1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan jumlah Pegawai Negeri Sipil dalam
lainnya, seperti jumlah PNS yang pensiun dan jenis instansinya. Namun terkadang
jumlah aparatur yang disetujui tidak sesuai, bahkan lebih sedikit daripada jumlah
yang dibutuhkan, karena APBN atau APBD tidak mencukupi untuk membiayai
PNS, dari gaji sampai biaya pensium. Hal inilah yang memicu munculnya tenaga
lain diluar PNS seperti tenaga kontrak, honorer, Pegawai Non-PNS dalam sebuah
instansi, yang bertujuan mengisi kekosongan beberapa pos yang formasinya tidak
memperoleh persetujuan. Tenaga- tenaga diluar PNS ini dapat berasal dari
Pegawai Negeri Sipil yang bertugas menjalankan salah satu fungsi pemerintah,
tersebut sudah kewalahan dalam menjalankan fungsi dari pemerintah yaitu salah
satunya dalam hal pelayanan publik. Tenaga diluar PNS memegang peranan
sendiri sehingga proses pelayanan publik harus bisa memuaskan masyarakat itu
sendiri.
pelayanan publik, baik itu pada pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah,
sebagian besar banyak dilakukan dan dikerjakan oleh tenaga diluar PNS yang
kesejahteraan antara PNS dengan tenaga diluar PNS telah menimbulkan banyak
3
Setelah hampir dua dekade akhirnya Pemerintah melakukan perubahan
dalam pengelolaan Aparatur Sipil Negara (ASN). Salah satu perubahan besar ialah
mengenai pembagian jenis kepegawaian yang menjadi salah satu terobosan yang
dua jenis Kepegawaian yakni PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang diangkat sebagai
pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk
pegawai secara nasional dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja)
yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina
akan sumber daya manusia mumpuni dan profesional yang selama ini
pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus secara cepat dan tuntas sehingga
ketika pekerjaan yang ditangani tersebut selesai maka kontrak PPPK pun dapat
selesai, dengan demikian pemerintah tidak punya beban yang terlalu berat dalam
menanggung aparaturnya.
4
permasalahahan mengenai status pegawai diluar PNS yang bekerja di instansi-
Untuk mengetahui hal tersebut maka kita perlu mengetahui terlebih dahulu sisi
lebih dari “mengganti baju” istilah Pegawai Non PNS, Pegawai Harian Lepas,
Pegawai Tidak Tetap, Pegawai Honorer, atau Staf Kontrak yang selama ini
banyak dipakai oleh instansi baik di pusat maupun di daerah untuk memenuhi
PPPK adalah karena belum jelasnya konsep pegawai Non-PNS sampai saat ini
serta sistem rekrutmen dan seleksi dalam birokrasi yang rigid, sehingga sulit
untuk merespon kebutuhan pegawai atas pelayanan publik secara cepat. Namun
ide besar dari PPPK ini berlandaskan pada pemahaman bahwa selama ini PNS
tidak semua urusan pemerintahan sebenarnya harus dikerjakan oleh PNS. Maka
dengan ide pemisahan pekerjaan urusan pemerintahan tersebut PPPK tidak dapat
ataupun Staf Kontrak yang selama ini dipersepsikan karena pun desain mengenai
5
PPPK adalah sebuah inovasi yang seyogyanya disambut dengan hangat
selama ini banyak terkendala. PPPK sebagai upaya untuk menciptakan berbagai
sharing knowledge and experience antara sektor publik dan sektor swasta. Dengan
Saat ini regulasi yang mengatur mengenai manajemen PPPK telah terbit.
