Pendahuluan
Pada saat ini, tidak sedikit individu yang tersangkut kasus penyalahgunaan zat adiktif
seperti narkoba, psikotropika, sabu, dan lainnya. Zat adiktif adalah zat yang mampu
menimbulkan halusinasi yang terbuat dari bahan yang mampu menimbulkan adiksi atau
ketergantungan kepada pemakainya. Hal ini dapat membahayakan kesehatan pemakaianya
dikarenakan menyebabkan perubahan perilaku, penurunan kognitif, kesulitan dalam
mengendalikan penggunaannya, memiliki Hasrat yang kuat untuk mengkonsumsinya
kembali, dan meninggalkan kegiatan lainnya (Nurlila & La Fua, 2017).
Narkoba (Narkotika, Psikotropika, dan bahan adiktif lainnya) adalah zat ataupun obat
yang berasal dari tanaman maupun bukan tanaman, sintesis atau bukan sintetis. Pasca
tertangkap, para pengguna harus melakukan treatment di tempat rehabilitasi yang telah
disediakan oleh Pemerintah. Dalam rangka penyembuhan penyalahgunaan narkoba, setiap
pengguna harus melakukan serangkaian proses dimulai dari detoksifikasi, rehabilitasi medik
atau substitusi metadon dan lainnya, rehabilitasi psikologis, vokasional, dan spiritual (BNN,
2006).
Kasus kejahatan narkoba dan psikotropika di Indonesia pada tahun 2022 berjumlah
sebanyak 15.455 kasus. Bahkan dalam catatan kepolisian, narkoba menjadi kejahatan
tertinggi kedua. Narkob (Polri, 2022). Narkoba merupakan jenis kejahatan serius atau
extraordinary crime yang menjadi ancaman serius bagi negara. Melalui hasil penjualan
narkoba, dana tersebut digunakan untuk mensuplai senjata yang akan digunakan untuk
kejahatan terorisme (BNN, 2020).
Zat-zat yang sering disalahgunakan adalah opium, heroin, codein, morfin, petidin,
candu, ganja, marijuana, kokain, ecstacy, shabu, yaba, hash, alkohol, nikotin, dan masih
banyak lagi. Jenis narkoba yang memiliki dampak terhadap kognitif dan syaraf seseorang
adalah alkohol, ecstasy, amphetamine, barbiturate, kokain,dan morfin (BNN, 2006).
Penyalahgunaan zat adiktif dinilai dapat merusak diri sendiri, orang lain, dan negara. Bahkan
penyalahgunaan zat berdampak buruk pada kognisi, psikis, dan sosial bagi penggunanya.
Maka dari itu, penting untuk menetahui bahaya serta dampak buruk yang ditimbulkan oleh
zat adiktif sebagai langkah pencegahan dan edukasi diri dari bahaya narkoba.
Pembahasan
Penggunaan zat adiktif tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, melainkan tidak
sedikit remaja yang terjerat kasus narkoba. Pada salah satu penelitian mengenai
penyalahgunaan zat adiktif pada remaja ditemukan hasil bahwa 31 dari 84 siswa
menggunakan zat adiktif berupa lem fox dan rokok. Penggunaan zat tersebut dikarenakan
rasa ingin tahu yang tinggi serta untuk merilekskan diri dari permasalahan keluarga (Nurlila
& La Fua, 2017). Penelitian lainnya pada remaja jalanan menunjukkan hasil bahwa 47 anak
melakukan penyalahgunaan NAPZA dengan lebih dari 1 jenis dari 1 cara penyalahgunaan
seperti melalui mulut, inhalasi, dan hisap. (Ningrum, 2014).
Penyalahgunaan zat adiktif baik akut maupun kronik, mampu menyebabkan gangguan
pada setiap level neurokognitif sehingga terjadi gangguan atensi, gangguan memori,
gangguan verbal, fungsi eksekutif, penurunan kecepatan dalam pemrosessan informasi,
kesulitan dalam belajar, gangguan working memory, gangguan recall, menurunnya kecepatan
psikomotor, terganggunya respon dalam menahan diri, serta penurunan kognitif (Ningrum,
2014).
Hal ini sama dengan pernyataan BNN, penyalahgunaan pemakaian zat dalam jangka
waktu yang lama dapat mempengaruhi susunan syaraf pusat sehingga menyebabkan
gangguan kejiwaan. Dampak lainnya dari penggunaan narkoba adalah gangguan mental
organik yang berdampak langsung terhadap susunan syaraf pusat, halusinogen yang membuat
penderitanya mengalami halusinasi dan waham (BNN, 2006).
Penggunaan zat adiktif memang memberikan perasaan menyenangkan dan bebas dari
beban yang dimiliki. Namun, penggunaan yang berlebihan dan penyalahgunaan zat-zat
tersebur memiliki dampak yang lebih buruk bagi diri sendiri, dimana menyebabkan
kerusakan pada fungsi kognitif (Ningrum, 2014). Bahkan, seseorang yang sudah melakukan
rehabilitasi narkoba, kemungkinan saja akan menggunakan kembali narkoba yang ditandai
dengan adanya pemikiran, perilaku, serta perasaan yang teradiksi setelah periode terputusnya
zat yang disebut dengan relaps. Maka dari itu, perlu untuk melakukan terapi perilaku berupa
konseling, terapi kognitif, dan terapi medis. Hal yang perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya relaps adalah dengan melalui pendekatan perilaku kognitif untuk manajemen diri
sendiri (Syuhada, 2015).
Daftar Pustaka
BNN,. R. I. (2006). Kamus Istilah Tentang Dan Yang Berhubungan Dengan Penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, Dan Bahan Adiktif Lainnya. Badan Narkotika Nasional
Republik Indoensia
Nurlila, R. U., & La Fua, J. (2017). Penyalahgunaan zat adiktif pada siswa kelas viii di
sekolah menengah pertama negeri 05 kota Kendari. Al-TA'DIB Jurnal Kajian Ilmu
Kependidikan, 10(1), 73-90.
Syuhada, I. (2015). Faktor internal dan intervensi pada kasus penyandang relaps narkoba.
In Seminar Psikologi & Kemanusiaan (pp. 501-505).