Anda di halaman 1dari 66

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PREMIER BINTARO

NOMOR : ……/SK.Dir/RSPB/PDM/…../…..

TENTANG
PEDOMAN KERJA PROMOSI KESEHATAN
RUMAH SAKIT PREMIER BINTARO

Menimbang : a. bahwa dalam kegiatan rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna meliputi promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang no 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

b. Bahwa untuk memfasilitasi kebutuhan pasien akan Informasi dan edukasi,


peru dilakukan upaya-upaya promosi kesehatan dengan menetapkan
pedoman kerja Promosi kesehatan,

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a


dan b, perlu ditetapkan Peraturan Direktur Rumah Sakit Premier Bintaro
tentang pedoman kerja Promosi Kesehatan Rumah Sakit Premier Bintaro.

Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonessia no 29 tahun 2004 tentang praktek


kedokteran

2. Undang-Undang Republik Indonesia no 44 tahun 2009 tentang Rumah


Sakit

3. Undang – undang Republik Indonesa no 36 tahun 2014 tentang tenaga


kesehatan.

4. Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2009 tentang pelayanan


public.

5. Undang-Undang Republik Indonesia no 38 tahun 2014 tentang


keperawatan.

6. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia no 4 tahun 2012 tentang


petunjuk teknis Promosi Kesehatan;

7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang


Standar Pelayanan Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PREMIER BINTARO TENTANG
PEDOMAN KERJA PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

Kedua : Pedoman kerja promosi kesehatan Rumah Sakit Premier BIntaro


sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu tercantum dalam lampiran
keputusan ini.
Ketiga : Pedoman kerja promosi kesehatan Rumah Sakit Premier BIntaro
sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua merupakan acuan dalam
melakukan upaya peningkatan pengetahuan pasien dan keluarga melalui
promosi kesehatan
Keempat : Dengan dikeluarkannya Peraturan Direktur ini, apabila terdapat peraturan
yang bertentangan dengan Peraturan Direktur ini, maka peraturan peraturan
yang terdahulu dinyatakan tidak berlaku.

Kelima : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Tangerang Selatan


Pada tanggal : ............................
Rumah Sakit Premier Bintaro

Dr. Juniwati Gunawan


Direktur
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PREMIER BINTARO
NOMOR : ……/SK.Dir/RSPB/PDM/…../…..
TENTANG PEDOMAN KERJA PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT PREMIER BINTARO

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative , dan hal ini dinyatakan dalam Undang-undang RI no 44 tahun 2009 tentang rumah
sakit yang menyatakan bahwa RS adalah Institusi pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna. Umumnya RS berorientasi pada pelayanan kuratif dan rehabilitative, sementara
pelayanan promotif dan preventif masih dianggap sebelah mata , karena dinilai sebuah Cost
Center tanpa melihat esensi dampak/outcome dari promosi kesehatan yang dikelola dengan baik
seperti di negara-negara maju. Namun demikian upaya ke arah paripurna terus diupayakan ,
melalui kegiatan PKRS di RS Premier Bintaro.
Promosi kesehatan Rumah Sakit atau rumah sakit yang menyelenggarakan promosi kesehatan
didunia ini telah menjadi trend dan dipandang sebagai rumah sakit masa depan karena
mengintegrasikan seluruh aspek pelayanan secara holistic dan inklusif terhadap kesehatan secara
berkesinambungan. Pelayanan secara holistik bertujuan bahwa pelayanan yang dilakukan oleh
rumah sakit tidak hanya berdimensi fisik semata yang berorientasi pada patogenik tetapi juga
mencakup seluruh dimensi manusia meliputi bio, psiko, sosio dan determinan lainnya yang
berorientasi pada salutogenik.

Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan rujukan harus melaksanakan pelayanan yang
inklusif sehingga RS akan memberikan kontribusi lebih bagi peningkatan derajat kesehatan
masyarakat melalui upaya pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan sistematis.

Peran Rumah Sakit menjadi bagian penting agar setiap orang tahu untuk melakukan pencegahan
dibandingkan pengobatan.
Rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan membutuhkan media promosi untuk
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Namun pelayanan rumah sakit
merupakan jenis pelayanan yang unik dan berbeda bila dibandingkan dengan bidang jasa
pelayanan yang lainnya.
Promosi Kesehatan rumah sakit (PKRS) berusaha mengembangkan pengertian pasien, keluarga,
dan pengunjung rumah sakit tentang penyakit dan pencegahannya. Selain itu, PKRS juga berusaha
menggugah kesadaran dan minat pasien, keluarga, dan pengunjung rumah sakit untuk berperan
secara positif untuk penyembuhan dan pencegahan penyakit. Oleh karena itu, PKRS merupakan
bagian yang tidak terpisah dari program pelayanan kesehatan rumah sakit.

B. Tujuan Pedoman Promosi Kesehatan Rumah Sakit


1. Tujuan dari pembuatan pedoman sebagai acuan dalam pelayanan PKRS yang terintegrasi
dengan unit layanan lainnya di RS Premier Bintaro.

2. Terciptanya masyarakat rumah sakit yang menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat melalui
perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku pasien RS serta pemeliharaan lingkungan Rumah Sakit

4
3. Termanfaatkannya dengan baik semua pelayanan yang disediakan Rumah Sakit.
4. Meningkatkan kualitas pelayanan medis dengan memberikan informasi medis yang selektif,
terpercaya dan menyeluruh kepada setiap pasien dan keluarganya yang datang ke rumah sakit
dengan cara menyediakan informasi yang dibutuhkan pasien maupun keluarganya seperti rencana
promotif, rencana preventif, diagnosis kerja, rencana diagnostik, rencana terapi, prognosis, dan
rencana rehabilitatif.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang Lingkup pelayanan PKRS di RS Premier Bintaro meliputi:
1. Edukasi Staff
2. Edukasi Pasien dan Keluarga
3. Edukasi pengunjung dan masyarakat.
B
Diantaranya Virus (misal : Hepatitis B, Hepatitis C, Influenza, HIV),
Bakteri (misal : S. Saphrophyticus, Bacillus sp., Porionibacterium sp.,
Bahaya Biologi
H.Influenzae, S.Pneumoniae, N.Meningitidis, B.Streptococcus,
Pseudomonas), Jamur (misal : Candida) dan Parasit (misal : S. Scabiei)
Cara kerja yang salah, diantaranya posisi kerja statis, angkat angkut
Bahaya Ergonomi
pasien, membungkuk, menarik, mendorong
Diantaranya kerja shift, stress beban kerja, hubungan kerja, post
Bahaya Psikososial
traumatic
Diantaranya terjepit, terpotong, terpukul, tergulung, tersayat, tertusuk
Bahaya Mekanik
benda tajam
Diantaranya sengatan listrik, hubungan arus pendek, kebakaran, petir,
Bahaya Listrik
listrik statis
Kecelakaan Diantaranya kecelakaan benda tajam
Diantaranya limbah medis (jarum suntik,vial obat, nanah, darah) limbah
Limbah RS
non medis, limbah cairan tubuh manusia (misal : droplet, liur, sputum)

I.2 Tujuan dan Sasaran

Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman K3 di
RS. Premier Bintaro.

Tujuan Umum
Terciptanya cara kerja & lingkungan kerja yang aman, sehat, nyaman dan produktif untuk SDM
Rumah Sakit, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dan
lingkungan sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah Sakit Premier Bintaro berjalan
baik dan lancar.
Tujuan khusus
a. Terpenuhi syarat-syarat K3 di setiap unit kerja.
b. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK dan KAK.
c. Terselenggaranya program K3RS secara optimal dan menyeluruh.
d. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas Rumah Sakit.
e. Meningkatnya profesionalisme dalam hal K3 bagi manajemen, pelaksana dan pendukung
program.

5
Sasaran
a. Pengelola Rumah Sakit.
b. SDM Rumah Sakit.
c. Pasien dan pengunjung

I.3 Ruang Lingkup Pelayanan


- Prinsip, program dan kebijakan pelaksanaan K3RS
- Standar sarana, prasarana dan peralatan K3RS
- Pengelolaan barang berbahaya,
- Standar sumber daya manusia K3RS
- Pembinaan, pengawasan, pencatatan dan pelaporan.

I.4 Pengertian

1. K3 adalah singkatan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dalam bahasa Inggris disebut
sebagai Occupational Health and Safety, disingkat OHS. K3 atau OHS adalah kondisi yang harus
diwujudkan di tempat kerja dengan segala daya upaya berdasarkan ilmu pengetahuan dan
pemikiran mendalam guna melindungi tenaga kerja, manusia serta karya dan budayanya
melalui penerapan teknologi pencegahan kecelakaan yang dilaksanakan secara konsisten
sesuai dengan peraturan perundangan dan standar yang berlaku.

2. K 3 / OHS adalah suatu kegiatan yang merupakan bagian dari Kesehatan dan Keselamatan Kerja
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pelatihan terus menerus untuk
menjamin kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan RS, mencegah kebakaran serta
persiapan dalam menghadapi bencana bagi semua pasien, pengunjung dan karyawan di Rumah
Sakit Premier Bintaro.

3. Kesehatan Kerja Menurut WHO/ILO (1995), Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan
pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di
semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan
oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor
yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas
merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau
jabatannya.

4. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan
dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan
Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan,
pengobatan dan rehabilitasi.
5. Konsep dasar K3RS adalah upaya terpadu seluruh pekerja Rumah Sakit, pasien,
pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja Rumah
Sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja Rumah Sakit, pasien,
pengunjung/pengantar orang sakit maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah
Sakit.
6. Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit adalah orang yang bekerja di Rumah Sakit yang
meliputi tenaga tetap yakni tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga
kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan serta tenaga tidak
tetap dan konsultan. (UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 12 ayat 1 dan ayat 4).

6
7. Pengelola K3RS adalah organisasi yang menyelenggarakan program kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) secara menyeluruh di Rumah Sakit.
8. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh
dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaan, yang ditujukan agar
tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak
mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga kerja lainnya dan cocok untuk
pekerjaan yang akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang
bersangkutan dan tenaga kerja lain-lainnya yang dapat dijamin.
9. Pemeriksaan kesehatan berkala adalah pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu
terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter, yang dimaksudkan untuk mempertahankan
derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai
kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu
dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.

10. Pemeriksaan kesehatan khusus adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter
secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu, yang dimaksudkan untuk menilai adanya
pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan
tenaga kerja tertentu.

11. Audit K3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen, untuk menentukan suatu
kegiatan dan hasil-hasil yang berkaitan standar dan prosedur K3 , kesesuaian dengan posedur
yang direncanakan, dan dilaksanakan secara efektif dan cocok untuk mencapai kebijakan dan
tujuan perusahaan. Upaya mencari ketidaksesuaian di dalam sistem di mana kegiatan
dilakukan terhadap area keseluruhan sistem K3 yang ada di RS. Premier Bintaro , Mengukur
efektifitas dari pelaksanaan suatu sistem, Difokuskan terhadap suatu sistem, Penekanan
terhadap proses, dengan Metode pelaksanaan: tinjauan ulang, mencari kesesuaian dan
observasi.

12. Inspeksi K3 adalah kegiatan memeriksa/mengecek/mengukur segala sesuatu dan mencatat


apakah sesuai atau tidak terhadap standar K3. Upaya menemukan sumber bahaya dengan
memeriksa standar yang berhubungan dengan bahaya tersebut, Menemukan kesesuaian dari
suatu obyek, Difokuskan terhadap suatu obyek, Penekanan terhadap hasil akhir, Metode
pelaksanaan: pengujian secara teknis dan mendetail.

I.5 Landasan Hukum

- Undang-undang No.1 th 1970 tentang Keselamatan Kerja


- Undang-undang No.36 th 2009 tentang Kesehatan
- Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
- Keputusan Menteri Kesehatan RI No 432/MenKes/SK/2007 tentang Pedoman Manajemen
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Rumah Sakit
- Kepmenkes RI nomor 1087/Menkes/VIII/2010 tentang standar kesehatan dan keselamatan
kerja di rumah sakit.
- PP No 50 tahun 2012 tentang Penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja.
- Peraturan Menteri tenaga kerja No 04/Men/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (P2K3) serta tatacara penunjukan ahli keselamatan kerja
- Keputusan MenKes No. 1204/MenKes/SK/X/2001 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472/MENKES/PER/V/1996 tanggal 9 Mei 1996 tentang

7
Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan.
- Permenaker nomor 04/Men/1980 tanggal 14 April tahun 1980 tentang syarat-syarat
pemasangan dan pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
- Permenaker No.02/Men/1983 tanggal 10 Agustus 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran
Automatik.
- Workplace Safety Standards & Guidelines, Ramsay Health Care.

8
BAB II
KEBIJAKAN K3 , PERAN DAN TANGGUNGJAWAB P2K3

Lingkungan kerja yang aman di Rumah Sakit Premier Bintaro adalah suatu tempat kerja yang aman
yang bertujuan untuk mencegah kecelakaan dan kesakitan pada semua karyawan, pasien, keluarga
dan pengunjung di rumah sakit. Tempat kerja yang aman adalah tanggung jawab setiap orang.

Sehingga untuk mencapai hal tersebut, maka Kebijakan OHS/K3 di RSPB adalah Setiap karyawan
bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan dirinya sendiri, orang-orang sekitarnya
serta atas keselamatan lingkungan kerjanya.

Sebagai seorang karyawan di rumah sakit, setiap tindakan kita tidak hanya mempengaruhi diri kita
sendiri, tapi dapat juga mempengaruhi kesehatan dan keselamatan setiap orang yang berada di
lingkungan kerja kita. Sehingga merupakan tanggung jawab kita bersama untuk menjaga
kesehatan dan keselamatan tempat kerja kita masing-masing.

P2K3 atau Komite OHS (Occupational Health and Safety) bertanggung jawab untuk merencanakan,
mengkoordinir dan mengevaluasi program safety di RSPB. Semua kebijakan, program, prosedure
atau training yang dilakukan oleh RSPB bertujuan untuk menjaga keamanan semua orang yang
berada di lingkungan rumah sakit sehingga semua training yang dilakukan bertujuan untuk
mencapai tempat kerja yang aman.

Program tempat kerja yang aman antara lain bertujuan:


- mempromosikan dan menghargai cara kerja/prosedur kerja yang aman
- mengurangi kecelakaan dan kesakitan di tempat kerja
- mengurangi fatality di tempat kerja

Semua karyawan dapat secara aktif membantu menjaga keamanan dan keselamatan kerja dengan
hal sederhana seperti:
- menutup kembali laci/lemari sebelum berjalan pergi dari meja/lemari yang baru kita
pergunakan.
- mencuci tangan dengan tidak membasahi lantai ruangan.
- memberi tanda ’RUSAK’ pada alat yang tidak berfungsi
- meletakkan barang-barang kembali ke posisi semula setelah mempergunakan
- mempraktekkan cara kerja yang aman

II.1 kebijakan
Manajemen RS. Premier Bintaro mengindentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial
kebutuhan sarana dan pra sarana , ketenagaan untuk terlaksananya program K3 di RS. Kebijakan
K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur organisasi RS.

Kebijakan K3 RS. Premier Bintaro :


Setiap karyawan bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan dirinya sendiri, orang-orang
sekitarnya serta keselamatan lingkungan kerjanya.

Pengelolaan fasilitas
Rumah Sakit selalu berupaya untuk menyediakan kondisi yang aman, berfungsi dengan baik dan
dapat menjamin keamanan pasien, keluarga, karyawan dan pengunjung rumah sakit. Untuk
mencapai hal tersebut maka semua fasilitas di dalam rumah sakit harus dikelola dengan baik.

9
Semua fasilitas rumah sakit hanya dapat berada dalam kondisi baik jika semua pihak yaitu dari
management, setiap unit departemen dan semua karyawan di dalamnya bekerja sama untuk
mencapai hal tersebut.

Kebijakan :
1. Rumah sakit akan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan
tentang pemeriksaan fasilitas rumah sakit.
2. Dilakukan pemeliharaan, pemeriksaan dan audit secara teratur untuk mencapai tujuan
tersebut.
3. Setiap karyawan bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan dirinya sendiri, orang-
orang sekitarnya serta keselamatan lingkungan kerjanya.
4. Jika seseorang mengetahui adanya kondisi fasilitas yang mempunyai resiko, maka karyawan
tersebut bertanggung jawab untuk menginformasikan hal tersebut kepada pihak yang
berkepentingan.

II.2 Standar ketenagaan K3 RS

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No 432/MenKes/SK/2007 tentang pedoman


manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Rumah Sakit, dan Peraturan Menteri tenaga
kerja No 04/Men/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) serta
tatacara penunjukan ahli keselamatan kerja, serta untuk mendukung dan meningkatkan kesadaran
para pekerja di bidang kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, pasien, pengunjung dan
lingkungan, maka RS. Premier Bintaro membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja P2K3 yang berfungsi sebagai:
1. Merupakan forum yang memfasilitasi antara managemen dan karyawan untuk membahas issue
kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Terdapatnya perwakilan dari multi department/unit kerja (Workplace Safety Representatif)
untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tempat kerja serta melakukan diskusi tentang
management resiko, memonitor, mengevaluasi , mengaudit dan melakukan tindakan yang
dianggap perlu.
3. Setiap issue tentang kesehatan dan keselamatan dapat disampaikan oleh setiap karyawan
melalui Workplace Safety Representatif ataupun perwakilan K3 untuk diteruskan ke
management untuk dievaluasi dan diambil tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai
kesehatan dan keselamatan kerja.
4. Meningkatkan Kesadaran / awareness karyawan di departemennya untuk masalah kesehatan
dan keselamatan kerja. Sebagai forum untuk menyebarkan informasi untuk mempromosi
tentang kesehatan dan keamanan kerja antar karyawan dan departement/unit kerja.

P2K3 (Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja) atau Komite OHS/K3.
a. RS. Premier Bintaro memiliki Komite P2K3 (Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan
Kerja) / OHS (Occupational Health & Safety), yang didalamnya terdapat unsur
management serta karyawan, sehingga semua terlibat untuk mencapai tujuan umum K3.
b. Didalam Komite K3/P2K3 di rumah sakit Premier Bintaro terdiri dari :
- Executive Management Representatif
- Sekretaris
- OHS Coordinator
Didalam Komite tersebut juga terdapat sub komite antara lain;
- Team FSE (Fire Safety & Emergency)
- WSR (Workplace Safety Representatif).
c. P2K3/Komite K3 merupakan sekelompok karyawan, supervisor dan manager yang telah
ditunjuk ataupun dipilih oleh kelompoknya untuk mewakili mereka untuk berpartisipasi
dalam komite, untuk memberi nasihat dan untuk memonitor kesehatan dan keselamatan

10
kerja dalam fasilitas/lingkungan mereka.

WSR (Workplace Safety Representatif)


• adalah perwakilan dari multi department/unit kerja di RSPB untuk menjamin keselamatan
dan kesehatan tempat kerja serta melakukan diskusi tentang management resiko,
memonitor, mengevaluasi dan melakukan tindakan yang dianggap perlu untuk lokasi kerjanya
masing-masing. Setiap issue tentang kesehatan dan keselamatan disampaikan oleh setiap
karyawan melalui Workplace Safety Representative (WSR) di masing-masing unitnya dan
didiskusikan pada waktu meeting komite OHS untuk dibicarakan dengan management,
dievaluasi dan diambil tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai kesehatan dan
keselamatan kerja.
• Adapun fungsi dari WSR atau perwakilan K3 antara lain ;
- Merupakan forum memfasilitasi antara managemen dan karyawan bekerja bersama untuk
meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
- Memberi saran dalam pembuatan kebijakan, memonitoring dan memberi masukan untuk
kemajuan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja bagi karyawan, pasien dan
pengunjung.
- Meningkatkan awareness karyawan untuk masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
- Sebagai forum untuk menyebarluaskan informasi untuk mempromosi tentang kesehatan
dan keamanan kerja antar karyawan dan departemen/unit kerja.
- WSR ini juga secara tidak langsung untuk memberi saran kepada karyawan tentang
lingkungan dan cara kerja yang aman. Pada WSR ini setiap karyawan dapat menyampaikan
usulan dan sarannya untuk perbaikan cara kerja dan lingkungan kerjanya.

Perwakilan K3/OHS :
perwakilan seorang karyawan dari department/unit kerja di RSPB yang berkoordinasi dengan
WSR Dan komite K3/OHS untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan ditempat kerjanya
serta melakukan diskusi tentang management resiko, memonitor, mengevaluasi dan mempromosi
tentang kesehatan dan keamanan kerja antar karyawan di departemen/unit kerjanya.

