Anda di halaman 1dari 29

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1

Kajian Pustaka
Pada bagian ini akan dibahas mengenai variabel-variabel penelitian, yaitu

motivasi , budaya perusahaan, dan prestasi kerja karyawan.

2.1.1

Pengertian Motivasi
Manajemen sumber daya manusia pada dasarnya berisikan langkah-

langkah perencanaan, penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan


penggunaan sumber daya manusia (SDM) untuk mencapai tujuan tertentu, baik
tujuan individual maupun tujuan organisasi.
Keberhasilan pengolahan organisasi atau prusahaan bisnis sanggat
ditentukan oleh aktivitas kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia, dalam
hal ini seorang manajer harus memiliki teknik-teknik untuk dapat memelihara
prestasi dan kepuasan kerja, antar lain dengan memberikan motivasi kepada
bawahan agar dapat melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Motivasi adalah:
1. Keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya
melakukan tindakan (GR. Terry, yang dikutip oleh Malayu S.P Hasibuan
(2005 : 145).
2. Motivasi : pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan
inspirasi, semangat, dan dorongan pada orang lain, dalam hal ini karyawannya

12

13

untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu ( Liang Gie, yang dikutip oleh


Sadali Samsudin ( 2006 :281 ).
3. Motivasi: keseluruhan proses pemberian motivasi bekerja kepada bawahan
sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi
tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis (Siagian, yang
dikutip oleh Sedarmayanti ( 2001 : 66 ).
Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu yang
merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal perusahaan sedemikian
pentingnya motivasi, banyak ahli filsafat, sosiolog, psikolog maupun ahli
manajemen melakukan penelitian. Berikut adalah definisi-definisi mengenai
motivasi yang dikutip dari beberapa ahli :
Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau
menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada
sumber

daya

manusia

umumnya

dan

bawahan

khususnya.

Motivasi

mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar


mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan
yang telah ditentukan. Berikut ini adalah pengertian-pengertian motivasi kerja
menurut para ahli, diantaranya yaitu:
Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
(2008:930) adalah :
Dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, atau usahausaha yang
dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu bergerak
melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki.

14

Motivasi kerja menurut Stephen P. Robbin (2006:214) bahwa : Motivasi


merupakan proses yang berperan pada intensitas, arah, dan lamanya berlangsung
upaya individu ke arah pencapaian tujuan.
Motivasi kerja menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:141) bahwa :
Motivasi kerja adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung
perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil kerja yang
optimal.
Motivasi kerja menurut

Kusnadi (2002:330) adalah upaya-upaya yang

memunculkan semangat dari dalam orang itu sendiri melalui fasilitas


penyediaan kepuasan.
Dari pengertian di atas bahwa motivasi kerja merupakan suatu keahlian
dalam mengarahkan atau mengendalikan dan menggerakan seseorang untuk
melakukan tindakan akan perilaku yang diinginkan berdasarkan sasaran-sasaran
yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu.

2.1.1.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Kerja


Menurut Maslow yang dikutip Malayu S.P. Hasibuan (2005:154) faktorfaktor yang mempengaruhi motivasi kerja yaitu :
a. Kebutuhan fisiologis (Physiological Needs)
Kebutuhan untuk mempertahankan hidup, yang termasuk dalam
kebutuhan ini adalah makan, minum, perumahan, udara, dan sebagainya.
Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang
berprilaku dan giat bekerja.

15

b. Kebutuhan akan rasa aman (Safety and Security Needs)


Kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni rasa aman dari ancaman
kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan
ini mengarah kepada dua bentuk yakni kebutuhan akan keamanan jiwa
terutama keamanan jiwa di tempat bekerja pada saat mengerjakan
pekerjaan dan kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada
waktu bekerja.
c. Kebutuhan sosial, atau afiliasi (affiliation or acceptance Needs)
Kebutuhan sosial, teman afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta
diterima

dalam

pergaulan

kelompok

pekerja

dan

masyarakat

lingkungannya. Pada dasarnya manusia normal tidak mau hidup


menyendiri seorang diri di tempat terpencil, ia selalu membutuhkan
kehidupan berkelompok.
d. Kebutuhan yang mencerminkan harga diri (Esteem or Status Needs)
Kebutuhan

akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan

prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise


timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan
tetapi perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi
kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam
organisasi semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status
dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status
itu.

16

e. Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization)


Kebutuhan

akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan,

keterampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang


sangat memuaskan. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi
seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan
sepenuhnya dapat berbeda satu dengan yang lainnya, pemenuhan
kebutuhan

dapat

dilakukan

pimpinan

perusahan

dengan

menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.


Menurut Frederick Herzberg yang dikutip oleh Malayu S.P Hasibuan
(2005:157), mengemukakan teori motivasi dua faktor atau sering juga disebut
teori

motivasi

kesehatan

(Faktor

Higienis).

