Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH STRES KERJA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Kesehatan Mental Setting Organisasi

Dosen Pengampu: Andhita Dyorita K, S. Psi., M., Psi., Psi

Disusun Oleh:
1. Sukma Fathimah (1910801059)
2. Mey Lini Dwi Hapsari (1910801065)
3. Nabila Hasna Q (1910801074)
4. Yola Amantha W (1910801098)
5. Tiara Harde M (1910801101)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS EKONOMI, ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini, manusia memiliki kedudukan yang penting.
Salah satu sumber daya yang terdapat dalam perusahaan adalah sumber daya
manusia. Sumber daya ini dirasakan semakin penting karena pengendali dan
pengelola perusahaan adalah manusia . Tanpa faktor manusia seluruh sumber daya
perusahaan tidak dapat dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Potensi sumber
daya manusia yang ada dalam perusahaan harus dapat dimanfaatkan dengan
sebaik - baiknya, sehingga mampu memberikan output secara optimal. Suatu
organisasi akan berjalan lancar bil a semua jasa yang disumbangkan para
individu kepada organisasi mendapat perhatian dan imbalan yang seimbang
(Charlos, 2019).
Sumber daya atau dalam perusahaan disebut dengan pekerja memiliki peran
dalam kehidupan sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan. Pemilihan pekerjaan
tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor seperti kebutuhan ekonomi, sosial, dan
psikologis. Secara ekonomi, orang yang bekerja akan memperoleh penghasilan yang
digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari- hari. Secara sosial orang yang
memiliki pekerjaan akan lebih dihargai oleh masyarakat daripada orang yang tidak
mempunyai pekerjaan (pengangguran). Lebih lanjut, orang yang memiliki pekerjaan
secara psikologis akan meningkatkan kompetensi diri dan harga dirinya (Kemas,
2015). Karakteristik pekerjaan mengacu pada isi d an kondisi dari tugas –
tugas pekerjaan itu sendiri. Menurut teori karakteristik pekerjaan, sebuah
pekerjaan memiliki tiga keadaan psikologis dalam diri seorang karyawan yakni:
(1) mengalami makna kerja (2) memikul tanggung jawab akan hasil kerja (3)
dan pengetahuan akan hasil kerja , dan ketiga kondisi psikologis ini akan
mempengaruhi motivasi kerja, kinerja, perputaran karyawan, serta loyalitas kerja
karyawan (Riane, 2019).
Lingkungan kerja merupakan sebagian dari komponen yang sangat penting
ketika karyawan melakukan aktivitas bekerja. Dengan memperhatikan lingkungan
kerja yang baik akan menciptakan kondisi kerja yang mampu memberikan motivasi
untuk bekerja, maka akan membawa pengaruh terhadap semangat karyawan dalam
bekerja. Menurut Rizk (2016), lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas,
bahan yang dihadapi, lingkungan, metode kerja yang berada disekitar pekerjaan serta
pengaturan kerjanya baik sebagai individu maupun kelompok. Selain itu, menurut
Nitisemito dalam Sunyoto (2015), lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di
sekitar para pekerja dan yang dapat memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-
tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, musik, penerangan, dan lain- lain.
Menurut (Susilo:2016), “lingkungan kerja adalah sesuatu yang berada di sekitar
pekerja yang dapat mempengaruhi individu dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan. Sedangkan menurut (Khotimah:2017), “lingkungan kerja merupakan
segenap faktor fisik yang bersama-sama merupakan suat suasana fisik yang
melingkupi suatu tempat kerja.
Semakin tinggi tuntutan pekerjaan yang diberikan perusahaan maka akan
menimbulkan rasa tertekan bagi para karyawan belum lagi dengan lingkungan kerja
yang terdapat di dalam organisasi, sehingga hal ini akan sangat mudah menimbulkan
rasa stres bagi para karyawan. Stres kerja merupakan perasaan tertekan yang dialami
para karyawan dalam melaksanakan berbagai aktivitas di dalam organisasi, sehingga
memperngaruhi mental dan kinerja para karyawan. Konsekuensi dari setiap aktivitas
di dalam lingkungan kerja yang membebani tuntutan psikologis atau fisik yang
berlebihan. Karena dalam menjalankan pekerjaan, sehingga karyawan akan
berinteraksi langsung dengan lingkungan kerja yang berada disetiap bagian
