Anda di halaman 1dari 14

Manajemen Asuhan Keperawatan Pada ny.

M Dengan Stres Pada Penderita


Insomnia
Di Ruang Rawat Inap E

Okniel Agung Wicaksono

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Insomnia merupakan kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan untuk


memulai tidur, kesulitan untuk mempertahankan tidur, atau bangun terlalu awal
yang menandakan kualitas tidur yang buruk dan dapat mengganggu fungsi tubuh.
Penderita insomnia mengalami kantuk yang berlebih pada siang hari dikarenakan
kuantitas dan kualitas tidurnya tidak cukup (Black & Hawks, 2014; Buysse, 2008;
Potter & Perry, 2005).

Setiap tahun diperkirakan sekitar 30-40 % orang dewasa mengalami insomnia.


Di Amerika Serikat prevalensi insomnia yang terjadi pada orang dewasa mencapai
60-70 kasus, sedangkan prevalensi insomnia di Indonesia sekitar 11,7 %, ini dapat
diartikan bahwa penduduk Indonesia yang mengalami insomnia sebesar 28 juta
orang dari total 238 juta penduduk (Ghaddafi, 2013).
Insomnia berdampak pada kehidupan sosial, psikologis dan fisik penderita yang
dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan mengganggu gaya hidup yang
dikehendaki. Selain meningkatkan risiko penyakit generatif seperti hipertensi dan
jantung, depresi dan stres ternyata juga merupakan manifestasi gangguan tidur ini
(Black & Hawks, 2014; Ghaddafi, 2013).

Stres adalah suatu keadaan yang muncul akibat ketidaksesuaian antara tuntutan-
tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya. Daya tahan stres
setiap orang dapat berbeda tergantung pada keadaan psikososial (Fitri dkk, 2012).
Stres merupakan pengalaman yang subjektif, sehingga setiap individu dapat
memiliki respon yang berbeda-beda terhadap stres. Stres dapat berdampak secara

1
fisik Maupun psikologis. Stres yang dialami oleh individu biasanya disertai dengan
ketegangan emosi dan ketegangan fisik yang menyebabkan ketidaknyamanan
(Ekasari dan Suhertin, 2012).

Stres merupakan suatu reaksi adaptif, bersifat sanga individual, sehingga suatu
stres bagi seseorang belum tentu sama tanggapannya bagi orang lain (Jenita DT
Donsu, 2017). Stres adalah segala sesuatu di mana tuntutan non-spesifik
mengharuskan seorang individu untuk merespons atau melakukan tindakan (Potter
dan Perry, dalam Jenita DT Donsu, 2017).

1.2 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk memberikan perawatan pada Ny. M dengan masalah stres

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Ny. M dengan
masalah stres

b. Mahasiswa mampu melaksanakan diagnosa pada Ny. M dengan


masalah stres

c. Mahasiswa mampu membuat intervensi pada Ny.M dengan masalah


stres
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada Ny. M dengan
masalah stres
e. Mahasiswa mampu membuat evaluasi pada Ny. M dengan masalah
stres

2
BAB II

2.1 Konsep Stres

2.1.1 Definisi Stres

Stres menurut Hans Selye dalam Sary (2015) menyatakan bahwa stres adalah

respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila

seseorang telah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ

tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi

pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gelaja stres,

gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik),

tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres

mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut

dikatakan eustres.

Menurut Goldenson (dalam, Saam & Wahyuni, 2014) mengatakan bahwa

stres adalah suatu kondisi atau situasi internal atau lingkungan yang membebankan

tuntutan penyesuaian terhadap individu yang bersangkutan. Keadaan stres

cenderung menimbulkan usaha ekstra dan penyesuaian baru, tetapi dalam waktu

yang lama akan melemahkan pertahanan individu dan menyebabkan ketidak

puasaan.

Saam dan Wahyuni (2014) berpendapat stres merupakan reaksi tubuh dan

psikis terhadap tuntutan-tuntutan lingkungan kepada seseorang. Reaksi tubuh

terhadap stres misalnya berkeringat dingin, napas sesak, dan jantung berdebar-

3
debar. Reaksi psikis terhadap stres misalnya frustasi, ketegangan, marah, rasa

permusuhan dan agresi.

Wangsa (2010) menyatakan bahwa stres merupakan reaksi yang muncul

disebabkan oleh tingginya tuntutan yang diterima seseorang dari lingkungannya,

dimana keseimbangan antara kekuatan dan kemampuan yang dimiliki terganggu.