Menurut

Herzberg,

orang

menginginkan dua macam faktor kebutuhan, yaitu:


Pertama: kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan akan pemeliharaan
atau

maintenance

factors.

Faktor

pemeliharaan

(maintenance

factors)

berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketenteraman dan


kesehatan badaniah.Kebutuhan kesehatan merupakan kebutuhan yang berlangsung
terus-menurus, karena kebutuhan ini akan kembali ketitik nol setelah dipenuhi.
Misalnya: orang lapar akan makan, kemudian lapar lagi, lalu makan, dan
seterusnya. Faktor-Faktor pemeliharaan meliputi balas jasa,kondisi kerja fisik,
kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas dan
macam-macam

tunjangan

lain.

Hilangnya

Faktor

pemeliharaan

dapat

menyebabkan timbulnya ketidak puasan (dissatisfiers = faktor higienis) dan

17

tingkat absensi serta turnover karyawan akan meningkat. Faktor-faktor


pemeliharaan perlu mendapatkan perhatian yang wajar dari pimpinan, agar
kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan.
Kedua: faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologi seseorang
kebutuhan ini menyangkut kebutuhan intrinsik, kepuasan pekerjaan (job content)
yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang
kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi ini tidak
ada, tidak akan menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Sehingga
Faktor ini dinamakan satisfiers atau motivator yang meliputi:
1. Prestasi atau Achievment
2. Pengakuan atau Recognition
3. Pekerjaan itu sendiri atau the work in self
4. Tanggung jawab atau Responsibility
5. Kemajuan atau Advancement
Rangakaian ini melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang
dikerjakannya (job content) yakni hubungan pekerjaan pada tugasnya. Motivasi
yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah peluang untuk melaksanakan
tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang mengembangkan
kemampuan.
Menurut Claude S. George yang dikutip Malayu S.P Hasibuan (2005:163)
bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan
suasana di lingkungan ia bekerja, yaitu :

18

1. Upah yang adil dan layak


2. Kesempatan untuk maju/promosi
3. Pengakuan sebagai individu
4. Keamanan kerja
5. Tempat kerja yang baik
6. Penerimaan oleh kelompok
7. Perlakuan yang wajar
8. pengakuan akan prestasi
Menurut Clayton Alderfer (Robbins, 2006:221) teori yang mengatakan
bahwa manusia mempunyai tiga kelompok kebutuhan inti (core needs) yang
disebutnya Eksistensi, Hubungan, dan Pertumbuhan (Existence, Relatednes, and
Growth ERG). Sepintas teori Alderfer ini mirip dengan teori Maslow, hanya
bedanya pada teori Alderfer ketiga kelompok kebutuhan tersebut dapat timbul
secara simultan dan pemuasannya tidak dapat dilakukan sepotong-sepotong, akan
tetapi ketiga-tiganya sekaligus, meskipun mungkin dengan intensitas yang
berbeda-beda. Dengan kata lain Alderfer menolak pendekatan hierarkis yang
dikemukakan Maslow.
Menurut David McClelland Salah satu teori yang populer dikalangan
praktisi manajemen ialah teori yang dikembangkan oleh David McClelland
seorang ahli psikolog dari Universitas Harvard. Teori tersebut dikenal dengan
Teori Kebutuhan yang isinya menggolongkan kebutuhan kedalam tiga jenis yaitu
keberhasilan, kekuasaan dan afiliasi.

19

2.1.1.2 Prinsip-Prinsip dalam Motivasi Kerja Karyawan


Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan menurut
Mangkunegara (2005:100) diantaranya yaitu:
1. Prinsip partipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut
berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
2. Prinsip komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan
usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih
mudah dimotivasi kerjanya.
3. Prinsip mengakui andil bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil didalam
usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih
mudah dimotivasi kerjanya.
4. Prinsip pendelegasian wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai
bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap
pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai bersangkutan menjadi
termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
5. Prinsip memberi perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai atau
karyawan sehingga dapat memotivasi para pegawai bekerja sesuai dengan
yang diharapkan oleh pemimpin.

20

2.1.1.3 Proses Motivasi


Proses dari suatu motivasi secara umum dapat digambarkan sebagai
berikut:

Kebutuhan
yang
dirasakan

Timbulnya
ketegangan

Doro
ngan

Upaya
mencari

Kebutuhan
dipuaskan

Ketegangan
berkurang

Gambar 2.1 Proses motivasi


Sumber : Sondang P Siagian.

