Anda di halaman 1dari 14

BLOK 15 September 2021

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 1

MODUL 1 : REGULASI NAPZA

“Fly Me To The Moon”

Disusun Oleh :

Nama : Nada Lathifah

Stambuk : N101 18 086

Kelompok : 2 (Dua)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2021
LEARNING OBJECTIVE

1. Istilah narkotika, napza. Dibuat perbedaannya!


Jawab:
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan menurut
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kemudian Psikotropika adalah
suatu zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktvitas mental dan perilaku menurut Undang-
Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Dan Bahan adiktif adalah bahan/zat
yang berpengaruh psikoaktif di luar Narkotika dan Psikotropika dan dapat menyebabkan
kecanduan

Sumber:
Ananta, A., Haqi, R.S., Ariani, R. 2019. Penyuluhan Remaja Anti Narkotika dan
Psikotropika. Jurnal Abdikarya. Vol. 3(4). Diakses pada 23 September 2021. Diakses
dari http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/abdikarya/article/download/3824/2893.

2. Golongan NAPZA!
Jawab:
NARKOTIKA
Narkotika dibedakan dalam 3 golongan sebagai berikut:
 Narkotika golongan I: Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: heroin,
kokain dan ganja.
 Narkotika golongan II: Narkotika yang digunakan untuk pengobatan, digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin,
petidin, turunan/garam dalam golongan tersebut.
 Narkotika golongan III: Narkotika yang digunakan untuk pengobatan yang
banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketrgantungan. Contoh: kodein,
garam-garam narkotika dalam golongan tersebut.
PSIKOTROPIKA
Psikotropika golongan I: Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh MDMA, ekstasi, LSD, ST.
Psikotropika golongan II: Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: amifetamin, fensiklidin,
sekobarbutal, metakualon, metilfenidat (ritalin).
Psikotropika golongan III: Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh fenobarbital, flunitrazepam.
Psikotropika golongan IV: Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan sangat
luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilomu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh diazepam, klobazam,
bromazepam, klonazepam, khlordizepoxide, nitrazepam (BK, DUM, MG).
ZAT ADIKTIF LAINNYA
Zat Adiktif lainnya adalah: bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan
Psikotropika, meliputi :
a. Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan
susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari–hari dalam
kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika atau Psikotropika akan
memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman
beralkohol :
- Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % (bir).
- Golongan B : kadaretanol 5– 20% (berbagai minuman anggur)
- Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % (Whisky, Vodca, Manson House, Johny Walker)
b. Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa
organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai
pelumas mesin. Bahan yang sering disalahgunakan adalah : lem, tiner, penghapus cat
kuku, bensin.
c. Tembakau: pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat.

Sumber:
Kabaian, H.A. 2019. Peran Kelurga, Guru dan Sekolah Menyelamatkan Anak dari
Pengaruh Napza. Semarang : ALPRIN.

3. Prevalensi dan epidemiologi pengguna NAPZA!


Jawab:
Laporan perkembangan situasi NAPZA dunia tahun 2014 menyatakan angka
estimasi pengguna tahun 2012 adalah antara 162 juta hingga 324 juta orang atau sekitar
3,5–7%. Estimasi pengguna NAPZA meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010
kisaran 3,5–5,7%.
Berdasarkan data BNN RI tahun 2016 prevalensi penyalahguna NAPZA di
Indonesia setiap tahun selalu meningkat. Pada tahun 2011 prevalensinya sebesar 2,32%,
tahun 2013 sebesar 2,56%, dan tahun 2015 sebesar 2,80%. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh BNN yang bekerjasama dengan Puslitkes Universitas Indonesia tahun
2011, penyalahgunaan NAPZA di Indonesia prevalensi paling tinggi (2,2%) berada pada
kelompok usia 10–59 tahun.

Sumber :
Nur’artavia, M. R. 2017. Karakteristik Pelajaran Penyalahgunaan Napza Dan Jenis
Napza Yang di Gunakan di Kota Surabaya. The Indonesia Journal of Public Health.
Vol. 12 (1). Diakses pada 23 September 2021. Diakses dari https://e-
journal.unair.ac.id/IJPH/article/download/7110/4285.