Team FSE (Team Fire Safety & Emergency)


adalah sebuah team yang merupakan bagian dari komite K3/OHS yang mempunyai tugas dan
fungsi khusus untuk memastikan keamanan dan keselamatan di bidang fire safety & emergency.

II.3 Struktur Organisasi P2K3 / Komite K3 RS Premier Bintaro

Keanggotaan Komite P2K3/OHS:


- Ketua Komite P2K3/OHS yaitu CEO/Direktur
- Wakil Ketua Komite P2K3/OHS yaitu HR Manager
- Sekretaris P2K3 yaitu dokter atau S2 K3
- dan atau Supervisor P2K3 yaitu person incharge in OHS
- Team Fire Safety & Emergency
- Workplace Safety Representative (masing-masing seorang perwakilan dari)
1. Medical Record
2. Radiologi
3. Rehabilitasi Unit
4. Maintenance
5. Farmasi
6. Laboratorium
7. F&B

11
8. Office
9. Front Office
10. Purchasing
11. House Keeping
12. Security
13. Nurse lantai I
14. Nurse Lantai II
15. Nurse Lantai III

A. Peran dan Tanggung Jawab P2K3

Ketua OHS/P2K3
- Merupakan Direktur/CEO
- Memonitor dan memastikan semua program K3/OHS dijalankan terutama lintas departement
dan mensupport pelaksanaan OHS di RS. Premier Bintaro
- Menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk tercapainya pelaksanaan program yang
berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit.
- Memonitor perkembangan dan pelaksanaan semua program.

Wakil Ketua OHS/P2K3


- Merupakan manager HR
- Membantu atau mewakili tugas ketua OHS/P2K3 dalam memastikan dan mensupport
pelaksanaan OHS RS. Premier Bintaro.

Sekretaris OHS/P2K3

12
- Memastikan semua program OHS/K3 dijalankan
- Membuat Plan, TORP, SOP untuk K3 dan atau menyesuaikannya dengan kondisi RS
- Membuat usulan tambahan program dan menyediakan informasi serta bantuan ke pihak
management, supervisor departement, Workplace Safety Representatif dan semua yang
berhubungan untuk tercapainya safety dan security.

Person Incharge in P2K3


- Membantu sekretaris P2K3 untuk menjalankan semua program K3
- Pelaksana operasional harian di bidang K3 sehingga semua plan, program dan SOP K3
dilaksanakan di RS.
- Membantu untuk pemantauan dan melakukan audit terhadap pelaksanaan program tersebut
di bidang K3.
- Memastikan program OHS dilaksanakan di RS. Premier Bintaro
- Melakukan pelaporan terhadap hal tersebut.

WSR (Workplace Safety Representatif) dan perwakilan K3


- Mewakili karyawan ditempat kerjanya dalam membahas semua hal/issue yang berhubungan
dengan masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
- Meningkatkan awareness tentang safety kepada setiap karyawan baru di departementnya
dengan memberikan pengenalan tentang OHS dan menginformasikan tentang ’OHS dan
Lingkungan Kerja yang Aman’.
- Berpartisipasi dalam training OHS.
- Investigasi dari issue OHS dan membawanya ke manager serta Komite P2K3/OHS.
- Membantu memonitoring, menerapkan pelaksanaan dari program safety dan security di
lingkungan kerjanya.
- Membantu melakukan audit OHS secara berkala dan spot audit untuk hal K3 di lingkungan
kerja di RS. Premier Bintaro.
- Melakukan pendataan hazard dan resiko, mengidentifikansikan hazardous material/B3 dan
pengkinian (up date) daftar chemical beserta MSDS di unit kerjanya, mengidentifikasikan
pengkinian (up date)r daftar APD di lingkungan kerjanya masing-masing.

Perwakilan K3
Membantu WSRnya dalam pelaksanaan OHS di departemennya masing-masing.

Peran WSR dan perwakilan K3 :


- Melakukan audit tempat kerja dilokasi kerja mereka ataupun sesuai schedule.
- Berpartisipasi dalam penyelidikan incident yang terjadi di lingkungan kerjanya.
- Investigasi dari issue OHS dan membawanya ke meeting.
- Menghadiri rapat/meeting sesuai jadwal.
- Persiapan untuk rapat/meeting dengan berkonsultasikan dengan karyawan lain sebelum
setiap rapat dan melaporkan hasil pertemuan kepada karyawan lainnya.
- Mengkomunikasikan kekhawatiran tentang kesehatan dan keselamatan kerja yang dapat
mempengaruhi kebijakan dan prosedur dalam pekerjaan.
- Melaporkan workplace hazard ke supervisornya dan membawanya ke meeting comitee.
- Hadir pada pembahasan/diskusi mengenai masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja antara
karyawan dan supervisor atau manager.

Team FSE (Fire Safety & Emergency)


- Memastikan bahwa semua yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tentang
fire safety & emergency telah dilakukan.
- Melakukan training fire safety & emergency secara teratur untuk semua karyawan.

13
- Melakukan audit untuk fire safety & emergency.

Tanggung Jawab Komite OHS beserta WSR nya:


- Meningkatkan pengetahuan dan awareness tentang keamanan dan keselamatan kerja.
- Mengurangi resiko cedera dengan memperbaiki sistem pencegahan dan melakukan penilaian
resiko dilakukan pada setiap perubahan sistem kerja yang baru.
- Mempertimbangkan setiap perubahan di tempat kerja atau prosedur kerja yang dapat
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan karyawan, memastikan Standard OHS
dipertimbangkan dalam pembelian peralatan baru dan pengembangan prosedur baru.
- Memfasilitasi kerjasama antara karyawan dan management dalam mengembangkan dan
melaksanakan hal-hal yang diperlukan untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan di
tempat kerja.
- Memastikan kesehatan dan keselamatan kerja menempati prioritas dalam managemen.
- Merekomendasikan dan membantu dalam perumusan strategi kesehatan dan keselamatan
kerja misalnya dalam hal kebijakan, program training, memonitor pelaksanaan sistem,
mengidentifikasi risiko dan hazard dan pelaksanaan langkah-langkah pengendalian resiko.
- Membantu pengembangan, pelaksanaan dan pemantauan program-program pelatihan OHS
dan memantau efektivitas program pelatihan tersebut.

B. Peran serta organisasi dalam dukungan Pelaksanaan K3 di lingkungan RS Premier Bintaro

Ramsay Executive
- Berkomitmen dan mendukung dalam management safety di RS. Premier Bintaro
- Memberikan sumber daya untuk mendukung tercapainya safety sesuai kondisi di RS. Premier
Bintaro
- Mengurangi angka kecelakaan dan cedera akibat kerja.

Management RS. Premier Bintaro


- Bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perencanaan program safety dan security
dapat berjalan
- Memonitor perkembangan dan pelaksanaan semua program K3.
- Menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk tercapainya pelaksanaan program yang
berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit terutama yang
berhubungan dengan bagiannya.

Supervisor departement
- Memastikan semua issue kesehatan dan keselamatan kerja dilakukan, bertanggung jawab
supaya program ini diketahui dan diterapkan dalam departement mereka.
- Memastikan supaya hazard dan risiko yang berada di departementnya diketahui.
- Melakukan penanganan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi hal tersebut.
- Mensupport WSR (Workplace Safety Representative) dan Perwakilan K3 dalam melaksanakan
program OHS di RS. Premier Bintaro.
- Memastikan pelaksanaan inspeksi hazard di tempat kerjanya dilakukan dengan berdiskusi
dengan karyawan dan WSR

Setiap Karyawan
Setiap karyawan bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan dirinya, orang-orang
sekitarnya serta keselamatan lingkungan kerjanya.

14
BAB III
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA RS. PREMIER BINTARO

III.1 Penilaian Risiko dan Identifikasi Bahaya (Risk Assesment and Hazard identification)

Hazard Dan Risk Tidak Sama


Seekor ikan hiu yang berenang di lautan adalah hazard, tapi hazard tersebut hanya akan menjadi
risk jika seseorang berenang di lautan tersebut. Management Resiko adalah suatu sistem/cara
untuk mengidentifikasi hazard tersebut (si ikan hiu) dan menganalisa kemungkinan bagaimana
seseorang (si perenang) untuk terjadi kontak dengan hazard (ikan hiu) tersebut. Dalam contoh
diatas terdapat kemungkinan besar seseorang ada kontak dengan ikan hiu jika dia berenang di
laut, terutama jika di laut tersebut terdapat banyak ikan hiu maka kemungkinan kontak akan
bertambah.

Penilaian resiko dan kontroling harus dilakukan untuk mencegah suatu hazard menyebabkan
cedera, penyakit, kerusakan ataupun kerugian. Karyawan yang berada di lokasi kerja harus
mengidentifikasi dan melaporkan secara aktif faktor hazard yang berada di lingkungannya masing-
masing.

Pendekatan tersebut meliputi:


1. mengidentifikasi dan menganalisis hazard/potensi bahaya ditempat kerja
2. mengidentifikasi resiko yang berhubungan dengan hazard
3. mengidentifikasi metoda untuk mengontrol atau mengurangi resiko tersebut.

Setiap staff di departement masing-masing harus mengetahui dan aware mengenai faktor hazard
dan risk/resiko utama yang ada di lokasi kerjanya/departementnya masing-masing. Sehingga
semua staff bekerja sama dalam program management resiko dengan melaporkan faktor hazard
yang mereka ketahui ke management/supervisor masing-masing ataupun melalui reporting
Kejadian K3/Hazard di intranet sesegera mungkin.

Management resiko adalah suatu sistem pendekatan yang dipergunakan untuk mencapai tempat
kerja yang aman dan sehat.
Proses dalam management resiko adalah suatu proses yang secara terus menerus mencari cara
untuk mengurangi kemungkinan hazard menyebabkan cedera. Hierarcy atau kontrol adalah cara
atau sesuatu yang digunakan dalam proses manangement resiko dalam upaya mengurangi
kemungkinan hazard menyebabkan cedera.
Proses manajemen risiko terdiri dari:
 Identifikasi hazard dan risiko
 Penilaian dampak dari hazard dan resiko yang terkait
 Tindakan untuk mengontrol hazard dan resiko

A Identifikasi Hazard
Hazard adalah suatu substansi/kondisi yang mempunyai potensi membahayakan kesehatan ataupun
keamanan manusia maupun lingkungan. Sehingga sangat penting untuk mengetahui semua jenis
hazard yang terdapat di lingkungan kerja kita.

Rumah Sakit Premier Bintaro mencoba mengidentifikasi hazard dengan berbagai cara melalui:
- incident report (Laporan Kejadian K3/Hazard secara online dan langsung di komputer)
- masukan dari staff
- audit/inspection OHS/K3

15
Hazard yang dilaporkan termasuk hazard yang dilaporkan oleh karyawan atau yang timbul sebagai
hasil incident misalnya peralatan tidak sesuai atau rusak atau hazard karena disain fasilitas. Semua
jenis hazard yang ada dilingkungan kerjanya harus diketahui oleh semua staff, termasuk untuk
jenis hazard chemical dan MSDSnya.

Identifikasi Bahaya / Hazard Identification adalah :


Proses atau sarana proaktif untuk mengidentifikasi situasi di tempat kerja yang jika dibiarkan
mungkin dapat menyebabkan terjadinya cedera di tempat kerja ataupun penyakit.
Langkah pertama dalam manajemen hazard tempat kerja adalah mengidentifikasi hazard di
tempat kerja. Ini berarti melihat situasi dan tugas-tugas di tempat kerja yang mungkin
menyebabkan cedera atau kerusakan.

Kategori hazard dapat dibagi ke dalam kategori antara lain :


 Physical – mis. bangunan, peralatan ,suara, electricity
 Ergonomic – mis. ketinggian kursi kerja, manual handling
 Bahan kimia – mis. formaldehide, cytotoxic agent, dll
 Biologi – mis. darah, cairan tubuh, substansi infeksius, legionella,dll
 Radiological – mis. X-ray, isotop, laser
 Psychological – mis. stress, kelelahan

Pendekatan sistematis untuk meng-identifikasi hazard di tempat kerja harus mencakup:


 Laporan Accident / incident /near miss
 Mengobservasi tugas dan aktivitas di tempat kerja
 Melaporkan dan menginspeksi hazard di tempat kerja, terjadwal ataupun tidak terjadwal
 Risk assessments
 Berkonsultasi dengan karyawan dan workplace safety representatives
 Audit Internal atau external
 Monitoring lingkungan

Fasilitas RS. Premier Bintaro memiliki procedure tertulis untuk pelaporan hazard yang konsisten
dan mudah untuk diikuti dan dipahami.
Tujuan utama dari pelaporan hazard tersebut adalah supaya laporan tersebut ditindak lanjuti
untuk meminimalkan resiko terhadap keamanan dan kesehatan.

Hazard Inspection di Tempat Kerja


Pemeriksaan tempat kerja adalah suatu rencana, pendekatan sistematis pada tempat kerja yang
dapat membantu mengidentifikasi hazard, menilai dan mengontrol resiko, memastikan lingkungan
kerja yang sehat dan aman dan mentaati perundang-undangan yang sesuai dengan keselamatan
dan kesehatan kerja

Hazard register adalah suatu register/daftar terperinci semua hazard yang diketahui dan
dilaporkan di dalam fasilitas. yang berisi informasi tentang hazard/potensi bahaya yang harus
dipunyai oleh setiap department di seluruh rumah sakit.
Pendataan hazard register per department yang dilakukan oleh Workplace Safety Representative
atau perwakilan K3 dan supervisor setiap tahun sekali. Pengidentifikasian faktor hazard juga
dilakukan selama audit oleh pihak eksternal (Akreditasi RS oleh KARS, ISO, HICMR dan fire
insurance) yang dilakukan terhadap rumah sakit. Semua data faktor hazard dan resiko menjadi
masukan untuk dipergunakan untuk mengontrol resiko terbesar yang mempunyai dampak
terbesar.

16
B Risk Assessment/penilaian resiko

Risk/Resiko adalah adanya kemungkinan bahwa paparan pada suatu hazard akan menyebabkan
cedera, penyakit, kerusakan atau kerugian.

Risk Assessment/penilaian resiko adalah suatu proses untuk menentukan kemungkinan dan
konsekuensi dari cedera, penyakit atau kerusakan bangunan, properti atau lingkungan dalam
upaya menentukan tingkat resikonya dan melakukan kontrol yang tepat untuk menghilangkan /
meminimalkan faktor resiko tersebut.
Risk assesment program safety dan security menggunakan struktur format
a. Mengidentifikasi hazard dan resiko
b. Penilaian hazard dan resiko
c. Melakukan tindakan untuk mengontrol hazard dan resiko

Setelah mengidentifikasi hazard adalah penting untuk menilai bagaimana potensi hazard tersebut
dalam menyebabkan cedera ataupun mempengaruhi tempat kerja, misalkan dengan melakukan
risk assestment.
Penilaian hazard adalah proses untuk menentukan tingkat risiko yang berkaitan dengan pajanan
terhadap hazard tersebut, dan kemungkinannya menyebabkan cedera, penyakit, kerusakan atau
kerugian sehingga menunjukkan kebutuhan dan memberikan pertimbangkan terhadap prioritas
suatu tindakan kontrol.

Penilaian risiko harus dilakukan sebelum penggunaan peralatan baru atau suatu proses baru,
ataupun dalam memodifikasi peralatan maupun proses. Fasilitas harus mengidentifikasi hazard
baru atau hazard yang tak terduga yang mungkin terjadi karena perubahan tersebut. Hal ini
memudahkan organisasi memahami tingkat risiko yang mungkin terjadi dan fasilitas proaktif
memanajemen risiko dengan memungkinkan pelaksanaan kontrak yang sesuai sebelum
pengenalan suatu peralatan ataupun suatu proses.

Penilaian risiko harus mempertimbangkan:


• Bagaimana kondisi hazard
• Bagaimana hazard ini dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan dari individu
• Bagaimana karyawan terpapar dengan hazard tersebut.
• Berapa banyak pekerja yang terkena
• Berapa banyak, seberapa sering dan berapa lama karyawan yang terpapar hazard
• Lokasi hazard
• Standar pajanan menurut legislation

Penilaian risiko juga harus mempertimbangkan bagaimana pekerjaan dilakukan, tata letak dan
kondisi tempat kerja serta pelatihan dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh karyawan untuk
melakukan tugas mereka dengan aman.

C Risk Control/kontrol resiko

Setelah risk assessment maka proses kontrol yang tepat harus diterapkan untuk mencegah hazard
yang telah diidentifikasi menyebabkan cedera.
Risk kontrol merupakan proses untuk menentukan dan melaksanakan control untuk
meminimalkan tingkat resiko, atau proses pelaksanaan tindakan untuk menghilangkan atau
meminimalkan resiko yang berhubungan dengan hazard tersebut.

17
Tujuan obyektif dari risk control adalah menghilangkan resiko sebagai pilihan pertama. Jika hal ini
tidak mungkin, risiko harus dikurangi sejauh hal tersebut dapat dikerjakan secara wajar.

Safety hirarki dari risk control digambarkan dibawah ini:


1 Eliminasi menghilangkan hazard sepenuhnya.
mengganti hazard dengan sesuatu yang memiliki resiko
2 Substitusi
yang lebih rendah.
menutupi hazard, atau memastikan orang yang berisiko
3 Isolasi terpisah dari hazard ataupun hazard dipisahkan dari
orang tersebut.
mengubah desain peralatan, tempat kerja atau proses
4 Enginering
kerja.
meminimalkan pajanan dengan risiko melalui penggunaan
5 Administrasi
prosedur atau instruksi kerja.
6 APD (Alat Pelindung Diri) sebagai penghalang terakhir antara manusia dan hazard.

Pilihan risk kontrol mungkin memerlukan kombinasi dari hal-hal diatas. Risiko akan tetap ada jika
kontrol lain dilakukan selain eliminasi.
Jenis dan tingkat pengontrolan dapat dipertimbangkan dengan tidak mengabaikan:
 kemungkinan suatu hazard atau resiko terjadi ( misalnya seberapa kemungkinan seseorang
yang terpajan menjadi cedera)
 derajat cedera yang akan dihasilkan jika hazard atau resiko terjadi ( misalnya potensial
keseriusan dari cedera atau luka)
 apa yang orang yang terkait mengetahui, atau seharusnya mengetahui, tentang hazard
atau resiko dan cara untuk menghilangkan ataupun mengurangi hazard atau resiko itu
 cara yang mungkin dan cocok untuk menghilangkan atau mengurangi hazard resiko
 biaya untuk menghilangkan atau mengurangi hazard atau resiko.

Pertimbangan harus juga diberikan kepada kontrol yang telah dilakukan

III.2 Inspeksi Fasilitas / Facility Inspections


a. Jika terlihat sesuatu yang membutuhkan perbaikan, maka departement bersangkutan
membuat work-order maintenance melalui SAM-RS untuk mengatasi masalah tersebut.
b. Audit internal juga dilakukan oleh K3 dan Infeksi Nasokomial dan audit bersama program
quality lainnya untuk masalah safety.
c. Hasil fasility inspeksi diteruskan management dan digunakan sebagai data untuk
memperbaiki kondisi fasility.
d. Facility tour dilakukan secara teratur oleh pihak management.

III.3 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)/OHS (Occupational Health and Safety)

A Strategi Preventive Safety Program:

1. Kebijakan K3/OHS RSPS adalah “Setiap karyawan bertanggung jawab atas keselamatan
dirinya sendiri, keselamatan orang-orang sekitarnya serta keselamatan lingkungan kerjanya”.
Safety adalah masalah yang sangat penting sehingga supaya semua orang (karyawan,
management dan vendor) dapat mengingat hal tersebut, maka kebijakan K3 dimasukkan ke

18
kartu K3 untuk setiap orang.

2. Supaya safety dapat tercapai dan terjadi terus menerus di lingkungan RS. Premier Bintaro,
maka safety merupakan tugas dan tanggung jawab setiap karyawan RS. Premier Bintaro yang
berada di lingkungan RS. Premier Bintaro. Sehingga tugas dan tanggung jawab setiap
karyawan tentang masalah safety akan dicantumkan ke dalam uraian tugasnya masing-
masing.