ASN sudah diterbitkan sejak bulan Januari 2014 sementara PP ini baru
ditandatangani dan ditebitkan pada bulan November 2018 lalu. Perlu diingat,
peraturan ini dibuat untuk memenuhi mandat UU Nomor 5 tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (ASN) khususnya pasal 107, berkaitan dengan manajemen
PPPK yang telah diatur dalam Pasal 95 sampai dengan Pasal 106, yang pada
mengatur tentang kejelasan nasib dan masa depan berbagai jenis tenaga-tenaga
diluar PNS yang bekerja di Instansi Pemerintahan melainkan juga tentang masa
depan ASN secara umum yang berfungsi sebagai pelayan publik. Dengan tebitnya
tenaga profesional di luar PNS dengan mekanisme yang seragam sesuai ketentuan
6
PP Manajemen PPPK tentang seleksi penerimaan PPPK. Artinya Ada ruang dan
peluang yang dibuka bagi mereka yang benar-benar merasa terpanggil untuk
Mengingat kehadiran PPPK ini dianggap tidak lahir pada sesuatu tempat yang
beberapa instansi yang saat ini memiliki rasio jumlah antara pegawai PNS dengan
jumlah pegawai Non PNS yang hampir sama , utamanya pada instansi-instansi
yang telah menerapkan Pola Pengelolaan Keungan Badan Layanan Umum. Dalam
mengisi jabatan Aparatur Sipil Negara (“ASN”). Pelanggaran atas ketentuan ini
saat PP Manajemen PPPK berlaku, tenaga Non PNS yang masih melaksanakan
tugas pada instansi pemerintah, termasuk pegawai yang bertugas pada lembaga
7
non struktural, instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan
dan perguruan tinggi negeri baru, tetap melaksanakan tugasnya paling lama lima
tahun. Dalam jangka waktu lima tahun tersebut, tenaga honorer dapat diangkat
benar jelas apakah “persyaratan” yang dimaksud pada ketentuan di atas hanya
mengacu pada persyaratan calon PPPK atau merujuk pada mekanisme seleksi
Layanan Uumum atau disingkat PPK BLU. BLU atau Badan Layanan Umum
dan produktivitas.” Dari rumusan tersebut jelas bahwa BLU adalah instansi dalam
8
BLU yang merupakan instansi pemerintah dan termasuk kekayaan negara
tanpa perlu disetorkan terlebih dahulu ke dalam kas negara/daerah. Selain itu BLU
juga dapat melakukan investasi, memberikan piutang dan meminjam utang serta
prinsip efisien dan efektif dalam penggunaan uang serta tata kelola seperti
adalah BLU diperbolehkan merekrut pegawai non Pegawai Negeri Sipil (PNS)
secara tetap maupun kontrak. Perekrutan pegawai non PNS ini bukan hanya untuk
tingkat pegawai biasa namun juga pada tingkat pejabat pengelola BLU. Pemimpin
dan pejabat teknis pada BLU dapat diisi dari tenaga-tenaga profesional sesuai
1
Sie Infokum-Ditama Binbangkum, 2009, Badan Layanan Umum, http//:www.jdih.bpk.go.id.
9
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala
korporasi.
5. Rencana kerja, anggaran, dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan
pada instansi induk.
6. Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara
langsung.
7. Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri
sipil.
8. BLU bukan subyek pajak.
Bentuk keistimewaan lain BLU, khususnya dalam fleksibilitas pengelolaan
keuangan, yaitu 2 :
1. Pendapatan operasional dapat digunakan langsung sesuai Rencana Bisnis
dan Anggaran (RBA) tanpa terlebih dahulu disetorkan ke rekening kas
negara atau daerah. Namun seluruh pendapatan tersebut, merupakan PNBP
yang wajib dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran.
2. Anggaran belanja BLU merupakan anggaran fleksibel berdasarkan
kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran.
3. Dalam rangka pengelolaan kas, BLU dapat merencanakan penerimaan dan
pengeluaran kas, melakukan pemungutan/tagihan, menyimpan kas dan
mengelola rekening bank, melakukan pembayaran, dan mendapatkan
sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek.
4. BLU dapat mengelola piutang dan utang sepanjang dikelola dan
diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, dan transparan, serta
memberikan nilai tambah sesuai praktik bisnis yang sehat.
5. BLU dapat melakukan investasi jangka pendek maupun jangka panjang.
6. Pengadaan barang dan jasa BLU yang sumber dananya berasal dari
pendapatan operasional, hibah tidak terikat, hasil kerjasama dengan pihak
lainnya, dapat dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa
yang ditetapkan oleh pimpinan BLU.
2
Direktorat Pembinaan PK BLU Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan RI,
Modul Bimbingan Teknis Penyusunan Persyaratan Adminstratif untuk Menerapkan PPK-BLU,
2008, hal 47.
10
7. BLU dapat mengembangkan kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan
keuangan.
