NOMOR : ……/SK.Dir/RSPB/PDM/…../…..
TENTANG
PEDOMAN KERJA PROMOSI KESEHATAN
RUMAH SAKIT PREMIER BINTARO
Menimbang : a. bahwa dalam kegiatan rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna meliputi promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang no 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PREMIER BINTARO TENTANG
PEDOMAN KERJA PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT
Kelima : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative , dan hal ini dinyatakan dalam Undang-undang RI no 44 tahun 2009 tentang rumah
sakit yang menyatakan bahwa RS adalah Institusi pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna. Umumnya RS berorientasi pada pelayanan kuratif dan rehabilitative, sementara
pelayanan promotif dan preventif masih dianggap sebelah mata , karena dinilai sebuah Cost
Center tanpa melihat esensi dampak/outcome dari promosi kesehatan yang dikelola dengan baik
seperti di negara-negara maju. Namun demikian upaya ke arah paripurna terus diupayakan ,
melalui kegiatan PKRS di RS Premier Bintaro.
Promosi kesehatan Rumah Sakit atau rumah sakit yang menyelenggarakan promosi kesehatan
didunia ini telah menjadi trend dan dipandang sebagai rumah sakit masa depan karena
mengintegrasikan seluruh aspek pelayanan secara holistic dan inklusif terhadap kesehatan secara
berkesinambungan. Pelayanan secara holistik bertujuan bahwa pelayanan yang dilakukan oleh
rumah sakit tidak hanya berdimensi fisik semata yang berorientasi pada patogenik tetapi juga
mencakup seluruh dimensi manusia meliputi bio, psiko, sosio dan determinan lainnya yang
berorientasi pada salutogenik.
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan rujukan harus melaksanakan pelayanan yang
inklusif sehingga RS akan memberikan kontribusi lebih bagi peningkatan derajat kesehatan
masyarakat melalui upaya pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan sistematis.
Peran Rumah Sakit menjadi bagian penting agar setiap orang tahu untuk melakukan pencegahan
dibandingkan pengobatan.
Rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan membutuhkan media promosi untuk
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Namun pelayanan rumah sakit
merupakan jenis pelayanan yang unik dan berbeda bila dibandingkan dengan bidang jasa
pelayanan yang lainnya.
Promosi Kesehatan rumah sakit (PKRS) berusaha mengembangkan pengertian pasien, keluarga,
dan pengunjung rumah sakit tentang penyakit dan pencegahannya. Selain itu, PKRS juga berusaha
menggugah kesadaran dan minat pasien, keluarga, dan pengunjung rumah sakit untuk berperan
secara positif untuk penyembuhan dan pencegahan penyakit. Oleh karena itu, PKRS merupakan
bagian yang tidak terpisah dari program pelayanan kesehatan rumah sakit.
2. Terciptanya masyarakat rumah sakit yang menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat melalui
perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku pasien RS serta pemeliharaan lingkungan Rumah Sakit
4
3. Termanfaatkannya dengan baik semua pelayanan yang disediakan Rumah Sakit.
4. Meningkatkan kualitas pelayanan medis dengan memberikan informasi medis yang selektif,
terpercaya dan menyeluruh kepada setiap pasien dan keluarganya yang datang ke rumah sakit
dengan cara menyediakan informasi yang dibutuhkan pasien maupun keluarganya seperti rencana
promotif, rencana preventif, diagnosis kerja, rencana diagnostik, rencana terapi, prognosis, dan
rencana rehabilitatif.
Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman K3 di
RS. Premier Bintaro.
Tujuan Umum
Terciptanya cara kerja & lingkungan kerja yang aman, sehat, nyaman dan produktif untuk SDM
Rumah Sakit, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dan
lingkungan sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah Sakit Premier Bintaro berjalan
baik dan lancar.
Tujuan khusus
a. Terpenuhi syarat-syarat K3 di setiap unit kerja.
b. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK dan KAK.
c. Terselenggaranya program K3RS secara optimal dan menyeluruh.
d. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas Rumah Sakit.
e. Meningkatnya profesionalisme dalam hal K3 bagi manajemen, pelaksana dan pendukung
program.
5
Sasaran
a. Pengelola Rumah Sakit.
b. SDM Rumah Sakit.
c. Pasien dan pengunjung
I.4 Pengertian
1. K3 adalah singkatan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dalam bahasa Inggris disebut
sebagai Occupational Health and Safety, disingkat OHS. K3 atau OHS adalah kondisi yang harus
diwujudkan di tempat kerja dengan segala daya upaya berdasarkan ilmu pengetahuan dan
pemikiran mendalam guna melindungi tenaga kerja, manusia serta karya dan budayanya
melalui penerapan teknologi pencegahan kecelakaan yang dilaksanakan secara konsisten
sesuai dengan peraturan perundangan dan standar yang berlaku.
2. K 3 / OHS adalah suatu kegiatan yang merupakan bagian dari Kesehatan dan Keselamatan Kerja
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pelatihan terus menerus untuk
menjamin kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan RS, mencegah kebakaran serta
persiapan dalam menghadapi bencana bagi semua pasien, pengunjung dan karyawan di Rumah
Sakit Premier Bintaro.
3. Kesehatan Kerja Menurut WHO/ILO (1995), Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan
pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di
semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan
oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor
yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas
merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau
jabatannya.
4. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan
dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan
Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan,
pengobatan dan rehabilitasi.
5. Konsep dasar K3RS adalah upaya terpadu seluruh pekerja Rumah Sakit, pasien,
pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja Rumah
Sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja Rumah Sakit, pasien,
pengunjung/pengantar orang sakit maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah
Sakit.
6. Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit adalah orang yang bekerja di Rumah Sakit yang
meliputi tenaga tetap yakni tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga
kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan serta tenaga tidak
tetap dan konsultan. (UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 12 ayat 1 dan ayat 4).
6
7. Pengelola K3RS adalah organisasi yang menyelenggarakan program kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) secara menyeluruh di Rumah Sakit.
8. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh
dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaan, yang ditujukan agar
tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak
mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga kerja lainnya dan cocok untuk
pekerjaan yang akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang
bersangkutan dan tenaga kerja lain-lainnya yang dapat dijamin.
9. Pemeriksaan kesehatan berkala adalah pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu
terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter, yang dimaksudkan untuk mempertahankan
derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai
kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu
dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.
10. Pemeriksaan kesehatan khusus adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter
secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu, yang dimaksudkan untuk menilai adanya
pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan
tenaga kerja tertentu.
11. Audit K3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen, untuk menentukan suatu
kegiatan dan hasil-hasil yang berkaitan standar dan prosedur K3 , kesesuaian dengan posedur
yang direncanakan, dan dilaksanakan secara efektif dan cocok untuk mencapai kebijakan dan
tujuan perusahaan. Upaya mencari ketidaksesuaian di dalam sistem di mana kegiatan
dilakukan terhadap area keseluruhan sistem K3 yang ada di RS. Premier Bintaro , Mengukur
efektifitas dari pelaksanaan suatu sistem, Difokuskan terhadap suatu sistem, Penekanan
terhadap proses, dengan Metode pelaksanaan: tinjauan ulang, mencari kesesuaian dan
observasi.
7
Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan.
- Permenaker nomor 04/Men/1980 tanggal 14 April tahun 1980 tentang syarat-syarat
pemasangan dan pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
- Permenaker No.02/Men/1983 tanggal 10 Agustus 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran
Automatik.
- Workplace Safety Standards & Guidelines, Ramsay Health Care.
8
BAB II
KEBIJAKAN K3 , PERAN DAN TANGGUNGJAWAB P2K3
Lingkungan kerja yang aman di Rumah Sakit Premier Bintaro adalah suatu tempat kerja yang aman
yang bertujuan untuk mencegah kecelakaan dan kesakitan pada semua karyawan, pasien, keluarga
dan pengunjung di rumah sakit. Tempat kerja yang aman adalah tanggung jawab setiap orang.
Sehingga untuk mencapai hal tersebut, maka Kebijakan OHS/K3 di RSPB adalah Setiap karyawan
bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan dirinya sendiri, orang-orang sekitarnya
serta atas keselamatan lingkungan kerjanya.
Sebagai seorang karyawan di rumah sakit, setiap tindakan kita tidak hanya mempengaruhi diri kita
sendiri, tapi dapat juga mempengaruhi kesehatan dan keselamatan setiap orang yang berada di
lingkungan kerja kita. Sehingga merupakan tanggung jawab kita bersama untuk menjaga
kesehatan dan keselamatan tempat kerja kita masing-masing.
P2K3 atau Komite OHS (Occupational Health and Safety) bertanggung jawab untuk merencanakan,
mengkoordinir dan mengevaluasi program safety di RSPB. Semua kebijakan, program, prosedure
atau training yang dilakukan oleh RSPB bertujuan untuk menjaga keamanan semua orang yang
berada di lingkungan rumah sakit sehingga semua training yang dilakukan bertujuan untuk
mencapai tempat kerja yang aman.
Semua karyawan dapat secara aktif membantu menjaga keamanan dan keselamatan kerja dengan
hal sederhana seperti:
- menutup kembali laci/lemari sebelum berjalan pergi dari meja/lemari yang baru kita
pergunakan.
- mencuci tangan dengan tidak membasahi lantai ruangan.
- memberi tanda ’RUSAK’ pada alat yang tidak berfungsi
- meletakkan barang-barang kembali ke posisi semula setelah mempergunakan
- mempraktekkan cara kerja yang aman
II.1 kebijakan
Manajemen RS. Premier Bintaro mengindentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial
kebutuhan sarana dan pra sarana , ketenagaan untuk terlaksananya program K3 di RS. Kebijakan
K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur organisasi RS.
Pengelolaan fasilitas
Rumah Sakit selalu berupaya untuk menyediakan kondisi yang aman, berfungsi dengan baik dan
dapat menjamin keamanan pasien, keluarga, karyawan dan pengunjung rumah sakit. Untuk
mencapai hal tersebut maka semua fasilitas di dalam rumah sakit harus dikelola dengan baik.
9
Semua fasilitas rumah sakit hanya dapat berada dalam kondisi baik jika semua pihak yaitu dari
management, setiap unit departemen dan semua karyawan di dalamnya bekerja sama untuk
mencapai hal tersebut.
Kebijakan :
1. Rumah sakit akan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan
tentang pemeriksaan fasilitas rumah sakit.
2. Dilakukan pemeliharaan, pemeriksaan dan audit secara teratur untuk mencapai tujuan
tersebut.
3. Setiap karyawan bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan dirinya sendiri, orang-
orang sekitarnya serta keselamatan lingkungan kerjanya.
4. Jika seseorang mengetahui adanya kondisi fasilitas yang mempunyai resiko, maka karyawan
tersebut bertanggung jawab untuk menginformasikan hal tersebut kepada pihak yang
berkepentingan.
P2K3 (Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja) atau Komite OHS/K3.
a. RS. Premier Bintaro memiliki Komite P2K3 (Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan
Kerja) / OHS (Occupational Health & Safety), yang didalamnya terdapat unsur
management serta karyawan, sehingga semua terlibat untuk mencapai tujuan umum K3.
b. Didalam Komite K3/P2K3 di rumah sakit Premier Bintaro terdiri dari :
- Executive Management Representatif
- Sekretaris
- OHS Coordinator
Didalam Komite tersebut juga terdapat sub komite antara lain;
- Team FSE (Fire Safety & Emergency)
- WSR (Workplace Safety Representatif).
c. P2K3/Komite K3 merupakan sekelompok karyawan, supervisor dan manager yang telah
ditunjuk ataupun dipilih oleh kelompoknya untuk mewakili mereka untuk berpartisipasi
dalam komite, untuk memberi nasihat dan untuk memonitor kesehatan dan keselamatan
10
kerja dalam fasilitas/lingkungan mereka.