3. Safety inspection yang dilakukan untuk RS. Premier Bintaro antara lain adalah:
a) Data faktor hazard per department
Pendataan semua faktor hazard pertahun yang terdapat di setiap department dilakukan
oleh supervisor per department, Workplace Safety Representative dan dipantau oleh
supervisor OHS atau sekretaris OHS.
b) Dilakukan audit OHS untuk masalah safety meliputi program safety , fire safety &
emergency setiap tahun.
Hasil pendataan hazard per department dan hasil audit digunakan untuk
mengidentifikasi faktor resiko yang ada di departementnya masing-masing. Hasil
tersebut diinformasikan kembali ke department bersangkutan serta disampaikan ke
management (jika ada hal yang perlu ditangani lebih lanjut) dan dibahas dalam meeting
OHS, sehingga diharapkan ada tindakan perbaikan/korektive action untuk memperbaiki
hal tersebut.
Jika hasil temuan audit yang bisa langsung diselesaikan/korektive actionnya, maka akan
langsung dimasukkan ke dalam work order maintenance berupa SAM-RS untuk langsung
diperbaiki.

4. Audit pihak eksternal (audit akreditasi RS oleh KARS, audit ISO, audit HICMR, audit fire
insurance) juga digunakan untuk mengidentifikasi resiko safety dan disampaikan ke
management untuk tindak lanjutnya.

5. Konstruksi dan renovasi.


Kontruksi dan renovasi merupakan masalah yang sangat penting dalam menjamin safety di
lingkungan rumah sakit karena melibatkan faktor eksternal. Sehingga perlu dilakukan
tindakan untuk mencegah terjadinya resiko yang tidak diinginkan seperti kebakaran ataupun
kecelakaan selama konstruksi dan renovasi.
- Konstruksi dan renovasi dilaksanakan setelah adanya surat ijin kerja atau surat perintah
kerja.
- Induksi konstruksi akan dilakukan GSM beserta team (Formulir checklist induksi
contractor safety FRM/KKK/06).
- Maintenance umum mempunyai program safety Konstruksi dan renovasi sesuai dengan
standar keselamatan dan keamanan, TOR/PUM/MTC-U/05.
- Selama Renovasi Spot check list konstruksi akan dilakukan oleh person incharge OHS dan
WSR/ Workplace Safety Representative atau perwakilan K3 setempat (Formulir
pengecekan mendadak pada observasi safety dilokasi konstruksi FRM/KKK/07).
- Spot audit konstruksi dan renovasi bersama ICN/Infection Control Nurse , program
pencegahan dan pengendalian Infeksi pada konstruksi & Renovasi bangunan di Rumah
Sakit (SOP/PPI/09).
- Housekeeping, Maintenance, Security, ataupun WSR atau perwakilan K3 terkait dapat
menginformasikan ataupun mengingatkan kepada pekerja yang sedang melakukan
renovasi jika mereka melihat adanya suatu tindakan ataupun hal yang tidak safety
selama proses konstruksi

6. Keamanan dan keselamatan / Safety dan security juga dilakukan untuk pasien yang butuh

19
perhatian khusus seperti infants, orang tua, orang-orang berkebutuhan khusus (disable),
perlindungan untuk pasien dengan kasus kekerasan dan lain-lain. Dalam menunjang
tercapainya safety untuk hal tersebut maka semua karyawan dari mulai nurse sampai security
terlibat secara langsung untuk mencapai hal tersebut.

B Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja dilakukan secara aktif dengan:


- Mengumpulkan data kejadian K3 dan menyampaikannya ke direksi
- Training OHS semua departement
- Pengenalan K3/OHS ke semua karyawan baru
- Informasi Ergonomi, Patient Manual Handling & Material Manual Handling
- Mendata hazard dan resiko yang ada di setiap department
- Audit : Audit safety, Audit OHS & AMI, Audit fire safety & emergency, Audit safety induksi dan
spot safety checklist untuk konstruksi
- Pemeriksaan Kesehatan , Pre employment, berkala dan Khusus

1. Management Safety Incident untuk staff, outsource, pengunjung dan pasien dilakukan
dengan:
- Pelaporan hazard/K3 di intranet  sesuai dengan procedure ‘Pelaporan Kejadian
K3/Hazard’. Pelaporan ini boleh dilaporkan oleh setiap karyawan. Pelaporan ini juga
termasuk di dalamnya laporan needle stick injury dan paparan cairan tubuh yang
dikumpulkan oleh Infeksi nasokomial.
- Laporan pasien safety dan A/E report untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan
pasien safety.

2. Dalam tercapainya program K3/OHS di rumah sakit, maka :


- bagian radiology juga mempunyai program safety untuk karyawan yang ada hubungan
dengan radiasi.
- bagian laboratorium juga mempunyai program safety untuk laboratorium mengenai
paparan darah dan cairan tubuh serta hazardous material.
- Dilakukan program MCU yang sama yang nantinya akan dilaksanakan di 3 RS di
Indonesia. Dimana selanjutnya bagian HRD bersama dengan K3 dan PPI menyusun
‘Program Kesehatan Karyawan’ untuk pemeriksaan karyawan meliputi pre-employment
dan medical check up tahunan dan hasil pelaksanaanya akan disampaikan ke
management. Dan untuk dokter umum juga dimasukkan ke dalam program kesehatan
karyawan. Khusus untuk staff farmasi yang melakukan peracikan kemoterapi dilakukan
pemeriksaan yang lebih spesifik untuk mereka.
- Pemberian vaksinasi juga diberikan pada karyawan yang dianggap mempunyai beresiko.
- Penyediaan semua APD yang dibutuhkan untuk karyawan dan pasien oleh management
rumah sakit untuk lokasi-lokasi pekerjaan yang membutuhkannya.

3. Pelaporan dan respon dalam safety.

III.4 Program keamanan / security program


(mengacu pada rencana pengamanan RS. Premier Bintaro (PT. ISS)

A Strategi program preventive security:


1. Mengurangi faktor resiko yang ada dengan:
- prosedur penjagaan security berlangsung terus menerus selama 24 jam untuk seluruh
RS.
- adanya monitor CCTV dan sistem alarm yang terletak di depan semua pintu emergency
exit terutama didepan pintu ruangan bayi dan ruangan anak untuk mencegah

20
kemungkinan kehilangan bayi/anak.
- pelatihan prosedur ancaman bom dan kehilangan anak/bayi dengan melibatkan staff
dalam training fire safety & emergency.
- Adanya prosedur untuk menghadapi ancaman kekerasan di tempat kerja.
- Simulasi teratur setiap tahun sekali akan dilakukan pada lokasi-lokasi dan daerah yang
dianggap beresiko.
- Safety talk/briefing/induksi setiap ada seminar dimana peserta dari luar >/ 30 orang.
Akan dibuatkan program komputer khusus untuk memutarkan tentang safety briefing
untuk peserta seminar.

2. Mengidentifikasi semua orang yang berada di lingkungan rumah sakit :


- Petugas keamanan melakukan identifikasi terhadap tamu, pengunjung, penunggu
pasien, kontraktor, detailer dan supplier (SOP/PUM/SEC/04)
- Vendor dengan kartu name tag vendor untuk pekerja outsorce sesuai perusahaan
masing-masing (NWP security, EZ parking, ISS, PT.SDM, IMJ)
- Penunggu pasien dengan kartu penunggu pasien dengan nomor kamar perawatan.
- Visitor dengan kartu visitor untuk di annex building.
- Kontraktor/auditor dengan kartu/name tag kontraktor/auditor yang dikeluarkan oleh RS
untuk jangka waktu tertentu selama mereka bekerja di lingkungan RS.
- Karyawan dengan kartu name tag karyawan/staff RS dengan foto didalamnya

3. Dilakukan pengawasan security untuk area tertentu dilakukan dengan sign, pasword untuk
masuk serta akses dengan name tag karyawan. Daerah tersebut antara lain:
- daerah yang hanya boleh dimasuki oleh orang-orang yang berkepentingan seperti:
Maintenance, F&B, CSSD, Radiologi, Laboratorium, casier, Human Resources.
- daerah yang yang bisa dimasuki dengan mempergunakan pasword di depan pintu: CCU,
OT, pharmacy, perinatology, pinguin (daerah lift barang), IT server di lantai bawah,
Medical Record storage, annex building lt. 3, lt. 5 dan flaminggo.
- daerah yang hanya bisa dimasuki dengan kartu name tag karyawan (system swipe):
annex building lt 3 dan 5, pharmacy, OT, CCU, NICU, HCU, Cendra, Camar , Merpati , dan
isolasi.

4. Memonitoring daerah strategis indoor dan outdoor di rumah sakit dengan CCTV.
5. Memonitor seluruh RS dengan jadwal keliling teratur ke seluruh RS oleh staff security serta
adanya staff yang back-up pada waktu keliling.
6. Membatasi akses ke rumah sakit:
- Daerah yang termasuk sensitive security area adalah semua area di rumah sakit dengan
akses masuk terbatas, serta area yang butuh perhatian khusus seperti untuk daerah
maintenance, penyimpanan LPG, solar dan medical gas.
- Membatasi masuk daerah terisolasi seperti tempat pengolahan air bersih, ruang control
lift, ruang pompa, ruang AHU, dll.
- melakukan pengontrolan untuk masuk dan keluar rumah sakit.
- melakukan pengecekan di rumah sakit, membatasi lokasi masuk dan keluar RS di waktu
malam hari.
- melakukan pengecekan setelah jam kerja dan jam kunjung dengan kartu identitas

7. Terdapatnya nomor telp kepolisian yang ada dan siap dihubungi jika ada masalah.

B Strategi program active security:


1. Jika ada incident yang terjadi pada staff, visitors dan pasien maka akan dilaporkan seperti
versi laporan lainnya yang ada di rumah sakit (A/E dan Laporan K3/Hazard serta selanjutnya

21
akan digabungkan ke laporan Risk Man).
2. Terdapat alert untuk code-code emergency yang berlaku untuk seluruh RS, dan dipasang ke
dalam kartu tag yang akan selalu dipergunakan oleh karyawan (lihat SOP KKK No 03). untuk
Komunikasi Emergency).
3. Jika ada kejadian yang berhubungan dengan security/keamanan maka akan langsung
ditangani oleh pihak security. Tapi jika berhubungan dengan safety/keselamatan maka akan
ditangani langsung oleh pihak/departemen terkait.

III.5 Training/edukasi program

1. Training staff pada permulaan mulai bekerja tentang awareness Kesehatan dan Keselamatan
Kerja serta awareness dari security bersamaan dengan program HRD ataupun langsung melalui
e-learning orientasi. Setelah itu setiap tahun, setiap staff akan mengikuti mandatory training K3
secara annually.
2. Adanya informasi awareness tentang safety yang dilakukan oleh supervisor dan WSR tentang
“OHS dan Lingkungan Kerja yang Aman” di setiap departement masing-masing untuk setiap
staff yang berada di tempat kerja yang baru.
3. Vendor/tenant mendapat training mengenai fire safety dan Inok sesuai dengan jadwal training
yang ada.
4. Contraktor dan renovation leader mendapatkan informasi pada awal proyek mengenai
prosedur safety di RSPS.
5. Pasien mendapat edukasi mengenai lewat brosure/buku petunjuk pasien mengenai fire safety
dan gempa.
6. Untuk ruangan bayi baru lahir, akan diberi informasi ke orang tua supaya hanya menyerahkan
bayinya ke nurse di neonatus/perawatan bayi.

22
BAB IV
STANDAR PEDOMAN K3 PERBEKALAN KESEHATAN DI RS

Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau
implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada
manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

A Standar manajemen perbekalan kesehatan Rumah Sakit, meliputi :


1. Setiap bahan dan peralatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di Rumah Sakit harus
dilengkapi dengan :
a) Kebijakan tertulis tentang pengelolaan K3RS yang mengacu minimal pada peraturan
pemerintah sebagai berikut :
 Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
 Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
 Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
 Peraturan Menaker RI No. 5/MENAKER/1996 tentang Sistem Manajemen K3.
 Keputusan Menkes No. 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis
Dampak Kesehatan Lingkungan;
 Keputusan Menkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri;
 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004
tentang Persyaratan Kesehatan lingkungan Rumah Sakit;
 Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 432/Menkes/IV/2007
tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
b) Pedoman dan standar prosedur operasional K3.
c) Perizinan sesuai dengan peraturan yang berlaku meliputi :
 Izin Mendirikan Bangunan.
 Izin berdasarkan Undang-undang Gangguan.
 Rekomendasi Dinas Pemadam Kebakaran.
 Izin Operasional Rumah Sakit untuk Rumah Sakit Swasta dan BUMN.
 Izin Pemakaian Lift.
 Izin Instalasi Listrik.
 Izin Pemakaian Diesel.
 Izin Instalasi Petir.
 Penggunaan Radiasi.
 Izin Pengolahan Limbah Padat, Cair dan Gas.
d) Sistem komunikasi baik internal maupun eksternal.
e) Sertifikasi.
f) Program pemeliharaan.
g) Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai kebutuhan, siap dan layak pakai.
h) Manual operasional yang jelas.
i) Sistem alarm, sistem pendeteksi api/kebakaran dan penyediaan alat pemadam
api/kebakaran.
j) Rambu-rambu K3 seperti rambu larangan dan rambu penunjuk arah.
k) Fasilitas sanitasi yang memadai dan memenuhi persyaratan kesehatan.

23
l) Fasilitas penanganan limbah padat, cair dan gas.

2. Setiap bahan dan peralatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di Rumah Sakit yang
menggunakan bahan beracun berbahaya maka pengirimannya harus dilengkapi dengan
MSDS, dan disediakan ruang atau tempat penyimpanan khusus bahan beracun berbahaya
yang aman.
3. Setiap operator/petugas sarana, prasarana dan peralatan, harus mengikuti pemeriksaan
kesehatan secara berkala.
4. Sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit, harus dikelola dan dilakukan oleh petugas yang
mempunyai kompetensi di bidangnya.
6. Khusus area yang dianggap berisiko dan berbahaya dengan dilengkapi simbol-simbol khusus,
seperti laboratorium, radiologi, farmasi, sterilisasi sentral, kamar operasi, ruang genset,
kamar isolasi penyakit menular, pengolahan limbah dan laundry.
7. Khusus sarana bangunan yang menggunakan bahan beracun berbahaya harus dilengkapi
fasilitas dekontaminasi bahan beracun berbahaya.
8. Program penyehatan lingkungan Rumah Sakit meliputi; penyehatan ruangan, bangunan dan
fasilitas sanitasi termasuk pencahayaan, penghawaan dan kebisingan, penyehatan makanan
dan minuman, penyehatan air, penanganan limbah, penyehatan tempat pencucian umum
termasuk laundry, pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lain, pemantauan
sterilisasi dan desinfeksi, pengawasan perlindungan radiasi dan promosi kesehatan
lingkungan.
9. Kalibrasi internal dan kalibrasi legal secara berkala terhadap sarana, prasarana dan peralatan
yang disesuaikan dengan jenisnya.

B Standar Teknis

1. Standar teknis sarana

a. Lokasi dan bangunan :


Secara umum lokasi rumah sakit hendaknya mudah dijangkau oleh masyarakat, bebas dari
pencemaran, banjir, dan tidak berdekatan dengan rel kereta api, tempat bongkar muat
barang, tempat bermain anak, pabrik industri, dan limbah pabrik. Didalam UU No.44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit khususnya pasal 8 disebutkan bahwa persyaratan lokasi Rumah
Sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata
ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah
Sakit. Sedangkan untuk persyaratan bangunan diatur pada pasal 9 yakni bangunan Rumah
Sakit harus memenuhi; persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung
pada umumnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk
persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, harus sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua
orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.
Luas lahan untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1,5 kali luas bangunan. Luas lahan untuk
bangunan bertingkat minimal 2 kali luas bangunan lantai dasar.

Luas bangunan disesuaikan dengan jumlah tempat tidur (TT) dan klasifikasi rumah sakit.
Bangunan minimal adalah 50 m2 per tempat tidur. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan
luas lantai untuk ruang perawatan dan ruang isolasi adalah :
• Ruang bayi :
- Ruang perawatan minimal 2 m2/TT
- Ruang isolasi minimal 3,5 m2/TT

24
• Ruang dewasa/anak :
- Ruang perawatan minimal 4,5 m2/TT
- Ruang isolasi minimal 6 m2/TT
• Persyaratan luas ruangan sebaiknya berukuran minimal :
- Ruang periksa 3 x 3 m2
- Ruang tindakan 3 x 4 m2
- Ruang tunggu 6 x 6 m2
- Ruang utility 3 x 3 m2

Ruang bangunan yang digunakan untuk ruang perawatan mempunyai :


- Rasio tempat tidur dengan kamar mandi 10 TT : 1
- Bebas serangga dan tikus
- Kadar debu maksimal 150 μg/m3 udara dalam pengukuran rata-rata 24 jam
- Tidak berbau (terutama H2S dan atau NH3)
- Pencahayaan 100–200 lux
- Suhu 26– 27oC (dengan AC) atau suhu kamar (tanpa AC) dengan sirkulasi udara yang
baik

- Kelembaban 40–50% (dengan AC) kelembaban udara ambient (tanpa AC)


- Kebisingan <45 dBA

b. Lantai :
- Lantai ruangan dari bahan yang kuat, kedap air, rata, tidak licin dan mudah dibersihkan
dan berwarna terang.
- Lantai KM/WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan mempunyai
kemiringan yang cukup dan tidak ada genangan air.
- Khusus ruang operasi lantai rata, tidak mempunyai pori atau lubang untuk berkembang
biaknya bakteri, menggunakan bahan vynil anti elektrostatik dan tidak mudah terbakar.

c. Dinding (Mengacu Kepmenkes No.1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit) :
- Dinding berwarna terang, rata, cat tidak luntur dan tidak mengandung logam berat.
- Sudut dinding dengan dinding, dinding dengan lantai, dinding dengan langit-langit,
membentuk konus (tidak membentuk siku).
- Dinding KM/WC dari bahan kuat dan kedap air.
- Permukaan dinding keramik rata, rapih, sisa permukaan kramik dibagi sama ke kanan dan
ke kiri.
- Khusus ruang radiologi dinding dilapis Pb minimal 2 mm atau setara dinding bata
ketebalan 30 cm serta dilengkapi jendela kaca anti radiasi.
- Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik setinggi 1,5 m dari lantai.

d. Pintu/jendela :
- Pintu harus cukup tinggi minimal 270 cm dan lebar minimal 120 cm.
- Pintu dapat dibuka dari luar.
- Khusus pintu darurat menggunakan pegangan panik (panic handle), penutup pintu
otomatis (automatic door closer) dan membuka ke arah tangga darurat/arah evakuasi
dengan bahan tahan api minimal 2 jam.
- Ambang bawah jendela minimal 1 m dari lantai.
- Khusus jendela yang berhubungan langsung keluar memakai jeruji.

25
- Khusus ruang operasi, pintu terdiri dari dua daun, mudah dibuka tetapi harus dapat
menutup sendiri (dipasang penutup pintu (door close)).
- Khusus ruang radiologi, pintu terdiri dari dua daun pintu dan dilapisi Pb minimal 2 mm
atau setara dinding bata ketebalan 30 cm dilengkapi dengan lampu merah tanda bahaya
radiasi serta dilengkapi jendela kaca anti radiasi.

e. Plafond :
- Rangka plafon kuat dan anti rayap.
- Permukaan plafond berwarna terang, mudah dibersihkan tidak menggunakan berbahan
asbes.
- Langit-langit dengan ketinggian minimal 2,8 m dari lantai.
- Langit-langit menggunakan cat anti jamur.
- Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu bedah dengan profil
baja double INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan langit-langit.

f. Ventilasi :
- Pemasangan ventilasi alamiah dapat memberikan sirkulasi udara yang cukup, luas
minimum 15% dari luas lantai.
- Ventilasi mekanik disesuaikan dengan peruntukan ruangan, untuk ruang operasi
kombinasi antara fan, exhauster dan AC harus dapat memberikan sirkulasi udara dengan
tekanan positif.
- Ventilasi AC dilengkapi dengan filter bakteri.

g. Atap :
- Atap kuat, tidak bocor, tidak menjadi perindukan serangga, tikus dan binatang
pengganggu lain.
- Atap dengan ketinggian lebih dari 10 meter harus menggunakan penangkal petir.

h. Sanitasi :
- Closet, urinoir, wastafel dan bak mandi dari bahan kualitas baik, utuh dan tidak cacat,
serta mudah dibersihkan.
- Urinoir dipasang/ditempel pada dinding, kuat, berfungsi dengan baik.
- Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding, kuat, tidak menimbulkan bau, dilengkapi
desinfektan dan dilengkapi tisu yang dapat dibuang (disposable tissues).
- Bak mandi tidak berujung lancip, tidak menjadi sarang nyamuk dan mudah dibersihkan.
- Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan kamar mandi
10:1.
- Indek perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah toiletnya dan kamar mandi 20:1.
- Air untuk keperluan sanitair seperti mandi, cuci, urinoir, wastafel, closet, keluar dengan
lancar dan jumlahnya cukup.

i. Air bersih :
- Kapasitas reservoir sesuai dengan kebutuhan Rumah Sakit (250-500 liter/tempat tidur).
- Sistem penyediaan air bersih menggunakan jaringan PAM atau sumur dalam (artesis).
- Air bersih dilakukan pemeriksaan fisik, kimia dan biologi setiap 6 bulan sekali.
- Sumber air bersih dimungkinkan dapat digunakan sebagai sumber air dalam
penanggulangan kebakaran.