Stres itu sendiri secara umum diartikan sebagai ketidak mampuan mengatasi

ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia.

Dimana semua itu dapat mempengaruhi kesehatan fisik bagi pengidap stres,

biasanya orang yang sedang terkena stres akan mengalami rasa takut, cemas,

frustasi, bimbang, cemas, rasa bersalah, khawatir dan lain sebagainya (Sarastika,

2014).

Menurut Pengertian parah ahli diatas, maka dapat disimpulakan bahwa stres

adalah respon individu terhadap stimulus yang secara objektif adalah berbahaya

yang dapat mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang. Stres emosi

dapat menimbulkan perasaan negatif atau destruktif terhadap diri sendiri dan orang

lain. Stres intelektual akan mengganggu persepsi dan kemampuan seseorang dalam

menyelesaikan masalah, dan stres sosial akan mengganggu hubungan individu

terhadap kehidupan.

2.1.2 Jenis – jenis Stres


Menurut Jenita DT Donsu (2017) secara umum stres dibagi menjadi dua yaitu
:
a. Stres akut
Stres yang dikenal juga dengan flight or flight response. Stres akut adalah
respon tubuh terhadap ancaman tertentu, tantangan atau ketakutan.
Respons stres akut yang segera dan intensif di beberapa keadaan dapat
menimbulkan gemetaran.
b. Stres kronis

4
Stres kronis adalah stres yang lebih sulit dipisahkan atau diatasi, dan
efeknya lebih panjang dan lebih.

Menurut Priyoto (2014) menurut gejalanya stres dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Stres Ringan
Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara teratur,
seperti banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan. Situasi
stres ringan berlangsung beberapa menit atau jam saja.
Ciri-ciri stres ringan yaitu semangat meningkat, penglihatan tajam,
energy meningkat namun cadangan energinya menurun, kemampuan
menyelesaikan pelajaran meningkat, sering merasa letih tanpa sebab,
kadang- kadang terdapat gangguan sistem seperti pencernaan, otak,
perasaan tidak santai. Stres ringan berguna karena dapat memacu
seseorang untuk berpikir dan berusaha lbih tangguh menghadapi
tantangan hidup.

b. Stres Sedang
Stres sedang berlangsung lebih lama daripada stress ringan.
Penyebab stres sedang yaitu situasi yang tidak terselesaikan dengan
rekan, anak yang sakit, atau ketidakhadiran yang lama dari anggota
keluarga. Ciri-ciri stres sedang yaitu sakit perut, mules, otot-otot terasa
tengang, perasaan tegang, gangguan tidur, badan terasa ringan.

c. Stres Berat
Stres berat adalah situasi yang lama dirasakan oleh seseorang dapat
berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan, seperti perselisihan
perkawinan secara terus menerus, kesulitan financial yang berlangsung
lama karena tidak ada perbaikan, berpisah dengan keluarga, berpindah
tempat tinggal mempunyai penyakit kronis dan termasuk perubahan fisik,
psikologis sosial pada usia lanjut.
Ciri-ciri stres berat yaitu sulit beraktivitas, gangguan hubungan

sosial, sulit tidur, negatifistic, penurunan konsentrasi, takut tidak jelas,

5
keletihan meningkat, tidak mampu melakukan pekerjaan sederhana,

gangguan sistem meningkatm perasaan takut meningkat.

2.1.3 Dampak Stres


Stres pada dosis yang kecil dapat berdampak positif bagi individu. Hal
ini dapat memotivasi dan memberikan semangat untuk menghadapi tantangan.
Sedangkan stres pada level yang tinggi dapat menyebabkan depresi, penyakit
kardiovaskuler, penurunan respon imun, dan kanker (Jenita DT Donsu, 2017).
Menurut Priyono (2014) dampak stres dibedakan dalam tiga kategori,
yaitu :

a. Dampak fisiologik
1) Gangguan pada organ tubuh hiperaktif dalam salah satu system tertentu
a) Muscle myopathy : otot tertentu mengencang/melemah.
b) Tekanan darah naik : kerusakan jantung dan arteri.
c) Sistem pencernaan : mag, diare.
2) Gangguan system reproduksi
a) Amenorrhea : tertahannya menstruasi.
b) Kegagalan ovulasi ada wanita, impoten pada pria, kurang
produksi semen pada pria.
c) Kehilangan gairah sex.
3) Gangguan lainnya, seperti pening (migrane), tegang otot, rasa bosan, dll.

b. Dampak psikologik
1) Keletihan emosi, jenuh, penghayatan ini merpakan tanda pertama dan
punya peran sentral bagi terjadinya burn-out.