4. Gejala-gejala yang ditimbulkan dari NAPZ secara fisik, psikologi!


Jawab:
Orang yang telah bergantung pada narkotika, maka hidupnya mengalami
gangguan jiwa sehingga tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam masyarakat.
Kondisi demikian dapat dilihat dari rusaknya fungsi sosial, pekerjaan atau sekolah, serta
tidak mampu mengendalikan dirinya. Pada peristiwa ini timbul gejala-gejala seperti air
mata berlebihan, cairan hidung berlebihan, puril mata melebar, keringat berlebihan, mual,
muntah, diare, bulukuduk berdiri, menguap, tekanan darah naik, jantung berdebar,
insomnia (tak bisa tidur), mudah marah, emosional, serta agresif.
Penyalahgunaan narkotika dapat menimbulkan akibat atau resiko, baik secara
hukum, medis mupun psikhososial sebagai berikut. Secara hukum, resiko
penyalahgunaan narkotika akan dikenakan sanksi pidana sebagaimna yang diatur dalam
Pasal 78, Pasal 79, Pasal 81 dan Pasal 82 UU No.22 tahun 1997 Tentang Narkotika.
Secara medis penyalahgunaan narkotika akan meracuni sistem syaraf dan daya ingat,
menurunkan kualitas berfikir, merusak berbagaia organ vital seperti : ginjal, hati, jantung,
paru-paru, dan sum-sum tulang, bisa terjangkit hepatitis, HIV/AIDS, dan bila over dosis
bisa menimbulkan kematian. Secara psikhososial penyalahgunaan narkotika akan
mengubah seseorang menjadi pemurung, pemarah, pencemas, depresi, paranoid, dan
mengalami gangguan jiwa, menimbulkan sikap masa bodoh, tidak peduli dengan norma
masyarakat, hukum, dan agama, serta dapat mendorong melakukan tindak kriminal
seperti : mencuri, berkelahi dan lain-lain.
Penyalahunaan narkotika dapat juga menjadikan penggunanya sebagai addict.
Jika seseorang telah menjadi addict maka untuk menghilangkan sindroma ketergantungan
adalah tanda-tanda atau gejala-gejala yang timbul pada seseorang akibat tidak
dipenuhinya pemakaian narkotika pada saat ubuh membutuhkannya. Untuk itu si
penyalahguna harus mendapatkan narkotika tersebut. Untuk mendapatkannya mereka
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang guna membelinya.

Sumber:
Adam, S. 2012. Dampak Narkotika Pada Psikologi dan Kesehatan Masyarakat. Jurnal
Health and Sport. Vol. 5(2). Diakses pada 24 September 2021. Diakses dari
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JHS/article/download/862/804.

5. Struktur yang berubah dalam anatomi tubuh!


Jawab:

Pada penggunaan alcohol yang kronik akan terjadi pengurangn volume total daru
substansia nigra terutama pada area lobus frontal. Hal ini kemudian terkait dengan
penurunan kemampuan memori dan kognitif, alcohol juga dikatakan menyebabkan
gangguan eksekutif
Craving adalah suatu kondisis individu dengan ketergantungan NAPZA akan
memiliki pikiran yang intrusive dan keinginan yang kuat untul meggunakan NAPZA.
Pada saat terjadi craving maka bagian otak yang berperan adalah korteks prefrontal
PPC(Prefontal cortex). Pada pemeriksaan imaging didapatkan peningketan aktivitas pada
PPC terutama pada area orbitofronteal dan dorsolateral. Korteks prefrontal terkait dengan
pengambilan keputusan, dan fungsi ini terganggu pada individu dengan adiksi.
Pemeriksaan imaging menemukan beberapa penemuan dibawah ini:
a. Korteks prefrontal yang tidak teraktivasi akan mencegah kekambuhan
b. Blockade reseptor glutamate pada nucleus akumbens akan menegah kekambuhan
c. Pada terjadiny kekambuhan didapatkan peningkatan pelepasan glutamate pada
nucleus akumbens

Sumber:
Prasetyo, J., Kusumawardhani, A.A.A.A., Husin, A., Adikusumo, A., Damping, C.E.,
Brilliantina, C.E. 2017. Buku Ajar Psikiatri Edisi Ketiga. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI.