26
j. Pemipaan (plumbing ):
- Sistem pemipaan menggunakan kode warna : biru untuk pemipaan air bersih dan merah
untuk pemipaan kebakaran.
- Pipa air bersih tidak boleh bersilangan dengan pipa air kotor.
- Instalasi pemipaan tidak boleh berdekatan atau berdampingan dengan instalasi listrik.

k. Saluran (drainase):
- Saluran keliling bangunan drainage dari bahan yang kuat, kedap air dan berkualitas baik
dengan dasar mempunyai kemiringan yang cukup ke arah aliran pembuangan.
- Saluran air hujan tertutup telah dilengkapi bak kontrol dalam jarak tertentu, dan ditiap
sudut pertemuan, bak kontrol dilengkapi penutup yang mudah di buka/ditutup memenuhi
syarat teknis, serta berfungsi dengan baik.

l. Jalur yang melandai/lereng (ramp):


- Kemiringan rata-rata 10-15 derajat.
- Ramp untuk evakuasi harus satu arah dengan lebar minimum 140 cm, khusus ramp
koridor dapat dibuat dua arah dengan lebar minimal 240 cm, kedua ramp tersebut
dilengkapi pegangan rambatan, kuat, ketinggian 80 cm.
- Area awal dan akhir ramp harus bebas dan datar, mudah untuk berputar, tidak licin.
- Setiap ramp dilengkapi lampu penerangan darurat, khusus ramp evakuasi dilengkapi
dengan pressure fan untuk membuat tekanan udara positif.

m. Tangga :
- Lebar tangga minimum 120 cm jalan searah dan 160 cm jalan dua arah.
- Lebar injakan minimum 28 cm.
- Tinggi injakan maksimum 21 cm.
- Tidak berbentuk bulat/spiral.
- Memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang seragam.
- Memiliki kemiringan injakan < 90 derajat.
- Dilengkapi pegangan, minimum pada salah satu sisinya. Pegangan rambat mudah
dipegang, ketinggian 60–80 cm dari lantai, bebas dari segala instalasi.
- Tangga diluar bangunan dirancang ada penutup tidak kena air hujan.

n. Jalur pejalan kaki (pedestrian track):


- Tersedia jalur kursi roda dengan permukaan keras/stabil, kuat, dan tidak licin.
- Hindari sambungan atau gundukan permukaan.
- Kemiringan 7 derajat, setiap jarak 9 meter ada border.
- Drainase searah jalur.
- Ukuran minimum 120 cm (jalur searah), 160 (jalur 2 arah).
- Tepi jalur pasang pengaman.

o. Area parkir :
- Area parkir harus tertata dengan baik.
- Mempunyai ruang bebas disekitarnya.
- Untuk penyandang cacat disediakan ramp trotoar.
- Diberi rambu penyandang cacat yang bisa membedakan untuk mempermudah dan
membedakan dengan fasilitas parkir bagi umum.
- Parkir dasar (basement) dilengkapi dengan exhauster yang memadai untuk menghilangkan
udara tercemar di dalam ruang dasar (basement), dilengkapi petunjuk arah dan disediakan

27
tempat sampah yang memadai serta pemadam kebakaran.

p. Pemandangan (Landscape) : Jalan, Taman


- Akses jalan harus lancar dengan rambu-rambu yang jelas.
- Saluran pembuangan yang melewati jalan harus tertutup dengan baik dan tidak
menimbulkan bau.
- Tanam-tanaman tertata dengan baik dan tidak menutupi rambu-rambu yang ada.
- Jalan dalam area Rumah Sakit pada kedua belah tepinya dilengkapi dengan kansten dan
dirawat.
- Harus tersedia area untuk tempat berkumpul (assembly point/public corner).
- Pintu gerbang untuk masuk dan keluar berbeda dan dilengkapi dengan gardu jaga.
- Papan nama Rumah Sakit dibuat rapi, kuat, jelas atau mudah dibaca untuk umum,
terpampang di bagian depan Rumah Sakit.
- Taman tertata rapi, terpelihara dan berfungsi memberikan keindahan, kesejukan,
kenyamanan bagi pengunjung maupun pekerja dan pasien Rumah Sakit.

2. Standar teknis prasarana


a. Penyediaan listrik :
- Untuk rumah sakit yang memiliki kapasitas daya listrik tersambung dari PLN minimal 200
KVA disarankan agar sudah memiliki sistem jaringan listrik Tegangan Menengah 20 KV
(jaringan listrik TM 20 KV), sesuai pedoman bahwa rumah sakit kelas B mempunyai
Kapasitas daya listrik ± 1 MVA (1000 KVA)
- Kapasitas dan instalasi listrik terpasang memenuhi standar PUIL.
- Untuk kamar bedah, ICU, ICCU menggunakan catu daya khusus dengan sistem catu daya
cadangan otomatis dua lapis (generator dan UPS/Uninteruptable Power Supply).
- Harus tersedia ruang UPS minimal 2 x 3 m2 (sesuai kebutuhan) terletak di gedung COT,
ICU, ICCU, dan diberi pendingin ruangan.
- Kapasitas UPS disesuaikan dengan kebutuhan.
- Kapasitas generator (Gen set) disediakan minimal 40% dari daya terpasang dan dilengkapi
AMF dan ATS system.
- Grounding System harus terpisah antara grounding panel gedung dan panel alat. Nilai
grounding peralatan tidak boleh kurang dari 0,2 Ohm.

b. Instalasi penangkal petir :


- Pengawasan instalasi penangkal petir sesuai dengan ketentuan Permenaker No.2 tahun
1989.
c. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran :
- Tersedia APAR sesuai dengan Norma Standar Pedoman dan Manual (NSPM) kebakaran
seperti yang diatur oleh Permenaker No.4 tahun 1980.
- HIDRAN terpasang dan berfungsi dengan baik dan tersedia air yang cukup, sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan.
- Tersedia alat penyemprot air (sprinkler) dengan jumlah yang memenuhi kebutuhan luas
area.
- Tersedia koneksi siamese.
- Tersedia pompa HIDRAN dengan generator cadangan.
- Tersedia dan tercukupi air untuk pemadaman kebakaran.
- Tersedia instalasi alarm kebakaran automatik sesuai dengan Permenaker No.2 Tahun
1983.

28
d. Sistem komunikasi :
- Tersedia saluran telepon internal dan eksternal dan berfungsi dengan baik.
- Tersedia saluran telepon khusus untuk keadaan darurat (untuk UGD, sentral telepon dan
posko tanggap darurat).
- Instalasi kabel telah terpasang rapi, aman dan berfungsi dengan baik.
- Tersedia komunikasi lain (HT, paging sistem dan alarm) untuk mendukung komunikasi
tanggap darurat.
- Tersedia sistem panggilan perawat (nurse call) yang terpasang dan berfungsi dengan baik.
- Tersedia sistem tata suara pusat (central sound system).
- Tersedia peralatan pemantau keamanan/CCTV (Close circuit television)
e. Gas medis :
- Tersedianya gas medis dengan sistem sentral atau tabung.
- Sentral gas medis dengan sistem jaringan dan outlet terpasang, berfungsi dengan baik
dilengkapi dengan ALARM untuk menunjukkan kondisi sentral gas medis dalam keadaan
rusak/ketersediaan gas tidak cukup.
- Tersedia pengisap (suction pump) pada jaringan sentral gas medik.
- Kapasitas central gas medis telah sesuai dengan kebutuhan.
- Kelengkapan sentral gas berupa gas oxigen (O2), gas nitrous oxida (NO2), gas tekan dan
vacum.

f. Limbah cair :
- Tersedianya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan perizinannya.
g. Pengolahan limbah padat :
- Tersedianya tempat/kontainer penampungan limbah sesuai dengan kriteria limbah.
- Tersedia incinerator atau yang sejenisnya, terpelihara dan berfungsi dengan baik.
- Tersedia tempat pembuangan limbah padat sementara, tertutup dan berfungsi dengan
baik.

3. Standar peralatan Rumah Sakit


a. Memiliki perizinan.
b. Diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau
institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
c. Tersertifikasi badan atau lembaga terkait.
d. Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan harus diawasi
oleh lembaga yang berwenang.
e. Penggunaan peralatan medis dan nonmedis di Rumah Sakit harus dilakukan sesuai dengan
indikasi medis pasien.
f. Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit harus dilakukan oleh petugas
yang mempunyai kompetensi di bidangnya.
g. Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan
berkesinambungan.

29
BAB V
PENANGANAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) & SITOTOKSIK / KEMOTHERAPY

V.1 Penanganan Bahan Berbahaya & Beracun (B3)

Bahan kimia selalu dipergunakan setiap hari. Sifat dan jenis bahan kimia tersebut ada yang tidak
berbahaya, ada yang mungkin berbahaya sampai yang sangat berbahaya baik terhadap
lingkungan maupun terhadap kesehatan. Jika mempunyai efek terhadap kesehatan maka bahan
kimia tersebut dikategorikan sebagai B3 (bahan berbahaya beracun)/ hazardous material.

Sifat-sifat bahan kimia tersebut dapat dikategorikan sebagai korosive, flammable (mudah
terbakar), explosive (mudah meledak), irritative, oxidizing (oxidator) atau reaktive dengan air, dan
lain-lain sehingga membutuhkan perlakuan khusus untuk penanganan, penyimpanan dan
transportasinya.

Dalam penanganan (menyimpan, memindahkan, menangani tumpahan, menggunakan, dll) B3,


setiap staf wajib mengetahui betul jenis bahan dan cara penanganannya dengan melihat SOP dan
MSDS yang telah ditetapkan. MSDS adalah lembar petunjuk yang berisi informasi tentang sifat
kimia, fisika dari bahan beresiko, jenis bahaya yang ditimbulkannya, cara penanganan dan
tindakan khusus yang berhubungan dengan keadaan darurat dalam penanganan bahan
berbahaya.

Bahan kimia/chemical termasuk salah satu jenis hazard. Bahan kimia/chemical ada yang aman dan
ada yang berbahaya.
Bahan kimia yang berbahaya dikategorikan dengan 2 kategori : sebagai Dangerous Good dan sebagai
hazardous material/B3 (Bahan Beracun Berbahaya).
- Dangerous Good adalah kategori bahan kimia yang berbahaya.
- Hazardous material/B3 (Bahan Beracun Berbahaya) adalah bahan kimia yang dikategorikan
berdasarkan efeknya terhadap kesehatan manusia.
Umumnya tipical hazard chemical adalah toxic, corrosive, flammable, irritants, chemical reactive,
cytotoxic, dll.

1. Penanganan untuk personil


a. Kenali dengan seksama jenis bahan yang akan digunakan atau disimpan.
b. Baca petunjuk yang tertera pada kemasan.
c. Letakkan bahan sesuai ketentuan.
d. Tempatkan bahan pada ruang penyimpanan yang sesuai dengan petunjuk.
e. Perhatikan batas waktu pemakaian bahan yang disimpan.
f. Jangan menyimpan bahan yang mudah bereaksi di lokasi yang sama.
g. Jangan menyimpan bahan melebihi pandangan mata.
h. Pastikan kerja aman sesuai prosedur dalam pengambilan dan penempatan bahan,
hindari terjadinya tumpahan/kebocoran, termasuk penggunaan APD yang tepat.
i. Laporkan segera bila terjadi kebocoran bahan kimia atau gas.
j. Laporkan setiap kejadian atau kemungkinan kejadian yang menimbulkan bahaya/
kecelakaan atau nyaris celaka (accident atau near miss) melalui Reporting kejadian
K3/Hazard on-line yang telah disediakan dan lakukan prosedur penanganan yang telah
ditetapkan.

2. Penanganan berdasarkan lokasi


Daerah-daerah yang berisiko seperti laboratorium, radiologi, farmasi dan tempat

30
penyimpanan, penggunaaan dan pengelolaan B3 yang ada di Rumah Sakit merupakan daerah
berbahaya. Di setiap area yang beresiko diberi tanda peringatan atau kode/sign mengenai
bahaya/hazard dan resikonya.

3. Penanganan administratif
Di setiap tempat penyimpanan, penggunaan dan pengelolaan B3 harus diberi tanda sesuai
potensi bahaya yang ada, dan tersedia MSDS (Material Safety Data Sheet) untuk menangani
B3 antara lain :
a. Cara pananggulangan bila terjadi kontaminasi.
b. Cara penanggulangan apabila terjadi kedaruratan.
c. Cara penanganan B3 dll.

Kebijakan Penanganan chemical secara umum :


a. Daftar setiap bahan kimia terutama bahan beracun berbahaya (B3) yang dipergunakan di
rumah sakit serta lokasi penggunaannya harus diserahkan kepada K3.
b. Daftar bahan kimia tersebut akan dievaluasi ulang secara berkala.
c. Setiap bahan kimia terutama bahan beracun berbahaya mempunyai MSDS.
d. Dalam pengadaan/pembelian bahan kimia yang baru diwajibkan untuk menyertakan
MSDS oleh supplier barang bersangkutan, lebih baik jika ada MSDS dalam bahasa
Indonesia.
e. Semua kontainer bahan berbahaya beracun atau kimia harus diinspeksi selama
penerimaan di area penerimaan barang atau di departemen masing-masing. Kontainer
kimia yang rusak atau bocor tidak boleh diterima.
f. Label tentang jenis bahan kimia harus tertempel di luar kontainer/botol kimia tersebut.
g. MSDS harus diletakkan di samping/dekat bahan kimia terutama untuk bahan berbahaya
beracun yang dipergunakan sehingga setiap orang yang mempergunakannya dapat
membaca MSDS tersebut dan mengetahui bagaimana cara menyimpan,
mempergunakan bahan kimia tersebut (termasuk APD (Alat Perlindungan Diri) dengan
aman serta dapat melakukan pertolongan pertama jika terpapar tubuh ataupun jika
terjadi tumpahan, serta cara pembuangannya.

RS. Premier Bintaro memiliki fasilitas untuk penanganan untuk penanggulangan bila terjadi
kontaminasi atau kedaruratan , antara lain :
1. Emergency shower/ Mandi darurat, di rancang untuk dekontaminasi tubuh kepala dan
tubuh pengguna dari paparan kimia berbahaya. Peralatan ini tidak di rekomendasikan
untuk menyiram mata, karena tingkat tinggi atau tekanan aliran air dapat merusak mata
dalam beberapa kasus.

2. Eye wash station/ stasiun pencuci mata, dirancang untuk menyiram daerah mata dan
wajah saja, selain alat pelindung diri seperti safety goggles/glasses (kacamata
keselamatan), OSHA juga merekomendasikan perlindungan mata dan wajah, terutama
untuk area kerja yang beresiko terhadap paparan chemical atau debu yang mengiritasi
mata. Peralatan “Eye wash station/cuci mata darurat” digunakan untuk mencuci atau
mengirigasi mata dengan air ketika debu, iritasi, atau bahan kimia masuk ke mata.

31
3. Chemical Spill Kit (Kit tumpahan kimia)
Hazardous material/Bahan berbahaya kadang-kadang beresiko dapat bocor atau
tumpah, walaupun sudah dilakukan tindakan pencegahan keamanan/safety precaution.
Spill Kit dirancang untuk membersihkan tumpahan kimia/produk berbahaya sehingga
tidak mencemari tanah atau air.
Kit ini dapat terdiri dari bahan penyerap/absorben seperti serbuk gergaji, pasir yang
ditaburi di atas tumpahan atau bantal/busa/spons yang ditempatkan di sekitar
tumpahan untuk menampungnya. Kit ini juga dapat mencakup peralatan pelindung,
seperti kacamata, masker dan sarung tangan bersama dengan petunjuk tentang cara
menggunakan komponen.
Untuk tumpahan besar, gunakan absorben/penyerap seperti “Socks”. Socks adalah
absorben/penyerap berbentuk tabung panjang yang dirancang untuk ditempatkan di
sekeliling tumpahan untuk menjaga dari penyebaran. Bantal mungkin ditempatkan di
atas bahan berbahaya untuk menyerapnya.

Jenis-jenis pictogram (berdasarkan Globally Harmozed System atau pictogram berdasarkan hazard
lainnya) yang sering dijumpai di bahan kimia atau suatu item antara lain:

Pictogram atau Arti


Artinya
Hazard dari sign

Mempunyai efek kronis terhadap kesehatan kita seperti :


carcinogen, mutagenicity, reproductive toxicity,
Health
respiratory sensitizer, target organ toxicity, aspiration
Hazard
toxicity.

Chemical yang dalam kondisi tertentu mudah terbakar


Flammable contohnya antara lain dapat menyebabkan panas dan
/ mudah terbakar sendiri, prophoric, mengeluarkan gas yang
terbakar mudah terbakar, dapat bereaksi sendiri, organic
peroxides.

32
Pictogram atau Arti
Artinya
Hazard dari sign

Iritant Chemical yang jika kontak akan menyebabkan iritasi (kulit


/Iritasi/ atau mata), sensitive terhadap kulit, acute toxicity,
Tanda Seru narcotic effects, respiratory tract irritant, hazardous to
ozone layer (tidak mandatory).

Gas
Gas bertekanan tinggi
Cylinder

Chemical yang mempunyai kemampuan untuk


Corrosive / menghancurkan jaringan misalnya corrosive tehadap
Korosif kulit/menyebabkan luka bakar, kerusakan pada mata,
corrosive untuk logam

Exploding
bomb / Hazardous material yang bisa menyebabkan
Mudah explosive/ledakan , bereaksi sendiri dan organic peroxides
Meledak

Chemical yang ketika tercampur dengan chemical lain


atau dalam kondisi tertentu akan dapat menyebabkan
Oxidizers/
perubahan yang mungkin berpotensi menimbulkan
bahaya

Aquatic
Chemical yang mungkin membahayakan kehidupan di air
Toxicity

Chemical yang mempunyai kemampuan untuk


menyebabkan efek acute seperti acute toxicity (fatal atau
Toxic /
toxic) terhadap kehidupan.
Beracun

33
Pictogram atau Arti
Artinya
Hazard dari sign

Chemical yang bersifat toxic/racun terhadap sel, biasanya


Cytotoxic / dipergunakan untuk kemoterapi. (lihat di SOP K3 tentang
Sitotoksik ‘Penanganan Obat Sitotoksik atau Obat Kemoterapi’ di
SOP/KKK/14)

Biohazard Adanya resiko biohazard yang bisa menyebabkan infeksi,


yang bisa didapat misalnya dari darah, cairan tubuh, dll.

Radiation Adanya resiko radiasi

Chemical dengan temperatur yang sangat dingin, yang jika


Cryogenic
terjadi kontak akan dapat merusak jaringan yang terkena.

Bagaimana chemical masuk ke tubuh?


Bagaimana chemical masuk ke tubuh tergantung jenis chemicalnya. Jika gas atau uap akan masuk
ke tubuh melalui inhalasi. Terdapat 3 jalur utama chemical masuk ke tubuh kita.
- Inhalasi : pernafasan adalah jalur utama masuknya chemical ke dalam tubuh kita
- Termakan/tertelan : ini sebabnya semua chemical harus ada label di kontainernya.
- Absorption : banyak jenis pestisida dapat masuk ke tubuh melalui kulit.

Bagaimana chemical mempengaruhi tubuh?


Chemical berbeda mempengaruhi tubuh dengan cara yang berbeda. Chemical yang sama juga
mungkin mempengaruhi setiap orang secara berbeda juga. Beberapa orang mungkin berespon
pada dosis chemical yang lebih rendah dibandingkan orang lainnya. Sangatlah penting untuk
mengikuti instruksi keamanan dari penggunaan suatu chemical sehingga kita hanya berespon
secara minimal.