Bagan di atas menunjukan hal-hal sebagai berikut :


1. Dalam kehidupan manusia, selalu timbul kebutuhan dan yang bersangkutan
merasa perlu untuk memuaskannya.
2. Kebutuhan itu hanya dapat dikategorikan sebagai kebutuhan apabila
menimbulkan ketegangan dalam diri yang bersangkutan.
3. Ketegangan itulah yang menimbulkan dorongan agar yang bersangkutan
melakukan sesuatu.
4. Sesuatu itu adalah upaya mencari jalan keluar agar ketegangan yang dihadapi
tidak berlanjut.
5. Jika upaya mencari jalan keluar yang diambil berhasil, berarti kebutuhan
terpuaskan.
6. Kebutuhan yang berhasil dipuaskan akan menurunkan ketegangan, akan tetapi
tidak menghilangkan sama sekali. Alasannya adalah bahwa kebutuhan yang

21

sama cepat atau lambat akan timbul kemudian, mungkin dalam bentuk yang
baru dan mungkin pula dengan intensitas yang berbeda.

2.1.1.4 Tujuan Motivasi


Menurut Malayu S.P. Hasibuan ( 2005:146) tujuan tujuan motivasi
yaitu :
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
2. Meningkatkan produktifitas kerja karyawan.
3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.
4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
5. Mengefektifkan pengadaaan karyawan.
6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
7. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas, dan partisipasi karyawan.
8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

2.1.1.5 Asas-Asas Motivasi


Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:146), asas-asas motivasi adalah
sebagai berikut :
1. Asas mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi
dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat,
rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.

22

2. Asas komunikasi, artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang


ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya, dan kendala-kendala yang dihadapi.
3. Asas pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan
yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.
4. Asas wewenang yang didelegasikan, artinya memberikan kewenangan dan
kepercayaan diri pada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan kreativitasnya
mereka mampu mengerjakan tugas-tugas itu dengan baik.
5. Asas adil dan layak, artinya alat dan jenis motivasi yang memberikan harus
berdasarkan atas asas keadilan dan kelayakan terhadap semua karyawan.
Misalnya pemberian hadiah atau hukuman terhadap semua karyawan harus
adil dan layak kalau masalahnya sama.
6. Asas perhatian timbal-balik, artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan
dengan baik maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis
motivasi. Tegasnya kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

2.1.2 Budaya Organisasi


Budaya telah menjadi suatu konsep yang sangat penting dalam memahami
individu atau kelompok manusia dalam waktu yang cukup lama. Budaya pada
hakekatnya merupakan proses integrasi dari suatu perilaku manusia yang
mencakup pikiran, ucapan dan perbuatan dengan proses pembelajaran. Dalam
kehidupannya manusia dipengaruhi oleh budaya dimana manusia berada. Hal
yang sama akan terjadi di suatu organisasi atau perusahaan, bauran dari segala

23

nilai, keyakinan, perilaku dari setiap anggota organisasi akan membentuk budaya
organisasi.

2.1.2.1 Pengertian Budaya Organisasi


Berikut ini beberapa definisi budaya organisasi atau perusahaan menurut
pendapat para ahli, sebagai berikut:
Edgar Schein yang dikutip Moh. Pabundu Tika (2006:03) mendefinisikan:
Budaya organisasi adalah suatu pola asumsi dasar yang dimiliki bersama
yang didapat oleh suatu kelompok ketika memecahkan masalah
penyesuaian eksternal dan integrasi internal, yang telah berhasil dengan
cukup baik untuk dianggap sah dan karena itu, diinginkan untuk diajarkan
kepada anggota baru sebagai cara yang tepat untuk menerima, berpikir dan
merasa berhubungan dengan masalah tersebut.
Munurut Djoko Santoso Moeljono (2005:95),
Budaya perusahaan adalah peramuan berpola top-middle-bottom,
kemudian disemaikan kesetiap sel organisasi, dan menjadi nilai-nilai
kehidupan bersama, yang dapat muncul dalam bentuk perilaku formal dan
informal.
Phiti Shiti Amunai dikutip oleh Moh. Pabundu Tika

(2006:4)

mendefinisikan seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh


anggota-anggota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna
mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal.
Wirawan (2005:52) menjelaskan: Budaya organisasi merupakan serangkaian
sistem nilai yang dipegang dan dilaksanakan oleh seluruh anggota organisasi dari
level bawah sampai level atas, yang menjadi satu hal yang berbeda dengan
organisasi lain.
Hadari Nawawi (2005:93) mendefinisikan bahwa:

24

Budaya organisasi adalah keyakinan dan asumsi dasar yang mengikat


kebersamaan setiap anggota perusahaan sehingga mewarnai sikap dan
perilaku yang bermanifestasi dalam interaksi sosial antara anggota atau
perusahaan dalam bekerja.
Jack Duncan yang dikutip oleh Kasali (2005:108) menjelaskan sebagai
berikut: Budaya organisasi adalah satu set nilai, penuntun kepercayaan akan satu
hal, pengertian dan cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi
dan diterima oleh anggota baru seutuhnya.
Dari beberapa definisi tersebut dapat dijelaskan budaya organisasi pada
dasarnya akan mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota
organisasi, termasuk mereka yang berada dalam hirarki organisasi. Budaya
organisasi merupakan landasan setiap anggota dalam sikap dan perilaku di setiap
aktivitas perusahaan yang menjadikan perekat hubungan diantara anggota
perusahaan.