6. Bagaimana patomekanisme yang terjadi secara garis besar!


Jawab:
Adiksi merupakan suatu kondisi ketergantungan fisik dan mental terhadap hal-hal
tertentu yang menimbulkan perubahan perilaku bagi orang yang mengalaminya. Dalam
adiksi, terdapat tuntutan dalam diri penyalahgunaan narkoba untuk menggunakan secara
terus menerus dengan disertai peningkatan dosis terutama setelah terjadinya
ketergantungan secara psikis dan fisik serta terdapat pula ketidakmampuan untuk
mengurangi dan/atau menghentikan konsumsi narkoba meskipun sudah berusaha keras.
Adiksi atau ketergantungan terhadap narkoba merupakan suatu kondisi dimana
seseorang mengalami ketergantunga secara fisik dan psikologis terhadap suatu zat adiktif
dan menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut.
 Adanya proses toleransi :
Individu membutuhkan zat yang dimaksudkan dalam jumlah yang semakin lama
semakin besar, untuk dapat mencapai keadaan fisik dan psikologis seperti pada awal
mereka rasakan.
 Adanya gejala putus zat (withdrawal syndrome) :
Individu akan merasakan gejala-gejala fisik dan psikologis yang tidak nyaman
apabila penggunaannya dihentikan. Perasaan yang tidak nyaman fisik seperti sakit,
mata berair, lemas, diare, muntah, dan sebagainya. Pada akhirnya gejala fisik tersebut
dapat menurunkan berat badan dan menimbulkan katergantungan para narkoba, serta
komplikasi medis.
Secara psikologis, gejala putus obat ditandai dengan munculnya perasaan malu,
rasa bersalah, curiga, tidak aman, amarah, kesepian, tidak percaya diri, cemas,
gangguan kepribadian, tidak toleran, mengalami penolakan, curiga (terutama pada
pengguna methamphetamine ), dan halusinasi.
Selain terhadap kondisi fisk dan psikologis, seorang pengguna juga
mengalamigangguan pada perilakunya. Dalam kehidupan sosial, seseorang
penyalahguna narkoba akan mengisolasi diri, lari dari kenyataan, manipulatif,
mengalami kemunduran moral, motivasi rendah, berperilaku anti sosial, kemampuan
sosial menurun, egois, pandangan dunia tida realistik, dan lain-lain.
 Proses terjadinya adiksi
- Abstinence (Abstinensia)
Adalah periode dimana seseorang sama sekali tidak menggunakan naroba
untuk tujuan rekreasional.
- Social Use
Adalah periode dimana individu mulai coba-coba menggunakan narkoba
untuk tujuan rekreasional namun sama sekali tidak mengalami problem yang
terkat dengan aspek sosial, finansial, medis, dan sebagainya. Umunya individu
masih bisa mengontrol pengguna zatnya.
- Early Problem Use
Adalah periode dimana individu sudah penyalahgunakan narkoba dan
perilaku penyalahgunaan tersebut mulai berpengaruh pada kehidupan sosial
individu tersebut, misalnya munculnya malas belajar, malas sekolah, keinginan
bergaul hanya dengan orang-orang tertentu saja, dan sebagainya.
- Early Addiction
Adalah periode dimana individu sampai pada perilaku ketergantungan
baik mengganggu kehidupa sosial individu tersebut. Yang bersangkutan sulit
mengikuti pola hidup orang normal sebagaimana mestinya dan mulai terlibta
pada perbuatan yang melanggar norma dan nilai yang berlaku.
- Severe Addiction
Adalah periode dimana individu hidup untuk mempertahankan
keuntungannya, sama sekali tidak memperhatikan lingkungan sosial dan dirinya
sendiri. Pada tahap ini, individu biasanya sudah terlibat pada tindak kriminal
yang dilakukan demi memperoleh narkoba yang diinginkan.