perusahaannya. Dimana lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap mental
karyawan. Apabila interaksi dengan lingkungan dapat berjalan sangat baik maka akan
mengurangi tingkat stres yang dialami para karyawan, disamping itu lingkungan kerja
yang sangat baik akan mengurangi keletihan dan kejenuhan dalam bekerja.
Lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif akan sangat berpengaruh terhadap
karyawan dalam melaksanakan tugasnya dan secara bersamaan menurunkan tingkat
stres para karyawan, begitu juga sebaliknya apabila lingkungan kerja tidak kondusif
dan tidak baik maka akan sangat berdampak pada tingginya tingkat stres kerja
karyawan (Jaka Santosa, 2018).
Secara garis besar ada empat pandangan mengenai stres, yaitu:
stres merupakan stimulus, stres merupakan respon, stres merupakan
interaksi antara individu dengan lingkungan, dan stres sebagai
hubungan antara individu dengan stresor ( Musradinur, 2016). Menurut Bart Smet,
reaksi terhadap stres bervariasi antara orang satudengan yang lain dan dari waktu ke
waktu pada orang yang sama, karena pengaruh variabel-varibel yaitu
1. Kondisi individu, seperti: umur, tahap perkembangan, jenis
2. kelamin, temperamen, inteligensi, tingkat pendidikan,
3. kondisi fisik, dst.
4. Karakteristik kepribadian, seperti: introvert atau ekstrovert,
5. stabilitas emosi secara umum, ketabahan, locus of control, dst.
6. Variabel sosial-kognitif, seperti; dukungan sosial yang
7. dirasakan, jaringan sosial, dst.
8. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang
9. diterima, integrasi dalam jaringan sosial, dst.
10. Strategi coping.
Menurut Nitisemito dalam Sunyoto (2015), Setiap perusahaan tentunya
mempunyai cara atau suatu fakta yang mendukung demi keberhasilan dan kemajuan
perusahaan. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan lingkungan organisasi, yaitu :
1. Hubungan Karyawan dalam hubungan karyawan ini terdapat dua hubungan, yaitu
hubungan sebagai individu dan hubungan sebagai kelompok. Hubungan sebagai
individu, motivasi yang diperoleh seorang karyawan datangnya dari rekan – rekan
sekerja maupun atasan. Menjadi sebuah motivasi, jika hubungan karyawan dengan
rekan sekerja maupun atasannya berlangsung harmonis. Begitu juga sebaliknya, jika
hubungan diantara mereka tidak harmonis, maka akan mengakibatkan kurangnya atau
tidak adanya motivasi di dalam diri karyawan yang bekerja.
2. Tingkat kebisingan lingkungan, Lingkungan kerja yang tidak tenang atau bising akan
dapat menimbulkan pengaruh yang kurang baik, yaitu adanya ketidaktenangan dalam
bekerja. Bagi para karyawan tentu saja ketenangan lingkungan kerja sangat membantu
dalam penyelesaian pekerjaan dan ini dapat meningkatkan produktivitas kerja.
3. Peraturan kerja yang baik dan jelas dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap
kepuasan dan kinerja para karyawan untuk pengembangan karir di perusahaan
tersebut.
Dengan perangkat peraturan tersebut karyawan akan dituntut untuk menjalankan
aktivitasnya guna mencapai tujuan perusahaan maupun tujuan individu dengan pasti.
Di samping itu karyawan akan lebih termotivasi untuk bekerja lebih baik.
4. Penerangan dalam hal ini, penerangan bukanlah sebatas pada penerangan listrik, tetapi
termasuk juga penerangan matahari. Karyawan memerlukan penerangan yang cukup,
apalagi jika pekerjaan yang dilakukan menuntut ketelitian. Untuk melaksanakan
penghematan biaya maka dalam usaha penerangan hendaknya diusahakan dengan
sinar matahari. Jika suatu ruangan memerlukan penerangan lampu maka ada dua hal
yang perlu diperhatikan, yaitu biaya dan pengaruh lampu tersebut terhadap karyawan
yang sedang bekerja.
5. Sirkulasi Udara untuk sirkulasi atau pertukaran udara yang cukup maka pertama yang
harus dilakukan yakni pengadaan ventilasi. Ventilasi harus cukup lebar terutama pada
ruangan – ruangan yang dianggap terlalu panas. Bagi perusahaan yang merasa
pertukaran udaranya kurang atau kepengapan masih dirasakan, dapat mengusahakan
pengaturan suhu udara.
6. Keamanan Lingkungan kerja dengan rasa aman akan menimbulkan ketenangan dan
kenyamanan, dimana hal ini akan dapat memberikan dorongan semangat untuk
bekerja. Keamanan yang dimaksudkan ke dalam lingkungan kerja adalah keamanan
terhadap milik pribadi karyawan.

B. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan stres?
2. Apa saja jenis stres dalam kerja?
3. Apa saja faktor- faktor yang bisa mempengaruhi stres kerja?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian stres kerja.
2. Menjabarkan jenis stres dalam kerja.
3. Menjelaskan faktor yang dapat mempengaruhi stres kerja.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Stres Kerja


Stres sebagai akibat ketidakseimbangan antara tuntutan dan sumber daya yang
dimiliki individu, semakin tinggi kesenjangan terjadi semakin tinggi juga stres yang di
alami individu, dan akan mengancam. Stres merupakan reaksi negatif dari orang-oran
g yang mengalami tekanan berlebih yang dibebankan kepada mereka akibat tuntutan,
hambatan, atau peluang yang terlampau banyak, (Robbins dan Coulter, 2010:16). Han
doko (2001:200) mengungkapkan stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempe
ngaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu berlebihan da
pat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan.
Stres didasarkan pada asumsi bahwa yang disimpulkan dari gejala-gejala dan t
anda – tanda faal, perilaku, psikologikal dan somatik, adalah hasil dari tidak/kurang a
danya kecocokan antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapann
ya) dan lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi
berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif, (Fincham & Rhodes dalam Munand
ar, 2001: 374). Stres kerja juga bisa diartikan sebagai sumber atau stresor kerja yang
menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Lingk
ungan pekerjaan berpotensi sebagai stresor kerja. Stresor kerja merupakan segala kon
disi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimb
ulkan stres kerja (Waluyo, 2009: 161).
Zaenal dkk (2014: 724) berpendapat stres sebagai suatu istilah payung yang m
erangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan ketegangan, panik, perasaan gemuruh, a
nxiety, kemurungan dan hilang daya. Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yan
g menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi,
proses berpikir, dan kondisi seorang karyawan. Stres pada pekerjaan (Job stres) adala
h pengalaman stres yang berhubungan dengan pekerjaan (King, 2010: 277).
Stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadap
i pekerjaan (Mangkunegara, 2013: 155). Pendapat ini didukung oleh Beehr dan Newm
an (dalam Luthans, 2006: 441) yang mendefinisikan mengenai stres kerja sebagai kon
disi yang muncul dari interaksi manusia dengan pekerjaannya serta dikarakteristikkan
oleh manusia sebagai perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang
dari fungsi normal mereka. Bisa dikatakan bahwa stres kerja adalah umpan balik atas
atas diri karyawan secara fisiologis maupun psikologis terhadap keinginan atau permi
ntaan organisasi. Stres kerja merupakan faktor-faktor yang dapat memberi tekanan ter
hadap produktivitas dan lingkungan kerja serta dapat mengganggu individu.
Luthan (2006: 441) menjelaskan perbedaan antara stres dan kecemasan:
1. Stres bukan masalah kecemasan, yang artinya bahwa, kecemasan terjadi dalam
lingkup emosional dan psikologis, sementara stres terjadi dalam lingkup emosi
onal, psikologis, dan juga fisik. Stres dapat disertai dengan kecemasan, tetapi
keduanya tidak sama.
2. Stres bukan hanya ketegangan saraf: ketegangan saraf mungkin dihasilkan ole
h stres, tetapi keduanya tidak sama. Orang yang pingsan menunjukkan stres, d
an beberapa orang mengendalikannya serta tidak menunjukkannya melalui ket
egangan saraf.
3. Stres bukan sesuatu yang selalu merusak, buruk atau dihindari. Eustres tidak
merusak atau buruk, tetapi merupakan sesuatu yang perlu dicari, bukannya dih
indari. Stres tidak dapat dielakkan, kuncinya adalah bagaimana kita menangan
i stres.

Stres adalah aspek umum pengalaman pekerjaan, yang paling sering terungkap
sebagai ketidakpuasan kerja, tetapi juga terungkap dalam dalam keadaan afektif yang
kuat: kemarahan, frustrasi, permusuhan, dan kejengkelan. Respon yang lebih pasif
juga umum, misalnya kejenuhan dan rasa bosan (tedium), kelelahan jiwa (burnout),
kepenatan (fatigue), tidak berdaya, tidak ada harapan, kurang gairah, dan suasana jiwa
depresi (Kaswan, 2015: 247). Pemimpin kemungkinan tidak memperhatikan ketika
karyawan mengalami stres dengan tingkat stres yang rendah sampai menengah.
Alasannya adalah stres dengan tingkat seperti itu bias bersifat fungsional dan
membawa kinerja karyawan yang lebih tinggi. Akan tetapi tingkat stres yang tinggi,
bahkan tingkat stres yang rendah tetapi berlangsung lama, dapat menurunkan kinerja
karyawan, sehingga perlu tindakan dari manajemen. Meskipun jumlah stres yang
terbatas bisa bermanfaat bagi kinerja karyawan, tetapi jangan berharap seperti itu.
Tingkat stres yang rendah dipersepsi karyawan sebagai sesuatu yang tidak
dikehendaki. Stres menurut Gibson dkk (2011: 339) adalah suatu tanggapan
penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individual dan atau proses-proses
psikologis, akibat dari setiap tindakan lingkungan, situasi, atau peristiwa yang
menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang

Berdasarkan pada beberapa pendapat tokoh yang ada di atas maka dapat
penulis rumuskan mengenai pengertian dari stres kerja adalah suatu kondisi dari
interaksi manusia dengan pekerjaannya pada sesuatu berupa suatu kondisi ketegangan
yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi
emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang karyawan

B. Jenis-Jenis Stres Kerja


Stres tidak selalu buruk, meskipun seringkali dibahas dalam konteks yang neg
atif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan poten
si hasil. Contohnya, banyak professional memandang tekanan sebagai beban kerja yan
g berat dan tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu
pekerjaan mereka. Stres bisa positif bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa stre
s tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi berbe
da dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan. Terkada
ng memang dalam satu organisasi sengaja diciptakan adanya suatu tantangan, yang tuj
uannya membuat karyawan lebih termotivasi untuk segera menyelesaikan pekerjaann
ya. Dengan cara memberikan waktu yang terbatas.
Berney dan Selye (Dewi, 2012:107) mengungkapkan ada empat jenis stres:
1. Eustres (good stres)
Merupakan stres yang menimbulkan stimulus dan kegairahan, sehingga memil
iki efek yang bermanfaat bagi individu yang mengalaminya. Contohnya Sepert
i: tantangan yang muncul dari tanggung jawab yang meningkat, tekanan waktu
dan tugas berkualitas tinggi.
2. Distres
Merupakan stres yang memunculkan efek yang membahayakan bagi individu
yang mengalaminya seperti: tuntutan yang tidak menyenangkan atau berlebiha
n yang menguras energi individu sehingga membuatnya menjadi lebih mudah j
atuh sakit.
3. Hyperstres
Yaitu stres yang berdampak luar biasa bagi yang mengalaminya. Meskipun da
pat bersifat positif atau negatif tetapi stres ini tetap saja membuat individu terb
atasi kemampuan adaptasinya. Contoh adalah stres akibat serangan teroris.
4. Hypostres
Merupakan stres yang muncul karena kurangnya stimulasi. Contohnya, stres k
arena bosan atau karena pekerjaan yang rutin.
Selye (dalam Davidson dkk, 2010:274) mengidentifikasikan tiga tahap respon
sistemik tubuh terhadap kondisi-kondisi penuh stres yang diistilahkan (general adapt
ation syndrome – GAS):
1. Pada fase pertama, yaitu reaksi alarm (alarm reaction), sistem syaraf otonom
diaktifkan oleh stres.
2. Pada fase kedua, resistensi (resistance), organisme beradaptasi dengan stres m
elalui berbagai mekanisme coping yang dimiliki.
3. Jika respon menetap atau organisme tidak mampu merespon secara efektif, terj
adi fase ketiga, yaitu suatu tahap kelelahan (exhaustion) yang amat sangat, dan
organisme mati atau menderita kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan ada beberapa jenis-jenis stres