2.1.2.2

Elemen Dasar Budaya Organisasi

Budaya organisasi yang dibentuk dari faktor-faktor yang terkandung di


dalam perusahaan sangat dipengaruhi oleh beberapa elemen kunci yang cukup
dominan. Adapun elemen-elemen dari budaya perusahaan menurut Deal dan
Kennedy yang dikutip oleh Moh. Pabundu Tika (2006 : 16) adalah:
1. Lingkungan Usaha
Kelangsungan hidup organisasi di tentukan oleh kemampuan perusahaan
memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan tantangan lingkungan.
Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan terhadap apa yang
harus dilakukan perusahaan agar bisa berhasil. Lingkungan usaha yang

25

berpengaruh antara lain meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan,


teknologi, pemasok, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Sehubungan dengan
itu, perusahaan harus melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasi
lingkungan tersebut antara lain seperti kebijakan penjualan, penemuan baru,
atau pengelolaan biaya dalam mengahadapi realitas pasar yang berbeda
dengan lingkungan usahanya.
2. Nilai-nilai
Elemen nilai merupakan konsep dasar dan kepercayaan dari suatu organisasi.
Nilai-nilai tersebut menitik beratkan kepada suatu keyakinan untuk mencapai
kesuksesan. Nilai-nilai atau keyakinan agar dapat mendorong karyawan untuk
mencapai kinerja yang baik, hendaknya harus disampaikan secara terbuka oleh
para manajer kepada seluruh lapisan sumber daya manusia (SDM) yang ada,
hal ini dimaksudkan agar tidak terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari
standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
3. Pahlawan
Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai
budaya dalam kehidupan nyata. Pahlawan bisa berasal dari pendiri
perusahaan, para manajer, kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil
menciptakan nilai-nilai organisasi, mereka bisa menumbuhkan idealisme,
semangat dan tempat mencari petunjuk bila terjadi kesulitan atau masalah
dalam organisasi.

26

4. Ritual
Kegiatan upacara di suatu perusahaan pada umumnya bentuk penghargaan
terhadap kinerja sumber daya manusianya atau dapat berupa laporan aktivitasaktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dalam kurun waktu tertentu. Dengan
seringnya frekuensi kegiatan tersebut di perusahaan diharapkan akan
menciptakan budaya secara tidak sadar.
5. Jaringan Budaya
Elemen ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan komunikasi di
dalam perusahaan, dapat dijadikan sebagai pembawa atau penyebaran nilainilai budaya perusahaan. Elemen ini merupakan hierarki dari kekuatan yang
tersembunyi di dalam organisasi, oleh karena itulah efektivitas jaringan ini
hanya sebagai cara untuk mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi di
perusahaan, dapat dikatakan juga bentuk jaringan kultural adalah informal.

2.1.2.3

Indikator Budaya Organisasi

Wirawan (2005:55)

mengemukakan Indikator dari budaya organisasi

adalah sebagai berikut:


1. Pelaksanaan Norma
Norma adalah peraturan perilaku yang menentukan respon karyawan yang
dianggap tepat dan tidak tepat dalam situasi tertentu. Norma organisasi
dikembangkan oleh waktu yang lama oleh pendiri dan anggota norma
organisasi sangat penting karena mengatur perilaku anggota organisasi,

27

normalah yang mengikat kehidupan anggota organisasi sehingga perilaku


anggota organisasi dapat diramalkan dan dikontrol.
2. Pelaksanaan Nilai-Nilai
Nilai-nilai merupakan pedoman dan kepercayaan yang dipergunakan oleh
orang atau organisasi untuk bersiap jika berhadapan dengan situasi yang harus
membuat pilihan. Nilai-nilai berhubungan erat dengan moral dan kode etik
yang menentukan apa yang harus dilakukan. Individu dan organisasi yang
mempunyai nilai kejujuran, Intregritas dan keterbukaan menganggap mereka
harus bertindak jujur dan berintegritas tinggi.
3. Kepercayaan dan Filsafat
Kepercayaan organisasi berhubungan dengan apa yang menurut organisasi
dianggap benar dan tidak benar. Kepercayaan melukiskan karakteristik moral
organisasi atau kode etik organisasi, misal kepercayaan bahwa pemberian
Upah Minimum sesuai dengan kebutuhan hidup layak akan meningkatkan
motifasi kerja karyawan. Filsafat adalah pendapat organisasi menganai hakikat
atau esensi sesuatu, misalnya Perusahaan mempunyai pendapat berbeda
mengenai esensi Sumber Daya Manusia, sejumlah perusahaan menganggap
SDM merupakan bagian dari alat produksi oleh karena itu mereka tidak
memerlukan tenaga kerja dengan kualitas tinggi dan tidak mengadakan
pelatihan untuk meningkatkan kompetisi mereka.
4. Pelaksanaan Kode Etik
Kode etik adalah kumpulan kebiasaan baik suatu masyarakat yang diwariskan
dari suatu generasi ke genarasi lainnya. Fungsi dari kode etik adalah pedoman