Sumber:
Pramuditya, A. D. 2015. Landasan konseptual perencanaan dan perancangan panti
rehabilitasi narkoba di Yogyakarta (Doctoral dissertation, UAJY). Diakses pada 24
September 2021. Diakses dari https://e-journal.uajy.ac.id/8457/.

7. Pencegahan secara internal (diri sendiri) dan eksternal (keluarga dan lingkungan)!
Jawab:
 Faktor internal penyebab penyalahgunaan Napza di kalangan remaja
a. Faktor Keluarga Dalam penelitian Hawari (1990) ditemukan bahwa faktor
keluarga mempengaruhi remaja menyalahgunakan Napza, yaitu : (1).
Ketidakutuhan keluarga (broken home by death) 26,7% mendorong anak menjadi
penyalahguna Napza. (2). Orang tua terlalu sibuk di luar rumah termasuk (Orang
Tua/Ibu) memiliki resiko 30,6% mendorong keterlibatan anak terhadap Napza.
(3). Hubungan tidak Harmonis antara anak dengan Orang tua, berpengaruh
53,3% anak menjadi pengguna Napza.
b. Faktor ekonomi Handoyo ( 2004 : 23) yang menyatakan bahwa “seorang remaja
yang secara ekonomi cukup mampu, tetapi kurang memperoleh perhatian yang
cukup dari keluarga atau masuk kedalam lingkungan pergaulan yang salah, akan
lebih mudah terjerumus menjadi pengguna Napza”.
c. Faktor kepribadian Menurut Handoyo (2004:24) Berikut beberpa hal yang dapat
menyeret orang yang berkepribadian kurang kuat kedalam lembah Napza antara
lain (1). Adanya kepercayaan bahwa Napza dapat mengatasi semua persoalan.
(2). Harapan dapat memperoleh “kenikmatan” dari efek naroba yang ada untuk
menghilangkan rasa askit atau ketidaknyamanan yang dirasakan. (3). Merasa
kurang atau tidak percaya diri. (4). Ingin tahu dan Coba-coba.
 Faktor eksternal penyebab penyalahgunaan Napza di kalangan remaja
a. Faktor pergaulan Penggunaan obat oleh teman sebaya dan pengaruh teman
sebaya untuk menggunakan obat, merupakan pengaruh penting dalam
penggunaan alkohol dan obat dikalangan remaja.
b. Faktor sosial/Masyarakat Handoyo (2004 : 24) mengungkapkan bahwa “Faktor
sosial masyarakat memiliki peran penting menjadi penyebab penyalahgunaan
Napza. Lingkungan masyarakat baik, terkontrol dan memiliki organisasi yang
baik akan dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan Napza. Sebaliknya remaja
yang tinggal di lingkungan yang negatif maka akan mudah terpengaruh
penyalahgunaan Napza”.
 Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba
Metode pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang paling
efektif dan mendasar adalah metode promotif dan preventif. Upaya yang paling
praktis dan nyata adalah represif dan upaya yang manusiawi adalah kuratif serta
rehabilitative.
a. Promotif
Program promotif ini kerap disebut juga sebagai program preemtif atau
program pembinaan. Pada program ini yang menjadi sasaran pembinaanya adalah
para anggota masyarakat yang belum memakai atau bahkan belum mengenal
narkoba sama sekali. Prinsip yang dijalani oleh program ini adalah dengan
meningkatkan peranan dan kegitanan masyarakat agar kelompok ini menjadi
lebih sejahtera secara nyata sehingga mereka sama sekali tidak akan pernah
berpikir untuk memperoleh kebahagiaan dengan cara menggunakan narkoba.
Bentuk program yang ditawrkan antara lain pelatihan, dialog interaktif dan
lainnya pada kelompok belajar, kelompok olah raga, seni budaya, atau kelompok
usaha. Pelaku program yang sebenarnya paling tepat adalah lembaga-lembaga
masyarakat yang difasilitasi dan diawasi oleh pemerintah.
b. Preventif
Program ini disebut juga sebagai program pencegahan dimana program ini