Efek dari chemical pada tubuhmu mungkin:


1) Acute
menyebabkan kerusakan segera jika terekspos dalam jumlah banyak.
2) Chronic
timbulnya kerusakan/ganggauan yang berkembang dengan bertambahnya waktu dan
tidak ada efek langsung yang disadari oleh orang yang kontak (mis. asbestosis).
3) Lokal
Kerusakan lokal pada area tubuh dimana terjadi kontak yang pertama kalinya.
4) Sistemik
Kerusakan pada internal organ dari substansi yang beredar keseluruh tubuh.

34
Ada dua cara untuk mendapatkan informasi tentang suatu chemical yang biasa digunakan:
1. Label
2. MSDS (Material Safety Data Sheet)
Label dan MSDS memberikan informasi tentang chemical yang perlu kamu ketahui termasuk
bagaimana mempergunakan chemical/produk tersebut dengan aman dan precaution jenis apa
yang harus dilakukan jika mempergunakannya.

Label
Label dari chemical umumnya berisi keterangan tentang nama chemical yang terkandung di sana.
Label juga dapat memberikan informasi resiko yang mungkin terjadi jika mempergunakan chemical
tersebut, yang biasa terlihat dari sign tentang chemical tersebut. Jika dijumpai suatu container
chemical tanpa label, maka container tersebut harus ditandai.

Material Safety Data Sheets (MSDS)


MSDS memberikan informasi yang lebih lengkap tentang chemical yang kita pergunakan. MSDS
memberikan gambaran tentang produk chemical tersebut, efeknya terhadap kesehatan,
pertolongan pertaman yang harus dilakukan jika terpapar/terkena chemical tersebut. Precaution
(Alat Pelindung Diri) yang harus dipergunakan ketika mempergunakan chemical tersebut, standar
penyimpanan yang baik dan benar dari serta bagaimana cara membersihkan tumpahan dan
pembuangannya.

Semua chemical di RSPB harus mempunyai MSDS (Material Safety Data Sheet) dan setiap staff
yang mempergunakan chemical mengetahui lokasi tempat MSDS tersebut disimpan (dalam map
merah)

Chemical yang termasuk kategori mempunyai potensi menimbulkan bahaya membutuhkan


penanganan khusus untuk labeling, penyimpanan, tumpahan dan pembuangannya (lihat Panduan
K3 tentang ‘Penanganan Hazardous Material atau Bahan Beracun Berbahaya (B3).

V.2 Penanganan sitotoksik / Khemotherapy

Kelompok obat kemoterapi termasuk dalam kategori hazardous drug atau hazardous material atau
bahan beracun berbahaya (B3) karena obat ini bersifat sitotoksik dan mempengaruhi kesehatan.
Oleh sebab itu kelompok obat ini harus ditangani sebagaimana halnya suatu hazardous material
ditangani.
Khusus untuk kemoterapi perlu ditetapkan ketentuan khusus karena banyak orang yang terlibat
dalam penanganannya mulai dari proses penerimaan obat, proses pencampuran obat, sampai ke
proses penyuntikannya/pemberiannya kepada pasien, ditambah lagi dengan orang yang
menangani cairan tubuh, pasien penerima kemoterapi (perawat, petugas cleaning service dan
laundry), orang yang membuang kemoterapi, dan orang yang membuang sampah yang berpotensi
terkontaminasi kemoterapi.

Penanganan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada lingkungan maupun kepada
orang yang kontak dengan bahan tersebut, mereka terdiri dari staf:
- purchasing : yang menerima dan membawa kemoterapi
- farmasi : yang bertugas di tempat penyimpanan kemoterapi
- farmasi : yang menyiapkan kemoterapi
- keperawatan: yang menyuntikkan/memasukkan kemoterapi kepada pasien
- keperawatan: yang merawat pasien penerima kemoterapi
- house keeping dan cleaning service: yang menangani sampah kemoterapi

35
Perlu di perhatikan sebelum menangani bahan sitotoksik :
1. Semua staf yang menangani bahan kemoterapi yang digunakan di rumah sakit harus
mengetahui jenis bahan dan memastikan bahwa semua kemoterapi mempunyai MSDS
(material safety data sheet).
2. Semua staf yang menangani bahan kemoterapi mengetahui cara pertolongan pertama
dengan panduan MSDS jika terjadi paparan (exposure) terhadap tubuh.
3. Petugas yang bertanggung jawab membuang kemoterapi mengetahui cara pembuangan zat
tersebut.
4. Pencampuran kemoterapi harus dilakukan oleh staf farmasi.
5. Semua staf yang menangani kemoterapi (petugas farmasi dan keperawatan) harus
mengetahui cara menangani tumpahan (spill) zat sitotoksik, dan harus membersihkannya bila
obat tertumpah di ruang pencampuran kemoterapi atau di ruang rawat, setelah itu baru
pembersihan selanjutnya dilakukan oleh petugas cleaning service. Jika ada tumpahan maka
incident tersebut harus disampaikan ke OHS (occupational health and safety) dan dilaporkan
ke Reporting Kejadian K3/OHS.
6. Pengiriman/pemindahan kemoterapi di dalam rumah sakit harus dilakukan menggunakan
close system drug-transfer devices (dalam containment bag/kotak khusus) untuk mencegah
kontaminasi ke lingkungan dan mencegah keluarnya uap berbahaya ke lingkungan sekitar bila
obat tertumpah.
Harus terdapat spill kit dan prosedur penanganan tumpahan di tempat pencampuran
kemoterapi . Untuk lokasi lain yang mempergunakan kemoterapi, maka spill kit dan
prosedurnya harus terletak pada tempat yang mereka ketahui dengan pasti dan mudah
dijangkau.
7. Makan, minum, dan pemakaian kosmetik tidak boleh dilakukan di area tempat dilakukannya
penanganan kemoterapi.
8. Semua staf yang melakukan penanganan kemoterapi harus memakai alat pelindung diri
(APD).
9. Sarung tangan harus selalu dipakai selama penanganan dan penggunaan kemoterapi, mulai
dari saat menerima kemoterapi dalam kemasan kardus/karton maupun dalam vial, sampai
dengan ketika melakukan inventarisasi kemoterapi.

Langkah & Prosedur aman penanganan sitostatik/kemotherapy

A. Prosedur penerimaan kemoterapi oleh staf purchasing atau staf farmasi


1. Ketika akan menerima kemoterapi yang baru (yang belum pernah digunakan di rumah
sakit sebelumnya), maka harus dipastikan terdapatnya MSDS untuk kemoterapi tersebut,
baru obat boleh diterima.
2. Semua staf penerima kemoterapi dari luar rumah sakit harus menggunakan sarung tangan
dalam menerima/memeriksa kemoterapi.
3. Dipastikan dahulu bahwa semua kemoterapi yang diterima berada dalam kondisi masih
utuh/tidak ada yang rusak/tumpah. Jika ada yang rusak atau tumpah, maka kemoterapi
tersebut tidak boleh diterima. Kemoterapi yang rusak/tumpah tersebut dimasukkan ke
dalam kantong plastik, diikat kantongnya, kemudian kantong dikembalikan kepada orang
yang mengantar/produsen kemoterapi tersebut.
4. Jika kondisi kemoterapi baik, maka obat tersebut ditandai/dilabel sebagai hazardous
material. Dan jika akan dipindahkan ke lokasi lain di rumah sakit dilakukan dengan close
system drug-transfer devices (dalam containment bag/kotak khusus). Tujuan close system
drug-transfer devices adalah untuk mencegah pencemaran ke lingkungan atau keluarnya
uap berbahaya ke sekitar rumah sakit jika obat tumpah/pecah secara tidak sengaja selama

36
dibawa dalam rumah sakit.
5. Obat yang tergolong kemoterapi disimpan di tempat khusus terpisah dari obat lainnya,
dan aman dari risiko terjatuh/tertumpah.

B. Prosedur pencampuran kemoterapi oleh staf farmasi


1. Kemoterapi dibawa dengan transportation bag/kotak ungu ke dalam anterum.
Transportation bag/kotak ungu tidak boleh diletakkan di dalam BSC (biological safety
cabinet) atau di kamar peracikan selama proses peracikan berlangsung untuk
menghindari terkontaminasinya bagian luar kotak tersebut.
2. Hidupkan exhaust dan buat label untuk identifikasi.
3. Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan untuk menghindari petugas keluar masuk area
peracikan .
4. Cuci tangan sebelum mulai pencampuran.
5. Gunakan APD lengkap (penutup sepatu, topi, masker bedah, masker kaca, sarung tangan
kemoterapi, gaun, sarung tangan steril) selama masih berada di anterum.
6. Nyalakan lampu UV BSC selama 10 menit, kemudian hidupkan mesin pengatur aliran
udara di ruang mixing sebelum proses pencampuran dimulai.
7. Lakukan dekontaminasi permukaan kerja di dalam BSC dengan alkohol 70% sebelum
peracikan dimulai.
8. Lakukan desinfeksi vial/ampul kemoterapi, kolf infus dengan kassa yang diberi alkohol
70% untuk mengurangi kontaminasi obat tersebut.
9. Lakukan peracikan kemoterapi di dalam BSC (cytogard).
10. Lakukan penyambungan kolf infus kemoterapi dengan selang infus di dalam BSC.
11. Jarum, flakon, ampul, dan syringe untuk peracikan kemoterapi langsung dimasukkan ke
dalam kotak sharp container, dan sharp container harus tertutup supaya tidak terjadi
kontaminasi ke lingkungan.
12. Dekontaminasi kolf infus, alirkan cairan infus ke dalam selang infus sampai tidak ada
udara.
13. Lepaskan sarung tangan luar, letakan sarung tangan tersebut di dalam BSC.
14. Gunakan kembali sarung tangan nonsteril dan beri label obat yang sudah diracik, masukan
ke dalam containment bag/kotak khusus untuk transport .
15. Jika selama proses peracikan kemoterapi terjadi kontaminasi kemoterapi ke APD seperti
sarung tangan, maka sarung tangan tersebut harus dilepas dan dibuang, kemudian
gunakan sarung tangan baru lagi.
16. Lakukan dekontaminasi seluruh permukaan dalam BSC, sharp container dengan detergent
atau larutan sodium hypochlorite atau neutralizer. Proses dekontaminasi harus dilakukan
dengan hati-hati dengan beranggapan bahwa mungkin telah terjadi kontaminasi di
permukaan kerja.
17. Lepas semua APD dengan ekstra hati-hati (sarung tangan satu per satu mulai dari sarung
tangan luar dan dalam, cuci tangan, gaun, masker kaca dan topi) di ruang pencampuran.
Sarung tangan dalam maupun sarung tangan luar harus dianggap sudah terkontaminasi
kemoterapi, sehingga bagian permukaan luar sarung tangan tidak boleh menyentuh kulit
ataupun menyentuh semua permukaaan benda yang mungkin akan tersentuh oleh kulit
yang tidak terlindungi APD.
18. Masukan semua APD ke dalam kantong sampah plastik ungu.
19. Gunakan sarung tangan nonsteril yang baru untuk mengikat kantong sampah plastik
ungu.
20. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
21. Petugas cleaning service diminta untuk membawa tempat sampah tersebut ke tempat
penampungan B3.

37
C. Prosedur memasukkan kemoterapi untuk pasien di ruang rawat atau di ruang tindakan
1. Petugas harus tahu letak spill kit, dan tempat sampah B3 harus selalu tersedia di sekitar
tempat dilakukannya tindakan.
2. Kemoterapi dibawa ke ruang rawat untuk disuntikkan ke pasien dengan close system
transfer device.
3. Perawat yang akan menyuntikkan kemoterapi mencuci tangan terlebih dahulu baru
kemudian menggunakan APD yang terdiri dari scout, google, serta sarung tangan 2 lapis.
4. Periksa kondisi keutuhan kemoterapi yang masih berada di dalam transport container, jika
kondisi baik (tidak ada tumpahan atau sambungan terlepas) baru dikeluarkan dari
container.
5. Selalu bekerja dengan ketinggian di bawah ketinggian mata untuk menghindari risiko
terpercik mata.
6. Gunakan needleless system jika memungkinkan.
7. Waktu penyambungan IV-line ke selang infus, bagian bawah penyambungan dialas dengan
kassa dan plastik sehingga jika terjadi tetesan/rembesan maka akan terserap oleh kassa
dan risiko kemoterapi terkena langsung ke pasien diusahakan dihindari.
8. Jika priming dilakukan di tempat pemberian (di ruang rawat), maka lakukan priming tube
IV dengan cairan IV yang tidak mengandung hazardous material atau dengan melakukan
backflow method.
9. Buang tempat/kantong obat kemoterapi tersebut dengan selang infus yang masih
terpasang (jangan dilepas).
10. Bersihkan lokasi yang mungkin ada kontak dengan bahan kemoterapi tersebut dengan
bahan yang tersedia seperti detergent, cairan sodium hypochlorite atau neutralizer.
11. Sarung tangan dan benda yang mungkin sudah terkontaminasi dengan bahan kemoterapi
tersebut diperlakukan sebagai hazardous waste.
12. Tempat sampah dan kantong plastik hazardous waste yang warna ungu untuk kemoterapi
tersebut harus cukup besar agar dapat menampung semua sampah B3 tersebut, dan
kantong plastik berisi hazardous waste itu harus diikat dengan hati-hati untuk mengurangi
pencemaran ke udara sekitarnya.
13. Setelah itu dengan hati-hati lepaskan sarung tangan dalam dan buang. Cuci tangan setelah
semua prosedur tersebut selesai

D. Penanganan paparan tubuh oleh hazardous material/B3, khususnya kemoterapi


Lihat MSDS untuk melihat first aid/pertolongan pertamanya

E. Prinsip utama prosedur penanggulangan tumpahan hazardous material/B3, khususnya


kemoterapi, adalah menjaga agar tumpahan:
1. tidak menyebar dengan cepat
2. tidak membahayakan orang atau peralatan kecuali yang langsung kontak dengannya
3. tidak membahayakan lingkungan

F. Prosedur umum penanganan tumpahan hazardous material/B3, khususnya kemoterapi

 Komunikasikan dan atasi


1. Peringatkan dan jauhkan orang dari tempat tumpahan
2. Lihat MSDS untuk mengevaluasi risiko dari bahan sitotoksik tersebut
3. Evaluasi jumlah tumpahan
4. Evaluasi dampak potensialnya terhadap tempat obat tertumpah:
a. apakah dekat lokasi umum (banyak orang)
b. apakah dekat lokasi yang berpotensi menyebabkan kebakaran

38
c. apakah dekat lokasi yang mungkin menyebarkan cemaran ke lingkungan (saluran air,
resapan ke tanah, dll)

 Prinsip penanganan tumpahan hazardous material/B3, khususnya kemoterapi

Pada kondisi berbahaya untuk kesehatan, Pada kondisi tidak berada


bangunan, dan lingkungan dalam bahaya langsung
 Selamatkan orang yang berada langsung
 Pastikan APD dipakai (lihat
R - Rescue dalam bahaya atau pindahkan ke daerah yang
MSDS)
berventilasi baik
 Beritahukan staf lainnya.  Beritahukan staf lain untuk
A - Alert  Telp no. ext. Emergency di 4444 untuk menjauhi daerah yang ada
memberitahukan yang lainnya spill/tumpahan tersebut.
 Batasi penyebaran tumpahan, jika mungkin
kurangi risiko bahaya atau kontaminasi pada
 Batasi penyebaran
lingkungan
C - Contain tumpahan dengan
 Isolasi daerah tumpahan hazardous waste
menggunakan spill kit
dengan menutup pintu atau tindakan lain
yang dianggap perlu.
E - Evacuate  Evakuasi ke lokasi aman  Bersihkan tumpahan

G. Cara membersihkan tumpahan hazardous material/ B3, khususnya kemoterapi

 Di daerah umum
Hal paling penting yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa pembersihan tumpahan
dikerjakan dengan aman :
1. Ambil kotak spill kit.
2. Letakkan tanda ”ada spill” untuk membatasi akses ke daerah tumpahan.
3. Gunakan APD yang ada di kotak spill kit termasuk sarung tangan dalam dan luar.
4. Dengan hati-hati singkirkan semua pecahan kaca/ampul (dengan pinset) dan masukkan
ke dalam wadah yang tahan terhadap pecahan kaca.
5. Serap cairan dengan spill pads.
6. Serap powder/bubuk dengan pad lembab sekali pakai.
7. Pembersihan tumpahan harus luas melebihi daerah yang terkontaminasi.
8. Lepaskan dan letakkan semua bahan yang terkontaminasi ke dalam kantong sampah
hazardous.
9. Bersihkan dengan detergent atau sodium hypochlorite atau neutralizer dan bilas dengan
air.
10. Bersihkan area tersebut beberapa kali dan letakkan semua bahan yang terkontaminasi
dan digunakan untuk membersihkannya di kantong sampah hazardous. Ikat/tutup
kantong tersebut dan masukkan ke dalam kantong sampah hazardous lain, kemudian
tandai sebagai sampah hazardous untuk dibuang sebagai sampah hazardous.
11. Cuci tangan semuanya dengan sabun dan air.
12. Ketika tumpahan telah dibersihkan semua secara menyeluruh, mintalah area tersebut
untuk dibersihkan kembali oleh petugas cleaning service.

 Di dalam BSC atau isolator


1. Jika tumpah terjadi di dalam BSC, tumpahan harus segera dibersihkan.
2. Ambil kotak spill kit.
3. Gunakan sarung tangan yang ada di dalam kotak spill kit untuk menyingkirkan
kaca/ampul yang pecah (dengan pinset) di dalam BSC/isolator.
4. Letakkan pecahan gelas di dalam container yang tahan pecahan kaca di dalam BSC.

39
5. Secara keseluruhan bersihkan dan dekontaminasi BSC atau isolator.
6. Bersihkan dan dekontaminasi tumpahan di drain yang terletak di bawah BSC atau
isolator.
7. Dekontaminasi juga harus dilakukan jika terjadi spill dalam BSC atau isolator selama
proses pencampuran.

 Penanganan jika kemoterapi terkena pada kulit atau mata


1. Minta pertolongan jika diperlukan.
2. Segera lepaskan pakaian yang terkontaminasi.
3. Bilas mata dengan air atau larutan pencuci mata isotonik selama 15 menit.
4. Bersihkan kulit yang terkena dengan sabun dan air, bilas secara keseluruhan.
5. Minta bantuan medis.
6. Catat peristiwa kontaminasi ini dalam medical record karyawan yang terkena dan dalam
laporan kejadian K3.
7. Semua emergency treatment (seperti sabun cair, eyewash, sterile saline untuk irigasi)
harus terdapat dekat area kemoterapi diracik atau diberikan kepada pasien.

 Prosedur pembersihan BSC


Lakukan juga pengelapan secara berkala di daerah luar BSC bagian depan dan di daerah lantai
di depan BSC dengan lap yang mengandung detergent, larutan sodium hypochlorite, atau
neutralizar.