28

perilaku bagi anggota organisasi. Perilaku setiap anggota organisasi harus etis,
yaitu perilaku yang dianggap baik dan benar dalam kaitan kode etik
organisasi, sedangkan perilaku yang tidak etis adalah perilaku yang salah dan
buruk dalam kaitan kode etik organisasi.
5. Pelaksanaan Seremoni
Seremoni merupakan perayaan

budaya organisasi atau tindakan kolektif

pemuja budaya yang meningkatkan dan memperkuat nilai-nilai budaya.


6. Sejarah Organisasi
Budaya Organisasi dikembangkan pada waktu yang lama, yaitu sepanjang
sejarah organisasi dan merupakan Produk dari sejarah organisasi, budaya
organisasi lahir, berkembang dan berubah sepanjang sejarah organisasi. Pada
organisasi yang sudah mapan, perkembangan organisasi di formasikan dalam
bentuk sejarah organisasi yang diingat dan di Informasikan kedapa seluruh
anggota organisasi dalam bentuk sejarah organisasi.

2.1.2.4

Fungsi Budaya Organisasi

Budaya organisasi memiliki fungsi atau peran di dalam perusahaan.


Menurut Stephen P. Robbin (2003:311) fungsi budaya organisasi dalam
menjalankan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi atau perusahaan adalah
sebagai berikut:
1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya
menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

29

3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas


daripada kepentingan diri pribadi seseorang.
4. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang
membantu mempersatukan organisasi dengan memberikan standar-standar
yang tepat untuk diterapkan kepada karyawan.
5. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang
memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
Menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinicki yang diterjemahkan oleh
Erly Suandy (2003:83) fungsi dari budaya organisasi atau perusahaan adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya.
2. Memudahkan komitmen kolektif.
3. Mempromosikan

stabilitas

sistem

sosial.

Stabilitas

sistem

sosial

mencerminkan taraf dimana lingkungan kerja dirasakan positif dan


mendukung, dan konflik serta perubahan diatur secara efektif.
Sedangkan menurut John R. Schermerhom dan James G. Hunt yang
dikutip oleh Anwar Prabu Mangkunegara (2005:123) bahwa fungsi budaya
organisasi adalah dapat membantu mengatasi masalah adaptasi eksternal dan
integrasi internal. Pemecahan masalah adaptasi eksternal dilakukan melalui
pengembangan pemahaman tentang strategi dan misi perusahaan. Sedangkan
pemecahan masalah yang berhubungan dengan integrasi internal dapat dilakukan

30

antara lain dengan komunikasi, penentuan kriteria karyawan, penentuan standar


bagi insentif dan sanksi serta melakukan pengawasan internal organisasi.

2.1.2.5

Tipe Budaya Organisasi

Menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinicki yang diterjemahkan oleh


Erly Suandy (2003:86) terdapat tiga tipe umum budaya organisasi yaitu :
konstruktif, pasif-defensif, dan agresif-defensif. Setiap tipe berhubungan dengan
seperangkat

keyakinan

normatif

yang

berbeda.

Keyakinan

normatif

mencerminkan pemikiran dan keyakinan individu mengenai bagaimana anggota


dari sebuah kelompok atau organisasi tertentu diharapkan menjalankan tugasnya
dan berinteraksi dengan orang lain.
1. Budaya konstruktif adalah budaya dimana para karyawan didorong untuk
berinteraksi dengan orang lain dan mengerjakan tugas dan proyeknya dengan
cara yang akan membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya,
berhubungan dengan pencapaian tujuan aktualisasi diri, penghargaan yang
manusiawi, dan persatuan.
2. Budaya pasif-defensif bercirikan keyakinan yang memungkinkan bahwa
karyawan berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara yang tidak
mengancam keamanan kerjanya sendiri. Budaya ini mendorong keyakinan
normatif

yang

berhubungan

dengan

persetujuan,

konvensional,

ketergantungan, dan penghindaran.