2) Kewalahan/keletihan emosi.

3) Pencapaian pribadi menurun, sehing berakibat menurunnya rasa


kompeten dan rasa sukses.
c. Dampak perilaku
1) Manakala stres menjadi distres, prestasi belajar menurun dan sering
terjadi tingkah laku yang tidak diterima oleh masyarakat.
2) Level stres yang cukup tinggi berdampak negatif pada kemampuan

6
mengingat informasi, mengambil keputusan, mengambil klangkah tepat.
3) Stres yang berat seringkali banyak membolos atau tidak aktif
mengikuti kegiatan pembelajaran.

2.1.4 Faktor – faktor yang menyebabkan stres


Wahjono, Senot Imam (2010) menyatakan bahwa terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan stres antara lain :
a. Faktor Lingkungan
Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi perancangan struktur
organisasi, ketidakpastian juga mempengaruhi tingkat stres di kalangan para
karyawan dalam sebuah organisasi. Bentuk_bentuk ketidakpastian lingkungan
ini antara lain ketidakpastian ekonomi berpengaruh terhadap seberapa besar
pendapatan yang diterima oleh karyawan maupun reward yang diterima
karyawan, ketidakpastian politik berpengaruh terhadap keadaan dan
kelancaran organisasi yang dijalankan, ketidakpastian teknologi berpengaruh
terhadap kemajuan suatu organisasi dalam penggunaan teknologinya, dan
ketidakpastian keamanan berpengaruh terhadap posisi dan peran
organisasinya.
b. Faktor Organisasi
Beberapa faktor organisasi yang menjadi potensi sumber stres antara
lain:
1. Tuntutan tugas dalam hal desain pekerjaan individu, kondisi kerja, dan tata
letak kerja fisik.
2. Tuntutan peran yang berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada
seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam sebuah
organisasi termasuk beban kerja yang diterima seorang individu.
3. Tuntutan antar-pribadi, yang merupakan tekanan yang diciptakan oleh
karyawan lain seperti kurangnya dukungan sosial dan buruknya hubungan
antar pribadi para karyawan.
4. Struktur organisasi yang menentukan tingkat diferensiase dalam
organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan di mana keputusan di ambil.
Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi individu dalam
pengambilan keputusan merupakan potensi sumber stres.

7
5. Kepemimpinan organisasi yang terkait dengan gaya kepemimpinan atau
manajerial dan eksekutif senior organisasi. Gaya kepemimpinan tertentu
dapat menciptakan budaya yang menjadi potensi sumber stres.
c. Faktor Individu
Faktor individu menyangkut dengan faktor-faktor dalam
kehidupan pribadi individu. Faktor tersebut antara lain persoalan keluarga,
masalah ekonomi pribadi, dan karakteristik kepribadian bawaan. Menurut
Robbins (2006) Setiap individu memiliki tingkat stres yang berbeda meskipun
diasumsikan berada dalam faktor-faktor pendorong stres yang sama.
Perbedaan individu dapat menentukan tingkat stress yang ada. Secara teoritis
faktor perbedaan individu ini dapat dimasukkan sebagai variable intervening.
Ada lima yang dapat menjadi variabel atau indikator yang dapat digunakan
dalam mengukur kemampuan individu dalam menghadapi stres yaitu
pengalaman kerja merupakan pengalaman seorang individu dalam suatu
pekerjaan dan pendidikan yang ditekuninya, dukungan sosial merupakan
dukungan atau dorongan dari dalam diri sendiri maupun orang lain untuk
menghadapi masalah-masalah yang dialaminya termasuk bagaimana motivasi
dari dalam diri individu maupun dari luar individu, ruang (locus) kendali
merupakan cara bagi seorang individu mengendalikan diri untuk menghadapi
masalah yang ada, keefektifan dan tingkat kepribadian orang dalam
menyingkapi permusuhan dan kemarahan.
Tingkat stres juga terkait dengan penerapannya pengelolaan stres di
dalam sebuah organisasi. Pendekatan pengelolaan stres ini dapat dijadikan
variabel penelitian, untuk melihat pengaruh penerapan pendekalan ini
terhadap tingkat stres pada organisasi.
Dua pendekatan dan indikatornya sebagai berikut (Robbins, 2006).
1. Pendekatan Individu

