Anda di halaman 1dari 6

JURNAL BIOLOGICA SAMUDRA 1 (2): 16 – 21, (2019)

PEMERIKSAAN FESES UNTUK PENENTUAN


INFEKSI PARASIT DI RSUD LANGSA

The Examination Of Feces For Determinate Parasite Infections


In Langsa Hospital

Fitri Helmalia1, Fadhliani1


1ProgramStudi Biologi, Fakultas Teknik, Universitas Samudra, Kampus Unsam
Meurandeh, Langsa 24415

KATA Feses, parasit, terinfeksi cacing, Tricuris trichiura


KUNCI
KEYWORDS Feces, parasites, infected worms, Trichuris trichuira

Penyakit infeksi yang masih tinggi di Indonesia adalah penyakit infeksi cacingan.
ABSTRAK Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan sekitar satu milyar
penduduk terinfeksi parasit cacing seperti Ascaris (800 juta), Ancylostoma duodenale
(800 juta), Trichuris (500 juta). Prevalensi tertinggi terjadi karena kurangnya sanitasi
dan didukung oleh iklim tropis. Walaupun penyakit infeksi cacingan tidak mendapat
perhatian serius (neglected diseases), namun penyakit ini secara perlahan dapat
menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan tetap, penurunan
intelegensi anak dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui jumlah angka kejadian infeksi cacing dan jenis infeksi
cacing parasit di Kota Langsa khususnya RSUD Langsa. Metode pemeriksaan yang
digunakan adalah metode natif dengan sampel utama feses. Berdasarkan hasil
pemeriksaan feses diketahui bahwa dari 25 pasien, 8% positf terinfeksi telur Tricuris
trichiura dan 92% pasien bebas dari telur cacing. Adapun hasil berdasarkan umur,
umur dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap infeksi cacing. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penduduk Kota Langsa masih terjaga dari terinfeksi parasit
cacing.

ABSTRACT Infectious diseases are still high in Indonesia is a worm infection. According to the
World Health Organization (WHO), it is estimated that about one billion people are
infected with worm parasites such as Ascaris (800 million), Ancylostoma duodenale
(800 million), Trichuris (500 million). The highest prevalence occurs due to lack of
sanitation and is supported by a tropical climate. Although it is not neglected diseases,
it can slowly erode human health, cause permanent disability, decrease child
intelligence and may eventually lead to death. This study aims to determine the number
of incidence of worm infections and the type of parasitic worm infections in Langsa city,
especially Langsa Hospital for 30 days. The examination method used is the native
method with the main sample of feses. Based on the results of feses examination is
known that from 25 patients, 8% positf infected Tricuris trichiura eggs and 92% of
patients free of worm eggs. The results by age, age under 5 years are very susceptible to
worm infections. Overall research from this practical work concludes that the residents
of Langsa city are free from infected parasitic worms.

*Koresponding penulis: fitrihelmalia4714@gmail.com

Biologica Samudra Vol. 01, No. 2, Desember 2019 | 16


1. Pendahuluan

Penyakit infeksi merupakan penyakit sosial ekonomi dan insiden penyakit yang
masih tinggi di dunia. Menurut data dari World Health Organization (WHO), ada
sekitar 800 juta – 1 milyar penduduk terinfeksi dan prevalensi tertinggi ditemukan
di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Hal ini juga
dikuatkan oleh Rehulina (2015) yang menyatakan infeksi cacingan menjadi masalah
kesehatan terbesar di negara Indonesia.

Di Indonesia, Infeksi parasit yang disebabkan oleh cacing umumnya berasal dari soil
transmitted helminths (cacing yang ditularkan melalui tanah). Jenis cacing ini adalah
cacing usus seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Ancylostoma duodenale.
Selain cacing, Protozoa juga menjadi penyebab infeksi parasit seperti Giardia lamblia
dan Blastocystis hominis (Finca, 2016).