3. Perusahaan dengan budaya agresif-defensif mendorong karyawannya untuk
mengerjakan tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan kerja dan

31

status mereka. Tipe budaya ini lebih bercirikan keyakinan normatif yang
mencerminkan oposisi, kekuasaan dan kompetitif.
Secara alami budaya organisasi sukar untuk dipahami, tidak berwujud,
implisit, dan dianggap biasa saja. Setiap perusahaan memiliki tipe budaya
organisasi, sebuah organisasi atau perusahaan mungkin dapat memiliki budaya
organisasi dominan yang sama, namun perusahaan memiliki keyakinan normatif
dan karakteristik budaya organisasi yang lain.
Secara lebih jelas tipe-tipe budaya organisasi dapat dilihat pada Tabel
sebagai berikut :

Tabel 2.1
Tipe Tipe Budaya Organisasi
Tipe
Umum Budaya
Organisasi
Konstruktif

Keyakinan
Normatif
Pencapaian tujuan

Aktualisasi diri

Penghargaan
yang manusiawi

Karakteristik Organisasi
Organisasi yang demikian, menilai anggotanya
yang dapat menetapkan dan meraih tujuannya
sendiri. Anggota diharapkan dapat menetapkan
tujuan yang menantang namun realistis,
membuat rencana untuk meraih tujuan tersebut,
dan mengusahakannya dengan antusias.
(mengejar standar kesempurnaan)
Organisasi yang menghargai kreatifitas, kualitas
melebihi kuantitas. Penyelesaian tugas dan
pertumbuhan individu anggota didorong untuk
merasakan kesenangan dari pekerjaannya,
mengembangkan diri mereka sendiri, dan
mengerjakan aktivitas yang baru dan menarik.
(berpikir dengan cara yang unik dan
independen)
Organisasi yang dikelola dengan cara partisipatif
dan berpusat pada pribadi. Anggota diharapkan
untuk bersikap sportif, konstruktif, dan terbuka
terhadap pengaruh saat mereka berhadapan.
(membantu orang lain untuk tumbuh dan
berkembang)

32

Tabel 2.1 (Lanjutan)


Persatuan

Pasif-defensif

Persetujuan

Konvensional

Ketergantungan

Penghindaran

Agresif-defensif

Oposisi

Kekuasaan

Kompetitif

Organisasi yang menempatkan prioritas utama


dalam hubungan antar pribadi yang bersifat
konstruktif. Para anggota diharapkan untuk
bersikap ramah, terbuka, dan sensitif terhadap
kepuasan kelompok kerja mereka. (berhadapan
dengan orang lain dengan bersahabat)
Organisasi dimana konflik dihindari dan
hubungan antar personal menyenangkansetidaknya tampak dari luar. Para anggota
merasa bahwa mereka harus setuju, mendapat
persetujuan, dan
disukai oleh orang lain.
(bergaul dengan orang lain)
Organisasi
yang
dikendalikan
secara
konservatif, tradisional, dan birokratis. Para
anggota diharapkan untuk menyesuaikan diri,
mematuhi peraturan, dan memberikan kesan
yang baik. (selalu mengikuti kebijakan dan
kebiasaan yang berlalu)
Organisasi yang dikendalikan secara hierarkis
dan bersifat non-partisipatif. Pembuatan
keputusan yang tersentralisasi menyebabkan
para anggota hanya melakukan apa yang
diperintahkan pada mereka dan menjalankan
seluruh keputusan atasan.
(menguntungkan mereka yang menduduki posisi
kekuasaan)
Organisasi yang gagal menghargai sukses
namun sebaliknya menghukum kesalahan.
Sistem
penghargaan
yang negatif
ini
menyebabkan
para
anggota
bertukar
tanggungjawab dengan orang lain dan
menghindari kemungkinan dipersalahkan karena
berbuat salah.
(menunggu orang lain bertindak dulu)
Organisasi dimana pandangan negatif dan
konfrontasi diberi penghargaan. Para anggota
memperoleh status dan pengaruh dengan
bersikap kritis sehingga didukung untuk
menentang ide orang lain. (menyoroti cacat atau
kekurangan)
Organisasi non-partisipatif yang dibangun
berdasar kekuasaan yang melekat pada
kedudukan anggotanya. Para anggota yakin
bahwa
mereka
akan
dihargai
karena
melaksanakan
perintah,
mengendalikan
bawahan, dan pada saat yang sama, bersikap
responsif
terhadap
permintaan
atasan.
(membangun kekuasaan seseorang)
Kemenangan dihargai dan para anggota diberi
penghargaan karena prestasinya melebihi orang
lain. Para anggota bekerja dalam kerangka
menang-kalah dan yakin bahwa mereka harus
bekerja melawan (bukan bersama) rekan sekerja.
(mengubah pekerjaan menjadi sebuah kontes)

33

Tabel 2.1 (Lanjutan)


Perfeksionis

Organisasi dimana perfeksionisme, ketekunan,


dan kerja keras dihargai. Para anggota merasa
bahwa mereka harus menghindari kesalahan,
terus menelusuri segala hal, dan bekerja dalam
waktu lama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
(melakukan hal-hal dengan sempurna )
Sumber: Robert Kreitner dan Angelo Kinicki yang diterjemahkan oleh Erly Suandy (2003:86)

2.1.3

Prestasi Kerja
Setelah karyawan diterima, ditempatkan, dan dipekerjakan maka prestasi

kerja adalah hasil yang dicapai dalam suatu periode masa kerja tertentu. Prestasi
kerja bagi perusahaan selain untuk mengembangkan perusahaan, juga digunakan
sebagai bahan penilaian oleh perusahaan untuk menetapkan tindakan kebijakan
perusahaan dan juga sebagai bahan penilaian karyawan untuk dipromosikan,
didemosikan dan balas jasa.