8. BLU dapat memperkerjakan tenaga profesional non PNS.
9. Pejabat pengelola, dewan pengawas dan pegawai dapat diberikan
remunerasi berdasarkan tingkat tanggung-jawab dan tuntutan
profesionalisme.
Sesuai salah satu keistimewaan instansi BLU diatas adalah bahwa instansi
PNS. Perekrutan pegawai non PNS ini bukan hanya untuk tingkat pegawai biasa
namun juga pada tingkat pejabat pengelola BLU. Pemimpin dan pejabat teknis
pada BLU dapat diisi dari tenaga-tenaga profesional sesuai kebutuhan BLU
tersebut. Pasal 33 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
bahwa pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri
sipil dan/atau tenaga profesional non PNS sesuai dengan kebutuhan BLU, dimana
tenaga profesional non PNS tersebut dapat dipekerjakan secara tetap atau
dari PNS, Pegawai Tetap Non PNS, dan Pegawai Kontrak Non PNS.
Ketentuan adanya pegawai non PNS pada BLU merupakan hal baru dalam
kepegawaian negara. Sebelum adanya pegawai BLU, pegawai negara sesuai Pasal
11
Dengan demikian undang-undang kepegawaian hanya memberikan dua jenis
kepegawaian yang terdapat pada instansi pemerintah yaitu Pegawai Negeri dan
Contoh Jenis instansi pemerintah BLU disini antara lain rumah sakit,
sebagai salah satu jenis BLU merupakan ujung tombak dalam pembangunan
kesehatan masyarakat. Namun, tak sedikit keluhan selama ini diarahkan pada
kualitas pelayanan rumah sakit yang dinilai masih rendah. Ini terutama rumah
sakit daerah atau rumah sakit milik pemerintah. Penyebabnya sangat klasik, yaitu
masalah keterbatasan dana yang dimiliki oleh rumah sakit umum daerah dan
adanya moratorium penerimaan PNS, Rumah Sakit BLU tetap dapat melakukan
Sakit BLU jumlah pegawai BLU semakin banyak bahkan hampir menyamai
jumlah PNS.
3
Anonim.2012.RumahSakitSebagaiBLU (diakses 12 Desember 2019)
12
Salah satu Rumah Sakit bersatus BLU yang memiliki jumlah pegawai
BLU banyak adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang. RSUP Dr. Kariadi adalah
pengelolaan keuangan.
Saat ini RSUP Dr.Kariadi merupakan rumah sakit pusat rujukan di Jawa
Tengah, telah ditunjang dengan sumber daya yang memadai baik dari segi fasilitas
Dr. Kariadi sangat merasakan manfaat sebagai Rumah Sakit BLU karena bisa
pelayanan dengan tetap mengacu pada ketentuan regulasi yang berlaku. Saat ini
SDM RSUP Dr. Kariadi terdiri dari 2 jenis pegawai yaitu Pegawai PNS dan
Pegawai Non-PNS yang mana jumlah keduanya hampir sama. Adapun jumlah
pegawai Non-PNS RSUP Dr. Kariadi saat ini telah mencapai sekitar 1400
pegawai yang terdiri dari Pegawai Tetap Non PNS, Calon Pegawai Tetap Non
menjadi resah karena seperti yang telah diterangkan sebelumnya bahwa dalam PP
13
paling lama 5 (lima) tahun masih tepat melaksanakan tugas dan dapat diangkat
Peraturan Pemerintah ini. Ketentuan tersebut jelas membuat cemas para pegawai
Non PNS RSUP Dr. Kariadi mengingat selama ini meskipun bukan PNS, namun
sebagaian besar mereka telah berstatus pegawai tetap Non PNS dan memperoleh
dalam jangka waktu 5 tahun atau pada tahun 2024 pegawai Non-PNS harus
beralih status ke Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan setelah
melalui proses seleksi seperti ketentuan yang ada didalam PP Manajemen PPPK.
Bagi pihak manajemen Rumah Sakit klausul tersebut juga berdampak bagi
PNS.
14
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tidak dapat dipungkiri bahwa
15
arus globalisasi dengan segala perkembangan teknologinya. Manusia akan
memiliki kesempatan lebih banyak untuk bisa berinteraksi dengan dunia luar.
terlebih di jaman yang serba canggih ini. Manusia akan selalu mencari
Jasa pengiriman barang dapat menjadi solusi bagi mereka yang menyukai
kemudahan dan kepraktisan dalam hal mengirimkan suatu barang terlebih jika itu
digunakan untuk mengirim barang ke tempat dimana tidak dapat dijangkau sendiri
oleh masyarakat.