Banyak faktor penyebab terinfeksinya manusia oleh soil transmitted helminths. Salah
satunya adalah kebiasaan penduduk pada saat membuang feses, gaya hidup dan
sanitasi lingkungan yang kurang diperhatikan (Siregar & Charles, 2015),
berkurangnya air bersih, dan pencemaran air dan tanah (Sajimin, 2014).
Berdasarkan faktor usia, anak usia sekolah dasar (SD) merupakan kelompok umur
yang paling sering terinfeksi oleh parasit usus. Hal ini disebabkan karena anak SD
paling sering berkontak dengan tanah sebagai sumber infeksi. Defekasi di halaman
rumah atau di got dapat menyebabkan tanah tercemar telur cacing dan kista
Protozoa (Finca dkk, 2016).

Selain faktor sanitasi lingkungan, kurang mendapatkan perhatian (neglected diseases)


terhadap penyakit infeksi juga memicu tingginya prevelensi penyakit ini. Hal ini
disebabkan adanya anggapan masyarakat bahwa penyakit ini merupakan penyakit
ringan yang tisak memiliki efek terhadap kesehatan seseorang. Padahal hasil
penelitian Tantri dkk (2013) neglected diseases seperti infeksi cacingan dapat
menggerogoti kesehatan manusia yang secara perlahan, menyebabkan kecacatan
tetap, penurunan intelegensia anak dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan
kematian . Oleh karena itu pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan sebagai
upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit infeksi cacingan karena diagnosis
yang hanya berdasarkan pada gejala klinik kurang dapat dipastikan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui jumlah angka kejadian infeksi cacing dan jenis infeksi
cacing parasit di Kota Langsa khususnya RSUD Langsa.

2. Metode

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Klinik RSUD Langsa, Aceh. Penelitian ini
di lakukan pada bulan Januari hingga Februari 2018.

Biologica Samudra Vol. 01, No. 2, Desember 2019 | 17


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
natif sesuai dengan prosedur Laboratorium Klinik RSUD Langsa. Adapun
tahapannya yaitu gelas objek dibersihkan dengan menggunakan tisu yang telah
dibasahi alkohol, selanjutnya sampel feses diambil seujung lidi dan diratakan di atas
gelas objek. Kemudian sampel ditetesi dengan pewarna eosin satu tetes dan
diratakan sehingga sampel terwarnai. Sampel ditutup dengan gelas penutup dan
diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x.

3. Hasil

Hasil pemeriksaan feses yang telah dilakukan di RSUD Langsa sebanyak 27 pasien.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diketahui bahwa dari 27 pasien, 8% positif
terinfeksi telur Tricuris trichiura dan 92% pasien bebas terinfeksi telur cacing.

3 negatif
positif
2

0
2 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6,5 7 8 8,5 9 11

Gambar 1 Hasil pemeriksaan feses berdasarkan umur pasien

Berdasarkan gambar 1 dapat diketahui bahwa pasien yang positif terinfeksi cacing
terdapat pada rentang umur anak-anak. Umur yang paling muda yaitu 2 tahun
dengan jumlah pasien 5 orang dan paling tua berumur 11 tahun sebanyak 1 orang.
pemeriksaan feses yang telah dilakukan, ditemukan telur cacing Tricuri trichiura
seperti pada gambar 3 pada anak yang berumur 2 tahun dan 3 tahun. Telur tersebut
memiliki bentuk seperti tempat tempayan dengan kedua ujung menonjol,
berdinding tebal dan berisi larva. Kulit bagian luar berwarna kuning kuningan dan
bagian dalamnya jernih Sedangkan untuk bentuk cacing dewasanya, pada bagian
anterior langsing seperti cambuk dan bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada
cacing betina bentuknya membulat tumpul. Pada cacing jantan memiliki bagian
posterior yang melingkar dan terdapat 1 spikulum (Endang, 2014). Ciri-ciri yang

Biologica Samudra Vol. 01, No. 2, Desember 2019 | 18


telah disebutkan tersebut sesuai dengan ciri-ciri telur Tricuris trichiura, sehingga
pasien dinyatakan positif terinfeksi parasit Tricuris trichiura.

