendin)
Anti
Golongan Mono-Amine-Oxydase Moclobemide (Aurorix)
Depresi
Inhibitor (MAOI)- Reversible

Sertraline (Zoloft)
Paroxetine (Seroxat)
Golongan Selective Serotonin Re-
Fluvoxamine (Luvox)
Uptake Inhibitor (SSRI)
Fluoxetine (Prozac, Nopres)
Citalopram (Cipram)

Trazodone (Trazone)
Golongan atypical Antidepresants
Mirtazapine (Remeron)

Gambar 4. Ringkasan Pilihan Terapi Untuk SSD


1.1.9 Prognosis

Prognosis biasanya buruk karena perjalanan penyakit yang kronis dan


ketidakmampuan atau disabiltas yang menetap seumur hidup. 1,9 Prognosis baik
biasanya berhubungan dengan keadaan status sosioekonomi tinggi, respons
pengobatan terkait depresi dan cemas, onset mendadak terkait gejala, tidak adanya
gangguan personalitas, dan tidak adanya kondisi medis nonpsikiatri yang terkait. 1
Gejala-gejala pada dewasa dini cenderung lebih semu atau samar-samar akan tetapi
sering fluktuatif. Tetapi remisi spontan sangat jarang terjadi, tidak mungkin pasien
dapat bertahan selama lebih dari dua tahun tanpa perhatian medis. Seringkali
terdapat hubungan antara periode peningkatan stres atau stres psikososial baru
dengan eksaserbasi gejala somatik. Pada anak-anak biasanya remisi terjadi saat
remaja akhir atau dewasa awal.1,5
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Harold I. dkk. Kaplan-Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral


Sciences/ Clinical Psychiatry. 11th Ed. New York: Wolters Kluwer. 2015.
2. Departemen Kesehatan R.I., 1995. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III Cetakan Pertama. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI
3. Pratiwi, Isnidiniyah dkk. Self Efficacy Sebagai Mediator Pengaruh Stres Kerja
dan Tipe Kepribadian terhadap Somatisasi pada Anggota Polisi Satuan Lalu
lintas POLDA Metro Jaya. Tazkiya Journal of Psychology. Vol.19 No. 1.hal.33-
61. 2014
4. Kaviani, Hossein. Emotional Expressivity and Somatization Symptoms inn
Clinically Depressed Patients. Maryam Kompany Tabrizi. Luton : Department
of Psychology University of Bedfordshire. 2016
5. Hadisukanto, Gitayanti. Gangguan Somatoform.In: Kusumawardhani. Buku
Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2014.

6. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan-Sadock’s Comprehensive Textbook of


Psychiatry. 9th Ed. New York: Wolters Kluwer. 2009.
7. Puri, Basant K. dkk. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : EGC. 2011.
8. Kurlansik SL, Maffei MS, Somatic Symptom Disorder. New Jersey: Am Fam
Physician; 2016.

Anda mungkin juga menyukai