2.1.3.1 Pengertian Prestasi Kerja


Prestasi kerja merupakan sesuatu yang diharapkan oleh perusahaan dari
para karyawannya dalam rangka mengembangkan dan melancarkan setiap
aktivitas perusahaan, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Menurut
Anwar Prabu Mangkunegara (2005:67): Prestasi kerja adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:94): prestasi kerja adalah suatu hasil
kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan

34

padanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta


waktu.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja itu merupakan
hasil kerja yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaan yang
dibebankan kepadanya. Tanpa adanya prestasi kerja yang baik pada setiap level
pekerjaan dalam suatu organisasi, pencapaian tujuan dan keberhasilan organisasi
akan sangat sulit tercapai atau bahkan tidak dapat diwujudkan sama sekali.

2.1.3.2

Indikator-indikator Prestasi Kerja

Menurut Malayu S.P.Hasibuan (2005:95) penilaian prestasi kerja akan


meliputi penilaian terhadap:

1.

Kesetiaan

Mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya, dan


organisasi
2.

Kejujuran

Menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya.


4. Kedisiplinan
Menilai karyawan dalam mematuhi peraturan yang ada dan melakukan
pekerjaan sesuai dengan instruksi.
5. Kreativitas
Menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya dalam
mengerjakan pekerjaan.

35

6. Kerja sama
Menilai karyawan berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya.
7. Kepemimpinan
Menilai kemampuan untuk memimpin bawahan untuk bekerja efektif.
8. Kepribadian
Menilai karyawan dari prilaku, kesopanan, serta berpenampilan simpatik dan
bersikap wajar.
9. Prakarsa
Menilai kemampuan berpikir yang orisinal dan berdasarkan inisiatif.
10. Tanggung jawab
Menilai karyawan dalam mempertangung jawabkan kebijaksanaannya serta
perilaku kerjanya.
Dari uraian di atas dampak faktor yang dapat digunakan untuk menilai
tingkat prestasi kerja karyawan tidak akan sama untuk semua perusahaan, tetapi
pada dasarnya apa yang telah dikemukakan merupakan faktor yang lazim
digunakan dalam menilai prestasi kerja karyawan.

2.1.3.3

Manfaat Prestasi Kerja

Prestasi kerja memiliki berbagai manfaat yang cukup signifikan.Manfaat


tersebut dapat berupa peningkatan dalam hasil kerja yang berupa peningkatan
dalam hal berikut:
1. Kuantitas :
a. Peningkatan dalam tingkat penjualan

36

b. Peningkatan dalam tingkat produksi


c. Berkurangnya tingkat kecelakaan
d. Semakin banyaknya pelanggan yang dilayani
e. Perbaikan dalam peralatan
f. Berkurangnya tingkat pemborosan
2. Kualitas:
a. Peningkatan dalam kualitas produksi
b. Peningkatan dalam kualitas produk
3. Kepuasan Pelanggan:
a. Tingkat kepuasan pelanggan yang meningkat
b. Tingkat nilai produk yang meningkat
4. Loyalitas:
a. Kesetiaan pelanggan pada produk yang mengakibatkan pembelian
produk yang berulang-ulang
b. Dapat menimbulkan terjadinya promosi secara tidak langsung
Dari kesemua itu adalah harapan dari perusahaan untuk dapat
melaksanakannya. Karena perbaikan dalam prestasi kerja karyawannya akan
berdampak positif bagi kelangsungan hidup perusahaan.