Gambar 2 Telur Tricuris trichiura

Faktor kebersihan yang kurang adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing – cacing
yang termasuk di golongan Soil Transmitted Helminths (STH). Trichuris trichiura
merupakan salah satunya. Infeksi Trichuris trichiura (trikuriasis) dapat mengganggu
tumbuh kembang anak. Infeksi cacing usus dapat ditemukan pada berbagai
golongan umur, namun lebih sering ditemukan pada anak usia sekolah.
Berdasarkan data epidemiologi, anak dengan tempat tinggal dan sanitasi yang
buruk serta higienitas yang rendah memunyai risiko terinfeksi yang lebih tinggi.
Pendidikan higienitas yang rendah juga mendukung tingginya infeksi tersebut.
Faktor terpenting dalam penyebaran trikuriasis adalah kontaminasi tanah dengan
tinja yang mengandung telur cacing. Telur cacing berkembang baik pada tanah liat,
lembab, dan teduh. Menurut Evita (2017), risiko anak terkena infeksi cacing Trichuris
trichiura lebih meningkat terutama anak yang memiliki kebiasaan bermain di tanah
dan jarang mencuci tangan.

Trichuris trichiura lebih dikenal dengan nama cacing cambuk karena secara
menyeluruh bentuknya seperti cambuk (Siregar, 2015). Sampai saat ini dikenal lebih
dari 20 spesies Trichuris spp, namun yang menginfeksi manusia hanya Trichuris
trichiura dan Trichuris vulpis. Cacing ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan
pada manusia bila menginfeksi dalam jumlah yang banyak. Apabila jumlahnya
sedikit, pasien biasanya tidak akan terpengaruh dengan adanya cacing ini. Penyakit
yang disebabkan cacing ini dinamakan trichuriasis atau trichocephaliasis. Pcnyakit ini
terutama terjadi di daerah subtropis dan tropis, dimana kebersihan lingkungannya
buruk serta iklim yang hangat dan lembab memungkinkan telur dari parasit ini
mengeram di dalam tanah.

Biologica Samudra Vol. 01, No. 2, Desember 2019 | 19


Jumlah yang ditemukan pada pasien didapatkan sekitar 2 butir dalam beberapa
lapangan pandang, berarti kedua anak tersebut berada pada stadium sangat ringan.
Menurut Surahman dan Damaiyanti (2013), manusia akan terinfeksi cacing ini
karena menelan telur matang yang berasal dari tanah yang terkontaminasi. Telur-
telur yang tertelan akan menetas di usus kecil dan akhimya akan melekat pada
mukosa usus besar. Cacing dewasa menjadi mature kira-kira dalam 3 bulan dan
mulai memproduksi telur. Cacing tersebut akan mulai memproduksi telur sebanyak
2000-7000 butir perhari, cacing dewasa ini dapat hidup untuk beberapa tahun. Telur
yang dihasilkan akan dikeluarkan dari tubuh man usia bcrsama tinja. Telur ini akan
mengalami pematangan dalam waktu 2-4 minggu di luar tubuh. Bila telur berada di
tempat yang mendukung perkembangannya seperti di tempat yang lembab, hangat
maka telur akan matang dan siap menginfeksi. Pada infeksi yang berat, cacing dapat
pula ditemukan pada ileum, appendix, bahkan seluruh usus besar.

Endang (2014) menyatakan infeksi cacing Tricuris trichiura dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, meliputi kebersihan rumah, lantai yang masih terbuat dara tanah
dapat menjadi tempat trnsmisi dari telur cacing tersebut. Tanah lembab dan sedikit
basah sehingga memungkinkan telur dapat tumbuh dengan baik. Kurangnya
frekuensi cuci tangan sebelum dan sesudah makan. Diagnosis infeksi cacing cambuk
mudah ditegakkan dengan menemukan telur yang terdapat dalam tinja. Jumlah
telur-telur ini sangat berbengaruh terhadap terjadinya infeksi, karena infeksi ringan
biasanya tidak menyebabkan masalah dan tidak memerlukan pengobatan.