Perwakilan K3/OHS :
perwakilan seorang karyawan dari department/unit kerja di RSPB yang berkoordinasi dengan
WSR Dan komite K3/OHS untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan ditempat kerjanya
serta melakukan diskusi tentang management resiko, memonitor, mengevaluasi dan mempromosi
tentang kesehatan dan keamanan kerja antar karyawan di departemen/unit kerjanya.
11
8. Office
9. Front Office
10. Purchasing
11. House Keeping
12. Security
13. Nurse lantai I
14. Nurse Lantai II
15. Nurse Lantai III
Ketua OHS/P2K3
- Merupakan Direktur/CEO
- Memonitor dan memastikan semua program K3/OHS dijalankan terutama lintas departement
dan mensupport pelaksanaan OHS di RS. Premier Bintaro
- Menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk tercapainya pelaksanaan program yang
berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit.
- Memonitor perkembangan dan pelaksanaan semua program.
Sekretaris OHS/P2K3
12
- Memastikan semua program OHS/K3 dijalankan
- Membuat Plan, TORP, SOP untuk K3 dan atau menyesuaikannya dengan kondisi RS
- Membuat usulan tambahan program dan menyediakan informasi serta bantuan ke pihak
management, supervisor departement, Workplace Safety Representatif dan semua yang
berhubungan untuk tercapainya safety dan security.
Perwakilan K3
Membantu WSRnya dalam pelaksanaan OHS di departemennya masing-masing.
13
- Melakukan audit untuk fire safety & emergency.
Ramsay Executive
- Berkomitmen dan mendukung dalam management safety di RS. Premier Bintaro
- Memberikan sumber daya untuk mendukung tercapainya safety sesuai kondisi di RS. Premier
Bintaro
- Mengurangi angka kecelakaan dan cedera akibat kerja.
Supervisor departement
- Memastikan semua issue kesehatan dan keselamatan kerja dilakukan, bertanggung jawab
supaya program ini diketahui dan diterapkan dalam departement mereka.
- Memastikan supaya hazard dan risiko yang berada di departementnya diketahui.
- Melakukan penanganan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi hal tersebut.
- Mensupport WSR (Workplace Safety Representative) dan Perwakilan K3 dalam melaksanakan
program OHS di RS. Premier Bintaro.
- Memastikan pelaksanaan inspeksi hazard di tempat kerjanya dilakukan dengan berdiskusi
dengan karyawan dan WSR
Setiap Karyawan
Setiap karyawan bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan dirinya, orang-orang
sekitarnya serta keselamatan lingkungan kerjanya.
14
BAB III
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA RS. PREMIER BINTARO
III.1 Penilaian Risiko dan Identifikasi Bahaya (Risk Assesment and Hazard identification)
Penilaian resiko dan kontroling harus dilakukan untuk mencegah suatu hazard menyebabkan
cedera, penyakit, kerusakan ataupun kerugian. Karyawan yang berada di lokasi kerja harus
mengidentifikasi dan melaporkan secara aktif faktor hazard yang berada di lingkungannya masing-
masing.
Setiap staff di departement masing-masing harus mengetahui dan aware mengenai faktor hazard
dan risk/resiko utama yang ada di lokasi kerjanya/departementnya masing-masing. Sehingga
semua staff bekerja sama dalam program management resiko dengan melaporkan faktor hazard
yang mereka ketahui ke management/supervisor masing-masing ataupun melalui reporting
Kejadian K3/Hazard di intranet sesegera mungkin.
Management resiko adalah suatu sistem pendekatan yang dipergunakan untuk mencapai tempat
kerja yang aman dan sehat.
Proses dalam management resiko adalah suatu proses yang secara terus menerus mencari cara
untuk mengurangi kemungkinan hazard menyebabkan cedera. Hierarcy atau kontrol adalah cara
atau sesuatu yang digunakan dalam proses manangement resiko dalam upaya mengurangi
kemungkinan hazard menyebabkan cedera.
Proses manajemen risiko terdiri dari:
Identifikasi hazard dan risiko
Penilaian dampak dari hazard dan resiko yang terkait
Tindakan untuk mengontrol hazard dan resiko
A Identifikasi Hazard
Hazard adalah suatu substansi/kondisi yang mempunyai potensi membahayakan kesehatan ataupun
keamanan manusia maupun lingkungan. Sehingga sangat penting untuk mengetahui semua jenis
hazard yang terdapat di lingkungan kerja kita.
Rumah Sakit Premier Bintaro mencoba mengidentifikasi hazard dengan berbagai cara melalui:
- incident report (Laporan Kejadian K3/Hazard secara online dan langsung di komputer)
- masukan dari staff
- audit/inspection OHS/K3
15
Hazard yang dilaporkan termasuk hazard yang dilaporkan oleh karyawan atau yang timbul sebagai
hasil incident misalnya peralatan tidak sesuai atau rusak atau hazard karena disain fasilitas. Semua
jenis hazard yang ada dilingkungan kerjanya harus diketahui oleh semua staff, termasuk untuk
jenis hazard chemical dan MSDSnya.
Fasilitas RS. Premier Bintaro memiliki procedure tertulis untuk pelaporan hazard yang konsisten
dan mudah untuk diikuti dan dipahami.
Tujuan utama dari pelaporan hazard tersebut adalah supaya laporan tersebut ditindak lanjuti
untuk meminimalkan resiko terhadap keamanan dan kesehatan.
Hazard register adalah suatu register/daftar terperinci semua hazard yang diketahui dan
dilaporkan di dalam fasilitas. yang berisi informasi tentang hazard/potensi bahaya yang harus
dipunyai oleh setiap department di seluruh rumah sakit.
Pendataan hazard register per department yang dilakukan oleh Workplace Safety Representative
atau perwakilan K3 dan supervisor setiap tahun sekali. Pengidentifikasian faktor hazard juga
dilakukan selama audit oleh pihak eksternal (Akreditasi RS oleh KARS, ISO, HICMR dan fire
insurance) yang dilakukan terhadap rumah sakit. Semua data faktor hazard dan resiko menjadi
masukan untuk dipergunakan untuk mengontrol resiko terbesar yang mempunyai dampak
terbesar.
16
B Risk Assessment/penilaian resiko
Risk/Resiko adalah adanya kemungkinan bahwa paparan pada suatu hazard akan menyebabkan
cedera, penyakit, kerusakan atau kerugian.
Risk Assessment/penilaian resiko adalah suatu proses untuk menentukan kemungkinan dan
konsekuensi dari cedera, penyakit atau kerusakan bangunan, properti atau lingkungan dalam
upaya menentukan tingkat resikonya dan melakukan kontrol yang tepat untuk menghilangkan /
meminimalkan faktor resiko tersebut.
Risk assesment program safety dan security menggunakan struktur format
a. Mengidentifikasi hazard dan resiko
b. Penilaian hazard dan resiko
c. Melakukan tindakan untuk mengontrol hazard dan resiko
Setelah mengidentifikasi hazard adalah penting untuk menilai bagaimana potensi hazard tersebut
dalam menyebabkan cedera ataupun mempengaruhi tempat kerja, misalkan dengan melakukan
risk assestment.
Penilaian hazard adalah proses untuk menentukan tingkat risiko yang berkaitan dengan pajanan
terhadap hazard tersebut, dan kemungkinannya menyebabkan cedera, penyakit, kerusakan atau
kerugian sehingga menunjukkan kebutuhan dan memberikan pertimbangkan terhadap prioritas
suatu tindakan kontrol.
Penilaian risiko harus dilakukan sebelum penggunaan peralatan baru atau suatu proses baru,
ataupun dalam memodifikasi peralatan maupun proses. Fasilitas harus mengidentifikasi hazard
baru atau hazard yang tak terduga yang mungkin terjadi karena perubahan tersebut. Hal ini
memudahkan organisasi memahami tingkat risiko yang mungkin terjadi dan fasilitas proaktif
memanajemen risiko dengan memungkinkan pelaksanaan kontrak yang sesuai sebelum
pengenalan suatu peralatan ataupun suatu proses.
Penilaian risiko juga harus mempertimbangkan bagaimana pekerjaan dilakukan, tata letak dan
kondisi tempat kerja serta pelatihan dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh karyawan untuk
melakukan tugas mereka dengan aman.
Setelah risk assessment maka proses kontrol yang tepat harus diterapkan untuk mencegah hazard
yang telah diidentifikasi menyebabkan cedera.
Risk kontrol merupakan proses untuk menentukan dan melaksanakan control untuk
meminimalkan tingkat resiko, atau proses pelaksanaan tindakan untuk menghilangkan atau
meminimalkan resiko yang berhubungan dengan hazard tersebut.
17
Tujuan obyektif dari risk control adalah menghilangkan resiko sebagai pilihan pertama. Jika hal ini
tidak mungkin, risiko harus dikurangi sejauh hal tersebut dapat dikerjakan secara wajar.
Pilihan risk kontrol mungkin memerlukan kombinasi dari hal-hal diatas. Risiko akan tetap ada jika
kontrol lain dilakukan selain eliminasi.
Jenis dan tingkat pengontrolan dapat dipertimbangkan dengan tidak mengabaikan:
kemungkinan suatu hazard atau resiko terjadi ( misalnya seberapa kemungkinan seseorang
yang terpajan menjadi cedera)
derajat cedera yang akan dihasilkan jika hazard atau resiko terjadi ( misalnya potensial
keseriusan dari cedera atau luka)
apa yang orang yang terkait mengetahui, atau seharusnya mengetahui, tentang hazard
atau resiko dan cara untuk menghilangkan ataupun mengurangi hazard atau resiko itu
cara yang mungkin dan cocok untuk menghilangkan atau mengurangi hazard resiko
biaya untuk menghilangkan atau mengurangi hazard atau resiko.
III.3 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)/OHS (Occupational Health and Safety)
1. Kebijakan K3/OHS RSPS adalah “Setiap karyawan bertanggung jawab atas keselamatan
dirinya sendiri, keselamatan orang-orang sekitarnya serta keselamatan lingkungan kerjanya”.
Safety adalah masalah yang sangat penting sehingga supaya semua orang (karyawan,
management dan vendor) dapat mengingat hal tersebut, maka kebijakan K3 dimasukkan ke
18
kartu K3 untuk setiap orang.
2. Supaya safety dapat tercapai dan terjadi terus menerus di lingkungan RS. Premier Bintaro,
maka safety merupakan tugas dan tanggung jawab setiap karyawan RS. Premier Bintaro yang
berada di lingkungan RS. Premier Bintaro. Sehingga tugas dan tanggung jawab setiap
karyawan tentang masalah safety akan dicantumkan ke dalam uraian tugasnya masing-
masing.
3. Safety inspection yang dilakukan untuk RS. Premier Bintaro antara lain adalah:
a) Data faktor hazard per department
Pendataan semua faktor hazard pertahun yang terdapat di setiap department dilakukan
oleh supervisor per department, Workplace Safety Representative dan dipantau oleh
supervisor OHS atau sekretaris OHS.
b) Dilakukan audit OHS untuk masalah safety meliputi program safety , fire safety &
emergency setiap tahun.
Hasil pendataan hazard per department dan hasil audit digunakan untuk
mengidentifikasi faktor resiko yang ada di departementnya masing-masing. Hasil
tersebut diinformasikan kembali ke department bersangkutan serta disampaikan ke
management (jika ada hal yang perlu ditangani lebih lanjut) dan dibahas dalam meeting
OHS, sehingga diharapkan ada tindakan perbaikan/korektive action untuk memperbaiki
hal tersebut.
Jika hasil temuan audit yang bisa langsung diselesaikan/korektive actionnya, maka akan
langsung dimasukkan ke dalam work order maintenance berupa SAM-RS untuk langsung
diperbaiki.
4. Audit pihak eksternal (audit akreditasi RS oleh KARS, audit ISO, audit HICMR, audit fire
insurance) juga digunakan untuk mengidentifikasi resiko safety dan disampaikan ke
management untuk tindak lanjutnya.