Kehadiran PT. Pos Indonesia (Persero) sebagai badan usaha milik negara dapat
layanan publik yang bisa menjadi solusi bagi masyarakat yang memerlukan jasa
pengiriman barang. Terlebih perusahaan ini milik negara maka akan lebih
ini.
16
PT. Pos Indonesia (Persero) sudah menjadi bagian dari jasa pengiriman
barang di Indonesia sejak tahun 1995.4 Namun dalam suatu bidang usaha tentu
saja tidak bisa terlepas dari kemunculan kompetitor dari pihak swasta. Selain PT.
Pos Indonesia (Persero), terdapat beberapa badan usaha yang menyediakan jasa
pengiriman barang oleh swasta yang juga sudah dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia antara lain Tiki dan Tiki JNE. Di luar itu pun sebenarnya masih terdapat
banyak lagi jasa pengiriman barang, namun disini yang akan dibahas penulis
adalah jasa pengiriman barang oleh PT. Pos Indonesia (Persero), Tiki dan Tiki
JNE.
pengiriman barang semakin memiliki pilihan yang beragam. Bagi pelaku usaha,
banyaknya jasa pengiriman barang membuat para pelaku usaha dalam bidang ini
maksimal. Hal ini dilakukan semata-mata demi memenangkan pangsa pasar yang
luas. Inovasi demi inovasi serta perbaikan layanan akan terus dilakukan sehingga
konsumen akan puas serta tidak akan ragu-ragu untuk memakai jasa pengiriman
perusahaan. Namun pangsa pasar mayoritas jasa ini dikuasai oleh 3 (tiga) pemain
utama yaitu PT. Pos Indonesia (Persero), Tiki dan Tiki JNE. Pada tahun 2013,
pangsa pasar PT. Pos Indonesia (Persero) sebesar 27%, pangsa pasar Tiki sebesar
4
Unlocking the Unknown People, Network, Technology, Annual Report PT. Pos Indonesia
(Persero), 2016
17
34%, sedangkan pangsa pasar Tiki JNE sebesar 17%.5 Hal ini menggambarkan
bahwa ketiga perusahaan pengiriman barang ini adalah termasuk layanan yang
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pangsa pasar PT. Pos Indonesia
(Persero) masih kalah dengan pangasa pasar yang dimiliki oleh Tiki. Hal ini
barang bagi masyarakat. Hadirnya Tiki sebagai kompetitor bagi PT. Pos Indonesia
(Persero) ini mencerminkan bahwa bidang usaha layanan jasa pengiriman barang
di Indonesia bukanlah bidang usaha yang kecil. Sebab jika bidang usaha ini
yang sudah ada terlebih dahulu dan dikenal luas oleh masyarakat.
pelaku usaha penyedia layanan jasa pengiriman barang akan lebih bersaing demi
pengiriman barang, pelaku usaha juga membangun relasi yang baik dengan
5
Membangun Kepercayaan & Integritas, Annual Report PT. Pos Indonesia (Persero), 2014
18
konsumen agar kelak konsumen tersebut kembali menggunakan jasanya.