5. Kesimpulan

Hasil pemeriksaan feses diketahui bahwa dari 27 pasien dengan proporsi 8%


positf terinfeksi telur Tricuris trichiura dan 92% pasien terjaga. Trichuris trichiura
lebih dikenal dengan nama cacing cambuk karena secara menyeluruh bentuknya
seperti cambuk. Infeksi dengan cacing cambuk (trichuriasis) lebih sering terjadi di
daerah panas, lembab dan sering bersama-sama dengan infeksi Ascaris. Sampai saat
ini dikenal lebih dari 20 spesies Trichuris spp, namun yang menginfeksi manusia
hanya Trichuris trichiura dan Trichuris vu/pis.

Ucapan Terima Kasih

Penulis ucapkan terima kasih kepada Laboratorium Klinik RSUD Langsa.

Daftar Pustaka

Arsanti. 2014. Infeksi Cacing (Penyakit Kecacingan), BBTKL PPM. Jurnal Media
Informasi Kegiatan. 9.

Biologica Samudra Vol. 01, No. 2, Desember 2019 | 20


Dachi RA. 2015. Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar Terhadap Infeksi Cacing
Perut Di Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2005. Jurnal Mutiara
Kesehatan Indonesia. 1 (2), Hal 1-7.

Endang. 2014. Trichuris trichiura. Jurnal Balaba. 7: 21-22

Evita J, Majawati IES. 2017. Gambaran Infeksi Cacing Trichuris trichiura pada Anak
di SDN 01 PG Jakarta Barat. J. Kedokt Meditek. 23 (61).

Finka T, Tuda JSB, Pijoh VD. 2016. Infeksi parasit usus pada anak sekolah dasar di
pesisir pantai Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal e-Biomedik.
4 (1).

Grabda. 2015. Pravalensi dan Derajat Infeksi Anisakis sp. Pada Saluran Pencernaan
Ikan Kakap Merah (Lutjanus malabaricus) di Tempat Pelelangan Ikan
Brondong Lamongan. Sains Seni Pomits. 2(1) : 2337-3520

Munadi. 2013. Tingkat Infeksi Cacing Hati Kaitannya dengan Kerugian Ekonomi
Sapi Potong yang Disembelih di Rumah Potong Hewan Wilayah Eks-
Kresidenan Banyumas. Jurnal Agripet. 11: 45-50.

Ngurah IG, Widnyana P. 2013. Prevalensi infeksi parasit cacing pada saluran
pencernaan sapi bali dan sapi rambon di desa wosu kecamatan bungku barat
kabupaten morowali. jurnal Agropet. 10: 39-46

Sajimin T. 2014. Gambaran Epidemiologi Kejadian Kecacingan Pada Siswa Sekolah


Dasar di Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Jurnal
Epidemiologi Indonesia. 4:(1-26).

Siregar, Charles D. 2015. Pengaruh Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan Melalui
Tanah pada Pertumbuhan Fisik Anak Usia Sekolah Dasar. Sari Pediatri. 8 (2):
112-117.

Surahma AM, Damaiyanti M. 201 Hubungan Antara Kebiasaan Penggunaan Alat


Pelindung Diri dan Personal Hygiene Dengan Kejadian Infeksi Kecacingan
Pada Petugas Sampah di Kota Yogyakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan. 12 (2): 161 –
170.

Tantri N, Setyawati TR, Khotimah S. 2013. Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing
Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota
Pontianak Kalimantan Barat. Protobiont. 2: 102-106.

Biologica Samudra Vol. 01, No. 2, Desember 2019 | 21

Anda mungkin juga menyukai