6. Keamanan dan keselamatan / Safety dan security juga dilakukan untuk pasien yang butuh
19
perhatian khusus seperti infants, orang tua, orang-orang berkebutuhan khusus (disable),
perlindungan untuk pasien dengan kasus kekerasan dan lain-lain. Dalam menunjang
tercapainya safety untuk hal tersebut maka semua karyawan dari mulai nurse sampai security
terlibat secara langsung untuk mencapai hal tersebut.
1. Management Safety Incident untuk staff, outsource, pengunjung dan pasien dilakukan
dengan:
- Pelaporan hazard/K3 di intranet sesuai dengan procedure ‘Pelaporan Kejadian
K3/Hazard’. Pelaporan ini boleh dilaporkan oleh setiap karyawan. Pelaporan ini juga
termasuk di dalamnya laporan needle stick injury dan paparan cairan tubuh yang
dikumpulkan oleh Infeksi nasokomial.
- Laporan pasien safety dan A/E report untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan
pasien safety.
20
kemungkinan kehilangan bayi/anak.
- pelatihan prosedur ancaman bom dan kehilangan anak/bayi dengan melibatkan staff
dalam training fire safety & emergency.
- Adanya prosedur untuk menghadapi ancaman kekerasan di tempat kerja.
- Simulasi teratur setiap tahun sekali akan dilakukan pada lokasi-lokasi dan daerah yang
dianggap beresiko.
- Safety talk/briefing/induksi setiap ada seminar dimana peserta dari luar >/ 30 orang.
Akan dibuatkan program komputer khusus untuk memutarkan tentang safety briefing
untuk peserta seminar.
3. Dilakukan pengawasan security untuk area tertentu dilakukan dengan sign, pasword untuk
masuk serta akses dengan name tag karyawan. Daerah tersebut antara lain:
- daerah yang hanya boleh dimasuki oleh orang-orang yang berkepentingan seperti:
Maintenance, F&B, CSSD, Radiologi, Laboratorium, casier, Human Resources.
- daerah yang yang bisa dimasuki dengan mempergunakan pasword di depan pintu: CCU,
OT, pharmacy, perinatology, pinguin (daerah lift barang), IT server di lantai bawah,
Medical Record storage, annex building lt. 3, lt. 5 dan flaminggo.
- daerah yang hanya bisa dimasuki dengan kartu name tag karyawan (system swipe):
annex building lt 3 dan 5, pharmacy, OT, CCU, NICU, HCU, Cendra, Camar , Merpati , dan
isolasi.
4. Memonitoring daerah strategis indoor dan outdoor di rumah sakit dengan CCTV.
5. Memonitor seluruh RS dengan jadwal keliling teratur ke seluruh RS oleh staff security serta
adanya staff yang back-up pada waktu keliling.
6. Membatasi akses ke rumah sakit:
- Daerah yang termasuk sensitive security area adalah semua area di rumah sakit dengan
akses masuk terbatas, serta area yang butuh perhatian khusus seperti untuk daerah
maintenance, penyimpanan LPG, solar dan medical gas.
- Membatasi masuk daerah terisolasi seperti tempat pengolahan air bersih, ruang control
lift, ruang pompa, ruang AHU, dll.
- melakukan pengontrolan untuk masuk dan keluar rumah sakit.
- melakukan pengecekan di rumah sakit, membatasi lokasi masuk dan keluar RS di waktu
malam hari.
- melakukan pengecekan setelah jam kerja dan jam kunjung dengan kartu identitas
7. Terdapatnya nomor telp kepolisian yang ada dan siap dihubungi jika ada masalah.
21
akan digabungkan ke laporan Risk Man).
2. Terdapat alert untuk code-code emergency yang berlaku untuk seluruh RS, dan dipasang ke
dalam kartu tag yang akan selalu dipergunakan oleh karyawan (lihat SOP KKK No 03). untuk
Komunikasi Emergency).
3. Jika ada kejadian yang berhubungan dengan security/keamanan maka akan langsung
ditangani oleh pihak security. Tapi jika berhubungan dengan safety/keselamatan maka akan
ditangani langsung oleh pihak/departemen terkait.
1. Training staff pada permulaan mulai bekerja tentang awareness Kesehatan dan Keselamatan
Kerja serta awareness dari security bersamaan dengan program HRD ataupun langsung melalui
e-learning orientasi. Setelah itu setiap tahun, setiap staff akan mengikuti mandatory training K3
secara annually.
2. Adanya informasi awareness tentang safety yang dilakukan oleh supervisor dan WSR tentang
“OHS dan Lingkungan Kerja yang Aman” di setiap departement masing-masing untuk setiap
staff yang berada di tempat kerja yang baru.
3. Vendor/tenant mendapat training mengenai fire safety dan Inok sesuai dengan jadwal training
yang ada.
4. Contraktor dan renovation leader mendapatkan informasi pada awal proyek mengenai
prosedur safety di RSPS.
5. Pasien mendapat edukasi mengenai lewat brosure/buku petunjuk pasien mengenai fire safety
dan gempa.
6. Untuk ruangan bayi baru lahir, akan diberi informasi ke orang tua supaya hanya menyerahkan
bayinya ke nurse di neonatus/perawatan bayi.
22
BAB IV
STANDAR PEDOMAN K3 PERBEKALAN KESEHATAN DI RS
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau
implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada
manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
23
l) Fasilitas penanganan limbah padat, cair dan gas.
2. Setiap bahan dan peralatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di Rumah Sakit yang
menggunakan bahan beracun berbahaya maka pengirimannya harus dilengkapi dengan
MSDS, dan disediakan ruang atau tempat penyimpanan khusus bahan beracun berbahaya
yang aman.
3. Setiap operator/petugas sarana, prasarana dan peralatan, harus mengikuti pemeriksaan
kesehatan secara berkala.
4. Sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit, harus dikelola dan dilakukan oleh petugas yang
mempunyai kompetensi di bidangnya.
6. Khusus area yang dianggap berisiko dan berbahaya dengan dilengkapi simbol-simbol khusus,
seperti laboratorium, radiologi, farmasi, sterilisasi sentral, kamar operasi, ruang genset,
kamar isolasi penyakit menular, pengolahan limbah dan laundry.
7. Khusus sarana bangunan yang menggunakan bahan beracun berbahaya harus dilengkapi
fasilitas dekontaminasi bahan beracun berbahaya.
8. Program penyehatan lingkungan Rumah Sakit meliputi; penyehatan ruangan, bangunan dan
fasilitas sanitasi termasuk pencahayaan, penghawaan dan kebisingan, penyehatan makanan
dan minuman, penyehatan air, penanganan limbah, penyehatan tempat pencucian umum
termasuk laundry, pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lain, pemantauan
sterilisasi dan desinfeksi, pengawasan perlindungan radiasi dan promosi kesehatan
lingkungan.
9. Kalibrasi internal dan kalibrasi legal secara berkala terhadap sarana, prasarana dan peralatan
yang disesuaikan dengan jenisnya.
B Standar Teknis
Luas bangunan disesuaikan dengan jumlah tempat tidur (TT) dan klasifikasi rumah sakit.
Bangunan minimal adalah 50 m2 per tempat tidur. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan
luas lantai untuk ruang perawatan dan ruang isolasi adalah :
• Ruang bayi :
- Ruang perawatan minimal 2 m2/TT
- Ruang isolasi minimal 3,5 m2/TT
24
• Ruang dewasa/anak :
- Ruang perawatan minimal 4,5 m2/TT
- Ruang isolasi minimal 6 m2/TT
• Persyaratan luas ruangan sebaiknya berukuran minimal :
- Ruang periksa 3 x 3 m2
- Ruang tindakan 3 x 4 m2
- Ruang tunggu 6 x 6 m2
- Ruang utility 3 x 3 m2
b. Lantai :
- Lantai ruangan dari bahan yang kuat, kedap air, rata, tidak licin dan mudah dibersihkan
dan berwarna terang.
- Lantai KM/WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan mempunyai
kemiringan yang cukup dan tidak ada genangan air.
- Khusus ruang operasi lantai rata, tidak mempunyai pori atau lubang untuk berkembang
biaknya bakteri, menggunakan bahan vynil anti elektrostatik dan tidak mudah terbakar.
c. Dinding (Mengacu Kepmenkes No.1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit) :
- Dinding berwarna terang, rata, cat tidak luntur dan tidak mengandung logam berat.
- Sudut dinding dengan dinding, dinding dengan lantai, dinding dengan langit-langit,
membentuk konus (tidak membentuk siku).
- Dinding KM/WC dari bahan kuat dan kedap air.
- Permukaan dinding keramik rata, rapih, sisa permukaan kramik dibagi sama ke kanan dan
ke kiri.
- Khusus ruang radiologi dinding dilapis Pb minimal 2 mm atau setara dinding bata
ketebalan 30 cm serta dilengkapi jendela kaca anti radiasi.
- Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik setinggi 1,5 m dari lantai.
d. Pintu/jendela :
- Pintu harus cukup tinggi minimal 270 cm dan lebar minimal 120 cm.
- Pintu dapat dibuka dari luar.
- Khusus pintu darurat menggunakan pegangan panik (panic handle), penutup pintu
otomatis (automatic door closer) dan membuka ke arah tangga darurat/arah evakuasi
dengan bahan tahan api minimal 2 jam.
- Ambang bawah jendela minimal 1 m dari lantai.
- Khusus jendela yang berhubungan langsung keluar memakai jeruji.
25
- Khusus ruang operasi, pintu terdiri dari dua daun, mudah dibuka tetapi harus dapat
menutup sendiri (dipasang penutup pintu (door close)).
- Khusus ruang radiologi, pintu terdiri dari dua daun pintu dan dilapisi Pb minimal 2 mm
atau setara dinding bata ketebalan 30 cm dilengkapi dengan lampu merah tanda bahaya
radiasi serta dilengkapi jendela kaca anti radiasi.
e. Plafond :
- Rangka plafon kuat dan anti rayap.
- Permukaan plafond berwarna terang, mudah dibersihkan tidak menggunakan berbahan
asbes.
- Langit-langit dengan ketinggian minimal 2,8 m dari lantai.
- Langit-langit menggunakan cat anti jamur.
- Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu bedah dengan profil
baja double INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan langit-langit.
f. Ventilasi :
- Pemasangan ventilasi alamiah dapat memberikan sirkulasi udara yang cukup, luas
minimum 15% dari luas lantai.
- Ventilasi mekanik disesuaikan dengan peruntukan ruangan, untuk ruang operasi
kombinasi antara fan, exhauster dan AC harus dapat memberikan sirkulasi udara dengan
tekanan positif.
- Ventilasi AC dilengkapi dengan filter bakteri.
g. Atap :
- Atap kuat, tidak bocor, tidak menjadi perindukan serangga, tikus dan binatang
pengganggu lain.
- Atap dengan ketinggian lebih dari 10 meter harus menggunakan penangkal petir.
h. Sanitasi :
- Closet, urinoir, wastafel dan bak mandi dari bahan kualitas baik, utuh dan tidak cacat,
serta mudah dibersihkan.
- Urinoir dipasang/ditempel pada dinding, kuat, berfungsi dengan baik.
- Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding, kuat, tidak menimbulkan bau, dilengkapi
desinfektan dan dilengkapi tisu yang dapat dibuang (disposable tissues).
- Bak mandi tidak berujung lancip, tidak menjadi sarang nyamuk dan mudah dibersihkan.
- Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan kamar mandi
10:1.
- Indek perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah toiletnya dan kamar mandi 20:1.
- Air untuk keperluan sanitair seperti mandi, cuci, urinoir, wastafel, closet, keluar dengan
lancar dan jumlahnya cukup.
i. Air bersih :
- Kapasitas reservoir sesuai dengan kebutuhan Rumah Sakit (250-500 liter/tempat tidur).
- Sistem penyediaan air bersih menggunakan jaringan PAM atau sumur dalam (artesis).
- Air bersih dilakukan pemeriksaan fisik, kimia dan biologi setiap 6 bulan sekali.