antara lain eustres, distres, hyperstres, dan hypostres. Serta tahapan tubuh terhadap
kondisi-kondisi stres yaitu fase pertama reaksi alarm, fase kedua resistensi, dan fase
ketiga kelelahan.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja


Sebagian besar stresor dalam kehidupan sehari-hari bersifat psikososial. Wala
upun mobilisasi cepat sumber-sumber daya tubuh memang tepat untuk menghadapi ce
dera fisik baik yang bersifat ancaman atau yang sudah terjadi. Stresor yang sama dapa
t dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berba
haya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif indi
vidu atau karyawan akan sangat menentukan apakah stresor itu berakibat positif atau
negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan mu
ncul (Selye dalam Waluyo, 2009: 160). Ada peristiwa tertentu menimbulkan stres bag
i seseorang, namun bagi orang lainhal tersebut merupakan sesuatu peristiwa yang bias
a saja dan dapat dikendalikan dengan baik. Hal yang membedakan adalah persepsi. Ba
gaimana setiap orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas suatu peristiwa yang
terjadi dalam hidupnya.
Sutherland dkk (dalam Smet, 1994: 112) menyimpulkan konsep dasar dalam st
res yaitu:
1. Penilaian kognitif (cognitive appraisal), stres adalah pengalaman subyektif ya
ng (mungkin) didasarkan atas persepsi terhadap situasi yang tidak semata-mat
a tampak di lingkungan,
2. Pengalaman (experience) merupakan suatu situasi yang tergantung pada tingka
t keakraban dengan situasi, keterbukaan semula (previous exposure), proses be
lajar, kemampuan nyata dan konsep reinforcement.
3. Tuntutan (demand), merupakan tekanan, tuntutan, keinginan atau rangsangan-r
angsangan yang segera sifatnya yang mempengaruhi cara-cara tuntutan yang d
apat diterima.
4. Pengaruh interpersonal (interpersonal influence) yaitu ada tidaknya seseorang,
faktor situasional dan latar belakang mempengaruhi pengalaman subjektif, res
pon, dan perilaku coping. Hal ini dapat menimbulkan akibat positif dan negatif.
Kehadiran orang lain dapat merupakan sumber kekacauan dan kegalauan yan
g tidak diinginkan, tetapi bisa juga merupakan sesuatu yang dapat memberikan
dukungan, meningkatkan harga diri, memberikan konfirmasi nilai-nilai dan ide
ntitas personal.
5. Keadaan stres (a state of stres) merupakan ketidakseimbangan antara tuntutan
yang dirasakan dengan kemampuan yang dirasakan untuk menemukan tuntuta
n tersebut. Proses yang mengikuti merupakan proses coping serta konsekuensi
dari penerapan strategi coping.

Stres kerja timbul karena adanya hubungan interaksi dan komunikasi antara
individu dan lingkungannya. Selain itu, stres muncul karena adanya jawaban individu
yang berwujud emosi, fisiologis, dan pikiran terhadap kondisi, situasi, atau peristiwa
yang meminta tuntutan tertentu terhadap diri individu dalam pekerjaannya (Wijono,
2015: 168).

Sutherland dan Cooper (dalam Wijayaningsih, 2014: 99) menyatakan faktor-


faktor yang memengaruhi stres yaitu:

1. Faktor penilaian kognitif


Stres adalah pengalaman subjektif individu didasarkan atas persepsi terhadap s
ituasi, baik dari dalam maupun dari luar. Setiap individu berbeda dalam merea
ksi suatu stresor. Ada yang menganggap ringan, sedang, atau berat ada yang m
erasa tidak berdaya.
2. Faktor pengalaman
Merupakan proses belajar mengajar tentang kenyataan kalau sering menghada
pi suatu masalah dan bisa dihadapi dengan baik maka kalau dihadapkan pada
masalah yang sama akan mudah diselesaikan.
3. Faktor tuntutan
Besar kecilnya tuntutan akan mempengaruhi penanggulangan stres pada indivi
du.
4. Faktor pengaruh interpersonal
Respon terhadap stres dipengaruhi oleh latar belakang dan pengalaman subjekt
if. Peningkatan kesadaran dan pemahaman terhadap suatu masalah bisa memb
antu mengatasi stres secara potensial.