H. Pedoman untuk menggunakan APD pada penanganan kemoterapi

1. Sarung tangan
- Gunakan 2 lapis sarung tangan (sarung tangan ganda) untuk semua aktivitas yang
melibatkan bahan kemoterapi. Sarung tangan ganda harus dipakai ketika menerima
dan memeriksa kemoterapi yang berada dalam kardusnya maupun dalam vial, ketika
mencampurnya, dan ketika memberikannya kepada pasien, ketika menangani sampah
kemoterapi atau cairan tubuh pasien penerima kemoterapi, dan ketika membersihkan
tumpahan obat kemoterapi.
- Ketika memasang gaun masukkan sarung tangan pertama ke dalam cuff/lengan gaun,
sedangkan sarung tangan kedua membungkus cuff/lengan gaun.
- Gunakan natural latex gloves atau sarung tangan nitrile atau neoprene. Sarung tangan
yang terbuat dari PVC (polyvinyl chloride) tidak dianjurkan.
- Sebelum penanganan kemoterapi, selalu periksa sarung tangan untuk melihat adanya
lubang, sobekan, atau semua jenis cacat yang terlihat.
- Gunakan sarung tangan tanpa talek/powder untuk penanganan kemoterapi. Sarung
tangan dengan talek dapat terkontaminasi kemoterapi dan dapat terjadi kontaminasi
melalui udara (airborne) akibat taleknya secara tidak sengaja terhirup. Selain itu, sisa
talek dapat melekat pada perabotan lain (supplies), permukaan kerja, dan kulit.
- Semua orang yang berkontak dengan linen yang terkontaminasi cairan tubuh pasien
penerima kemoterapi harus memakai sarung tangan. Termasuk petugas cleaning
service yang menangani tempat sampah.
- Penanganan tumpahan harus dilakukan oleh petugas yang menggunakan sarung
tangan ganda yaitu utility glove untuk sarung tangan luar dan latex atau syntetic glove
untuk sarung tangan dalam.
- Sarung tangan untuk pencampuran kemoterapi harus diganti setelah penggunaan >/30
menit atau diganti segera jika ada kerusakan atau terkontaminasi dengan kemoterapi.
- Lepaskan sarung tangan luar setelah selesai membersihkan persiapan terakhir dari
kemoterapi, tetapi sebelum memasang label atau memindahkan kemoterapi yang telah

40
disiapkan dari BSC.
- Sarung tangan luar yang dilepas harus diletakkan di cytogard.
- Dalam isolator, pasang sarung tangan luar yang baru agar tetap menggunakan sarung
tangan ganda.
- Sarung tangan luar masih dipakai ketika membersihkan permukaan cytogard setelah
pencampuran selesai untuk menghindari penyebaran B3 ke permukaan lainnya.
- Sarung tangan yang bersih (seperti sarung tangan dalam) harus dipergunakan untuk
dekontaminasi permukaan persiapan obat terakhir, menempelkan label pada obat
yang sudah siap, dan meletakkannya di pass-through.
- Pasang sarung tangan baru untuk melakukan pengecekan obat terakhir, meletakkan
obat ke transport bag yang bersih, dan mengeluarkan transport bag melalui pass

2. Google
Peracikan kemoterapi harus menggunakan google.

3. Gaun
- Gaun harus dipakai selama peracikan dan pemberian kemoterapi, dan keika menangani
tumpahan B3.
- Gunakan gaun sekali pakai untuk menghindari risiko terpercik hazardous drug ketika
meracik kemoterapi, tetapi tidak boleh dipakai lebih dari 3 jam, dan harus segera
diganti ketika rusak atau terkontaminasi.
- Lepaskan gaun dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya penyebaran. Prosedur
khusus untuk melepaskan gaun harus tersedia dan dikerjakan.
- Buang gaun tersebut setelah dilepaskan.
- Segel atau pisahkan dan hancurkan gaun yang terkontaminasi sebagai sampah yang
terkontaminasi.
- Gaun yang dipakai untuk peracikan kemoterapi tidak boleh dipakai di luar area
peracikan obat.

I. Training dan supervisi.


Semua petugas yang berkontak dengan peralatan kemoterapi harus mengetahui arti dari
label hazardous dan harus mendapatkan pelatihan tentang penanganan kemoterapi
termasuk penggunaan APD.

J. Staffing
Untuk staff yang melakukan peracikan kemoterapi dan pemberian kemoterapi pada pasien,
maka staff tersebut tidak boleh melakukan pekerjaannya dalam kondisi:
- hamil
- menyusui
- sedang mendapatkan therapi obat-obatan immunosuppressive.
- mempunyai rencana untuk hamil dalam waktu dekat (untuk staff perempuan maupun
laki-laki) , khusus untuk staff yang melakukan peracikan kemoterapi.

41
BAB VI
ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

Pengertian :
Alat pelindung diri (APD) adalah peralatan dan pakaian keselamatan yang spesifik pada lingkungan
atau area kerja tertentu. Dimana jenis pekerjaan atau kondisi lingkungan orang-orang tersebut
selama bekerja membutuhkan penggunaan APD untuk perlindungan personal mereka sehingga
meminimalkan faktor resiko yang ada.

APD merupakan unsur penting dalam program kesehatan dan keselamatan kerja. APD merupakan
pilihan hirarki kontrol terakhir untuk mengurangi atau mengeliminasi suatu faktor hazard dan APD
hanya dipergunakan jika semua kemungkinan hirarki kontrol diatasnya sudah dipertimbangkan.
Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya
dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya.

Rumah Sakit adalah suatu industri dimana terdapat sangat banyak jenis pekerjaan dengan masing-
masing petugas di dalamnya, dari tenaga medis maupun non-medis, baik karyawan tetap maupun
outsourcing. Untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja di RS Premier Bintaro maka
diperlukan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang spesifik pada masing-masing pekerja
tergantung jenis pekerjaannya dan faktor hazard/resiko yang dihadapinya.

Tujuan :
- Untuk memastikan penggunaan APD pada semua unit kerja yang beresiko.
- Memastikan karyawan dan non-karyawan memakai APD untuk mencegah resiko cedera di
tempat kerja
- Menjamin Kesehatan dan Keselamatan karyawan di lingkungan Rumah Sakit Premier Bintaro.
- Menurunkan angka kecelakaan & kesakitan pada karyawan di Rumah Sakit Premier Bintaro.
- Penggunaan APD bertujuan untuk mengontrol ataupun menurunkan suatu faktor
resiko/hazard

1. Rumah sakit akan menyediakan Alat Pelindung Diri untuk karyawan yang ada kemungkinan
terpapar dengan faktor resiko/hazard. Karyawan yang berada di lokasi kerja yang beresiko atau
ada kemungkinan untuk terpapar dengan faktor resiko berhak dan wajib mempergunakan Alat
Pelindung Diri. Karyawan yang telah disediakan Alat Pelindung Diri wajib mempergunakannya
pada saat kemungkinan terpapar dengan faktor resiko dan wajib mempergunakan APD tersebut
dengan cara yang baik dan benar. Karyawan yang telah disediakan APD non-disposible wajib
memelihara APD nya agar dalam kondisi layak pakai.

Prosedur:
 APD sering tidak nyaman untuk dipergunakan, sehingga setiap APD harus dipilih dengan
hati-hati, digunakan dan dipelihara dengan setepat-tepatnya.
 Setiap unit kerja harus mengembangkan SOP APD dan melaksanakan penggunaan APD.
 Setiap karyawan harus memastikan bahwa pada saat melakukan tugas yang memerlukan
APD, maka APD digunakan sesuai instruksinya serta tidak disalahgunakan ataupun dirusak.

A. Tanggung Jawab:

1. Supervisor Departemen

42
- Mensupervisi karyawan dan non karyawan untuk memastikan pelaksana
guideline APD
- Akan melakukan tindakan disipliner yang sesuai ketika didapatkan ketidak kepatuhan
dalam pelaksanaan APD
- Memastikan adanya persediaan APD yang cukup untuk semua karyawan yang
membutuhkannya.
- Memastikan APD dipelihara dan disimpan secara tepat.
- Memastikan semua karyawan dan non karyawan dilatih dalam pemilihan, penggunaan ,
pemeliharaan dan perawatan APD.
- Berkonsultasi dengan semua karyawan dan workplace safety representative selama
pemilihan dan pembelian APD
- Memastikan kebutuhan APD didokumentasi dalam SOP/ prosedur kerja

2. PJ shift
- Mensupervisi karyawan dan non karyawan untuk memastikan pelaksana dengan guideline
APD
- Memastikan adanya persediaan APD yang cukup untuk semua karyawan yang
membutuhkannya.
- Melaporkan pelaksanaan yang tidak berlangsung dengan baik kepada supervisor untuk
penanganan lebih lanjut

3. Karyawan dan Non-Karyawan


- Menggunakan APD sesuai dengan SOP
- Berkonsultasi dengan Workplace Safety Representative dan/atau supervisor tentang
kebutuhan dan pemilihan APD
- Berpartisipasi dalam training APD
- Meminta tambahan APD ketika dibutuhkan

4. OHS coordinator
- Memastikan identifikasi hazard dilakukan dan control yang sesuai dengan metodologi hirarki
control dilakukan
- Memonitor pelaksanaan guideline APD
- Mempromosi penggunaan APD di karyawan dan non karyawan
- Memberikan nasihat dalam pemilihan dan penggunaan APD yang sesuai
- Memastikan training yang sesuai dikembangkan dan didapatkan oleh semua karyawan yang
berhubungan
- Berpartisipasi dalam investigasi incident

5. Workplace Safety Representative


- Berpartisipasi dalam hazard identifikasi dan merekomendasikan kontrol yang sesuai dengan
karyawan di lokasi kerja
- Mempromosikan penggunaan APD sesuai dengan procedur fasilitas
- Melaporkan ketidak patuhan penggunaan APD kepada supervisor
departemen
- Berkonsultasi dengan manager dan karyawan dalam kebutuhan dan
pemilihan APD

43
6. Safety Committee
- Mendiskusikan masalah ketidak patuhan pelaksanaan APD di pertemuan safety komite
- Mendiskusikan tentang identifikasi hazard dan langkah-langkah tindakan kontrol yang
mungkin dilakukan termasuk penggunaan APD.
B. APD yang sering dipergunakan di Fasilitas Kesehatan:

1. Alas Kaki
- Alas kaki yang tepat harus dipergunakan untuk melakukan tugas tertentu.
- Alas kaki yang tepat akan mencegah risiko terpeleset , tersandung dan juga mengurangi
risiko
muscular skeletal disorder serta kelelahan.
- Alas kaki tertutup harus dipakai ketika karyawan bekerja dalam clinical area
- Alas kaki yang tidak licin harus dipakai di semua daerah yang mungkin licin seperti ketika
memandikan pasien , ini mungkin termasuk sepatu boot atau pelindung sepatu.
- Sepatu safety direkomendasikan pada saat bekerja di daerah dimana ada risiko
terjadinya cedera pada kaki seperti kegiatan menggunakan alat forklift, pemotong rumput,
melakukan tugas maintenance, dll.
- Alas kaki tertutup diperlukan jika karyawan bekerja dengan bahan kimia.

2. Pelindung mata
- Di mana ada resiko cedera atau terpercik ke mata, maka pelindung mata yang sesuai harus
dipergunakan.
- Pelindung mata harus dikenakan ketika karyawan melakukan tugas di mana ada
kemungkinan kontak dengan cairan tubuh (misalnya dalam melakukan perawatan pasien)
- Pelindung mata harus dipergunakan saat bekerja dengan bahan kimia, lihat MSDS untuk
melihat APD yang sesuai.

3. Sarung Tangan
- Sarung tangan harus dikenakan di mana ada resiko terpapar panas atau dingin yang
ekstrim cth seperti mengeluarkan makanan dari oven
- sarung tangan yang tepat harus dipakai ketika ada risiko terpapar terhadap cairan tubuh.
Sarung tangan ini harus diganti segera setelah menyelesaikan suatu tugas.
- Sarung tangan harus dipergunakan ketika ada risiko terpapar zat kimia (lihat MSDS untuk
APD yang dibutuhkan)
- Sarung tangan anti terpotong juga direkomendasikan jika ada risiko terpotong, misalnya
saat menggunakan pisau
- Karyawan harus memakai sarung tangan saat melakukan tugas jika terdapat risiko cedera
pada tangan atau terjadinya dermatitis, contohnya misalnya waktu mencuci piring,
melakukan tugas pembersihan atau berkebun.
- Sarung tangan lead harus dikenakan oleh karyawan yang membantu suatu prosedur
dimana tangan mereka mungkin terkena pancaran sinar langsung dari peralatan radiologi.

4. Pelindung telinga (Hearing Protection)


Pelindung telinga (seperti ear plug) harus dipergunakan ketika staff melakukan pekerjaan yang
tingkat kebisingan melebihi standar ambang bising - 85 dB(A)

5. Pelindung wajah (Face Shields)


Pelindung wajah harus dikenakan bila ada resiko terkena percikan ke wajah atau ada
kemungkinan objek yang mengenai wajah, contohnya pekerjaan maintenance, pembersihan
CSSD

44
6. Pakaian
Pakaian yang tepat harus dipergunakan sehingga memungkinkan melakukan tugas dengan
aman dan nyaman

7. Apron/Gown
Di mana ada resiko terkena percikan, apron harus dipergunakan untuk mencegah terkena
percikan pada pakaian karyawan. Apron/ gown harus segera diganti jika kotor.

8. Respirator
Pekerjaan tertentu mungkin mengharuskan penggunaan respirator; hanya orang terlatih yang
boleh mempergunakan peralatan ini.

Penilaian risiko dari suatu lokasi kerja tertentu diperlukan untuk menentukan kebutuhan APD
spesifik seperti misalnya safety sepatu. Ketika menilai resiko suatu bahan kimia, MSDS harus
dipergunakan untuk mengetahui jenis APD yang dibutuhkan.

C. Pemilihan & Pembelian APD


Hal-hal yang harus dipertimbangkan ketika memilih APD:
- Apakah APD jenis tersebut akan memberikan perlindungan yang memadai?
- Apakah APD tersebut nyaman untuk dipakai satu dengan yang lainnya, contohnya apakah
topi pelindung tersebut bisa dipakai dengan ear muff
- Apakah APD tersebut pas ukurannya untuk semua orang yang memakainya?
- Apakah APD tersebut nyaman untuk dikenakan?
- Apakah APD menimbulkan resiko kesehatan dan keselamatan lainnya?
- Apakah APD tersebut mudah digunakan?

D. Pembelian
Sebelum membeli suatu APD karyawan yang bersangkutan harus dikonsultasikan terlebih
dahulu. Pertimbangkan APD yang cocok secara individu untuk meningkatkan kepatuhan
karyawan dalam pemakaiannya.

E. Pemeliharaan dan Penggantian APD


Fasilitas harus meyakinkan bahwa APD yang disimpan dalam kondisi bersih dan berfungsi dengan
baik. APD harus diperiksa secara teratur selama disimpan dan selama digunakan. APD harus
dipelihara, dan pertimbangan khusus harus diperberikan pada:
- Penyimpanan
- Pembersihan
- Pemeriksaan
- Penggantian
Jika terdapat APD yang pecah, rusak, kadaluarsa atau terkontaminasi maka APD tersebut harus
dibuang.

F. Sign APD
Sign APD harus menunjukkan daerah dan karyawan langsung yang membutuhkan APD
tersebut berkaitan dengan pekerjaannya. Fasilitas RHC perlu mengidentifikasi kebutuhan sign
APD. Sign APD harus ditempatkan di seluruh fasilitas di mana APD dibutuhkan.
Sign juga mungkin perlu dipasang di atas atau di sekitar bangunan serta peralatan di mana APD
tersebut dibutuhkan, misalnya ketika peralatan tersebut dioperasikan.

45
G. Daftar APD
Fasilitas RHC menyusun sebuah daftar APD yang berisi:
- type peralatan APD
- lokasi APD
- tanggal pembelian
- tanggal penggantian
- tanggal expire jika ada

H. Training
Fasilitas RHC perlu mengembangkan dan melaksanakan pendidikan serta pelatihan untuk
semua aspek APD yang digunakan bagi karyawan yang berhubungan.

Program pelatihan harus meliputi:


- Persyaratan untuk memakai / menggunakan peralatan APD
- Alasan untuk memakai peralatan APD
- Penggunaan yang tepat, penyimpanan dan pemeliharaan APD personal
- Prosedur penggantian

Training untuk manajer harus mencakup:


- hirarki kontrol
- kewajiban hukum yang terkait dengan pemakaian APD
- pentingnya perawatan dan penggunaan APD yang tepat
- peran supervisi dan pemantauan dalam penggunaan APD
- kebutuhan untuk berkonsultasi dengan Workplace Safety Representatives dan karyawan
ketika memilih dan membeli APD
- protokol penggantian.

46
BAB VII
PENANGANAN SECARA MANUAL (MANUAL HANDLING)

Pada prinsipnya manual handling yang dilakukan oleh di rumah sakit kita terbagi atas 2 hal yaitu
Pasien Manual Handling dan Material Manual Handling.

Pasien Manual Handling adalah segala jenis pekerjaan yang membutuhkan usaha untuk
menaikkan, menurunkan, mendorong, menarik, membawa ataupun usaha hal lain yang dilakukan
untuk memindahkan ataupun menahan pasien.

Mungkin manual handling pada pasien yang jelas terlihat di lingkungan kita adalah memindahkan
pasien naik, turun, ke atas, ke bawah tempat tidur. Manual handling pada pasien yang biasa kita
lakukan antara lain adalah memposisikan pasien di posisi tegak, telentang, miring ataupun
menyanggah tungkai, memobilisasi pasien, membantu pemberian ASI, menyuapi pasien,
memandikan dan mengiringkan pasien, memakaikan ataupun melepaskan baju.

RSPB mempunyai prosedur untuk ’Ergonomic-Patient Manual Handling (OT)’ dan ’Ergonomic-
Patient Manual Handling (Ruangan)’ yang dapat dilihat di webside ISO. Dengan tersedianya
prosedur manual handling untuk pasien ini, diharapkan kita melakukan manual handling pada
pasien dengan benar untuk menjaga keamanan dan kesehatan kita.

Material Manual Handling adalah segala jenis pekerjaan yang membutuhkan usaha untuk
menaikkan, menurunkan, mendorong, menarik, membawa ataupun usaha hal lain yang dilakukan
untuk memindahkan ataupun menahan sesuatu object.

Di rumah sakit Material Manual Handling yang dilakukan sangat luas, meliputi memasukkan
ataupun mengeluarkan barang di rak-rak, memindahkan sampah, menagani instrument
orthopedic, bekerja di depan komputer sampai membersihkan lantai, dll. Dalam melakukan
semua tugas tersebut diharapkan kita melakukan sesuai ergonomic.

VII.1 Panduan Penanganan Material Secara Manual /Material Manual Handling (MMH)

Melakukan tekhnik mengangkat benda atau material yang aman (Lifting safety).

Kebijakan Panduan penanganan secara manual di tempat kerja untuk mencegah cedera yang
mungkin dihasilkan dari aktivitas fisik antara lain yang meliputi tindakan:
- mengangkat
- menurunkan
- membawa
- mendorong
- menarik
- memegang atau menahan suatu berat atau beban.

Setiap karyawan memiliki kewajiban untuk:


- Mematuhi dan mengikuti prosedur dan menggunakan peralatan yang telah disediakan.
- Membantu menghilangkan dan meminimalkan resiko yang berhubungan dengan aktivitas
penanganan secara manual.
Tanpa menerapkan prosedur, maka akan mempunyai resiko lebih tinggi terhadap kemungkinan
cedera, dimana berarti kehilangan waktu bekerja dan biaya perawatan kesehatan, kerepotan

47
administrasi dan komplain potensial kronik jangka panjang.
Penyebab Cedera :
• Melakukan pekerjaan berulang tanpa dibarengi dengan variasi aktifitas fisik secara tepat.
• Bekerja dengan beban yang lebih berat dari badan kita.
• Postur yang tidak baik seperti membungkuk , memutar bandan tanpa diikuti dengan
perubahan posisi kaki
• Melakukan pekerjaan dengan posisi fisik yang tidak sesuai atau postur yang salah.
• Tergelincir, tersandung dan terjatuh.

Peraturan mengangkat (Lifting Rules)


• Tidak ada teknik yang benar. Tidak ada peraturan tentang bagaimana cara mengangkat
beban berat, sehingga setiap pekerjaan harus dilakukan secara terpisah
• Selalu pikirkan cara yang aman, bukan cara tercepat.
• Lakukan pemanasan atau peregangan/streching
• Lakukan perencanaan dan teknik yang baik, pada saat akan mengangkat.
• Gerakkan kakimu untuk memutar badanmu, hindari memutar badan secara langsung, Hidung
dan jempol kaki harus selalu menghadap ke arah yang sama.
• Selingi pekerjaan yang berat dengan pekerjaan yang ringan
• Simpan barang yang berat pada ketinggian pinggang.
• Menggunakan peralatan yang tepat, dan pastikan anda mengetahui cara menggunakannya.
• Usahakan mendorong dari pada menarik di mana kondisi memungkinkan
• Mintalah selalu bantuan ketika anda merasa bebannya terlalu berat untuk diangkat sendiri.