Konsumen akan cenderung kembali lagi memakai jasa pelaku usaha jika pelaku
Namun hal sebaliknya juga dapat terjadi dalam hubungan antar pelaku
terdapat kendala yang diakibatkan oleh berbagai masalah teknis dalam proses
pengiriman barang. Mulai dari barang yang hilang, rusak atau mengalami
keterlambatan sampainya barang. Jika terjadi demikian maka konsumen lah yang
ongkos kirim namun tidak mendapatkan hak yang semestinya ia dapatkan yaitu
usaha dan pengirim barang. Setiap transaksi perlu memberikan manfaat bagi para
pihak yang membuatnya. Hal ini sesuai dengan asas itikad baik yaitu dimana para
pihak yang melakukan perjanjian harus melakukannya dengan itikad baik tanpa
mencederai isi perjanjian. Atau dengan kata lain para pihak tidak akan saling
yang dibuat antar pelaku usaha dengan konsumen memuat hak dan kewajiban
yang harus dipenuhi dan didapatkan oleh masing-masing pihak. Namun seperti
19
yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa masih sering ditemui kendala-kendala
dalam proses pengiriman barang. Hal ini berati bahwa isi perjanjian tidak berjalan
sebagaimana dikehendaki oleh para pihak. Bahkan yang sering terjadi adalah
Jika terjadi hal demikian, ini berarti bahwa terdapat salah satu pihak yang
dalam perjanjian. Perjanjian yang bersifat timbal balik akan meninmbulkan sisi
aktif dan pasif. Sisi aktif menimbulkan hak bagi kreditor untuk menuntut pe-
menuhan prestasi sedangkan sisi pasif menimbulkan kewajiban bagi debitur untuk
prestasi akan saling bertukar. Namun pada kondisi tertentu maka pertukaran
perjanjian yaitu dalam bentuk barang hilang, rusak atau keterlambatan pengiriman
barang.
pada pihak konsumen sebagai pengguna jasa. Namun ironisnya konsumen sebagai
pihak yang dirugikan seringkali tidak dapat melakukan upaya ketika haknya tidak
6
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (Jakarta;Kencana Prenadamedia Group, 2014) hlm. 260
20
dipenuhi oleh pelaku usaha. Konsumen cenderung untuk diam padahal mereka
memiliki hak dan perlindungan hukum sebagai konsumen. Terdapat aturan yang
imateriil. Hal ini antara lain dikarenakan karena jenis barang yang dikirim yang
cenderung cepat untuk kadaluwarsa, ataupun barang menjadi tidak berguna atau
kurang manfaatnya jika diterima tidak tepat waktu. Untuk hal yang demikian
konsumen seharusnya mendapatkan ganti rugi dari pihak pelaku usaha sebagai
21
1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
22
4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
maka akan tercipta sebuah keadilan dan keseimbangan. Ini senada dengan asas-
38 Tahun 2009 tentang Pos bahwa Pos diselenggarakan atas beberapa asas antara
lain asas kemanfaatan, asas keadilan, asas kepastian hukum dan asas
perlindungan;
memerlukan jaminan bahwa jika barang tersebut tidak sampai dengan tepat waktu
maka ia berhak atas bentuk ganti rugi dari pihak pelaku usaha. Sesuai yang
23
c. keterlambatan kiriman; atau
Berdasarkan uraian diatas dan kedua pasal tersebut, dapat terlihat bahwa
konsumen dapat dikenakan penggantian kerugian. Oleh karena itu peneliti tertarik
konsumen pengguna jasa layanan pengiriman barang khususnya dalam hal terjadi
dihadapi oleh konsumen. Untuk itu peneliti akan menuangkannya dalam bentuk
PENGIRIMAN BARANG.
B. Permasalahan
barang?
pengiriman barang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan yang hendak dicapai
adalah:
24
1. Menganalisis pelaksanaan tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen
pengiriman barang
D. Manfaat penelitian
tesis ini dapat memberikan manfaat. Adapun manfaat penulisan ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
25
a. Bagi pemerintah, penulisan ini diharapkan dapat memberikan
barang. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai dasar untuk membenahi
konsumen.
26
E. Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Konseptual
Terjadi Keterlambatan
Perlindungan
Konsumen 27
Tanggung Jawab
Dalam hal
Pelaku Usaha
terjadi
keterlambatan Undang-
Undang
Tahun 1999
Upaya Penyelesaian Sengketa
Ganti Rugi
antara pihak pelaku usaha dengan konsumen. Perjanjian ini dilakukan atas dasar
saling membutuhkan. Perjanjian ini bersifat tertulis yang biasa disebut dengan
tanda terima kiriman dokumen dan paket. Bentuk perjanjian ini baku, namun isi
para pihak.