ditujukan kepada masyarakat sehat yang sama sekali belum pernah mengenal
narkoba agar mereka mengetahui tentang seluk beluk narkoba sehingga mereka
menjadi tidak tertarik untuk menyalahgunakannya. Program ini selain dilakukan
oleh pemerintah, juga sangat efektif apabila dibantu oleh sebuah instansi dan
institusi lain termasuk lembaga-lembaga profesional terkait, lembaga swadaya
masyarakat, perkumpulan, organisasi masyarakat dan lainnya.
Bentuk dan agenda kegiatan dalam program preventif ini:
- Kampanye anti penyalahgunaan narkoba
Program pemberian informasi satu arah dari pembicara kepada pendengar
tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Kampanye ini hanya memberikan
informasi saja kepada para pendengarnya, tanpa disertai sesi tanya jawab.
Biasanya yang dipaparkan oleh pembicara hanyalah garis besarnya saja dan
bersifat informasi umum.Informasi ini biasa disampaikan oleh para tokoh
asyarakat.Kampanye ini juga dapat dilakukan melalui spanduk poster atau
baliho.Pesan yang ingin disampaikan hanyalah sebatas arahan agar menjauhi
penyalahgunan narkoba tanpa merinci lebih dala mengenai narkoba.
Penyuluhan seluk beluk narkoba Berbeda dengan kampanye yang hanya
bersifat memberikan informasi, pada penyuluhan ini lebih bersifat dialog
yang disertai dengan sesi tanya jawab. Bentuknya bisa berupa seminar atau
ceramah.Tujuan penyuluhan ini adalah untuk mendalami pelbagai masalah
tentang narkoba sehingga masyarakat menjadi lebih tahu karenanya dan
menjadi tidak tertarik enggunakannya selepas mengikuti program ini. Materi
dalam program ini biasa disampaikan oleh tenaga profesional seperti dokter,
psikolog, polisi, ahli hukum ataupun sosiolog sesuai dengan tema
penyuluhannya.
- Pendidikan dan pelatihan kelompok sebaya
Perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan didalam kelompok masyarakat
agar upaya menanggulangi penyalahgunaan narkoba didalam masyarakat ini
menjadi lebih efektif. Pada program ini pengenalan narkoba akan dibahas
lebih mendalam yang nantinya akan disertai dengan simulasi
penanggulangan, termasuk latihan pidato, latihan diskusi dan latihan
menolong penderita. Program ini biasa dilakukan dilebaga pendidikan seperti
sekolah atau kampus dan melibatkan narasumber dan pelatih yang bersifat
tenaga professional.
- Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan upaya distribusi narkoba
di masyarakat.
Pada program ini sudah menjadi tugas bagi para aparat terkait seperti
polisi, Departemen Kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM), Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan dan sebagainya.
Tujuannya adalah agar narkoba dan bahan pembuatnya tidak beredar
sembarangan didalam masyarakat namun melihat keterbatasan jumlah dan
kemampuan petugas, program ini masih belum dapat berjalan optimal.
c. Kuratif
Program ini juga dikenal dengan program pengobatan dimana program ini
ditujukan kepada para peakai narkoba.Tujuan dari program ini adalah mebantu
mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari
pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan peakaian narkoba.Tidak sembarang
pihak dapat mengobati pemakai narkoba ini, hanya dokter yang telah
mempelajari narkoba secara khususlah yang diperbolehkan mengobati dan
menyembuhkan pemakai narkoba ini.Pngobatan ini sangat rumit dan dibutuhkan
kesabaran dala menjalaninya.Kunci keberhasilan pengobatan ini adalah
kerjasama yang baik antara dokter, pasien dan keluarganya.
Bentuk kegiatan yang yang dilakukan dalam program pengobat ini adalah:
- Penghentian secara langsung;
- Pengobatan gangguan kesehatan akibat dari penghentian dan pemakaian
narkoba (detoksifikasi);
- Pengobatan terhadap kerusakan organ tubuh akibat pemakaian narkoba;
- Pengobatan terhadap penyakit lain yang dapat masuk bersama narkoba seperti
HIV/AIDS, Hepatitis B/C, sifilis dan lainnya.
d. Rehabilitatif
Program ini disebut juga sebagai upaya pemulihan kesehatan jiwa dan
raga yang ditujukan kepada penderita narkoba yang telah lama menjalani
program kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai dan bisa bebas dari penyakit
yang ikut menggerogotinya karena bekas pemakaian narkoba. Kerusakan fisik,
kerusakan mental dan penyakit bawaan macam HIV/AIDS biasanya ikut
menghampiri para pemakai narkoba. Itulah sebabnya mengapa pengobatan
narkoba tanpa program rehabilitasi tidaklah bermanfaat. Setelah sembuh masih
banyak masalah yang harus dihadapi oleh bekas pemakai tersebut, yang terburuk
adalah para penderita akan merasa putus asa setelah dirinya tahu telah terjangit
penyakit macam HIV/AIDS dan lebih memilih untuk mengakhiri dirinya sendiri.
Cara yang paling banyak dilakukan dalam upaya bunuh diri ini adalah dengan
cara menyuntikkan dosis obat dalam jumlah berlebihan yang mengakibatkan
pemakai mengalami Over Dosis (OD). Cara lain yang biasa digunakan untuk
bunuh diri dalah dengan melompat dari ketinggian, membenturkan kepala ke
tembok atau sengaja melempar dirinya untuk ditbrakkan pada kendaraaan yang
sedang lewat. Banyak upaya pemulihan namun keberhasilannya sendiri sangat
bergantung pada sikap profesionalisme lembaga yang menangani program
rehabilitasi ini, kesadaran dan kesungguhan penderita untuk sembuh serta
dukungan kerja sama antara penderita, keluarga dan lembaga.
Masalah yang paling sering timbul dan sulit sekali untuk dihilangkan
adalah mencegah datangnya kembali kambuh (relaps) setelah penderita menjalani
pengobatan. Relaps ini disebabkan oleh keinginan kuat akibat salah satu sifat
narkoba yang bernama habitual.Cara yang paling efektif untuk menangani hal ini
adalah dengan melakukan rehabilitasi secara mental dan fisik.Untuk
pemakaipsikotropika biaanya tingkat keberhasilan setlah pengobatan terbilang
sering berhasil, bahkan ada yang bisa sembuh 100 persen.
e. Represif
Ini merupakan program yang ditujukan untuk menindak para produsen,
bandar, pengedar dan pemakai narkoba secara hukum.Program ini merupakan
instansi peerintah yang berkewajiban mengawasi dan mengendalikan produksi
aupun distribusi narkoba.Selain itu juga berupa penindakan terhadap pemakai
yang melanggar undang-undang tentang narkoba. Instansi yang terkain dengan
program ini antara lain polisi, Departemen Kesehatan, Balai Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM), Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan. Begitu
luasnya jangkauan peredaran gelap narkoba ini tentu diharapkan peran serta
masyarakat, termasuk LSM dan lembaga kemasyarakatan lain untuk
berpartisipasi membantu para aparat terkait tersebut Masyarakat juga harus
berpartisipasi, paling tidak melaporkan segala hal yang berhubungan dengan
kegiatan yang terkait dengan penyalahgunaan narkoba dilingkungannya. Untuk
memudahkan partisipasi masyarakat tersebut, polisi harus ikut aktif
menggalakkan pesan dan ajakan untuk melapor ke polisi bila melihat kegiatan
penyalahgunaan narkoba. Cantumkan pula nomor dan alamat yang bisa
dihubungi sehingga masyarakat tidak kebingungan bila hendak melapor.