Penerapan pendekatan ini dalam sebuah perusahaan dapat dilihat


dari beberapa indikator yaitu dari pelaksanaan teknik-teknik manajemen
waktu yang efektif dan efisien, adanya latihan fisik nan kompetitif seperti
joging, aerobik, berenang, adanya kegiatan pelatihan pengenduran
(relaksasi) seperti meditasi, hipnotis dan biofeedback, dan adanya

8
perluasan jaringan dukungan sosial.
2. Pendekatan Organisasi

Penerapan pendekatan ini dalam sebuah perusahaan dapat dilihat


dari beberapa indikator yaitu adanya perbaikan mekanisme seleksi personil
dan penempatan kerja, penggunaan penetapan sasaran yang realistis,
adanya perancangan ulang pekerjaan yang dapat memberikan karyawan
kendali yang besar dalam pekerjaan yang mereka tekuni, adanya
peningkatan keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan, adanya
perbaikan komunikasi organisasi yang dapat mengurangi ambiguitas peran
dan konflik peran, dan penegakan program kesejahteraan korporasi yang
memusatkan perhatian pada keseluruhan kondisi fisik dan mental
karyawan.

2.2 Konsep Insomnia

2.2.1 Pengertian Insomnia


Insomnia adalah salah satu gangguan tidur dimana seseorang
merasa sulit untuk memulai tidur. Gangguan tidur yang terjadi yaitu
lamanya waktu tidur atau kuantitas tidur yang tidak sesuai. Selain itu
gangguan tidur yang terjadi berhubungan dengan kualitas tidur
seperti tidur yang tidak efektif (Hidayah & Alif, 2016).

Insomnia merupakan kondisi yang menggambarkan dimana


seseorang kesulitan untuk tidur. Kondisi ini bisa meliputi kesulitan
tidur, masalah tidur, sering terbangun di malam hari, dan bangun
terlalu pagi. Kondisi ini mengakibatkan perasaan tidak segar pada
siang hari dan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan
tidak tercukupinya kebutuhan tidur yang baik (Respir, 2014).

2.2.2 Penyebab Insomnia

Orang-orang yang memiliki gangguan tidur dapat

9
mengalami Irama tidur yang terbalik yakni mereka tertidur bukan
pada saatnya tidur dan justru bangun pada waktu seharusnya
mereka tidur. Kadang-kadang mereka tidur dalam keadaan gelisah
dan merasa belum puas tidur. Berikut beberapa hal yang dapat
menjadi penyebab insomnia menurut Widya (2016):
a. Stres situasional
b. Jet lag (kantuk pada siang hari,sulit tidur pada malam hari)
c. Penyakit tertentu, seperti penyakit alzheimer
d. Penggunaan hipnotik berlebihan (obat tidur)
e. Kebiasaan tidur yang buruk
Insomnia dapat berkembang menjadi siklus yang ganas saat
seseorang mengalami banyak kesulitan untuk tertidur dan tetap
tertidur karena antisipasinya terhadap masalah tidur.

2.2.3 Tanda – tanda Insomnia

Menurut Widya (2016), terdapat 15 tanda - tanda umum


insomnia yaitu sebagai berikut:

1. Adanya gangguan tidur yang bervariasi dari ringan sampai parah


2. Sulit jatuh dalam fase tidur
3. Sering terbangun di malam hari
4. Saat terbangun sulit untuk tidur kembali
5. Terbangun terlalu pagi
6. Terbangun terlalu cepat
7. Tidur yang tidak memulihkan
8. Pikiran seolah dipenuhi berbagai hal
9. Selalu kelelahan di siang hari
10. Penat
11. Mengantuk
12. Sulit berkonsentras
13. Lekas marah atau emosi

10
14. Merasa tak pernah mendapat tidur yang cukup
15. Sering sakit atau nyeri kepala

2.2.4 Klasifikasi Insomnia

1. Insomnia Akut
Insomnia akut sering dijumpai dan sebagian besar
individu sering mengalami insomnia akut ini, dimana
insomnia ini ditandai dengan keadaan stress terhadap
pekerjaan maupun masalah hidup atau gagal ujian, tetapi tidak
disertai komplikasi yang dapat mengganggu aktivitas sehari-
hari.
2. Insomnia Kronik
Insomnia kronik yaitu insomnia yang dapat
mengganggu kualitas hidup, gangguan mental maupun fisik.
Dimana penderita insomnia kronik ini rawan mengalami
kecelakaan akibat dari insomnia yang mengganggu aktivitas
sehari-hari.
3. Salah Persepsi Keadaan Tidur (Misperception Sleep State)
Penderita insomnia banyak yang mempunyai persepsi
yang buruk terhadap lamanya kualitas tidur. Dimana persepsi
yang muncul pada diri mereka yaitu kualitas tidur selama 3-4
jam semalam (Imadudin, 2012).