Tanda terima kiriman dokumen dan paket inilah yang akan menjadi sumber
hukum antara pelaku usaha dengan konsumen. Sekaligus menjadi dasar adanya
hubungan hukum bagi mereka. Lalu perjanjian ini menyebabkan timbulnya hak
dan kewajiban bagi masing-masing pihak untuk dipenuhi oleh satu sama lain.
mendapat hak yaitu sampainya barang yang dikirim dengan keadaan baik tanpa
itikad yang baik. Namun apabila dikemudian hari terdapat kendala, dalam hal ini
28
terjadi keterlambatan pengiriman barang, maka pihak konsumen telah memiliki
dasar hukum yang kuat untuk memperoleh penggantian ganti rugi dari pelaku
usaha. Proses penyelesaian sengekta yang terjadi antara pelaku usaha dan
konsumen ini akan diselesaikan menurut ketentuan yang berlaku. Jika diperlukan
maka dapat melibatkan BPSK sebagai penengah antara pelaku usaha dan
konsumen.
2. Kerangka Teoretik
berupa kerangka teoretis. Syarat yang harus dipenuhi oleh teori adalah:
a. Logis dan konsisten yaitu dapat diterima akal sehat dan tidak adanya
yang seharusnya dengan apa yang senyatanya, antara apa yang diperlukan
dengan dengan apa yang tersedia, antara harapan dengan capaian atau
7
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2012), hlm 103.
29
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Sesuai dengan isi pasal 1338 KUHPerdata, asas-asas dalam perjanjian yaitu:
- Asas Konsensualisme
(menurut hukum) adalah mengikat (vide pasal 1320 BW), karena di dalam
asas ini terkandung “kehendak para pihak” untuk saling mengikatkan diri
Artinya perjanjian itu lahir karena adanya kata sepakat atau persesuaian
kehendak dari para pihak. Jadi disini harus terdapat kesamaan pendapat atau
pandangan dari para pihak untuk tercapainya tujuan dari perjanjian. Asas ini
merupakan inti dari dari suatu perjanjian. Namun demikian pada situasi
kecacatan kehendak, maka hal ini akan mengancam eksistensi perjanjian itu
sendiri.
Disebut juga dengan Pavta Sunt Servanda atau disebut juga dengan asas
kepastian hukum.9 Artinya para pihak apabila telah memenuhi syarat sahnya
Buku III BW menganut system terbuka, artinya hukum (i.c. Buku III
BW) memberi keleluasaan kepada para pihak untuk mengatur sendiri pola
hubungan hukumnya.10
membuat perjanjian dengan bentuk dan format apapun baik itu dari segi
- Perjanjian yang dibuat meskipun bebas tetapi yang tidak dilarang undang-
undang
9
Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta; Sinar Grafika, 2011)
hlm. 10
10
Agus Yudha Hernoko, op.cit. hlm. 109
11
Achmad Busro, Hukum Perikatan Berdasar (Yogyakarta;Pohon Cahaya,2011) Hlm. 124
31
- Tidak berterntangan dengan kesusilaan
b. Asas Keseimbangan
Dalam hal bisnis, pertukaran kepentingan para pihak ini dituangkan dalam
sebuah kontrak yang mengikat para pihak. Sehingga para pihak akan
berusaha mencapai tujuannya tersebut. Hal ini perlu dilandasi dengan aturan
bahwa pemenuhan tujuan dan kepentingan satu pihak agar tidak sampai
Dalam hal ini perlu adanya keseimbangan antar tujuan pihak-pihak yang
pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Prinsip ini disebut
12
Agus Yudha Hernoko, op.cit. hlm. 78
32
Sedangkan asas proporsionalitas dipahami dalam konteks hukum
Dikenal beberapa teori yaitu condition sine qua non, adequate dan
- Sifat kerugian
- Beban tidak seimbang yang dapat timbul bagi pihak tergugat dari
d. Teori Keadilan
13
Ibid. hlm. 78
14
M. Van Dunne dan van der Burght dalam Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum
Bagi Konsumen Di Indonesia (Jakarta;PT. Raja Grafindo Persada,2011) hlm.83
33
1.) Keadilan menurut Aristoteles adalah suatukebijakan politik yang aturan-
bagi diri sendiri dengan cara merebut apa yang merupakan kepunyaan
orang lain, atau menolak apa yang seharusnya diberikan kepada orang
ini menghendaki agar sumber daya di dunia ini diberikan atas asas
rasio dari yang dibagi harus sama dengan resiko dari orang-
orang yang tidak menerima bagian yang sama, atau orang-orang yang
pengaduan. 15
15
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, cetakan keenam 2006,( Bandung : PT Citra Aditya Bakti,
2006),hlm. 163
34
2.) Keadilan menurut Upianus menggambarkan keadilan adalah kehendak
3.) Menurut Beauchamp dan Bowie, mengajukan enam prinsip agar keadilan
16