Marliani (2015: 266-267) mengutarakan faktor-faktor penyebab stres kerja


yaitu:

1. Faktor lingkungan kerja, berupa kondisi lingkungan fisik, manajemen perusah


aan, ataupun lingkungan sosial di lingkungan pekerjaan.
2. Faktor pribadi sebagai pemicu stres. Secara umum, faktor pribadi dikelompok
kan sebagai berikut:
a. Tidak adanya dukungan sosial, yang artinya stres akan muncul pada ka
ryawan yang tidak mendapat dukungan sosial. Dukungan sosial dapat b
erupa dukungan dari lingkungan pekerjaan (seperti dukungan dari atasa
n, rekan kerja, ataupun bawahan) serta dukungan dari keluarga.
b. Tidak adanya kesempatan untuk berpartisispasi dalam pengambilan ke
putusan di perusahaan atau organisasi. Hal ini berkaitan dengan hak da
n kewenangan karyawan dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya.
Banyak karyawan mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat me
mutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenanganny
a. Stres kerja juga dapat terjadi ketika karyawan tidak dilibatkan dalam
pengambilan keputusan yang menyangkut diri karyawan.
c. Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik seperti suhu
yang terlalu panas atau dingin, terlalu sesak, bising, kurang cahaya, da
n lainnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan
karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Suara bising seperti suar
a mesin pabrik bisa memberikan andil yang besar terhadap munculnya
stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan diban
dingankan dengan karyawan lain.
d. Manajemen yang tidak sehat. Banyak karyawan mengalami stres kerja
ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yaitu
seorang pemimpin yang sangat sensitive, tidak percaya orang lain (khu
susnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisasisuasana hati atau
peristiwa sehingga memengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja.
Atasan yang selalu curiga terhadap bawahannya, membesarkan peristi
wa/kejadian yang sepele, menyebabkan karyawan tidak leluasa menjal
ankan pekerjaannya, yang berujung pada munculnya stres kerja.
e. Tipe kepribadian. Karyawan dengan kepribadian tipe A cenderung me
ngalami stres dibandingkan dengan kepribadian tipe B. Berapa kepriba
dian tipe ini adalah sering merasa diburuburu dalam melaksanakan pek
erjaannya, tidak sabar, konsentrasi pada lebih dari satu pekerjaan pada
waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup, cenderung ber
kompetisi dengan karyawan lain meskipun dalam situasi yang nonkom
petitif.
f. Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalam
an pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah,
anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa tra
umatis, atau menghadapi masalah pelanggran hukum.Banyak kasus jug
a menunjukkan tingkat stres paling tinggi terjadi pada seseorang yang
ditinggal mati pasangannya, sementara stres yang paling rendah diseba
bkan oleh perpindahan tempat tinggal. Selain itu, ketidakmampuan me
menuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, dan perasaan tidak aman. Sem
entara itu,

Infantio & Gordon (dalam Wijono, 2015: 178) mengemukakan bahwa


pegawai yang mempunyai persepsi positif terhadap penyelianya akan merasa puas
dengan kata lain, tingkat stres kerjanya juga akan menjadi rendah, semakin tinggi
peran persepsi positif maka stres kerjanya menjadi semakin rendah. Di lain pihak,
stres karyawan juga dapat disebabkan masalah-masalah yang terjadi di luar
perusahaan antara lain: kekuatiran finansial, masalah-masalah yang bersangkutan
dengan anak, masalah-masalah fisik, masalah-masalah perkawinan (misal,
perceraian), perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal, masalah-masalah
pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara. Robbins dan Judge (dalam
Widhiastuti, 2013: 17) mengungkapkan bahwa karyawan yang tidak memiliki job
description yang jelas atau tidak memiliki job description yang lengkap
aspekaspeknya, akan mengalami stres kerja karena pekerjaannya menjadi terlalu
banyak, tidak punya waktu untuk menyelesaikan tugas, dan harus mengerjakan
beberapa tugas sekaligus.

Tidak sedikit faktor di dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres.


Tekanan untuk menghindari kesalahan atau menyelesaikan tugas dalam waktu yang
sempit, beban kerja yang berlebihan, atasan yang selalu menuntut dan tidak peka, dan
rekan kerja yang tidak menyenangkan. Karyawan yang memiliki persepsi positif
terhadap job description akan memandang tugas-tugas yang diberikan sebagai suatu
resiko terhadap pekerjaannya serta dianggap dapat meningkatkan kemampuan
bertugas dan tidak membuat seseorang menagalami stres, sebaliknya karyawan yang
memiliki persepsi negatif terhadap job description akan memandang tugas-tugas yang
diberikan sebagai suatu hal yang menghambat, tertekan akibat beban kerja yang
diberikan, sukar, berat untuk dilaksanakan dan karyawan cenderung mengalami stres
kerja.