- Sumber air bersih dimungkinkan dapat digunakan sebagai sumber air dalam
penanggulangan kebakaran.
26
j. Pemipaan (plumbing ):
- Sistem pemipaan menggunakan kode warna : biru untuk pemipaan air bersih dan merah
untuk pemipaan kebakaran.
- Pipa air bersih tidak boleh bersilangan dengan pipa air kotor.
- Instalasi pemipaan tidak boleh berdekatan atau berdampingan dengan instalasi listrik.
k. Saluran (drainase):
- Saluran keliling bangunan drainage dari bahan yang kuat, kedap air dan berkualitas baik
dengan dasar mempunyai kemiringan yang cukup ke arah aliran pembuangan.
- Saluran air hujan tertutup telah dilengkapi bak kontrol dalam jarak tertentu, dan ditiap
sudut pertemuan, bak kontrol dilengkapi penutup yang mudah di buka/ditutup memenuhi
syarat teknis, serta berfungsi dengan baik.
m. Tangga :
- Lebar tangga minimum 120 cm jalan searah dan 160 cm jalan dua arah.
- Lebar injakan minimum 28 cm.
- Tinggi injakan maksimum 21 cm.
- Tidak berbentuk bulat/spiral.
- Memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang seragam.
- Memiliki kemiringan injakan < 90 derajat.
- Dilengkapi pegangan, minimum pada salah satu sisinya. Pegangan rambat mudah
dipegang, ketinggian 60–80 cm dari lantai, bebas dari segala instalasi.
- Tangga diluar bangunan dirancang ada penutup tidak kena air hujan.
o. Area parkir :
- Area parkir harus tertata dengan baik.
- Mempunyai ruang bebas disekitarnya.
- Untuk penyandang cacat disediakan ramp trotoar.
- Diberi rambu penyandang cacat yang bisa membedakan untuk mempermudah dan
membedakan dengan fasilitas parkir bagi umum.
- Parkir dasar (basement) dilengkapi dengan exhauster yang memadai untuk menghilangkan
udara tercemar di dalam ruang dasar (basement), dilengkapi petunjuk arah dan disediakan
27
tempat sampah yang memadai serta pemadam kebakaran.
28
d. Sistem komunikasi :
- Tersedia saluran telepon internal dan eksternal dan berfungsi dengan baik.
- Tersedia saluran telepon khusus untuk keadaan darurat (untuk UGD, sentral telepon dan
posko tanggap darurat).
- Instalasi kabel telah terpasang rapi, aman dan berfungsi dengan baik.
- Tersedia komunikasi lain (HT, paging sistem dan alarm) untuk mendukung komunikasi
tanggap darurat.
- Tersedia sistem panggilan perawat (nurse call) yang terpasang dan berfungsi dengan baik.
- Tersedia sistem tata suara pusat (central sound system).
- Tersedia peralatan pemantau keamanan/CCTV (Close circuit television)
e. Gas medis :
- Tersedianya gas medis dengan sistem sentral atau tabung.
- Sentral gas medis dengan sistem jaringan dan outlet terpasang, berfungsi dengan baik
dilengkapi dengan ALARM untuk menunjukkan kondisi sentral gas medis dalam keadaan
rusak/ketersediaan gas tidak cukup.
- Tersedia pengisap (suction pump) pada jaringan sentral gas medik.
- Kapasitas central gas medis telah sesuai dengan kebutuhan.
- Kelengkapan sentral gas berupa gas oxigen (O2), gas nitrous oxida (NO2), gas tekan dan
vacum.
f. Limbah cair :
- Tersedianya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan perizinannya.
g. Pengolahan limbah padat :
- Tersedianya tempat/kontainer penampungan limbah sesuai dengan kriteria limbah.
- Tersedia incinerator atau yang sejenisnya, terpelihara dan berfungsi dengan baik.
- Tersedia tempat pembuangan limbah padat sementara, tertutup dan berfungsi dengan
baik.
29
BAB V
PENANGANAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) & SITOTOKSIK / KEMOTHERAPY
Bahan kimia selalu dipergunakan setiap hari. Sifat dan jenis bahan kimia tersebut ada yang tidak
berbahaya, ada yang mungkin berbahaya sampai yang sangat berbahaya baik terhadap
lingkungan maupun terhadap kesehatan. Jika mempunyai efek terhadap kesehatan maka bahan
kimia tersebut dikategorikan sebagai B3 (bahan berbahaya beracun)/ hazardous material.
Sifat-sifat bahan kimia tersebut dapat dikategorikan sebagai korosive, flammable (mudah
terbakar), explosive (mudah meledak), irritative, oxidizing (oxidator) atau reaktive dengan air, dan
lain-lain sehingga membutuhkan perlakuan khusus untuk penanganan, penyimpanan dan
transportasinya.
Bahan kimia/chemical termasuk salah satu jenis hazard. Bahan kimia/chemical ada yang aman dan
ada yang berbahaya.
Bahan kimia yang berbahaya dikategorikan dengan 2 kategori : sebagai Dangerous Good dan sebagai
hazardous material/B3 (Bahan Beracun Berbahaya).
- Dangerous Good adalah kategori bahan kimia yang berbahaya.
- Hazardous material/B3 (Bahan Beracun Berbahaya) adalah bahan kimia yang dikategorikan
berdasarkan efeknya terhadap kesehatan manusia.
Umumnya tipical hazard chemical adalah toxic, corrosive, flammable, irritants, chemical reactive,
cytotoxic, dll.
30
penyimpanan, penggunaaan dan pengelolaan B3 yang ada di Rumah Sakit merupakan daerah
berbahaya. Di setiap area yang beresiko diberi tanda peringatan atau kode/sign mengenai
bahaya/hazard dan resikonya.
3. Penanganan administratif
Di setiap tempat penyimpanan, penggunaan dan pengelolaan B3 harus diberi tanda sesuai
potensi bahaya yang ada, dan tersedia MSDS (Material Safety Data Sheet) untuk menangani
B3 antara lain :
a. Cara pananggulangan bila terjadi kontaminasi.
b. Cara penanggulangan apabila terjadi kedaruratan.
c. Cara penanganan B3 dll.
RS. Premier Bintaro memiliki fasilitas untuk penanganan untuk penanggulangan bila terjadi
kontaminasi atau kedaruratan , antara lain :
1. Emergency shower/ Mandi darurat, di rancang untuk dekontaminasi tubuh kepala dan
tubuh pengguna dari paparan kimia berbahaya. Peralatan ini tidak di rekomendasikan
untuk menyiram mata, karena tingkat tinggi atau tekanan aliran air dapat merusak mata
dalam beberapa kasus.
2. Eye wash station/ stasiun pencuci mata, dirancang untuk menyiram daerah mata dan
wajah saja, selain alat pelindung diri seperti safety goggles/glasses (kacamata
keselamatan), OSHA juga merekomendasikan perlindungan mata dan wajah, terutama
untuk area kerja yang beresiko terhadap paparan chemical atau debu yang mengiritasi
mata. Peralatan “Eye wash station/cuci mata darurat” digunakan untuk mencuci atau
mengirigasi mata dengan air ketika debu, iritasi, atau bahan kimia masuk ke mata.
31
3. Chemical Spill Kit (Kit tumpahan kimia)
Hazardous material/Bahan berbahaya kadang-kadang beresiko dapat bocor atau
tumpah, walaupun sudah dilakukan tindakan pencegahan keamanan/safety precaution.
Spill Kit dirancang untuk membersihkan tumpahan kimia/produk berbahaya sehingga
tidak mencemari tanah atau air.
Kit ini dapat terdiri dari bahan penyerap/absorben seperti serbuk gergaji, pasir yang
ditaburi di atas tumpahan atau bantal/busa/spons yang ditempatkan di sekitar
tumpahan untuk menampungnya. Kit ini juga dapat mencakup peralatan pelindung,
seperti kacamata, masker dan sarung tangan bersama dengan petunjuk tentang cara
menggunakan komponen.
Untuk tumpahan besar, gunakan absorben/penyerap seperti “Socks”. Socks adalah
absorben/penyerap berbentuk tabung panjang yang dirancang untuk ditempatkan di
sekeliling tumpahan untuk menjaga dari penyebaran. Bantal mungkin ditempatkan di
atas bahan berbahaya untuk menyerapnya.
Jenis-jenis pictogram (berdasarkan Globally Harmozed System atau pictogram berdasarkan hazard
lainnya) yang sering dijumpai di bahan kimia atau suatu item antara lain:
32
Pictogram atau Arti
Artinya
Hazard dari sign
Gas
Gas bertekanan tinggi
Cylinder
Exploding
bomb / Hazardous material yang bisa menyebabkan
Mudah explosive/ledakan , bereaksi sendiri dan organic peroxides
Meledak
Aquatic
Chemical yang mungkin membahayakan kehidupan di air
Toxicity
33
Pictogram atau Arti
Artinya
Hazard dari sign
34
Ada dua cara untuk mendapatkan informasi tentang suatu chemical yang biasa digunakan:
1. Label
2. MSDS (Material Safety Data Sheet)
Label dan MSDS memberikan informasi tentang chemical yang perlu kamu ketahui termasuk
bagaimana mempergunakan chemical/produk tersebut dengan aman dan precaution jenis apa
yang harus dilakukan jika mempergunakannya.
Label
Label dari chemical umumnya berisi keterangan tentang nama chemical yang terkandung di sana.
Label juga dapat memberikan informasi resiko yang mungkin terjadi jika mempergunakan chemical
tersebut, yang biasa terlihat dari sign tentang chemical tersebut. Jika dijumpai suatu container
chemical tanpa label, maka container tersebut harus ditandai.
Semua chemical di RSPB harus mempunyai MSDS (Material Safety Data Sheet) dan setiap staff
yang mempergunakan chemical mengetahui lokasi tempat MSDS tersebut disimpan (dalam map
merah)
Kelompok obat kemoterapi termasuk dalam kategori hazardous drug atau hazardous material atau
bahan beracun berbahaya (B3) karena obat ini bersifat sitotoksik dan mempengaruhi kesehatan.
Oleh sebab itu kelompok obat ini harus ditangani sebagaimana halnya suatu hazardous material
ditangani.
Khusus untuk kemoterapi perlu ditetapkan ketentuan khusus karena banyak orang yang terlibat
dalam penanganannya mulai dari proses penerimaan obat, proses pencampuran obat, sampai ke
proses penyuntikannya/pemberiannya kepada pasien, ditambah lagi dengan orang yang
menangani cairan tubuh, pasien penerima kemoterapi (perawat, petugas cleaning service dan
laundry), orang yang membuang kemoterapi, dan orang yang membuang sampah yang berpotensi
terkontaminasi kemoterapi.
Penanganan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada lingkungan maupun kepada
orang yang kontak dengan bahan tersebut, mereka terdiri dari staf:
- purchasing : yang menerima dan membawa kemoterapi
- farmasi : yang bertugas di tempat penyimpanan kemoterapi
- farmasi : yang menyiapkan kemoterapi
- keperawatan: yang menyuntikkan/memasukkan kemoterapi kepada pasien
- keperawatan: yang merawat pasien penerima kemoterapi
- house keeping dan cleaning service: yang menangani sampah kemoterapi
35
Perlu di perhatikan sebelum menangani bahan sitotoksik :
1. Semua staf yang menangani bahan kemoterapi yang digunakan di rumah sakit harus
mengetahui jenis bahan dan memastikan bahwa semua kemoterapi mempunyai MSDS
(material safety data sheet).
2. Semua staf yang menangani bahan kemoterapi mengetahui cara pertolongan pertama
dengan panduan MSDS jika terjadi paparan (exposure) terhadap tubuh.
3. Petugas yang bertanggung jawab membuang kemoterapi mengetahui cara pembuangan zat
tersebut.