Sumber:
Anggoro, P. 2017. Faktor Penyebab Penyalahgunaan Napza di Kalangan Remaja Instalasi
Rehabilitasi Wisma Sirih. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa. Vol.
6(6). Diakses pada 23 September 2021. Diakses dari
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/viewFile/20306/16639
Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Negeri Karangayar Kelas II. 2015.
Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika. Diakses pada 23 September 2021. Diakses
dari http://pn-karanganyar.go.id/main/index.php/berita/artikel/997-pencegahan-
penyalahgunaan-narkotika.

8. Diagnosa banding dari skenario!


Jawab:

- Cannabis Use Disorder


Orang-orang menggunakan ganja kering/marijuana dengan memasukannya ke
dalam lintingan rokok atau ke dalam pipa (bong). Mereka juga terkadang
mengosongkan tembakau pada rokok dan diisi dengan marijuana. Guna
menghindari asap yang dihasilkan, banyak orang yang menggunakan alat penguap
(vaporizer) yang juga sering disebut bong. Alat ini dapat menarik zat-zat aktif,
termasuk THC dari ganja dan mengumpulkan uap di unit penyimpanan. Seseorang
yang menggunakan narkotika jenis ini kemudian akan menghirup uapnya, bukan
menghirup asapnya
- Amphetamine And Cocaine Use Disorder
Shabu dapat dikonsumsi dengan cara dimakan, dimasukan ke dalam rokok, dihisap
dan dilarutkan dengan air atau alkohol, lalu disuntikan ke tubuh. Merokok atau
menyuntikan shabu dapat memberikan efek yang sangat cepat pada otak dan akan
menghasilkan euforia yang intens. Karena euforia tersebut dapat memudar dengan
cepat, maka pengguna sering memakainya berulang kali(Prasetyo, 2017).
- Heroin
Heroin merupakan opioid semi sintetik yang berasal dari morfin. Heroin berbentuk
Kristal putih yang larut dalam air, dapat digunakan dengan cara dihirup/merokok
bubuk heroin dicampurkan dengan rokok atau tembakau

Sumber:
Prasetyo, J., Kusumawardhani, A.A.A.A., Husin, A., Adikusumo, A., Damping, C.E.,
Brilliantina, C.E. 2017. Buku Ajar Psikiatri Edisi Ketiga. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI.
9. Prognosis dari skenario!
Jawab:
Prognosis amphetamine and cocaine use disorder dipengaruhi dengan manifestasi klinis
yang terjadi. Prognosis amphetamine and cocaine use disorder yang lebih buruk
ditemukan pada pasien dengan overdosis, dan ditemukan tanda-tanda kegagalan organ
yang jelas. Pasien yang mengonsumsi amfetamin dan kokain dalam jangka panjang dan
bersama substansi lainnya memiliki prognosis yang lebih buruk. Komplikasi yang terjadi
pada kecanduan kokain dan amfetamin adalah kerusakan berbagai organ mulai dari otak,
jantung, ginjal hingga otot

Sumber:
Prasetyo, J., Kusumawardhani, A.A.A.A., Husin, A., Adikusumo, A., Damping, C.E.,
Brilliantina, C.E. 2017. Buku Ajar Psikiatri Edisi Ketiga. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI.

10. Gangguan apa saja yang bisa terjadi!


Jawab:
Dampak langsung narkoba terhadap tubuh manusia antara lain terjadi gangguan pada
sistem syaraf (neurologis), seperti kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran,
kerusakan syaraf tepi. Akibat lainnya adalah gangguan pada jantung dan pembuluh darah
(kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah. Selain itu
gangguan pada kulit seperti alergi, dan eksim. Pada paru- paru (pulmoner) seperti
penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru. Gejala
lainnya adalah sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, suhu tubuh meningkat,
pengecilan hati dan sulit tidur. Dampak terhadap kesehatan reproduksi terjadi gangguan
pada endokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron,
testosteron), serta gangguan fungsi seksual. Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada
remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi,
dan amenorhoe (tidak haid).

Sumber:
Ismiati. 2018. Strategi Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Aceh Selatan
Dalam Upaya Pencegahan dan Penanganan Narkoba. Jurnal Al-Bayan. Vol. 24(2).
Diakses pada 23 September 2021. Diakses dari https://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/bayan/article/view/3806/0.

11. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pengguna


Jawab:
1. Pemeriksaan Fisik
a. Adanya bekas suntikan sepanjang vena di lengan,tangan kaki bahkan pada
tempat-tempat tersembunyi misalnya dorsum penis.
b. Pemeriksaan fisik terutama ditujukan untuk menemukan gejala
intoksikasi/ioverdosis/putus zat dan komplikasi medik seperti Hepatitis,
Eudokarditis, Bronkoneumonia, HIV/AIDS dan lain-lain.
c. Perhatikan terutama : kesadaran, pernafasan, tensi, nadi pupil,cara jalan, sklera
ikterik, conjunctiva anemis, perforasi septum nasi, caries gigi, aritmia
jantung,edema paru, pembesaran hepar dan lain-lain.