Pekerjaan sangat mempengaruhi kondisi finansial, kondisi rumah, cara


meluangkan waktu, lokasi rumah, dan sahabat-sahabat. Pekerjaan akan menciptakan
suatu struktur serta ritme dalam kehidupan yang seringkali hilang jika individu tidak
bekerja selama periode waktu tertentu. Ada banyak individu yang mengalami stres
emosi dan rendah diri karena tidak mampu bekerja. Pemikiran yang penting tentang
pekerjaan adalah seberapa besar stres yang ditimbulkannya. Sumber utama stres
dalam pekerjaan yaitu gaji rendah, kekurangan kesempatan kenaikan pangkat,
ekspektasi kerja yang tidak pasti, serta jam kerja yang panjang (Santrock, 2012: 30).
Faktor-faktor yang menyebabkan stres (anteseden stres) bisa berasal dari luar
dan dalam oraganisasi, dari kelompok, dan diri sendiri. Luthan 27 (2006: 442)
mengkategorikan stresor yang memengaruhi stres kerja yaitu: stresor ekstraorganisasi,
stresor organisasi, stresor kelompok, stresor individu.

1. Stresor ekstraorganisasi
Stresor di luar organisasi berhubungan dengan efek dan perasaan negatif pada
pekerjaan. Contohnya seperti perubahan sosial / teknologi, globalisasi, keluarg
a, relokasi, kondisi ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, serta kondisi tempat
tinggal atau masyarakat. Keluarga mempunyai dampak besar terhadap tingkat
stres individu. Situasi keluarga, seperti pertengkaran atau sakit anggota keluar
ga, relasi yang buruk dengan orangtua, pasangan atau anak-anak. Pindah karen
a promosi jabatan, juga dapat menyebabkan stres. Variabel sosiologi seperti ra
s, dan kelas juga bisa menjadi pemicu stres kerja. Perbedaan keyakinan dan nil
ai, perbedaan kesempatan untuk penghargaan atau promosi, serta persepsi kary
awan minoritas baik mengenai diskriminasi maupun kurangnya kesesuaian ant
ara diri sendiri dan organisasi. Stresor organisasi Adanya kebijakan dan strateg
i adsministratif, struktur dan desain organisasi, proses organisasi, serta kondisi
kerja. Adanya tanggung jawab tanpa otoritas, ketidakmampuan menyuarakan
keluhan, penghargaan yang tidak memadai, kurangnya deskripsi kerja yang jel
as. Kehilangan pekerjaan atau terancam dipecat dapat menjadi tekanan yang lu
ar biasa bagi karyawan. Adanya tuntutan pekerjaan yang kronis, juga dapat me
nyebabkan stres kerja.
2. Stresor kelompok
Kurangnya kohesivitas kelompok seperti karyawan tidak memiliki kebersamaa
n karena desain kerja, karena penyelia melarang atau membatasinya, atau kare
na ada anggota kelompok yang menyingkirkan karyawan lain, kurangnya kohe
sivitas ini akan menyebab stres. Kurangnya dukungan sosial. Berbagi masalah
dan kebahagiaan bersama-sama akan lebih baik. Bila dukungan sosial kurang,
akan menyebabkan stres kerja, yang mengakibatkan biaya perawatan kesehata
n.
3. Stresor individu
Adanya situasi dan disposisi individu dapat memengaruhi stres. Disposisi indi
vidu seperti kepribadian, control personal, ketidakberdayaan yang dipelajari, d
aya tahan psikologis, tingkat konflik intra individu yang berakar dari frustrasi.
Adanya predisposisi daya tahan psikologis akan membantu orang menahan str
es dengan memberikan buffer pada diri sendiri dan stresor.

D. Hasil Wawancara Dengan Karyawan Pabrik


1. Identititas :
a. Nama : Yora Atmasari
b. Usia : 22 Tahun
c. Pekerjaan : Karyawan garmen bagian snap button (produksi)
d. Instansi : PT. Anggun Kreasi Garmen
2. Hasil Wawancara :
Dari hasil wawancara dengan subjek diketahui bahwa sistem kerja pada tempa
tnya bekerja adalah sistem target dengan jam kerja 8 jam/hari selama 5 hari ke
rja. Lalu, jika karyawan tidak bisa memenuhi target pada setiap harinya maka
akan ada overtime maksimal 3 jam. Karena sistem target tersebut, tak jarang s
ubjek merasa stres dan tertekan, hal ini tidak hanya dialami oleh subjek saja tet
api juga pada teman-teman bekerjanya. Jika subjek telah merasa stres dan pen
uh tekanan, ia biasanya menenangkan diri dengan menangis di kamar mandi.
Menurutnya hanya cara ini yang bisa ia lakukan untuk mengelola stresnya di t
empat kerja karena ia merasa harus mengeluarkan stres tersebut. Namun demi
kian, tempat kerja subjek sebenarnya pada awal masuk telah memberikan train
ing/pelatihan awal selama 6 minggu, kemudian selama masa kerja juga menda
patkan training/pelatihan lagi selama 3 bulan sekali. Training/pelatihan yang p
ernah diberikan yaitu mengenai keselamatan kerja dan kontrak kerja. Namun,
untuk training/pelatihan mengenai kesehatan mental dan copping stres meman
g belum pernah. Di samping memberikan training/pelatihan, tempat kerja subj
ek juga memberikan beberapa fasilitas untuk menunjang pekerjaan setiap kary
awan dengan memberikan gaji yang sesuai dengan pekerjaan, kantin, ATM, tu
njangan hari tua, THR, dan bazzar dan menurut subjek fasilitas tersebut cukup
membuatnya nyaman sebagai karyawan walaupun memang harus menghadapi
sistem target yang terkadang membuatnya stres. Menurut subjek, lingkungan d
an teman kerja subjek bukan lingkungan yang toxic. Namun, untuk izin sakit
memang harus benar-benar dengan bukti surat dokter. Jadi, stres kerja yang di
alami subjek karena sistem target pada tempat kerja tersebut karena jika tidak
bisa memenuhi target akan dipanggil oleh supervisor.
Menurut subjek lingkungan kerjanya belum ia katakan sehat. Hal ini
dikarenakan walaupun teman-teman kerja subjek baik dan tidak toxic, akan
tetapi sistem kerja yang target dan ketika akan izin sakit terkadang dipersulit
membuat subjek merasa tertekan. Akan tetapi, ia harus tetap kerja di tempat
tersebut karena di tempat tinggal subjek sendiri sangat minim lowongan kerja.
Selain itu, tempat kerja subjek juga belum pernah ada pelatihan mengenai
kesehatan mental dan stres kerja.
Menurut subjek, lingkungan kerja yang sehat adalah lingkungan
dimana walaupun sebagai karyawan individu tersebut masih dimanusiakan
oleh perusahaan tersebut. Sehingga ketika perusahaan juga memiliki target
produksi, karyawan yang kerja pun dapat kerja tanpa diselimuti perasaan dan
pikiran yang tertekan. Di samping itu, teman kerja yang baik menurut subjek
juga termasuk dalam salah satu aspek lingkungan kerja dapat dikatakan sehat.