4. Pencampuran kemoterapi harus dilakukan oleh staf farmasi.
5. Semua staf yang menangani kemoterapi (petugas farmasi dan keperawatan) harus
mengetahui cara menangani tumpahan (spill) zat sitotoksik, dan harus membersihkannya bila
obat tertumpah di ruang pencampuran kemoterapi atau di ruang rawat, setelah itu baru
pembersihan selanjutnya dilakukan oleh petugas cleaning service. Jika ada tumpahan maka
incident tersebut harus disampaikan ke OHS (occupational health and safety) dan dilaporkan
ke Reporting Kejadian K3/OHS.
6. Pengiriman/pemindahan kemoterapi di dalam rumah sakit harus dilakukan menggunakan
close system drug-transfer devices (dalam containment bag/kotak khusus) untuk mencegah
kontaminasi ke lingkungan dan mencegah keluarnya uap berbahaya ke lingkungan sekitar bila
obat tertumpah.
Harus terdapat spill kit dan prosedur penanganan tumpahan di tempat pencampuran
kemoterapi . Untuk lokasi lain yang mempergunakan kemoterapi, maka spill kit dan
prosedurnya harus terletak pada tempat yang mereka ketahui dengan pasti dan mudah
dijangkau.
7. Makan, minum, dan pemakaian kosmetik tidak boleh dilakukan di area tempat dilakukannya
penanganan kemoterapi.
8. Semua staf yang melakukan penanganan kemoterapi harus memakai alat pelindung diri
(APD).
9. Sarung tangan harus selalu dipakai selama penanganan dan penggunaan kemoterapi, mulai
dari saat menerima kemoterapi dalam kemasan kardus/karton maupun dalam vial, sampai
dengan ketika melakukan inventarisasi kemoterapi.
36
dibawa dalam rumah sakit.
5. Obat yang tergolong kemoterapi disimpan di tempat khusus terpisah dari obat lainnya,
dan aman dari risiko terjatuh/tertumpah.
37
C. Prosedur memasukkan kemoterapi untuk pasien di ruang rawat atau di ruang tindakan
1. Petugas harus tahu letak spill kit, dan tempat sampah B3 harus selalu tersedia di sekitar
tempat dilakukannya tindakan.
2. Kemoterapi dibawa ke ruang rawat untuk disuntikkan ke pasien dengan close system
transfer device.
3. Perawat yang akan menyuntikkan kemoterapi mencuci tangan terlebih dahulu baru
kemudian menggunakan APD yang terdiri dari scout, google, serta sarung tangan 2 lapis.
4. Periksa kondisi keutuhan kemoterapi yang masih berada di dalam transport container, jika
kondisi baik (tidak ada tumpahan atau sambungan terlepas) baru dikeluarkan dari
container.
5. Selalu bekerja dengan ketinggian di bawah ketinggian mata untuk menghindari risiko
terpercik mata.
6. Gunakan needleless system jika memungkinkan.
7. Waktu penyambungan IV-line ke selang infus, bagian bawah penyambungan dialas dengan
kassa dan plastik sehingga jika terjadi tetesan/rembesan maka akan terserap oleh kassa
dan risiko kemoterapi terkena langsung ke pasien diusahakan dihindari.
8. Jika priming dilakukan di tempat pemberian (di ruang rawat), maka lakukan priming tube
IV dengan cairan IV yang tidak mengandung hazardous material atau dengan melakukan
backflow method.
9. Buang tempat/kantong obat kemoterapi tersebut dengan selang infus yang masih
terpasang (jangan dilepas).
10. Bersihkan lokasi yang mungkin ada kontak dengan bahan kemoterapi tersebut dengan
bahan yang tersedia seperti detergent, cairan sodium hypochlorite atau neutralizer.
11. Sarung tangan dan benda yang mungkin sudah terkontaminasi dengan bahan kemoterapi
tersebut diperlakukan sebagai hazardous waste.
12. Tempat sampah dan kantong plastik hazardous waste yang warna ungu untuk kemoterapi
tersebut harus cukup besar agar dapat menampung semua sampah B3 tersebut, dan
kantong plastik berisi hazardous waste itu harus diikat dengan hati-hati untuk mengurangi
pencemaran ke udara sekitarnya.
13. Setelah itu dengan hati-hati lepaskan sarung tangan dalam dan buang. Cuci tangan setelah
semua prosedur tersebut selesai
38
c. apakah dekat lokasi yang mungkin menyebarkan cemaran ke lingkungan (saluran air,
resapan ke tanah, dll)
Di daerah umum
Hal paling penting yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa pembersihan tumpahan
dikerjakan dengan aman :
1. Ambil kotak spill kit.
2. Letakkan tanda ”ada spill” untuk membatasi akses ke daerah tumpahan.
3. Gunakan APD yang ada di kotak spill kit termasuk sarung tangan dalam dan luar.
4. Dengan hati-hati singkirkan semua pecahan kaca/ampul (dengan pinset) dan masukkan
ke dalam wadah yang tahan terhadap pecahan kaca.
5. Serap cairan dengan spill pads.
6. Serap powder/bubuk dengan pad lembab sekali pakai.
7. Pembersihan tumpahan harus luas melebihi daerah yang terkontaminasi.
8. Lepaskan dan letakkan semua bahan yang terkontaminasi ke dalam kantong sampah
hazardous.
9. Bersihkan dengan detergent atau sodium hypochlorite atau neutralizer dan bilas dengan
air.
10. Bersihkan area tersebut beberapa kali dan letakkan semua bahan yang terkontaminasi
dan digunakan untuk membersihkannya di kantong sampah hazardous. Ikat/tutup
kantong tersebut dan masukkan ke dalam kantong sampah hazardous lain, kemudian
tandai sebagai sampah hazardous untuk dibuang sebagai sampah hazardous.
11. Cuci tangan semuanya dengan sabun dan air.
12. Ketika tumpahan telah dibersihkan semua secara menyeluruh, mintalah area tersebut
untuk dibersihkan kembali oleh petugas cleaning service.
39
5. Secara keseluruhan bersihkan dan dekontaminasi BSC atau isolator.
6. Bersihkan dan dekontaminasi tumpahan di drain yang terletak di bawah BSC atau
isolator.
7. Dekontaminasi juga harus dilakukan jika terjadi spill dalam BSC atau isolator selama
proses pencampuran.
1. Sarung tangan
- Gunakan 2 lapis sarung tangan (sarung tangan ganda) untuk semua aktivitas yang
melibatkan bahan kemoterapi. Sarung tangan ganda harus dipakai ketika menerima
dan memeriksa kemoterapi yang berada dalam kardusnya maupun dalam vial, ketika
mencampurnya, dan ketika memberikannya kepada pasien, ketika menangani sampah
kemoterapi atau cairan tubuh pasien penerima kemoterapi, dan ketika membersihkan
tumpahan obat kemoterapi.
- Ketika memasang gaun masukkan sarung tangan pertama ke dalam cuff/lengan gaun,
sedangkan sarung tangan kedua membungkus cuff/lengan gaun.
- Gunakan natural latex gloves atau sarung tangan nitrile atau neoprene. Sarung tangan
yang terbuat dari PVC (polyvinyl chloride) tidak dianjurkan.
- Sebelum penanganan kemoterapi, selalu periksa sarung tangan untuk melihat adanya
lubang, sobekan, atau semua jenis cacat yang terlihat.
- Gunakan sarung tangan tanpa talek/powder untuk penanganan kemoterapi. Sarung
tangan dengan talek dapat terkontaminasi kemoterapi dan dapat terjadi kontaminasi
melalui udara (airborne) akibat taleknya secara tidak sengaja terhirup. Selain itu, sisa
talek dapat melekat pada perabotan lain (supplies), permukaan kerja, dan kulit.
- Semua orang yang berkontak dengan linen yang terkontaminasi cairan tubuh pasien
penerima kemoterapi harus memakai sarung tangan. Termasuk petugas cleaning
service yang menangani tempat sampah.
- Penanganan tumpahan harus dilakukan oleh petugas yang menggunakan sarung
tangan ganda yaitu utility glove untuk sarung tangan luar dan latex atau syntetic glove
untuk sarung tangan dalam.
- Sarung tangan untuk pencampuran kemoterapi harus diganti setelah penggunaan >/30
menit atau diganti segera jika ada kerusakan atau terkontaminasi dengan kemoterapi.
- Lepaskan sarung tangan luar setelah selesai membersihkan persiapan terakhir dari
kemoterapi, tetapi sebelum memasang label atau memindahkan kemoterapi yang telah
40
disiapkan dari BSC.
- Sarung tangan luar yang dilepas harus diletakkan di cytogard.
- Dalam isolator, pasang sarung tangan luar yang baru agar tetap menggunakan sarung
tangan ganda.
- Sarung tangan luar masih dipakai ketika membersihkan permukaan cytogard setelah
pencampuran selesai untuk menghindari penyebaran B3 ke permukaan lainnya.
- Sarung tangan yang bersih (seperti sarung tangan dalam) harus dipergunakan untuk
dekontaminasi permukaan persiapan obat terakhir, menempelkan label pada obat
yang sudah siap, dan meletakkannya di pass-through.
- Pasang sarung tangan baru untuk melakukan pengecekan obat terakhir, meletakkan
obat ke transport bag yang bersih, dan mengeluarkan transport bag melalui pass
2. Google
Peracikan kemoterapi harus menggunakan google.
3. Gaun
- Gaun harus dipakai selama peracikan dan pemberian kemoterapi, dan keika menangani
tumpahan B3.
- Gunakan gaun sekali pakai untuk menghindari risiko terpercik hazardous drug ketika
meracik kemoterapi, tetapi tidak boleh dipakai lebih dari 3 jam, dan harus segera
diganti ketika rusak atau terkontaminasi.
- Lepaskan gaun dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya penyebaran. Prosedur
khusus untuk melepaskan gaun harus tersedia dan dikerjakan.
- Buang gaun tersebut setelah dilepaskan.
- Segel atau pisahkan dan hancurkan gaun yang terkontaminasi sebagai sampah yang
terkontaminasi.
- Gaun yang dipakai untuk peracikan kemoterapi tidak boleh dipakai di luar area
peracikan obat.
J. Staffing
Untuk staff yang melakukan peracikan kemoterapi dan pemberian kemoterapi pada pasien,
maka staff tersebut tidak boleh melakukan pekerjaannya dalam kondisi:
- hamil
- menyusui
- sedang mendapatkan therapi obat-obatan immunosuppressive.
- mempunyai rencana untuk hamil dalam waktu dekat (untuk staff perempuan maupun
laki-laki) , khusus untuk staff yang melakukan peracikan kemoterapi.
41
BAB VI
ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
Pengertian :
Alat pelindung diri (APD) adalah peralatan dan pakaian keselamatan yang spesifik pada lingkungan
atau area kerja tertentu. Dimana jenis pekerjaan atau kondisi lingkungan orang-orang tersebut
selama bekerja membutuhkan penggunaan APD untuk perlindungan personal mereka sehingga
meminimalkan faktor resiko yang ada.
APD merupakan unsur penting dalam program kesehatan dan keselamatan kerja. APD merupakan
pilihan hirarki kontrol terakhir untuk mengurangi atau mengeliminasi suatu faktor hazard dan APD
hanya dipergunakan jika semua kemungkinan hirarki kontrol diatasnya sudah dipertimbangkan.
Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya
dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya.
Rumah Sakit adalah suatu industri dimana terdapat sangat banyak jenis pekerjaan dengan masing-
masing petugas di dalamnya, dari tenaga medis maupun non-medis, baik karyawan tetap maupun
outsourcing. Untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja di RS Premier Bintaro maka
diperlukan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang spesifik pada masing-masing pekerja
tergantung jenis pekerjaannya dan faktor hazard/resiko yang dihadapinya.
Tujuan :
- Untuk memastikan penggunaan APD pada semua unit kerja yang beresiko.
- Memastikan karyawan dan non-karyawan memakai APD untuk mencegah resiko cedera di
tempat kerja
- Menjamin Kesehatan dan Keselamatan karyawan di lingkungan Rumah Sakit Premier Bintaro.