2.2

Kerangka Pemikiran
Menurut A.H.Maslow yang dikutip oleh Malayu S.P. Hasibuan (2005:153)

kebutuhan manusia membentuk suatu hirarki mulai dari yang terendah sampai
dengan kebutuhan yang tertinggi. Bila kebutuhan yang pertama atau kebutuhan

37

yang lebih rendah telah terpenuhi maka orang tersebut akan berusaha mencapai
kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi atau tingkat selanjutnya, apabila
kebutuhan yang pertama telah terpenuhi maka dia akan berusaha pada pemenuhan
yang kedua dan seterusnya.
Jadi perusahaan harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan karyawan
sehingga akan menimbulkan motivasi dalam diri mereka. Maka dapat diambil
kesimpulan bahwa jika karyawan termotivasi untuk bekerja dengan lebih baik
produktivitas kerja akan meningkat. Jika produktivitas meningkat berarti prestasi
kerja karyawan juga meningkat. Dan jika prestasi kerja karyawan meningkat
berarti tujuan perusahaan dalam upaya memotivasi dan menerapkan budaya
organisasi kepada karyawannya berhasil.
Karyawan yang telah dimotivasi akan menunjukan suatu sikap keinginan
dan kesanggupan untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik untuk mencapai
prestasi kerja yang maksimum, dan sikap inilah yang disebut dengan semangat
karyawan dalam bekerja.Jadi pada akhirnya karyawan yang telah dimotivasi akan
bersemangat dalam bekerja yang kemudian akan menunjukan suatu upaya untuk
mematuhi budaya organisasi yang diterapkan untuk meningkatkan prestasi kerja
yang optimal.
Pentingnya motivasi dalam upaya meningkatkan prestasi kerja telah
diungkapkan oleh Malayu S.P. Hasibuan (2005:94) mengemukakan bahwa
motivasi untuk berprestasi akan mendorong seseorang untuk mengembangkan
kreatifitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya
demi mencapai prestasi kerja yang optimal. Karyawan akan antusias untuk

38

berprestasi, asalkan kemungkinan untuk hal itu diberikan kesempatan.Seseorang


menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan dapat
memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhirnya ia
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Budaya suatu organisasi berkembang secara alami selama waktu tertentu
dan tanpa pemimpin yang kuat budaya organisasi dapat berubah dengan cara-cara
yang tidak diinginkan. Nilai-nilai utama dalam budaya organisasi tersebut dapat
secara perlahan-lahan hancur bila diabaikan oleh manajemen puncak. Budaya
organisasi mempengaruhi seleksi para pemimpin dan harapan peran mereka,
sehingga membuatnya lebih sukar lagi untuk melakukan perubahan-perubahan
yang drastis kecuali bila ada krisis penting yang mengancam kesejahteraan dan
kelangsungan hidup organisasi tersebut.
Mengenai hubungan budaya organisasi dengan prestasi kerja perusahaan
yang diteliti oleh Yanki Hartijasti yang dikutip oleh Moh. Pabundu Tika
(2006:148) dihasilkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara budaya
organisasi dengan prestasi kerja perusahaan. Dengan kata lain budaya organisasi
mempengaruhi terhadap prestasi kerja karyawan, dimana budaya organisasi akan
membantu terhadap pencapaian tujuan perusahaan.
Prestasi kerja dapat diartikan sebagai hasil kerja yang dicapai seorang
karyawan dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Prestasi
kerja merupakan suatu hal yang diharapkan oleh perusahaan dari para
karyawannya dalam rangka mengembangkan dan melancarkan setiap aktivitas
perusahaan sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

39

Mengenai pengaruh motivasi dan budaya organisasi terhadap prestasi kerja


karyawan menurut Wayne F. Cascio ( 2002 : 124 ) menyatakan bahwa ciri-ciri
yang membentuk dari prestasi kerja salah satunya adalah kerjasama antar
karyawan baik itu secara vertikal maupun horizontal dalam mencapai sasaran
perusahaan dan motivasi dari pemimpin kepada karyawannya untuk bekerja sama
secara efektif.
Prestasi kerja dapat tercapai bila budaya organisasi yang dijalankan
menitikberatkan pada kerja sama antar karyawan dan perusahaan yang mampu
memotivasi karyawannya.
Penjelasan ini nampak jelas bahwa antara motivasi dan budaya organisasi
mempunyai pengaruh positif terhadap prestasi kerja.

Motivasi
Malayu S.P. Hasibuan (2005:94)
Malayu S.P Hasibuan
(2005:141)
Wayne F. Cascio (2002:124)

Prestasi Kerja
Malayu S.P Hasibuan
(2005:94)

Budaya Organisasi
Wirawan (2006:52)

Yanki Hartijasti yang dikutip


oleh Moh. Pabundu Tika (2006:148)

Gambar 2.2

40

Paradigma Penelitian
2.3 Hipotesis
Berdasarkan uraian maka penulis dapat mengambil suatu hipotesis yaitu :
a. Hipotesis Simultan
Motivasi dan Budaya Organisasi Berpengaruh Terhadap Prestasi Kerja
Karyawan PT. Prudential Life Assurance Bandung.

b.

Hipotesis Parsial
1.

Terdapat pengaruh Motivasi Terhadap Prestasi Kerja


Karyawan PT. Prudential Life Assurance Bandung.

2.

Terdapat pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Prestasi


Kerja Karyawan PT. Prudential Life Assurance Bandung.

Anda mungkin juga menyukai