Langkah dan Cara mengangkat yang aman :

• (?) : Sebelum memulai selalu pertimbangkan faktor kemungkinan Resiko dan keselamatan
anda sebelum memulai tugas mengangkat
• Langkah 1 : Lakukan perencanaan setiap kali akan mengangkat. Pastikan seberapa berat
beban yang akan diangkat. Jika terlihat atau terasa terlalu berat, coba cari bantuan atau
pergunakan peralatan yang tepat.
• Langkah 2 : Letakkan kaki anda secara terpisah. Satu kaki di samping beban yang akan

48
diangkat dan posisi kaki yang lain agak sedikit di belakang.
• Langkah 3 : Tekuk kedua lutut dan bukan punggung belakang anda, untuk tetap menjaga
kurva S pada tulang belakang. Naikkan kepala dan tarik dagu anda. Hal ini akan menjaga
tulang belakang anda tetap lurus.
• Langkah 4 : Peganglah beban dengan kuat menggunakan kedua tangan anda
• Langkah 5 : Kuatkan kaki anda untuk mengangkat beban. Jaga kedua siku dekat dengan
badan. Angkat dengan hati-hati
• Langkah 6 : Ketika anda menurunkan beban, tekuk lutut dan hindari menekuk bagian
belakang punggung anda

Untuk mengurangi resiko cedera, peletakkan benda yang lebih berat harus sesuai dengan
ketinggian pinggang

Langkah 1 : Pertimbangkan dan perkirakan kemampuan anda


Langkah 2 : Atur posisi kaki yang aman dan dekatkan dengan beban
Langkah 3 : Bahu lurus dan tidak membungkuk
Langkah 4 : Pegang kuat tetap dekat dengan beban
Langkah 5 : Melangkah hati-hati, tidak menyentak
Langkah 6 : Letakkan beban berat setinggi pinggang

Mengangkat dengan bantuan/lifting team.


Bekerja bersama sebagai suatu tim untuk mengangkat atau membawa beban akan mengurangi
resiko terjadinya cedera pada seseorang, dan hal ini merupakan solusi yang baik untuk beban yang
berat dan sulit, dimana peralatan untuk mengangkat tidak tersedia.

Ketika membentuk suatu tim mengangkat beban :


- Lakukan penilaian resiko dan rencanakan teknik pengangkatan ini : Kemampuan mengangkat
beban setiap anggota tim mungkin tidak sama, Beban mungkin tidak terbagi secara rata
(berat beban dari obyek mungkin ditentukan oleh bentuknya), Berat beban mungkin bisa
berpindah pada waktu pengangkatan.
- Pempertimbangkan kapasitas pengangkatan yang dapat di lakukan
- Jumlah anggota/ tim untuk melakukan pengangkatan
- Satu orang harus dipilih sebagai koordinator
- Semua anggota tim harus mengetahui tanggung jawabnya
- Jika memungkinkan , semua anggota tim mempunyai tinggi badan yang hampir sama ,
karena jika terdapat perbedaan tinggi yang bermakna maka akan mempengaruhi sudut obyek
secara maksimum)
- Teknik mengangkat yang aman harus digunakan oleh semua anggota tim

49
Mengangkat dan memindahkan benda

VII. 2 Penanganan Pasien secara Manual / Patient Manual Handling (PMH)

Jika dalam pekerjaan akan melakukan hal seperti mengangkat ataupun memindahkan pasien,
Pastikan bahwa prosedur dan praktek yang benar telah digunakan ketika mengangkat ataupun
memindahkan pasien untuk membantu mencegah kecelakaan dan cedera pada diri anda ataupun
pada pasien.
PMH mengacu kepada memindahkan atau menangani pasien. Khususnya tugas dari menangani
pasien adalah kegiatan-kegiatan yang membutuhkan penggunaan kekuatan seseorang yang untuk:
- memegang
- Membantu
- Mentransfer ; mengangkat, merendahkan, membawa, mendorong, menarik atau menggeser

‘No Lift/Tidak Mengangkat’


Definisi = Pengangkatan pasien secara manual dihilangkan untuk semua hal namun ada
pengecualian untuk situasi yang mengancam nyawa. Penanganan secara manual hanya dapat
dilakukan jika tidak melibatkan pengangkatan sebagian besar atau seluruh berat pasien.
Istilah ini berarti bahwa :
1. Pasien yang dapat membantu, untuk proses perpindahannya sendiri harus
didorong/didukung untuk melakukannya sendiri.
2. Pasien yang tidak dapat membantu, maka peralatan yang dipergunakan atau prosedur yang
benar harus dilakukan untuk mengurangi strain/ketegangan otot pada staff/pekerja.

Kondisi – kondisi pengecualian


Kondisi dimana terdapat pengecualian pada keadaan jiwa seorang pasien mungkin berada dalam
bahaya jika mereka tidak segera dinaikkan ke atas tempat tidur, misalnya kondisi dimana pasien
jatuh di lantai dan intubasi tidak dapat dilakukan disebabkan oleh posisinya. Dalam situasi seperti

50
itu, sebuah tim yang terdiri dari empat orang atau lebih dibutuhkan untuk memindahkan pasien ke
posisi yang dapat dilakukan intubasi.

Prinsip – Prinsip Penanganan Pasien secara manual :

1. Bekerjalah dekat dengan badan pasien dan kurangi postur tubuh posisi condong ke depan
serta melengkung ke samping dan berputar
2. Pergunakan Mekanisme tubuh, mendorong lebih baik daripada menarik
3. Pergunakan transfer dengan berat badan
4. Pergunakan peralatan dan tempat tidur mekanik/elektrik

5. Usahakan mengerahkan tenaga yang lebih untuk bagian yang mendorong daripada yang
menarik
6. Posisi membantu dengan prosedur spesifik untuk ruang bersalin
7. Memindahkan pasien dari posisi tengkurap (dorsal) ke posisi terlentang di meja operasi
8. Lanjutan langkah 7.

51
BAB VIII
PANDUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN LASER (LASER SAFETY)

Pengertian:
Laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation.

A. Jenis Laser
Umumnya terdapat tiga jenis laser, dan umumnya laser dikenal dari jenis media yang
digunakannya:
1. Padat – Yttrium-Aluminium Garnet (YAG), Diode
2. Gas – Carbon Dioxide, Argon
3. Cairan – Dye
Setiap media menghasilkan radiasi dengan gelombang tertentu.

Laser mampu memproduksi sinar radiasi pada optical, UV dan gelombang infra-merah. Karena
laser sangat bervariasi dalam daya output, panjang dan sasaran gelombang, sehingga sangat
significant semua potensi hazard yang digunakan dalam perawatan kesehatan.
Laser memancarkan cahaya dalam satu arah saja dalam gelombang pararel yang dapat menempuh
jarak jauh, dengan demikian lebih berpotensi menyebabkan cedera lebih besar dari sumber
cahaya lainnya.
Laser mampu menghasilkan berbagai macam respon di jaringan, sehingga radiasi laser bisa sangat
berbahaya dan mampu menimbulkan cedera serius.

B. Klasifikasi Laser
Laser umumnya dibagi menjadi 4 kategori umum:
 Class 1 - umumnya aman.
 Class 2 and 2M - hazard/resiko kecil, proteksi dengan reflex mengedip.
 Class 3R and 3B - hazard yang langsung terlihat, radiasi yang terlihat
 Class 4 - hazard yang langsung dan tidak langsung terlihat, fire hazard.
Umumnya laser surgical adalah class 4.

C. Hazard dari Laser


Laser dikaitkan dengan berbagai hazard/resiko, sehingga ada tiga aspek yang harus
diperhitungkan untuk evaluasi bahaya dalam pengaplikasian laser:
1. kemampuan laser atau sistem laser untuk melukai orang atau staff
2. Lingkungan di mana laser adalah menggunakan
3. Tingkat training dari staff yang mengoperasi laser atau yang mungkin dapat terpapar radiasi.

Prinsip hazard/resiko yang tidak diinginkan dari sinar laser – baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan melalui pantulan.
 Resiko terbesar adalah ke mata dan kulit
 Resiko lainnya termasuk resiko kebakaran, ledakan, electrocution, inhalasi dari kontaminasi dan
kontak dengan chemical.

a) Cedera pada mata
Panas yang dihasilkan dalam jaringan retina yang terkena radiasi laser inframerah dapat
menyebabkan kerusakan yang cepat dan permanen pada retina mata, dan / atau kornea.

52
b) Kulit terbakar
Paparan radiasi yang dihasilkan oleh laser dapat merusak dan membakar lapisan kulit.
Kebakaran. Adanya resiko terbakar dapat terjadi karena terdapatnya konsentrasi tinggi energi
sinar laser yang digunakan, dimana pada saat bersamaan terdapat bahan yang mudah
terbakar disekitarnya (seperti tirai bedah) dan cairan yang yang digunakan dalam prosedur
tindakan.

c) Explosion
Pembakaran dapat terjadi pada saluran aerodigestive karena konsentrasi oksigen yang tinggi
atau adanya gas anestesi tertentu atau metana.

d) Airborne Contaminants (Smoke Plume)


Kebanyakan Class 4 laser dalam pengoperasian menyebabkan penguapan jaringan target
yang menghasilkan kontaminan udara yang berbahaya. Debu-debu asap mungkin
mengandung partikel virus dan bakteri, dan partikel jaringan yang dapat terhirup.

e) Sharps Injury
Terdapatnya optical fibres yang pecah mempunyai resiko dapat memindahkan produk darah
ke oaring-orang yang menangani sama seperti luka karena sharp injury ataupun percikan
cairan tubuh.

f) Chemical
Hazards yang terdapat pada solvent atau chemical yang digunakan untuk membersihkan
ataupun mengikat fibre.

Tujuan:
- Mengidentifikasi type hazard yang timbul karena penggunaan laser.
- Mengembangkan dan mengimplementasikan kontrol-kontrol untuk mengurangi resiko
injury baik pada staff maupun pasien.

Kebijakan:
Setiap orang yang mempergunakan laser mengetahui tentang kegunaan dan resiko-resiko yang
mungkin timbul akibat pemakaian laser. Serta mengetahui tindakan ataupun proteksi yang harus
dilakukan supaya bisa mencegah resikonya.

Prosedur:
1. Penggunaan Laser
Hanya staff yang disetujui oleh RS dapat mengoperasikan laser ataupun system laser.

2. Training
Semua personil perlu ditraining dalam prosedur pengoperasian laser dan perlu memiliki
pengetahuan tentang laser yang diperlukan.

3. Safe Operating Procedures


Safe Operating Procedures perlu dikembangkan, diimplementasikan dan dikomunikasikan.
Prosedure tersebut perlu mudah diakses oleh semua pengguna laser.
Prosedure tersebut harus direview secara teratur.

4. Checklist
- RSPB perlu mengembangkan dan menerapkan checklist pra-prosedure untuk

53
memastikan bahwa peralatan laser, dan segala hal yang terkait keselamatan dalam
pengoperasian laser, dan selama penggunaan laser , ataupun sebelum prosedur laser
dimulai sudah aman.
- FRM/KKK/12.3 : Inspeksi Laser Pre and Post Penggunaan.

5. Daftar Penggunaan Laser


- Daftar Penggunaan Laser harus disimpan dekat dengan peralatan laser dan dilengkapi
setiap selesai penggunaan, dan Data Penggunaan Laser Pasien harus disimpan di medical
record pasien.
- FRM/KKK/12.1: Daftar Penggunaan Laser.
- FRM/KKk/12.2: Data Penggunaan Laser Pasien.

6. Protective Measures
RSPB perlu menyediakan tempat kerja yang aman sejauh dimungkinkan untuk staff tanpa
membahayakan kesehatan dan keselamatannya.

7. Kontrol Penggunaan Laser


- Area dimana laser digunakan perlu dikontrol untuk aksesnya, dan orang-orang sekitarnya
perlu dapat mengidentifikasikan bahwa laser sedang digunakan.
- Hal ini dapt dilakukan dengan mengimplementasikan beberapa hal sebagai berikut:
- Laser hanya boleh digunakan area tertentu. Area tertentu tersebut harus dapat
diidentifikasikan dengan jelas dengan sign laser. Sign tersebut harus diletakkan di area
terlihat didepan lokasi masuk dimana laser digunakan, jika dimungkinkan maka harus
ditunjukkan juga panjang gelombang laser yang digunakan.
- Pintu harus selalu tertutup selama procedure laser.
- Tidak ada yang boleh memasuki ataupun meninggalkan ruangan selama laser
dioperasikan.
- Lampu yang menyala harus diletakkan diluar pintu masuk, dan diaktifkan ketika
procedure sedang dilakukan, untuk memastikan terlihat dengan jelas bahwa procedure
laser sedang berlangsung.
- Penghalang untuk Jendela, semua jendela kaca dalam area procedure laser harus ditutupi
dengan gorden ataupun penutup, sehingga memastikan tidak ada celah untuk pantulan
sinar. Penghalang itu tetap disana selama laser sedang digunakan. Penghalang jendela
tersebut harus dapat dikontrol dari dalam ruangan tindakan laser.

8. Alat Pelindung Diri untuk Mata


APD untuk mata bagi laser harus spesifik sesuai dengan gelombang laser tersebut, dan tidak
dapat ditukar dengan gelombang laser yang lainnya. Semua pasien dan orang-orang yang
hadir di ruangan tindakan laser tersebut harus menggunakan APD untuk mata yang sesuai.

a. Staff
Goggles yang aman harus disediakan untuk semua anggota team yang terlibat dalam
procedure tindakan laser. APD tersebut harus terlable dengan panjang gelombang dan
optical density , untuk menunjukkan pada jenis laser mana mereka harus digunakan,
dimana laser mempunyai panjang gelombang dan densitas yang beda maka APD goggles
harus disesuaikan juga.

b. Pasien
- Mata pasien harus ditutupi (ketika mata bukan target dari sinar laser) untuk melindungi
secara tidak sengaja terkontak dengan sinar laser.
- Anestesi Umum – Pasien yang menjalani anestesi umum harus ditutupi matanya dengan

54
kain basah. Tidak cukup hanya dengan memplester mata supaya tertutup saja, atau
cuma menutupi dengan kassa saja.
- Anestesi Local – Pasien dengan anestesi local atau regional anestesi harus disediakan
goggle yang sesuai dengan panjang gelombang lasernya selama procedure tindakan
laser.
- Tidak boleh ada logam atau bahan-bahan kering yang diletakkan dekat dengan mata
pasien.

9. Maintenance dan Penyimpanan dari Goggles Laser


- Goggle laser harus diperiksa terhadap kerusakan di lensa dan frame sebelum digunakan.
Periksa untuk goresan ataupun pecahan ataupun untuk kerusakan frame.
- Goggle laser tidak boleh dibersihkan dengan alkohol ataupun lap yang mengandung
solvent. Bersihkan dengan air sabun saja (anti fogging boleh digunakan untuk bagian
internal dari lensa).
- Goggle Laser disimpan tergantung dirak ataupun ditempat yang didapat pada saat
pembelian.
- Jangan gunakan foil, plastik ataupun yang sesuatu yang memantulkan sebagai pelindung
goggle tersebut.

10. Program Inspection Goggle Laser


- APD (Alat Pelindung Diri) Goggle untuk laser perlu dimasukkan ke dalam Daftar APD
departement.
- APD goggle harus dicheck secara visual untuk mengetahui adanya kerusakan sebelum
digunakan. Pemeriksaan visual ini didokumentasikan di Inspeksi Laser Pre dan Post
Penggunaan (FRM/KKK/12.3).

11. Kontrol untuk Peralatan Laser


- Kunci ; Kunci untuk mengoperasikan laser harus diakses hanya orang yang berwewenang.
Kunci itu disimpan di lokasi penyimpanan yang aman ketika mesin laser disimpan (tidak
digunakan) untuk mencegah orang yang tidak berwewenang mengaksesnya. Kunci itu
tidak boleh disimpan dimesin ketika tidak digunakan.
- Features di Peralatan Laser ; ‘Standby’ – the standby switch adalah feature safety utama
ketika footswitch tidak bisa digunakan, sehingga mencegah kejadian tidak sengaja
“menekan” sinar laser tersebut. Peralatan laser harus selalu diletakkan di mode ini ketika
sedang tidak digunakan secara langsung, atau sedang tidak mentargetkan sasaran tertentu
selama tindakan.
- Menekan Sinar Laser ; Sinar Laser itu hanya ditekan ketika sudah berada didalam target
yang ditentukan.
- Emergency stop Switch ; Laser dilengkapi dengan tombol emergency stop untuk
menghentikan secara cepat sinar laser dan menghentikan jalannya mesin.

12. Fire Protection


Kemudahan mendapatkan APAR, ataupun APAR yang sesuai untuk peralatan listrik, dan atau
selimut selama procedure laser sedang dilakukan.

Hal-hal dibawah ini ketika dilakukan akan mengurangi resiko kebakaran dalam ruangan
procedure:
- Tidak boleh ada cairan dengan bahan dasar alkohol di lokasi operasi.
- Cairan dengan bahan dasar Iodophor harus dibiarkan kering dahulu sebelum procedure
laser diaktifkan.

55
- Tidak ada bahan yang mudah hancur ataupun kering digunakan didekat lokasi operasi,
ataupun dekat dengan pancaran sinar laser.
- Tidak ada plastik digunakan di lokasi ruangan operasi.
- Bahan yang memantulkan sinar (seperti foil) ataupun peralatan yang bisa memantulkan
sinar tidak digunakan didekat lokasi target laser.
- Semua peralatan baru yang digunakan (seperti pelindung gigi, dll) yang digunakan dilokasi
target laser harus diperiksa terhadap kemungkinan mudahnya terbakar dan pantulannya
sebelum digunakan.

RSPB harus mengimplementasikan hal-hal dibawah ini untuk mengurangi resiko kebakaran
pada pasien:
- Semua staff di ruangan perlu mengetahui management penanganan kebakaran di saluran
pernafasan pasien, ketika dilakukan tindakan laser di saluran pernafasan pasien dan
terdapatnya tube endotracheal disana.
- Cuff endotracheal tube dikembangkan dengan saline dan diproteksi dengan bantalan
kapas basah atau sejenisnya yang telah dihitung.
- Tube PVC endotracheal tidak boleh digunakan
- Selama procedure peri-anal , anus akan diproteksi dengan sponge basah untuk mencegah
terbakarnya gas methane.
- Terperciknya carbon dihasilkan dari jaringan yang terlalu panas, yang akan dikurangi
dengan memberi air pada lokasi operasi atau tindakan lainnya.

13. Proteksi pada kulit ; Proteksi kulit dapat diperoleh dengan melakukan hal sebagai berikut:
- Handuk basah dengan segera diletakkan di jaringan di lokasi berdekatan dengan operasi.
- Pergunakan gaun untuk menutupi kulit yang tidak terlindung.

14. Management Electrical/Listrik


- Semua pasien dan staff harus terproteksi dari hazard electrical yang berhubungan dengan
penggunaan laser.
- Untuk mencegah incident akibat listrik yang berhubungan dengan peralatan laser, perlu
dilakukan:
- Memastikan bahwa maintenance medis melakukan pengecekan peralatan laser tersebut
sebelum digunakan di rumah sakit.
- Memastikan bahwa pasokan listrik ke ruang laser memadai untuk laser digunakan dan
ruangan tersebut mempunyai perlindungan terhadap electrical shock seperti antara lain
perlindungan dengan ELCP dan RCD, listrik tiga fase.
- Melakukan pengecekan harian secara visual oleh orang yang menggunakan peralatan laser
untuk konektor saklar kaki dan kabel listrik dan hasilnya didokumentasikan.
- Pastikan bahwa adanya kecacatan ataupun kerusakan pada komponen listrik diperbaiki
dengan baik dan didokumentasikan.
- Pastikan tidak ada tambahan/sambungan kabel digunakan pada laser.
- Pastikan oleh staff setempat bahwa tidak ada cairan yang ditempatkan di atau dekat
dengan laser.

15. Incident Laser dan Pelaporannya


- Semua insiden laser harus dilaporkan segera ke OHS. Investigasi yang dilakukan harus
memperhatikan hal sebagai berikut:
- Prosedur harus dihentikan, dan peralatan laser diisolasikan dengan cara yang aman.
Singkirkan Kunci dari Laser untuk memastikan bahwa peralatan tersebut tidak digunakan.
- Semua orang di dalam ruangan harus dievaluasi untuk cedera atau kemungkinan cedera
akibat paparan laser yang tidak diinginkan, dan dirujuk untuk penanganan medis yang

56
sesuai.
- Peralatan tidak boleh dipindahkan dari lokasi tersebut (untuk penyelidikan), kecuali
pemindahannya sudah diijinkan oleh OHS.
- Semua orang yang hadir pada saat kejadian harus dicatat dan mendokumentasikan hal-hal
yang mereka lakukan pada saat kejadian (untuk mengetahui resiko paparan).
- Semua incident didokumentasikan termasuk detail orang-orang dan peralatan yang
terlibat di ruangan pada saat kejadian.
- Kewajiban Pemeriksaan Mata ; Dalam kejadian adanya atau dicurigai paparan mata oleh
radiasi laser, pemeriksaan mata harus segera dilakukan (yaitu: dalam waktu 24 jam).
- Adanya cedera serius, ataupun penyakit pada mata

16. Kehamilan
- Prosedur laser tidak kontraindikasi untuk kehamilan.
- Panjang gelombang sinar laser tidak mampu menembus ke janin yang sedang
berkembang, dan juga tidak dianggap sebagai penyebab canser, sehingga janin tidak ada
resiko cedera disebabkan ibunya terlibat dalam prosedur laser.