- Menurunkan angka kecelakaan & kesakitan pada karyawan di Rumah Sakit Premier Bintaro.
- Penggunaan APD bertujuan untuk mengontrol ataupun menurunkan suatu faktor
resiko/hazard
1. Rumah sakit akan menyediakan Alat Pelindung Diri untuk karyawan yang ada kemungkinan
terpapar dengan faktor resiko/hazard. Karyawan yang berada di lokasi kerja yang beresiko atau
ada kemungkinan untuk terpapar dengan faktor resiko berhak dan wajib mempergunakan Alat
Pelindung Diri. Karyawan yang telah disediakan Alat Pelindung Diri wajib mempergunakannya
pada saat kemungkinan terpapar dengan faktor resiko dan wajib mempergunakan APD tersebut
dengan cara yang baik dan benar. Karyawan yang telah disediakan APD non-disposible wajib
memelihara APD nya agar dalam kondisi layak pakai.
Prosedur:
APD sering tidak nyaman untuk dipergunakan, sehingga setiap APD harus dipilih dengan
hati-hati, digunakan dan dipelihara dengan setepat-tepatnya.
Setiap unit kerja harus mengembangkan SOP APD dan melaksanakan penggunaan APD.
Setiap karyawan harus memastikan bahwa pada saat melakukan tugas yang memerlukan
APD, maka APD digunakan sesuai instruksinya serta tidak disalahgunakan ataupun dirusak.
A. Tanggung Jawab:
1. Supervisor Departemen
42
- Mensupervisi karyawan dan non karyawan untuk memastikan pelaksana
guideline APD
- Akan melakukan tindakan disipliner yang sesuai ketika didapatkan ketidak kepatuhan
dalam pelaksanaan APD
- Memastikan adanya persediaan APD yang cukup untuk semua karyawan yang
membutuhkannya.
- Memastikan APD dipelihara dan disimpan secara tepat.
- Memastikan semua karyawan dan non karyawan dilatih dalam pemilihan, penggunaan ,
pemeliharaan dan perawatan APD.
- Berkonsultasi dengan semua karyawan dan workplace safety representative selama
pemilihan dan pembelian APD
- Memastikan kebutuhan APD didokumentasi dalam SOP/ prosedur kerja
2. PJ shift
- Mensupervisi karyawan dan non karyawan untuk memastikan pelaksana dengan guideline
APD
- Memastikan adanya persediaan APD yang cukup untuk semua karyawan yang
membutuhkannya.
- Melaporkan pelaksanaan yang tidak berlangsung dengan baik kepada supervisor untuk
penanganan lebih lanjut
4. OHS coordinator
- Memastikan identifikasi hazard dilakukan dan control yang sesuai dengan metodologi hirarki
control dilakukan
- Memonitor pelaksanaan guideline APD
- Mempromosi penggunaan APD di karyawan dan non karyawan
- Memberikan nasihat dalam pemilihan dan penggunaan APD yang sesuai
- Memastikan training yang sesuai dikembangkan dan didapatkan oleh semua karyawan yang
berhubungan
- Berpartisipasi dalam investigasi incident
43
6. Safety Committee
- Mendiskusikan masalah ketidak patuhan pelaksanaan APD di pertemuan safety komite
- Mendiskusikan tentang identifikasi hazard dan langkah-langkah tindakan kontrol yang
mungkin dilakukan termasuk penggunaan APD.
B. APD yang sering dipergunakan di Fasilitas Kesehatan:
1. Alas Kaki
- Alas kaki yang tepat harus dipergunakan untuk melakukan tugas tertentu.
- Alas kaki yang tepat akan mencegah risiko terpeleset , tersandung dan juga mengurangi
risiko
muscular skeletal disorder serta kelelahan.
- Alas kaki tertutup harus dipakai ketika karyawan bekerja dalam clinical area
- Alas kaki yang tidak licin harus dipakai di semua daerah yang mungkin licin seperti ketika
memandikan pasien , ini mungkin termasuk sepatu boot atau pelindung sepatu.
- Sepatu safety direkomendasikan pada saat bekerja di daerah dimana ada risiko
terjadinya cedera pada kaki seperti kegiatan menggunakan alat forklift, pemotong rumput,
melakukan tugas maintenance, dll.
- Alas kaki tertutup diperlukan jika karyawan bekerja dengan bahan kimia.
2. Pelindung mata
- Di mana ada resiko cedera atau terpercik ke mata, maka pelindung mata yang sesuai harus
dipergunakan.
- Pelindung mata harus dikenakan ketika karyawan melakukan tugas di mana ada
kemungkinan kontak dengan cairan tubuh (misalnya dalam melakukan perawatan pasien)
- Pelindung mata harus dipergunakan saat bekerja dengan bahan kimia, lihat MSDS untuk
melihat APD yang sesuai.
3. Sarung Tangan
- Sarung tangan harus dikenakan di mana ada resiko terpapar panas atau dingin yang
ekstrim cth seperti mengeluarkan makanan dari oven
- sarung tangan yang tepat harus dipakai ketika ada risiko terpapar terhadap cairan tubuh.
Sarung tangan ini harus diganti segera setelah menyelesaikan suatu tugas.
- Sarung tangan harus dipergunakan ketika ada risiko terpapar zat kimia (lihat MSDS untuk
APD yang dibutuhkan)
- Sarung tangan anti terpotong juga direkomendasikan jika ada risiko terpotong, misalnya
saat menggunakan pisau
- Karyawan harus memakai sarung tangan saat melakukan tugas jika terdapat risiko cedera
pada tangan atau terjadinya dermatitis, contohnya misalnya waktu mencuci piring,
melakukan tugas pembersihan atau berkebun.
- Sarung tangan lead harus dikenakan oleh karyawan yang membantu suatu prosedur
dimana tangan mereka mungkin terkena pancaran sinar langsung dari peralatan radiologi.
44
6. Pakaian
Pakaian yang tepat harus dipergunakan sehingga memungkinkan melakukan tugas dengan
aman dan nyaman
7. Apron/Gown
Di mana ada resiko terkena percikan, apron harus dipergunakan untuk mencegah terkena
percikan pada pakaian karyawan. Apron/ gown harus segera diganti jika kotor.
8. Respirator
Pekerjaan tertentu mungkin mengharuskan penggunaan respirator; hanya orang terlatih yang
boleh mempergunakan peralatan ini.
Penilaian risiko dari suatu lokasi kerja tertentu diperlukan untuk menentukan kebutuhan APD
spesifik seperti misalnya safety sepatu. Ketika menilai resiko suatu bahan kimia, MSDS harus
dipergunakan untuk mengetahui jenis APD yang dibutuhkan.
D. Pembelian
Sebelum membeli suatu APD karyawan yang bersangkutan harus dikonsultasikan terlebih
dahulu. Pertimbangkan APD yang cocok secara individu untuk meningkatkan kepatuhan
karyawan dalam pemakaiannya.
F. Sign APD
Sign APD harus menunjukkan daerah dan karyawan langsung yang membutuhkan APD
tersebut berkaitan dengan pekerjaannya. Fasilitas RHC perlu mengidentifikasi kebutuhan sign
APD. Sign APD harus ditempatkan di seluruh fasilitas di mana APD dibutuhkan.
Sign juga mungkin perlu dipasang di atas atau di sekitar bangunan serta peralatan di mana APD
tersebut dibutuhkan, misalnya ketika peralatan tersebut dioperasikan.
45
G. Daftar APD
Fasilitas RHC menyusun sebuah daftar APD yang berisi:
- type peralatan APD
- lokasi APD
- tanggal pembelian
- tanggal penggantian
- tanggal expire jika ada
H. Training
Fasilitas RHC perlu mengembangkan dan melaksanakan pendidikan serta pelatihan untuk
semua aspek APD yang digunakan bagi karyawan yang berhubungan.
46
BAB VII
PENANGANAN SECARA MANUAL (MANUAL HANDLING)
Pada prinsipnya manual handling yang dilakukan oleh di rumah sakit kita terbagi atas 2 hal yaitu
Pasien Manual Handling dan Material Manual Handling.
Pasien Manual Handling adalah segala jenis pekerjaan yang membutuhkan usaha untuk
menaikkan, menurunkan, mendorong, menarik, membawa ataupun usaha hal lain yang dilakukan
untuk memindahkan ataupun menahan pasien.
Mungkin manual handling pada pasien yang jelas terlihat di lingkungan kita adalah memindahkan
pasien naik, turun, ke atas, ke bawah tempat tidur. Manual handling pada pasien yang biasa kita
lakukan antara lain adalah memposisikan pasien di posisi tegak, telentang, miring ataupun
menyanggah tungkai, memobilisasi pasien, membantu pemberian ASI, menyuapi pasien,
memandikan dan mengiringkan pasien, memakaikan ataupun melepaskan baju.
RSPB mempunyai prosedur untuk ’Ergonomic-Patient Manual Handling (OT)’ dan ’Ergonomic-
Patient Manual Handling (Ruangan)’ yang dapat dilihat di webside ISO. Dengan tersedianya
prosedur manual handling untuk pasien ini, diharapkan kita melakukan manual handling pada
pasien dengan benar untuk menjaga keamanan dan kesehatan kita.
Material Manual Handling adalah segala jenis pekerjaan yang membutuhkan usaha untuk
menaikkan, menurunkan, mendorong, menarik, membawa ataupun usaha hal lain yang dilakukan
untuk memindahkan ataupun menahan sesuatu object.
Di rumah sakit Material Manual Handling yang dilakukan sangat luas, meliputi memasukkan
ataupun mengeluarkan barang di rak-rak, memindahkan sampah, menagani instrument
orthopedic, bekerja di depan komputer sampai membersihkan lantai, dll. Dalam melakukan
semua tugas tersebut diharapkan kita melakukan sesuai ergonomic.
VII.1 Panduan Penanganan Material Secara Manual /Material Manual Handling (MMH)
Melakukan tekhnik mengangkat benda atau material yang aman (Lifting safety).
Kebijakan Panduan penanganan secara manual di tempat kerja untuk mencegah cedera yang
mungkin dihasilkan dari aktivitas fisik antara lain yang meliputi tindakan:
- mengangkat
- menurunkan
- membawa
- mendorong
- menarik
- memegang atau menahan suatu berat atau beban.
47
administrasi dan komplain potensial kronik jangka panjang.
Penyebab Cedera :
• Melakukan pekerjaan berulang tanpa dibarengi dengan variasi aktifitas fisik secara tepat.
• Bekerja dengan beban yang lebih berat dari badan kita.
• Postur yang tidak baik seperti membungkuk , memutar bandan tanpa diikuti dengan
perubahan posisi kaki
• Melakukan pekerjaan dengan posisi fisik yang tidak sesuai atau postur yang salah.
• Tergelincir, tersandung dan terjatuh.
• (?) : Sebelum memulai selalu pertimbangkan faktor kemungkinan Resiko dan keselamatan
anda sebelum memulai tugas mengangkat
• Langkah 1 : Lakukan perencanaan setiap kali akan mengangkat. Pastikan seberapa berat
beban yang akan diangkat. Jika terlihat atau terasa terlalu berat, coba cari bantuan atau
pergunakan peralatan yang tepat.
• Langkah 2 : Letakkan kaki anda secara terpisah. Satu kaki di samping beban yang akan
48
diangkat dan posisi kaki yang lain agak sedikit di belakang.
• Langkah 3 : Tekuk kedua lutut dan bukan punggung belakang anda, untuk tetap menjaga
kurva S pada tulang belakang. Naikkan kepala dan tarik dagu anda. Hal ini akan menjaga
tulang belakang anda tetap lurus.