Faninda Mahanani Nurrizkita,Konsepsi Keadilan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pt. PLN
(Persero) Pengguna Listrik Prabayar,(Semarang:Universitas Diponegoro,2015,hlm. 17
17
Agus Yudha Hernoko,Op.cit, hlm. 52
35
Menurut Rosa Agustina, dalam menentukan suatu perbuatan dapat
F. Metode penelitian
diatas, sedangkan hados berarti suatu jalan, suatu cara ). Dalam dunia riset,
merupakan suatu kegiatan ilmiah yg berkaitan dgn analisa dan konstruksi, yang
sesuai dengan metode atau cara tertentu, sisitematis adalah berdasarkan system,
18
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, (Depok: Pasca Sarjana Universitas Indonesia,
2013), hlm. 117
36
sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu
kerangka tertentu19
1. Pendekatan Penelitian
peraturan perundang-undangan.20
yang diperlukan tidak hanya berpegang pada segi-segi yuridis saja dengan
normative saja, melainkan juga berpegang pada hasil penelitian dan fakta-
19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta; Universitas Indonesia,2010) Hlm.
42
20
Ronny Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimentri , (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1990), hlm. 34
37
menggunakan objek yaitu pelaku usaha atau penyedia jasa pengiriman barang
2. Spesifikasi Penelitian
tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau
teori baru.22
3. Lokasi Penelitian
Semarang serta pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Semarang
Penelitian ini akan menggunakan jenis data primer yaitu data yang
diperoleh secara langsung dari masyarakat yang akan diteliti seperti melalui
didapatkan dari studi literature dari bahan kepustakaan yang masih relevan
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Data sekunder sendiri akan dibagi menjadi 3(tiga) yaitu bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier. Sumber data memerlukan
subyek dimana data tersebut bisa diperoleh. Adapun sumber data pada
a. Data Primer
39
Sumber data primer yakni data yang diperoleh langsung dari
dari informan yang riil dan mendalam sesuai focus pembahasan. Wawancara
- Pewawancara.
- Yang diwawancarai.
wawancara.24
misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan,
menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah data yang sedikit itu
23
Ibid. hlm. 10
24
Ibid. hlm. 57
40
orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai data.25 Pihak-pihak yang akan
pengiriman barang
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Data
Konsumen
25
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung:CV. Alfabeta, 2013), hlm. 53-54
41
f.) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Angkutan
Multimoda
42
menurut relevansi dan kebutuhannya untuk kemudian dianalisis
dalam kalimat yang teratur, runut, logis, tidak tumpang tindih, dan
sempurna.27
G. Jadwal Penelitian
Kegiatan I II II
Pelaksanaan
Penelitian
26
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2004)
hlm. 127
27
Ibid., hlm 128
43
Pengumpulan data
Analisis Data
Primer
Analisis Data
Sekunder
Penyusunan hasil
penelitian
H. Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini terbagi dalam 4 (empat) bab, dimana masing-masing bab
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini akan diuraikan latar belakang, perumusan
penulisannya
BAB II : Tinjauan Pustaka
Pada bab ini memuat secara rinci dan sistematis mengenai teori-
44
dalam Bab III dengan rincian sebagai berikut: A. Tinjauan Umum
I. Orisinalitas Penelitian
Penelitian
45
Diponegoro Semarang obyek penelitian berbeda.
adalah
perlindungan
hukum terhadap
konsumen
transportasi
darat, terutama
Indonesia
(Persero)
sebagai
perusahaan
milik
pemerintah dan
Nugraha
Ekakurir dari
pihak swasta.
47
Daftar Pustaka
Universitas Indonesia.
Group.
Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, 2003, Perikatan Yang Lahir Dari
Muhammad, Abdul Kadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Salim H.S, 2010, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak,
48
Sidabalok, Janus, 2010, Hukum Perlidungan Konsumen Di Indonesia, Bandung;
Aditya Bakti.
Indonesia.
Pers.
Annual Report
PT. Pos Indonesia (Persero), 2016, Unlocking the Unknown People, Network,
Peraturan Perundang-Undangan
49
d. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
50