E. Hasil Wawancara Dengan Pekerja Kantoran


1. Identitas :
a. Nama : Adam Harde Bagus Maulana
b. Usia : 26 Tahun
c. Pekerjaan : Karyawan bagian Field Engineering
d. Instansi : PT. Mora Telematika Indonesia
2. Hasil Wawancara :
Dari hasil wawancara subjek dapat diketahui bahwa subjek memiliki lama wak
tu bekerja sebanyak 12 jam/hari, selama lima hari kerja. Subjek sudah bekerja
selama lima tahun dan sudah mejadi karyawan tetap di perusahaan tersebut. Su
bjek bekerja diperusahaan yang bekerja dalam bidang BroadBand Telekomuni
kasi yang mempunyai jasa internet, dengan posisi sebagai karyawan di bagian
Field Engineering atau Field Operation, yaitu bertugas sebagai karyawan yang
bekerja mengatur dan memastikan jaringan internet yang dipakai oleh konsum
en bisa berjalan dengan baik. Selama kurun waktu 5 tahun bekerja, subjek men
gaku mengalami stres kerja ketika ada kerjaan yang banyak namun komunikas
i antar karyawan tidak berjalan dengan baik, sehingga terjadi miskomunikasi y
ang dapat membuat pekerjaan jadi terasa lebih berat lagi. Sehingga hal ini cuk
up menguras tenaga dan pikiran hingga dapat berujung pada stres kerja. Lalu,
perihal tekanan dari atasan, subjek mengaku tidak pernah melebihi batasnya. J
adi masih berada pada tahap normal. Sehingga tidak terlalu menjadi beban yan
g berujung pada stres kerja. Perusahaan sendiri sebenarnya mengadakan pelati
han terkait emosi atau hal-hal yang berhubungan dengan psikis, namun subjek
mengaku belum pernah mengikutinya sehingga secara spesifik tidak mengatah
ui proses pelatihan seperti apa yang diadakan oleh perusahaan. Untuk mengata
si stres kerja yang dialaminya, subjek memiliki cara tersendiri dalam hal terseb
ut, yaitu dengan cara berkuliner makanan enak dan tidur tanpa gangguan. Men
urutnya, ini adalah cara paling efektif dalam menghilangkan stres kerja yang d
ialaminya. Perusahaan sendiri sebenarnya menunjang beberapa fasilitas untuk
menyenangkan hati karyawan dari peliknya pekerjaan yaitu dengan fasilitas be
rupa adanya tempat sauna, kolam renang, ruang gym yang semuanya dapat dig
unakan oleh seluruh karyawan secara gratis, selain itu karyawan juga diberika
n laptop sebagai penunjang kerja. Lalu, dengan jam kerja yang terbilang cukup
banyak yaitu selama 12 jam/hari, subjek mengaku mendapatkan gaji yang sepa
dan dengan banyaknya waktu yang dikeluarkan untuk bekerja, ditambah denga
n tunjangan-tunjangan serta bonus-bonus yang sering didapatkan tiap tahunny
a. Selain itu, lingkungan kerja yang nyaman dan aman juga menjadi efek samp
ing dalam meminimalisirkan stres kerja yang dirasakannya. Namun, dikarenak
an subjek sering bekerja di luar kantor untuk menemui klien, subjek menyangk
an tidak adanya fasilitas transportasi yang disediakan perusahaan untuk karya
wan sehingga sedikit membuatnya kurang nyaman jika harus berkendara deng
an sepeda motor di terik matahari kota jakarta yang cukup menyengat, sehingg
a subjek mengharapkan hadirnya fasilitas tersebut. Selebihnya, tidak ada lagi u
nsur yang dapat membuat subjek merasakan stres kerja yang berkepanjangan d
ikarenakan lingkungan kerja yang mendukungnya untuk terus dikelilingi deng
an hal positif. Terakhir, menurut subjek, lingkungan kerja yang sehat adalah li
ngkungan yang antar karyawan atau karyawan dengan atasan saling support
semua, memanusiakan pekerjanya, memperhatikan jumlah resource,
memberikan gathering atau outing, jam kerja ideal yaitu 9 jam perhari,
disediakan akomodasi untuk kerja keluar kantor, meningkatkan employee
experience seperti ruang kantor yang nyaman, peralatan kerja yang baik, dan
culture perusahaan yang sehat.