2.2.5 Komplikasi Insomnia


Komplikasi akibat dari insomnia dapat mempengaruhi

fungsi otak yang tepat. Otak menggunakan tidur sebagai proses

aktif dimana pada saat seseorang tidur otak akan melatih semua

sel saraf dengan melewatkan sinyal aktivitas listrik melalui

semua sel saraf. Ketika sel saraf otak tidak mendapatkan jumlah

11
tidur yang cukup maka kerja fungsi otak dalam hal menyimpan

atau mengambil informasi dan kemampuan untuk mentoleransi

situasi stress dan berfungsi pada tingkat yang lebih tinggi dapat

terganggu dan tidak optimal (Driver et al., 2012).

2.2.6 Penanganan Insomnia


Adapun penanganan insomnia yaitu dengan

mengoptimalkan pola tidur yang sehat.Terapi insomnia dapat

dilakukan dengan pendekatan non farmakologi ataupun

pendekatan farmakologi. Fokus utama dari pengobatan

insomnia harus diarahkan pada identifikasi faktor penyebab.

Setelah faktor penyebab teridentifikasi maka penting untuk

mengontrol dan mengelola masalah yang mendasarinya.

Identifikasi faktor penyebab yaitu dengan mengoptimalkan

penanganan gangguan medis, psikiatri serta penanganan nyeri,

menangani gangguan tidur primer, dan penyalahgunaan obat-

obatan, jika mungkin dilakukan, mengurangi atau

menghentikan obat-obatan yang diketahui memiliki efek yang

mempengaruhi fungsi tidur, insomnia kronis dapat

disembuhkan jika penyebab medis atau psikiatri di evaluasi dan

diobati dengan benar (Guyton & Hall, 2016).

12
DAFTAR PUSTAKA

Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis


untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria.
Donsu, Jenita DT. (2017). Psikologi Keperawatan.Yogyakarta : Pustaka Baru
Press
Driver, H., Gottschalk, R., Hussain, M., Morin, C. M., Shapiro, C., & Zyl, L.
Van.(2012). The Youthdale Series 1 insomnia in adults and
children.Jakarta: EGC.
Ekasari,A., Suhertin., 2012. Control Diri dan Dukungan Teman Sebaya dengan
Coping Stres Pada Remaja. Jurnal soul volume 5 No.2.Indonesia.
Fitri, et al .,2012. Perbedaan Kejadian Stres Antara Remaja Putra dan Putri
dengan Obesitas di SMA Negeri 1 Wonosari Klaten. Jurnal Kedokteran
muhammadiyah volume 1 No. 1 . Semarang : Universitas Muhammadiyah
Semarang.
Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th ed. Philadelphia
(PA): Elsevier, Inc.; 2016.
Hidaayah, Nur., & Alif, Hilmi. (2016). Hubungan Tingkat Kecemasan dengan
Terjadinya Insomnia Pada Wanita Premenopause di Dusun Ngablak Desa
69 Kedungrukem Kecamatan Benjeng Kebupaten Gresik. Jurnal Ilmiah
Kesehatan , Vol. 9 No. 1 Hal.69-76.

13
Hidayat, NAH. 2016. Hubungan Tingkat Stres dengan Kualitas Tidur Lansia di
Dusun Joho Desa Condong Catur Depok Sleman, SJY, 1-60. Yogyakarta:
Pustaka Baru
Imadudin, M. I.2012.Prevalensi insomnia pada mahasiswa fkik uin. Jakarta:
Laporan penelitian
Priyoto, 2014. Konsep Manajemen Stres. Yogyakarta : Nuha Medika
Saam, Zulfan dan Sri Wahyuni. 2014. Psikologi Keperawatan. Jakarta: Rajawali
Pers
Sary, Yessy N. E. 2015. Psikologi Pendidikan (Untuk Mahasiswa Umum dan
Kesehatan). Yogyakarta: Parama Publishing.
Wangsa, Teguh G.H.W. (2010). Menghadapi Stres dan Depresi. Yogyakarta:
Oryza.

14

Anda mungkin juga menyukai