• Langkah 4 : Peganglah beban dengan kuat menggunakan kedua tangan anda
• Langkah 5 : Kuatkan kaki anda untuk mengangkat beban. Jaga kedua siku dekat dengan
badan. Angkat dengan hati-hati
• Langkah 6 : Ketika anda menurunkan beban, tekuk lutut dan hindari menekuk bagian
belakang punggung anda
Untuk mengurangi resiko cedera, peletakkan benda yang lebih berat harus sesuai dengan
ketinggian pinggang
49
Mengangkat dan memindahkan benda
Jika dalam pekerjaan akan melakukan hal seperti mengangkat ataupun memindahkan pasien,
Pastikan bahwa prosedur dan praktek yang benar telah digunakan ketika mengangkat ataupun
memindahkan pasien untuk membantu mencegah kecelakaan dan cedera pada diri anda ataupun
pada pasien.
PMH mengacu kepada memindahkan atau menangani pasien. Khususnya tugas dari menangani
pasien adalah kegiatan-kegiatan yang membutuhkan penggunaan kekuatan seseorang yang untuk:
- memegang
- Membantu
- Mentransfer ; mengangkat, merendahkan, membawa, mendorong, menarik atau menggeser
50
itu, sebuah tim yang terdiri dari empat orang atau lebih dibutuhkan untuk memindahkan pasien ke
posisi yang dapat dilakukan intubasi.
1. Bekerjalah dekat dengan badan pasien dan kurangi postur tubuh posisi condong ke depan
serta melengkung ke samping dan berputar
2. Pergunakan Mekanisme tubuh, mendorong lebih baik daripada menarik
3. Pergunakan transfer dengan berat badan
4. Pergunakan peralatan dan tempat tidur mekanik/elektrik
5. Usahakan mengerahkan tenaga yang lebih untuk bagian yang mendorong daripada yang
menarik
6. Posisi membantu dengan prosedur spesifik untuk ruang bersalin
7. Memindahkan pasien dari posisi tengkurap (dorsal) ke posisi terlentang di meja operasi
8. Lanjutan langkah 7.
51
BAB VIII
PANDUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN LASER (LASER SAFETY)
Pengertian:
Laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation.
A. Jenis Laser
Umumnya terdapat tiga jenis laser, dan umumnya laser dikenal dari jenis media yang
digunakannya:
1. Padat – Yttrium-Aluminium Garnet (YAG), Diode
2. Gas – Carbon Dioxide, Argon
3. Cairan – Dye
Setiap media menghasilkan radiasi dengan gelombang tertentu.
Laser mampu memproduksi sinar radiasi pada optical, UV dan gelombang infra-merah. Karena
laser sangat bervariasi dalam daya output, panjang dan sasaran gelombang, sehingga sangat
significant semua potensi hazard yang digunakan dalam perawatan kesehatan.
Laser memancarkan cahaya dalam satu arah saja dalam gelombang pararel yang dapat menempuh
jarak jauh, dengan demikian lebih berpotensi menyebabkan cedera lebih besar dari sumber
cahaya lainnya.
Laser mampu menghasilkan berbagai macam respon di jaringan, sehingga radiasi laser bisa sangat
berbahaya dan mampu menimbulkan cedera serius.
B. Klasifikasi Laser
Laser umumnya dibagi menjadi 4 kategori umum:
Class 1 - umumnya aman.
Class 2 and 2M - hazard/resiko kecil, proteksi dengan reflex mengedip.
Class 3R and 3B - hazard yang langsung terlihat, radiasi yang terlihat
Class 4 - hazard yang langsung dan tidak langsung terlihat, fire hazard.
Umumnya laser surgical adalah class 4.
Prinsip hazard/resiko yang tidak diinginkan dari sinar laser – baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan melalui pantulan.
Resiko terbesar adalah ke mata dan kulit
Resiko lainnya termasuk resiko kebakaran, ledakan, electrocution, inhalasi dari kontaminasi dan
kontak dengan chemical.
a) Cedera pada mata
Panas yang dihasilkan dalam jaringan retina yang terkena radiasi laser inframerah dapat
menyebabkan kerusakan yang cepat dan permanen pada retina mata, dan / atau kornea.
52
b) Kulit terbakar
Paparan radiasi yang dihasilkan oleh laser dapat merusak dan membakar lapisan kulit.
Kebakaran. Adanya resiko terbakar dapat terjadi karena terdapatnya konsentrasi tinggi energi
sinar laser yang digunakan, dimana pada saat bersamaan terdapat bahan yang mudah
terbakar disekitarnya (seperti tirai bedah) dan cairan yang yang digunakan dalam prosedur
tindakan.
c) Explosion
Pembakaran dapat terjadi pada saluran aerodigestive karena konsentrasi oksigen yang tinggi
atau adanya gas anestesi tertentu atau metana.
e) Sharps Injury
Terdapatnya optical fibres yang pecah mempunyai resiko dapat memindahkan produk darah
ke oaring-orang yang menangani sama seperti luka karena sharp injury ataupun percikan
cairan tubuh.
f) Chemical
Hazards yang terdapat pada solvent atau chemical yang digunakan untuk membersihkan
ataupun mengikat fibre.
Tujuan:
- Mengidentifikasi type hazard yang timbul karena penggunaan laser.
- Mengembangkan dan mengimplementasikan kontrol-kontrol untuk mengurangi resiko
injury baik pada staff maupun pasien.
Kebijakan:
Setiap orang yang mempergunakan laser mengetahui tentang kegunaan dan resiko-resiko yang
mungkin timbul akibat pemakaian laser. Serta mengetahui tindakan ataupun proteksi yang harus
dilakukan supaya bisa mencegah resikonya.
Prosedur:
1. Penggunaan Laser
Hanya staff yang disetujui oleh RS dapat mengoperasikan laser ataupun system laser.
2. Training
Semua personil perlu ditraining dalam prosedur pengoperasian laser dan perlu memiliki
pengetahuan tentang laser yang diperlukan.
4. Checklist
- RSPB perlu mengembangkan dan menerapkan checklist pra-prosedure untuk
53
memastikan bahwa peralatan laser, dan segala hal yang terkait keselamatan dalam
pengoperasian laser, dan selama penggunaan laser , ataupun sebelum prosedur laser
dimulai sudah aman.
- FRM/KKK/12.3 : Inspeksi Laser Pre and Post Penggunaan.
6. Protective Measures
RSPB perlu menyediakan tempat kerja yang aman sejauh dimungkinkan untuk staff tanpa
membahayakan kesehatan dan keselamatannya.
a. Staff
Goggles yang aman harus disediakan untuk semua anggota team yang terlibat dalam
procedure tindakan laser. APD tersebut harus terlable dengan panjang gelombang dan
optical density , untuk menunjukkan pada jenis laser mana mereka harus digunakan,
dimana laser mempunyai panjang gelombang dan densitas yang beda maka APD goggles
harus disesuaikan juga.
b. Pasien
- Mata pasien harus ditutupi (ketika mata bukan target dari sinar laser) untuk melindungi
secara tidak sengaja terkontak dengan sinar laser.
- Anestesi Umum – Pasien yang menjalani anestesi umum harus ditutupi matanya dengan
54
kain basah. Tidak cukup hanya dengan memplester mata supaya tertutup saja, atau
cuma menutupi dengan kassa saja.
- Anestesi Local – Pasien dengan anestesi local atau regional anestesi harus disediakan
goggle yang sesuai dengan panjang gelombang lasernya selama procedure tindakan
laser.
- Tidak boleh ada logam atau bahan-bahan kering yang diletakkan dekat dengan mata
pasien.
Hal-hal dibawah ini ketika dilakukan akan mengurangi resiko kebakaran dalam ruangan
procedure:
- Tidak boleh ada cairan dengan bahan dasar alkohol di lokasi operasi.
- Cairan dengan bahan dasar Iodophor harus dibiarkan kering dahulu sebelum procedure
laser diaktifkan.
55
- Tidak ada bahan yang mudah hancur ataupun kering digunakan didekat lokasi operasi,
ataupun dekat dengan pancaran sinar laser.
- Tidak ada plastik digunakan di lokasi ruangan operasi.
- Bahan yang memantulkan sinar (seperti foil) ataupun peralatan yang bisa memantulkan
sinar tidak digunakan didekat lokasi target laser.
- Semua peralatan baru yang digunakan (seperti pelindung gigi, dll) yang digunakan dilokasi
target laser harus diperiksa terhadap kemungkinan mudahnya terbakar dan pantulannya
sebelum digunakan.
RSPB harus mengimplementasikan hal-hal dibawah ini untuk mengurangi resiko kebakaran
pada pasien:
- Semua staff di ruangan perlu mengetahui management penanganan kebakaran di saluran
pernafasan pasien, ketika dilakukan tindakan laser di saluran pernafasan pasien dan
terdapatnya tube endotracheal disana.
- Cuff endotracheal tube dikembangkan dengan saline dan diproteksi dengan bantalan
kapas basah atau sejenisnya yang telah dihitung.
- Tube PVC endotracheal tidak boleh digunakan
- Selama procedure peri-anal , anus akan diproteksi dengan sponge basah untuk mencegah
terbakarnya gas methane.
- Terperciknya carbon dihasilkan dari jaringan yang terlalu panas, yang akan dikurangi
dengan memberi air pada lokasi operasi atau tindakan lainnya.
13. Proteksi pada kulit ; Proteksi kulit dapat diperoleh dengan melakukan hal sebagai berikut:
- Handuk basah dengan segera diletakkan di jaringan di lokasi berdekatan dengan operasi.
- Pergunakan gaun untuk menutupi kulit yang tidak terlindung.
56
sesuai.
- Peralatan tidak boleh dipindahkan dari lokasi tersebut (untuk penyelidikan), kecuali
pemindahannya sudah diijinkan oleh OHS.
- Semua orang yang hadir pada saat kejadian harus dicatat dan mendokumentasikan hal-hal
yang mereka lakukan pada saat kejadian (untuk mengetahui resiko paparan).
- Semua incident didokumentasikan termasuk detail orang-orang dan peralatan yang
terlibat di ruangan pada saat kejadian.
- Kewajiban Pemeriksaan Mata ; Dalam kejadian adanya atau dicurigai paparan mata oleh
radiasi laser, pemeriksaan mata harus segera dilakukan (yaitu: dalam waktu 24 jam).
- Adanya cedera serius, ataupun penyakit pada mata
16. Kehamilan
- Prosedur laser tidak kontraindikasi untuk kehamilan.
- Panjang gelombang sinar laser tidak mampu menembus ke janin yang sedang
berkembang, dan juga tidak dianggap sebagai penyebab canser, sehingga janin tidak ada
resiko cedera disebabkan ibunya terlibat dalam prosedur laser.
57
BAB IX
PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT
IX.1 Pengertian
- Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah Sakit dalam
bentuk padat, cair, pasta/gel maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme pathogen
bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif (Depkes, 2006).
- Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai
akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non-medis.
- Limbah infeksius adalah limbah padat yang terdiri dari limbah patologi, limbah benda tajam,
limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer
bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Limbah infeksius adalah
limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan
organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada
manusia rentan.
- Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan sangat
infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi
atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
- Limbah non-infeksius adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar
medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan
kembali apabila ada teknologinya.
- Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
- Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit
yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang
berbahaya bagi kesehatan.
- Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran
di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan
obat citotoksik.
- Minimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah limbah
yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah
(reuse) dan daur ulang limbah (recycle)
Untuk mengoptimalkan upaya penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran limbah yang
dihasilkannya maka Rumah Sakit harus mempunyai fasilitas pengelolaan limbah sendiri yang
ditetapkan KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit yaitu:
1. Fasilitas Pengelolaan Limbah padat — Setiap Rumah sakit harus melakukan reduksi limbah
dimulai dari sumber dan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang
berbahaya, beracun dan setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis
mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak
yang berwenang.
2. Fasilitas Pengolahan Limbah Cair — Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang
sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan
dan penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah sendiri.
58
A. Limbah Padat
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat akibat kegiatan
rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis (Keputusan MenKes R.I.