57
BAB IX
PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT

IX.1 Pengertian

- Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah Sakit dalam
bentuk padat, cair, pasta/gel maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme pathogen
bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif (Depkes, 2006).
- Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai
akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non-medis.
- Limbah infeksius adalah limbah padat yang terdiri dari limbah patologi, limbah benda tajam,
limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer
bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Limbah infeksius adalah
limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan
organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada
manusia rentan.
- Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan sangat
infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi
atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
- Limbah non-infeksius adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar
medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan
kembali apabila ada teknologinya.
- Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
- Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit
yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang
berbahaya bagi kesehatan.
- Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran
di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan
obat citotoksik.
- Minimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah limbah
yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah
(reuse) dan daur ulang limbah (recycle)

Untuk mengoptimalkan upaya penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran limbah yang
dihasilkannya maka Rumah Sakit harus mempunyai fasilitas pengelolaan limbah sendiri yang
ditetapkan KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit yaitu:
1. Fasilitas Pengelolaan Limbah padat — Setiap Rumah sakit harus melakukan reduksi limbah
dimulai dari sumber dan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang
berbahaya, beracun dan setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis
mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak
yang berwenang.
2. Fasilitas Pengolahan Limbah Cair — Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang
sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan
dan penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah sendiri.

58
A. Limbah Padat
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat akibat kegiatan
rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis (Keputusan MenKes R.I.
No.1204/MENKES/SK/X/2004), yaitu :
1. Limbah padat non Infeksius adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar medis
yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali
apabila ada teknologi. Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik hitam.
2. Limbah padat infeksius adalah limbah padat yang terdiri dari :
a. limbah infeksius dan limbah patologi, penyimpanannya pada tempat sampah berplastik
kuning.
b. limbah farmasi (obat kadaluarsa), penyimpanannya pada tempat sampah berplastik
coklat.
c. Limbah sitotoksis adalah limbah berasal dari sisa obat pelayanan kemoterapi,
Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik ungu.
d. Limbah padat infeksius tajam seperti pecahan gelas, jarum suntik, pipet dan alat medis
lainnya. Penyimpanannya pada safety box/Sharp container.
e. Limbah radioaktif adalah limbah berasal dari penggunaan medis ataupun riset di
laboratorium yang berkaitan dengan zat-zat radioaktif.

B Limbah Cair

Limbah cair Rumah Sakit adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan RS,
yang kemungkinan mengandung mikroorganisme bahan beracun, dan radioaktif serta darah yang
berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2006). Penanganannya melalui IPAL (Instalasi Pengolahan
Air Limbah).

Air limbah rumah sakit Premier Bintaro yang akan dibuang ke lingkungan kualitasnya dikendalikan
melalui pengolahan dalam instalasi pengolahan air limbah rumah sakit (IPAL).

Kualitas air limbah rumah sakit meliputi kualitas fisik, kimia, dan mikrobiologis. Kualitas
mikrobiologis ditunjukkan dengan indikator angka kuman (MPN koliform). Pengendalian kualitas
mikrobiologis air limbah rumah sakit dilakukan dengan cara desinfeksi. Salah satu cara desinfeksi
adalah dengan cara khlorinasi dan pilihan lainnya adalah dengan melakukan desinfeksi sinar
ultraviolet. Pembubuhan bahan desinfektan terhadap air limbah hasil olahan diharapkan dapat
membunuh kuman yang masih tersisa pada akhir proses pengolahan sehingga diperoleh buangan
yang memenuhi standar baku mutu. Khlorinasi terhadap air limbah yang akan dibuang ke
lingkungan dilakukan dalam bak khlorinasi. Khlorinasi Bertujuan untuk limbah cair yang sudah
melalui proses pengolahan dan sudah layak dibuang ke lingkungan/badan air akan melalui proses
desinfektan dengan menggunakan khlorin untuk membunuh bakteri-bakteri yang tersisa.

Prinsip Pengolahan limbah cair rumah sakit adalah :

1. Saluran pembuangan air limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup, kedap air dan
limbah harus mengalir dengan lancar.
2. Unit pengolahan limbah memenuhi persyaratan teknis
3. Kualitas limbah (effluent) rumah sakit yang akan dibuang ke lingkungan harus memenuhi
persyaratan baku mutu effluent sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

59
Peraturan perundangan sistem pengolahan limbah cair Rumah Sakit :

- Pengolahan limbah STP menurut standar baku mutu Kep. 58/MENLH/12/1995 Baku mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit. Jakarta : Kementrian Lingkungan Hidup.
- Standar AAMI 2008
- UU 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
- Peraturan Menteri kesehatan NO 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat dan
pengawasan kualitas air
- Depkes, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Pengambilan Sampling Air Bersih, Air Eye Wash, Air R.O & Air Limbah

Jadwal rutin pengambilan sample Pemeriksaan dilakukan oleh pihak ke-3 UNILAB Perdana Sesuai
dengan acuan dari peraturan perundangan, antara lain :

- Air bersih (PERMENKES RI. NO. 416/MENKES/PER/IX/1990 - persyaratan kualitas air bersih)
- Air eye wash (BAKU MUTU AIR MINUM KEMASAN, SNI 01-3553-2006 - untuk air mineral)
- Air RO (standar AAMI TAHUN 2008)
- Air limbah (PERMENLH 5/2014 LAMP XLIV.A - fasilitas pelayanan kesehatan)

IX.2 Proses pengambilan, penanganan, penempatan, dan pembuangan limbah di RS. Premier Bintaro

Proses dan prosedur ini bertujuan untuk :


- memastikan agar staf mengetahui dan melaksanakan prosedur pengelolaan limbah dengan
benar.
- Mencegah terjadinya infeksi silang akibat limbah penanganan limbah yang kurang tepat.
- Mencegah staf terpapar oleh limbah saat penanganan.

Prinsip-prinsip dan prosedur yang dapat membantu pencapaian tujuan mengurangi risiko, antara
lain :
1. Semua staf yang bekerja di RS. Premier Bintaro berkewajiban melaksanakan prosedur
pembuangan limbah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
2. Sampah dikemas dengan baik.
3. Menjaga agar sampah tetap dalam kemasan dan tertutup rapat serta menghindarkan hal-hal
yang dapat merobek atau memecahkan kontainer limbah.
4. Menghindari kontak fisik dengan limbah.
5. Menggunakan alat pelindung perorangan ( sarung tangan, masker, dsb )
6. Usahakan agar sedikit mungkin memegang limbah.
7. Membatasi jumlah orang yang berpotensi untuk tercemar.

Managemen Pengelolaan Sampah (Waste Management) meliputi :


1. Penanganan Sampah dilakukan oleh staff yang sudah terlatih tentang prinsip dan prosedur
penanganan sampah.
2. Petugas menggunakan APD (sarung tangan tebal, apron) sebelum mengangkat sampah.
3. Pengumpulan dan Pengambilan Sampah di semua area Rumah Sakit (Collection & Transport
Of Waste).
Pengumpulan sampah
- Identifikasi pembuangan limbah harus dilakukan sejak awal. Melakukan pengelompokan
terlebih dahulu sesuai dengan kategorinya yaitu : Sampah B3 (Infeksius/klinis dan B3 lainnya,
sampah benda tajam, sampah toxic

60
- Cara pengumpulan dan pembuangan limbah harus dibedakan antara limbah medis, umum,
benda tajam, limbah citotoxic dan limbah B3 dengan cara menempatkan jenis limbah
tersebut pada masing – masing kantong plastik yang berbeda.

Pengambilan sampah
- Proses pengambilan sampah harus dengan menggunakan spesial trolley (specific trolley)
untuk menghindari kebocoran.
- Trolley/Sulo/kontainer harus dicuci setiap hari atau bila kotor
- Pengambilan sampah dilakukan sesuai dengan Jadwal Pembuangan sampah dan ditempatkan
di ruang penampungan sementara, sedangkan sampah klinis, benda tajam, limbah toxic dan
sampah B3, diletakkan secara terpisah dari sampah umum dan terkunci.
- Pengambilan limbah umum dari ruang janitor dilakukan setiap pagi oleh petugas kebersihan
dari Pemerintah Daerah setempat untuk dimusnahkan.
- Pengambilan limbah klinis, benda tajam, limbah toxic dan limbah B3 dilakukan 3 kali
seminggu oleh pihak ketiga dan dimusnahkan dengan menggunakan incenerator.

4. Penyediaan tempat penampungan Sampah (Waste Storage) sesuai jenisnya :


- Tempat sampah harus diberi tanda/Label Hazard dan warna plastik sesuai dengan
kategorinya
- Sampah Infeksius di tempatkan di plastik kuning dikumpulkan disetiap janitor di dalam sulo
kuning ukuran 240 liter. Sulo/kontainer 240 liter harus dicuci setiap hari/bila kotor.
- Sampah umum/non Infeksius di tempatkan di plastik hitam yang dikumpulkan di janitor
- Sampah Sitotoksik/Kemotherapy di tempatkan di plastik ungu
- Sampah B3 (limbah farmasi, bahan kimia logam, Logam berat, padat & cair) ditempatkan di
plastik coklat.
- Limbah jangan diisi terlalu penuh, bila isi tempat limbah sudah mencapai ¾ dari container,
maka limbah sudah harus diangkat.
- Sampah benda tajam di tempatkan di sharp container. Jarum suntik dan benda tajam dibuang
ke dalam Sharp Container yang harus terbuat dari bahan yang tidak tembus jarum. Sharp
container harus diletakkan ditempat yang tinggi samping trolly (1.1 – 1.2 meter) dan pastikan
tutupnya tertutup dengan baik dan rekat. Sharp container hanya diisi hingga 2/3 kapasitasnya
dan tidak boleh melebihi kapasitasnya

5. Pengangkutan Sampah
- Sampah umum / Non Infeksius : Pengangkutan bekerjasama dengan Pemda setempat di
angkut 2 kali sehari. Menetapkan jadwal pembuangan sampah di bawah ini adalah waktu
yang ditetapkan untuk melakukan pembuangan sampah setiap harinya ke Tempat
Pembuangan Sementara (TPS) di RSPB.
- Sampah Infeksius, Benda tajam, B3, Sitotoksik : Pengangkutan bekerjasama dengan pihak ke 3
dan di angkut untuk proses pembakaran dengan incinerator 3 kali seminggu.

6. Pemusnahan limbah infeksius RS. Premier Bintaro bekerjasama dengan pihak ke-3 atau jasa
pengelolaan limbah infeksi di angkut untuk proses menggunakan sistem pembakaran atau
insenerasi yang menggunakan peralatan mekanik. Keutuhan kemasannya perlu dijaga pada
waktu sampah tersebut ditangani sesuai dengan peraturan berlaku dan pengolahan ramah
lingkungan.

7. Melakukan Daur Ulang /Recycling : Untuk kardus – kardus bekas & Galon – galon plastik
dilakukan pemisahan untuk proses daur ulang

61
62
BAB XI
PELAPORAN KEJADIAN K3 / HAZARD

Perlu adanya sistem pelaporan kejadian K3 ataupun faktor hazard (potensial bahaya) yang
komprehensif yang diketahui oleh semua karyawan RSPB.

Kejadian K3 di RSPB adalah kejadian yang berhubungan dengan karyawan, pengunjung dan
ataupun melibatkan aset RS (peralatan baik medis maupun non medis, bangunan, plant maupun
lingkungan).

Incident adalah kejadian yang tidak direncanakan yang mungkin menyebabkan ataupun
mempunyai potensi menimbulkan kecelakaan, kesakitan ataupun kerusakan peralatan, bangunan,
plant maupun lingkungan sekitar. Incident reporting merupakan suatu reporting penting untuk
mengukur keberhasilan keamanan suatu lingkungan kerja dan mempunyai fungsi penting dalam
management resiko suatu organisasi. Incident itu meliputi near miss incident (dimana tidak ada
kecelakaan ataupun kerusakan yang terjadi) sampai serius incident (meninggal ataupun terjadi
kerusakan fatal).

Faktor hazard adalah suatu hal ataupun keadaan yang mungkin berpotensi membahayakan hidup
atau kesehatan manusia ataupun membahayakan property (aset) maupun lingkungan.

Kita mempunyai sistem pelaporan langsung ‘Kejadian K3/Hazard’ di komputer di RS. Cari tahu
bagaimana cara melaporkan laporan ini di komputer anda masing-masing. Lihat di SOP K3 tentang
Pelaporan Kejadian K3/Hazard di SOP/KKK/02. Setiap orang dapat dan boleh melaporkan
kejadian K3/Hazard tersebut.
Alasan utama dari dimintanya setiap karyawan untuk melakukan reporting pada setiap kejadian
safety (near miss sampai incident), Property/Security/Business Continuity, sampai faktor hazard di
rumah sakit adalah bertujuan untuk mengambil tindakan pencegahan yang dibutuhkan supaya
kejadian serupa tidak terjadi lagi.
Tujuan dilakukan pelaporan hazard di lingkungan rumah sakit adalah supaya kita dapat
mengambil tindakan yang diperlukan sehingga mencegah terjadi incident.

Contoh masalah penting dari laporan kejadian K3/incident adalah:


- apa jenis incident tersebut cth: terjatuh, tergelincir, tersandung, tertusuk
- di lokasi mana kejadian tersebut terjadi
- di bagian mana lokasi tubuh yang terkena
- seberapa sering incident tersebut terjadi

Monitoring data untuk memperbaiki program keselamatan dan keamanan.


- Hasil pelaporan hazard/kejadian K3 yang bermakna (yang diisi oleh karyawan) akan
disampaikan setiap bulan secara teratur oleh supervisor OHS/person incharge OHS ke
CEO, presiden direktur dan technical consultant diteruskan ke corporate (Manager OHS).
- Data-data dari laporan dikumpulkan, dianalisa untuk kasus yang bermakna dan akan
disampaikan kepada board-meeting untuk risk assestment setiap 3 bulan sekali.
- Supaya semua jenis laporan incident (patients, patients non clinical, safety,
security/environment dan hazard) lebih terintegrasi, bisa direview serta dievalusi dengan
lebih baik, maka semua laporan tersebut nantinya akan menggunakan laporan risk man.
- Laporan Hazard/kejadian K3 tersebut juga dibahas dalam rapat komite OHS.
- Semua department (termasuk outsource) di rumah sakit mempunyai Workplace Safety
Representative atau minimal mempunyai Perwakilan K3 yang dapat menyampaikan
informasi, permasalahan dan usulan tentang safety dalam rapat komite OHS yang

63
kemudian akan diteruskan ke management dan semua department.
- Semua data tersebut akan diintegrasi dan dianalisis serta diinfokan pada Quality meeting
untuk perbaikan.

A Tujuan :

1. Mempersiapkan suatu sistem pelaporan semua kejadian K3 ataupun faktor hazard di lingkungan
RSPB.
2. Mendapatkan data yang lengkap tentang semua kejadian yang berhubungan dengan K3 (dari
near miss sampai accident/kecelakaan kerja) di lingkungan rumah sakit.
3. Mengetahui kejadian near-miss sampai accident sehingga dapat dicegah terjadinya dan
terulangnya near miss, incident, accident yang menyebabkan cedera ataupun kerugian, baik
pada pasien, karyawan, pengunjung maupun aset rumah sakit.

B Kebijakan :
1. Setiap karyawan bertanggung jawab atas keselamatan diri sendiri, pasien, pengunjung serta
lingkungan RSPB.
2. Setiap karyawan mesti terlibat secara langsung ataupun tidak langsung untuk melaporkan
kejadian K3 ataupun adanya hazard di lingkungan kerjanya demi kepentingan bersama.
3. Pelaporan kejadian K3 ataupun hazard tersebut akan diolah, dianalisis dan dicari cara
penanggulangannya serta diteruskan ke pihak manajemen secara komprehensif sehingga dapat
dicegah terjadinya dan terulangnya incident yang dapat menyebabkan cedera ataupun
kerusakan baik pada karyawan, pengunjung maupun aset rumah sakit.

C Prosedur Pelaporan kejadian K3 :


1. Semua kejadian K3 yang terjadi di lingkungan RSPB termasuk incident yang terjadi di malam
hari ataupun libur harus dilaporkan. Dan selanjutnya akan dilakukan analisa untuk mengetahui
proses kejadian tersebut.
2. Semua karyawan yang terlibat ataupun menyaksikan kejadian K3 wajib melaporkan kejadian
tersebut sesuai flow chart pelaporan kejadian K3 di bawah ini.
3. Jika terdapatnya faktor hazard di lingkungan kerja ataupun situasi kerja, maka karyawan juga
harus melaporkan hal tersebut.
4. Pelaporan kejadian K3 ataupun faktor hazard dilakukan melalui ‘Quality Document Intranet’ di
semua komputer di RSPB dengan mengklik dan mengisi form ‘Reporting Kejadian K3/Hazard’ di
sebelah kanan halaman.
5. Jika ada incident yang menyebabkan kesakitan, kecelakaan kerja ataupun kerusakan property
harus diberitahukan segera kepada komite K3 dan supervisor dalam waktu 24 jam dan akan
dilakukan penyelidikan lebih lanjut tentang hal tersebut.
6. Jika kejadian K3 tersebut bermakna (moderate, mayor, serius) dan butuh analisa lebih lanjut
maka pihak yang terlibat ataupun menyaksikan mengisi laporan Kejadian K3 dengan
menggunakan form ‘Laporan Incident dan Investigasi’.
7. Kategori moderate adalah jika kejadian tersebut menyebabkan kerugian, cedera atau
kehilangan yang membutuhkan intervensi pengobatan. Ataupun terdapatnya kehilangan waktu
maupun pemberitahuan klaim asuransi.
8. Kategori mayor adalah jika kejadian tersebut menyebabkan kerugian, cedera atau kehilangan
yang membutuhkan bantuan lebih lanjut dan/atau merupakan kejadian serangan fisik.
9. Kategori serius adalah kejadian yang menyebabkan kematian, ancaman jiwa, atau rawat inap di
rumah sakit, kerugian tetap dan semua peristiwa merupakan sebuah kejadian safety yang
signifikan.
10.Laporan Kejadian K3 tersebut harus diserahkan ke komite K3.

64
Flow Chart / Alur prosedur :

Aktivitas Dokumen / Keterangan


Catatan Mutu
Mulai

Incident/Hazard?

Incident
(Near
Miss/
Accident/
Serious
Adanya Incident)
Pengunjung/
Hazard
karyawan
Ya
Luka & atau Ke UGD untuk
Kerusakan
Luka ?
pertolongan
lebih lanjut
incident
Tidak
incident yang ringan / tidak
Karyawan atau orang yang terlibat
membahayakan atau menyaksikan

Laporkan incident ke
supervisor dan Komite K3

Karyawan atau orang yang terlibat


atau menyaksikan
Report Kejadian K3/
Buat laporan ‘Kejadian K3/ Hazard
Hazard’ di Web ISO di Quality Document
Intranet

Karyawan atau orang yang terlibat atau menyaksikan


Bila diperlukan analisis lebih lanjut, buat
Laporan Kejadian K3 menggunakan ‘form
Laporan Incident dan Investigasi’ dan Form Laporan
serahkan Laporan Ke Komite K3 Incident dan
Investigasi

Selesai

65
BAB XII
PENUTUP

Pengelolaan K3 d RS penting artinya untuk meningkatkan lingkungan kerja RS agar aman,sehat dan
nyaman bagi karyawan, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit
Premier Bintaro. Selain itu perlu juga pemahaman, kesadaran dan perhatian yang penuh dari
segala pihak yang terlibat di RS, sehingga apa yang diharapkan terhadap penerapan K3 di RS bisa
tercapai.

Untuk SDM Rumah Sakit , diharapkan pedoman ini dapat membantu memahami masalah -
masalah K3RS dan dapat melakukan upaya-upaya antisipasi rehadap akibat-akibat yang
ditimbulkan sehingga tercapai budaya “Sehat dan Selamat dalam bekerja”.

66

Anda mungkin juga menyukai