F. Perbedaan Stres Kerja Antara Karyawan Pabrik Dan Pekerja Kantoran


Beberapa perbedaan antara karyawan pabrik dan pekerja kantoran:
1. Stressor berbeda, pekerja kantoran stres akibat komunikasi antar pekerja
kurang lancar. Sedangkan pada karyawan pabrik komunikasi antar karyawan
lancar. Namun, pada karyawan pabrik mendapatkan stressor dari sistem kerja
yang menggunakan sistem target.
2. Jam kerja pada pekerja kantoran dan karyawan pabrik juga berbeda, jika jam
kerja pada pabrik 12 jam /hari tentu ini membuat para pekerja mengalami stres
kerja, sedangkan pada pabrik jam kerja 8 jam / hari lalu jika tidak mencapai
target harus overtime maksimal 3 jam juga menimbulkan tekanan tersendiri
bagi mereka.
3. Stres karena fasilitas penunjang kerja yang disediakan oleh perusahaan dan
kantoran berbeda, sehingga pengaruh stres juga bisa berbeda.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda antara
perusahaan yang satu dengan yang lainnya. Karakteristik itu dapat berupa
fasilitas kerja, tuntutan kerja, beban kerja, hubungan interaksi dan komunikasi
antar individu/ individu dengan lingkungannya, dan lain-lain. Stres kerja
adalah suatu kondisi gejala yang dapat diterima oleh setiap orang dan
menimbulkan suatu kondisi ketidakseimbangan antara fisik dan psikis. Stres
kerja muncul karena adanya hasil dari tidak/ kurang adanya kecocokan antara
individu dengan lingkungan pekerjaan dalam menghadapi suatu tuntutan
pekerjaan. Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stresor kerja.
Dari hasil wawancara yang kami lakukan antara seorang karyawan
pabrik dan pekerja kantoran, dapat ditarik kesimpulan bahwa stres kerja dapat
muncul karena beberapa faktor, seperti tuntutan target kerja, jam kerja yang
melebihi batas normal, kurangnya komunikasi antar karyawan, dll. Setiap
perusahaan memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan baik dari pemberian
pelatihan untuk mengelola emosi/ stres para pekerja, pemberian fasilitas yang
menunjang pekerjaan, cara perusahaan untuk menyejahterakan pekerjanya, dll.

B. Saran
Stres kerja sebaiknya dapat diminimalisir dengan berbagai teknik
penanganan stres kerja, baik dengan melakukan pelatihan, melakukan kegiatan
outing kantor/ ghathering, dll. Setiap pekerja yang mampu memenejemen stres
dengan baik maka dapat berdampak juga pada perusahaan, seperti mampunya
para pekerja menyelesaikan pekerjaannya dengan sangat efektif. Pentingnya
suatu perusahaan menerapkan berbagai teknik penanganan stres yang baik
karena hal tersebut menunjang kesejahteraan fisik dan psikis pekerja dan
kemajuan perusahaan.
C. Solusi
1. Perusahaan mengadakan gethering atau outing karyawan untuk
membentuk dan meningkatkan kebersamaan (team work) antar
karyawan.
2. Menyediakan sarana dan prasarana yang nyaman dan mudah diakses.
3. Menyediakan konseling bagi karyawan yang membutuhkan.
4. Mengadakan pelatihan terkait kesehatan mental dan manajemen emosi.
5. Mengevaluasi sistem kerja selama 6 bulan sekali.
DAFTAR PUSTAKA

Gusti Yuli Asih, Hardani Widhiastuti, Rusmalia Dewi, 2018. Stres Kerja. Semarang:
Semarang University Press.
Lumiu, C. A., Pio, R. J., & Tatimu, V. (2019). Pengaruh Karakteristik Pekerjaan,
Pengembangan Karir Dan Kompensasi Terhadap Loyalitas karyawan. Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB), 9(3), 93-100.
Jum’ati, N., & Wuswa, H. (2013). Stres Kerja (Occupational Stres) yang
Mempengaruhi Kinerja Individu pada Dinas Kesehatan Bidang Pencegahan
Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2P-PL) di Kabupaten
Bangkalan. Neo-Bis, 7(2), 195-211.
Bashir, A., & Muhammad, H. T. K. (2015). Persepsi seseorang dalam memilih
pekerjaan sebagai dosen perguruan tinggi negeri di Indonesia. Jurnal
Manajemen dan Bisnis Sriwijaya, 13(3), 397-412.
Amas, L. M., & Jaka, S. (2018). Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Stres Kerja
Karyawan pada PT Pandu Siwi Sentosa Jakarta.
Musradinur, M. (2016). Stres dan Cara Mengatasinya dalam Perspektif Psikologi.
JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling, 2(2), 183-200.

Anda mungkin juga menyukai