No.1204/MENKES/SK/X/2004), yaitu :
1. Limbah padat non Infeksius adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar medis
yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali
apabila ada teknologi. Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik hitam.
2. Limbah padat infeksius adalah limbah padat yang terdiri dari :
a. limbah infeksius dan limbah patologi, penyimpanannya pada tempat sampah berplastik
kuning.
b. limbah farmasi (obat kadaluarsa), penyimpanannya pada tempat sampah berplastik
coklat.
c. Limbah sitotoksis adalah limbah berasal dari sisa obat pelayanan kemoterapi,
Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik ungu.
d. Limbah padat infeksius tajam seperti pecahan gelas, jarum suntik, pipet dan alat medis
lainnya. Penyimpanannya pada safety box/Sharp container.
e. Limbah radioaktif adalah limbah berasal dari penggunaan medis ataupun riset di
laboratorium yang berkaitan dengan zat-zat radioaktif.
B Limbah Cair
Limbah cair Rumah Sakit adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan RS,
yang kemungkinan mengandung mikroorganisme bahan beracun, dan radioaktif serta darah yang
berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2006). Penanganannya melalui IPAL (Instalasi Pengolahan
Air Limbah).
Air limbah rumah sakit Premier Bintaro yang akan dibuang ke lingkungan kualitasnya dikendalikan
melalui pengolahan dalam instalasi pengolahan air limbah rumah sakit (IPAL).
Kualitas air limbah rumah sakit meliputi kualitas fisik, kimia, dan mikrobiologis. Kualitas
mikrobiologis ditunjukkan dengan indikator angka kuman (MPN koliform). Pengendalian kualitas
mikrobiologis air limbah rumah sakit dilakukan dengan cara desinfeksi. Salah satu cara desinfeksi
adalah dengan cara khlorinasi dan pilihan lainnya adalah dengan melakukan desinfeksi sinar
ultraviolet. Pembubuhan bahan desinfektan terhadap air limbah hasil olahan diharapkan dapat
membunuh kuman yang masih tersisa pada akhir proses pengolahan sehingga diperoleh buangan
yang memenuhi standar baku mutu. Khlorinasi terhadap air limbah yang akan dibuang ke
lingkungan dilakukan dalam bak khlorinasi. Khlorinasi Bertujuan untuk limbah cair yang sudah
melalui proses pengolahan dan sudah layak dibuang ke lingkungan/badan air akan melalui proses
desinfektan dengan menggunakan khlorin untuk membunuh bakteri-bakteri yang tersisa.
1. Saluran pembuangan air limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup, kedap air dan
limbah harus mengalir dengan lancar.
2. Unit pengolahan limbah memenuhi persyaratan teknis
3. Kualitas limbah (effluent) rumah sakit yang akan dibuang ke lingkungan harus memenuhi
persyaratan baku mutu effluent sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
59
Peraturan perundangan sistem pengolahan limbah cair Rumah Sakit :
- Pengolahan limbah STP menurut standar baku mutu Kep. 58/MENLH/12/1995 Baku mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit. Jakarta : Kementrian Lingkungan Hidup.
- Standar AAMI 2008
- UU 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
- Peraturan Menteri kesehatan NO 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat dan
pengawasan kualitas air
- Depkes, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Pengambilan Sampling Air Bersih, Air Eye Wash, Air R.O & Air Limbah
Jadwal rutin pengambilan sample Pemeriksaan dilakukan oleh pihak ke-3 UNILAB Perdana Sesuai
dengan acuan dari peraturan perundangan, antara lain :
- Air bersih (PERMENKES RI. NO. 416/MENKES/PER/IX/1990 - persyaratan kualitas air bersih)
- Air eye wash (BAKU MUTU AIR MINUM KEMASAN, SNI 01-3553-2006 - untuk air mineral)
- Air RO (standar AAMI TAHUN 2008)
- Air limbah (PERMENLH 5/2014 LAMP XLIV.A - fasilitas pelayanan kesehatan)
IX.2 Proses pengambilan, penanganan, penempatan, dan pembuangan limbah di RS. Premier Bintaro
Prinsip-prinsip dan prosedur yang dapat membantu pencapaian tujuan mengurangi risiko, antara
lain :
1. Semua staf yang bekerja di RS. Premier Bintaro berkewajiban melaksanakan prosedur
pembuangan limbah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
2. Sampah dikemas dengan baik.
3. Menjaga agar sampah tetap dalam kemasan dan tertutup rapat serta menghindarkan hal-hal
yang dapat merobek atau memecahkan kontainer limbah.
4. Menghindari kontak fisik dengan limbah.
5. Menggunakan alat pelindung perorangan ( sarung tangan, masker, dsb )
6. Usahakan agar sedikit mungkin memegang limbah.
7. Membatasi jumlah orang yang berpotensi untuk tercemar.
60
- Cara pengumpulan dan pembuangan limbah harus dibedakan antara limbah medis, umum,
benda tajam, limbah citotoxic dan limbah B3 dengan cara menempatkan jenis limbah
tersebut pada masing – masing kantong plastik yang berbeda.
Pengambilan sampah
- Proses pengambilan sampah harus dengan menggunakan spesial trolley (specific trolley)
untuk menghindari kebocoran.
- Trolley/Sulo/kontainer harus dicuci setiap hari atau bila kotor
- Pengambilan sampah dilakukan sesuai dengan Jadwal Pembuangan sampah dan ditempatkan
di ruang penampungan sementara, sedangkan sampah klinis, benda tajam, limbah toxic dan
sampah B3, diletakkan secara terpisah dari sampah umum dan terkunci.
- Pengambilan limbah umum dari ruang janitor dilakukan setiap pagi oleh petugas kebersihan
dari Pemerintah Daerah setempat untuk dimusnahkan.
- Pengambilan limbah klinis, benda tajam, limbah toxic dan limbah B3 dilakukan 3 kali
seminggu oleh pihak ketiga dan dimusnahkan dengan menggunakan incenerator.
5. Pengangkutan Sampah
- Sampah umum / Non Infeksius : Pengangkutan bekerjasama dengan Pemda setempat di
angkut 2 kali sehari. Menetapkan jadwal pembuangan sampah di bawah ini adalah waktu
yang ditetapkan untuk melakukan pembuangan sampah setiap harinya ke Tempat
Pembuangan Sementara (TPS) di RSPB.
- Sampah Infeksius, Benda tajam, B3, Sitotoksik : Pengangkutan bekerjasama dengan pihak ke 3
dan di angkut untuk proses pembakaran dengan incinerator 3 kali seminggu.
6. Pemusnahan limbah infeksius RS. Premier Bintaro bekerjasama dengan pihak ke-3 atau jasa
pengelolaan limbah infeksi di angkut untuk proses menggunakan sistem pembakaran atau
insenerasi yang menggunakan peralatan mekanik. Keutuhan kemasannya perlu dijaga pada
waktu sampah tersebut ditangani sesuai dengan peraturan berlaku dan pengolahan ramah
lingkungan.
7. Melakukan Daur Ulang /Recycling : Untuk kardus – kardus bekas & Galon – galon plastik
dilakukan pemisahan untuk proses daur ulang
61
62
BAB XI
PELAPORAN KEJADIAN K3 / HAZARD
Perlu adanya sistem pelaporan kejadian K3 ataupun faktor hazard (potensial bahaya) yang
komprehensif yang diketahui oleh semua karyawan RSPB.
Kejadian K3 di RSPB adalah kejadian yang berhubungan dengan karyawan, pengunjung dan
ataupun melibatkan aset RS (peralatan baik medis maupun non medis, bangunan, plant maupun
lingkungan).
Incident adalah kejadian yang tidak direncanakan yang mungkin menyebabkan ataupun
mempunyai potensi menimbulkan kecelakaan, kesakitan ataupun kerusakan peralatan, bangunan,
plant maupun lingkungan sekitar. Incident reporting merupakan suatu reporting penting untuk
mengukur keberhasilan keamanan suatu lingkungan kerja dan mempunyai fungsi penting dalam
management resiko suatu organisasi. Incident itu meliputi near miss incident (dimana tidak ada
kecelakaan ataupun kerusakan yang terjadi) sampai serius incident (meninggal ataupun terjadi
kerusakan fatal).
Faktor hazard adalah suatu hal ataupun keadaan yang mungkin berpotensi membahayakan hidup
atau kesehatan manusia ataupun membahayakan property (aset) maupun lingkungan.
Kita mempunyai sistem pelaporan langsung ‘Kejadian K3/Hazard’ di komputer di RS. Cari tahu
bagaimana cara melaporkan laporan ini di komputer anda masing-masing. Lihat di SOP K3 tentang
Pelaporan Kejadian K3/Hazard di SOP/KKK/02. Setiap orang dapat dan boleh melaporkan
kejadian K3/Hazard tersebut.
Alasan utama dari dimintanya setiap karyawan untuk melakukan reporting pada setiap kejadian
safety (near miss sampai incident), Property/Security/Business Continuity, sampai faktor hazard di
rumah sakit adalah bertujuan untuk mengambil tindakan pencegahan yang dibutuhkan supaya
kejadian serupa tidak terjadi lagi.
Tujuan dilakukan pelaporan hazard di lingkungan rumah sakit adalah supaya kita dapat
mengambil tindakan yang diperlukan sehingga mencegah terjadi incident.
63
kemudian akan diteruskan ke management dan semua department.
- Semua data tersebut akan diintegrasi dan dianalisis serta diinfokan pada Quality meeting
untuk perbaikan.
A Tujuan :
1. Mempersiapkan suatu sistem pelaporan semua kejadian K3 ataupun faktor hazard di lingkungan
RSPB.
2. Mendapatkan data yang lengkap tentang semua kejadian yang berhubungan dengan K3 (dari
near miss sampai accident/kecelakaan kerja) di lingkungan rumah sakit.
3. Mengetahui kejadian near-miss sampai accident sehingga dapat dicegah terjadinya dan
terulangnya near miss, incident, accident yang menyebabkan cedera ataupun kerugian, baik
pada pasien, karyawan, pengunjung maupun aset rumah sakit.
B Kebijakan :
1. Setiap karyawan bertanggung jawab atas keselamatan diri sendiri, pasien, pengunjung serta
lingkungan RSPB.
2. Setiap karyawan mesti terlibat secara langsung ataupun tidak langsung untuk melaporkan
kejadian K3 ataupun adanya hazard di lingkungan kerjanya demi kepentingan bersama.
3. Pelaporan kejadian K3 ataupun hazard tersebut akan diolah, dianalisis dan dicari cara
penanggulangannya serta diteruskan ke pihak manajemen secara komprehensif sehingga dapat
dicegah terjadinya dan terulangnya incident yang dapat menyebabkan cedera ataupun
kerusakan baik pada karyawan, pengunjung maupun aset rumah sakit.
64
Flow Chart / Alur prosedur :
Incident/Hazard?
Incident
(Near
Miss/
Accident/
Serious
Adanya Incident)
Pengunjung/
Hazard
karyawan
Ya
Luka & atau Ke UGD untuk
Kerusakan
Luka ?
pertolongan
lebih lanjut
incident
Tidak
incident yang ringan / tidak
Karyawan atau orang yang terlibat
membahayakan atau menyaksikan
Laporkan incident ke
supervisor dan Komite K3
Selesai
65
BAB XII
PENUTUP
Pengelolaan K3 d RS penting artinya untuk meningkatkan lingkungan kerja RS agar aman,sehat dan
nyaman bagi karyawan, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit
Premier Bintaro. Selain itu perlu juga pemahaman, kesadaran dan perhatian yang penuh dari
segala pihak yang terlibat di RS, sehingga apa yang diharapkan terhadap penerapan K3 di RS bisa
tercapai.
Untuk SDM Rumah Sakit , diharapkan pedoman ini dapat membantu memahami masalah -
masalah K3RS dan dapat melakukan upaya-upaya antisipasi rehadap akibat-akibat yang
ditimbulkan sehingga tercapai budaya “Sehat dan Selamat dalam bekerja”.
66