Sumber:
Sandi, A., and Abrori. 2016. Narkoba Dari Tapal Batas Negara. Bandung : Mujahidin
Press Bandung.

12. Pemeriksaan penunjang!


Jawab:
a. Analisa Urin • Bertujuan untuk mendeteksi adanya NAPZA dalam tubuh
(benzodiazepin, barbiturat, amfetamin, kokain, opioida, kanabis) • Pengambilan urine
hendaknya tidak lebih dari 24 jam dari saat pemakaian zat terakhir dan pastikan urine
tersebut urine pasien
b. Penunjang lain Untuk menunjang diagnosis dan komplikasi dapat pula dilakukan
pemeriksaan • Laboratorium rutin darah,urin • EKG, EEG • Foto toraks • Dan lain-lain
sesuai kebutuhan (HbsAg, HIV, Tes fungsi hati, Evaluasi Psikologik, Evaluasi Sosial)
“Tes Urine adalah salah cara untuk melakukan pembuktian Tindak Pidana
Narkotika atau Penyalahgunaan Narkotika. Pasal 75 huruf l UndangUndang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan bahwa dalam rangka melakukan penyidikan,
penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN) berwenang melakukan tes urine, tes darah,
tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya. Sampel
urine yang telah diperoleh oleh pihak BNN kemudian akan dilakukan pemeriksaan di
Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Uji Narkoba BNN.
Pemeriksaan narkoba seringkali dibagi menjadi pemeriksaan skrining dan
konfirmatori. Pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan awal pada obat pada
golongan yang besar atau metobolitnya dengan hasil presumptif positif atau negatif.
Secara umum pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan yang cepat, sensitif, tidak
mahal dengan tingkat presisi dan akurasi yang masih dapat diterima, walaupun kurang
spesifik dan dapat menyebabkan hasil positif palsu karena terjadinya reaksi silang dengan
substansi lain dengan struktur kimia yang mirip. Pada pemeriksaan skrining, metode yang
sering digunakan adalah immunoassay dengan prinsip pemeriksaan adalah reaksi antigen
dan antibodi secara kompetisi. Pemeriksaan skrining dapat dilakukan di luar laboratorium
dengan metode onsite strip test maupun di dalam laboratorium dengan metode ELISA
(enzyme linked immunosorbent assay).
Pemeriksaan konfirmasi digunakan pada spesimen dengan hasil positif pada
pemeriksaan skrinig. Pemeriksaan konfirmasi menggunakan metode yang sangat spesifik
untuk menghindari terjadinya hasil positif palsu. Metoda konfirmasi yang sering
digunakan adalah gas chromatography / mass spectrometry (GC/MS) atau liquid
chromatography/ mass spectrometry (LC/MS) yang dapat mengidentifikasi jenis obat
secara spesifik dan tidak dapat bereaksi silang dengan substansi lain. Kekurangan metode
konfirmasi adalah waktu pengerjaannya yang lama, membutuhkan ketrampilan tinggi
serta biaya pemeriksaan yang tinggi. Panel pemeriksaan narkoba tergantung jenis
narkoba yang banyak digunakan, tetapi biasanya meliputi 5 macam obat yaitu amfetamin,
kanabinoid, kokain opiat dan PCP. Obat lain yang sering disalahgunakan seperti
benzodiazepin sering pula diperiksakan. Pada pemeriksaan narkoba baik untuk skrining
maupun konfirmasi, telah ditetapkan standar cutoff oleh NIDA untuk dapat menentukan
batasan positif pada hasil pemeriksaan.

Sumber:

Sandi, A., dan Abrori. 2016. Narkoba Dari Tapal Batas Negara. Bandung : Mujahidin
Press Bandung.

Anda mungkin juga menyukai