Anda di halaman 1dari 23

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Bab IV menjelaskan hasil penelitian yang telah dilakukan dan

pembahasan tentang perbedaan pijat woolwich dan kompres hangat dengan

pijat endorphine dan kompres hangat terhadap produksi ASI ibu postpartum

primipara. Peneliti memperoleh data penelitian dibantu oleh bidan Puskesmas

Godong I dan Gubug II. Pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 16 Januari

2019 – 16 Maret 2019. Berdasarkan data HPL bulan Januari – Maret di

Puskesmas Godong I dan Gubug II tahun 2019 didapatkan jumlah ibu nifas

sebanyak 47 orang dan 29 orang, sehingga didapatkan jumlah populasi

seabanyak 76 orang. Dari 76 orang tersebut, didapatkan sebanyak 50 orang

yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini.

Responden memilih secara acak kertas yang berisikan nomor ganjil dan

nomor genap sebelum dilakukan penelitian. Responden yang mendapat nomor

ganjil akan dijadikan kelompok intervensi pijat woolwich dan kompres hangat,

sedangkan responden yang mendapatkan nomor genap akan dijadikan

kelompok intervensi pijat endorphine dan kompres hangat, sehingga

didapatkan 50 responden ibu nifas primipara di wilayah kerja Puskesmas

Godong I dan Gubug II yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu: kelompok

pertama adalah kelompok yang diberikan intervensi pijat woolwich dan

kompres hangat sebanyak 25 orang sedangkan kelompok kedua adalah

77
78

kelompok yang diberikan pijat endorphine dan kompres hangat sebanyak 25

orang. Selama proses penelitian ini, peneliti dibantu oleh 2 orang enumerator.

Pada kelompok pertama diberikan intervensi pijat woolwich dan kompres

hangat selama 5 hari dan pada kelompok kedua diberikan intervensi pijat

endorphine dan kompres hangat selama 5 hari. Sebelum diberikan intervensi,

pada hari pertama dilakukan penimbangan Berat Badan (BB) bayi terlebih

dahulu (BB pre-test) kemudian intervensi diberikan pada masing-masing

kelompok yaitu kelompok pertama pijat woolwich selama ±30 menit dan

kompres hangat ±5 menit, kemudian intervensi yang diberikan pada kelompok

kedua yaitu pijat endorphine selama ±30 menit dan kompres hangat ±5 menit.

Pada hari kelima intervensi dilakukan penimbangan berat badan bayi (BB post-

test).

Penyajian hasil penelitian meliputi karakteristik responden meliputi

umur, pendidikan dan pekerjaan responden, Produksi ASI sebelum dan sesudah

diberikan pijat woolwich dan kompres hangat dengan menggunakan berat

badan bayi sebagai indikator produksi ASI, Produksi ASI sebelum dan sesudah

diberikan pijat endorphine dan kompres hangat dengan menggunakan berat

badan bayi sebagai indikator produksi ASI dan perbedaan pijat woolwich dan

kompres hangat dengan pijat endorphine dan kompres hangat terhadap

produksi ASI ibu postpartum primipara.


79

1. Analisis Univariat

a. Karakteristik Responden

Tabel 4.1. Karakteristik Responden


Kelompok Uji
Variabel Woolwich & Kompres Endorphine & Kompres Homogenitas
f (%) f (%) p-value
Umur
< 20 th 4 (16%) 3 (12%)
0,425
20-35 th 21 (84%) 22 (88%)
>35 th 0 0
Jumlah 25 (100%) 25(100%)
Pendidikan
Dasar 13 (52%) 11 (44%)
0,351
Menengah 10 (40%) 9 (36%)
Tinggi 2 (8%) 5 (20%)
Jumlah 25 (100%) 25 (100%)
Pekerjaan
Tidak
14 (56%) 17 (68%) 0,120
Bekerja
Bekerja 11 (44%) 8 (32%)
Jumlah 25 (100%) 25 (100%)

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan karakteristik umur

responden pada kelompok pijat woolwich dan kompres hangat yaitu

responden umur < 20 tahun sebanyak 4 responden (16%) dan umur 20-

35 tahun sebanyak 21 responden (84%). Pada kelompok pijat

endorphine dan kompres hangat responden umur < 20 tahun sebanyak

3 reponden (12%) dan umur 25-35 tahun sebanyak 22 responden (88%).

Berdasarkan uji homogenitas umur responden antara dua

kelompok tersebut didapatkan nilai p-value 0,425. Dapat disimpulkan

bahwa kedua kelompok mempunyai kesetaran yang sama atau

homogen.
80

Tingkat pendidikan responden pada kelompok pijat woolwich

dan kompres hangat dengan responden yang pendidikan dasar sebanyak

13 responden (52%), pendidikan menengah sebanyak 10 responden

(40%), dan Pendidikan tinggi sebanyak 2 responden (8%). Pada

kelompok pijat endorphine dan kompres hangat responden dengan

pendidikan dasar sebanyak 11 reponden (44%), pendidikan menengah

sebanyak 9 responden (36%) dan pendidikan tinggi sebanyak 5

responden (20%).

Berdasarkan uji homogenitas tingkat pendidikan responden

antara dua kelompok tersebut didapatkan nilai p-value 0,351. Dapat

disimpulkan bahwa kedua kelompok mempunyai kesetaran yang sama

atau homogen.

Status pekerjaan responden pada kelompok pijat woolwich dan

kompres hangat yaitu responden yang tidak bekerja sebanyak 14

responden (56%) dan yang bekerja sebanyak 11 responden (44%). Pada

kelompok pijat endorphine dan kompres hangat responden yang tidak

bekerja sebanyak 17 reponden (68%) dan yang bekerja sebanyak 8

responden (32%).

Berdasarkan uji homogenitas pekerjaan responden antara dua

kelompok tersebut didapatkan nilai p-value 0,120. Dapat disimpulkan

bahwa kedua kelompok mempunyai kesetaran yang sama atau

homogen.
81

2. Uji Homogenitas

Tabel 4.2. Uji Homogenitas


p-
Variabel Perlakuan Kelompok N Kesimpulan
value*
Woolwich & Kompres 25
Pre-test 0,248 Homogen
Endorphine & Kompres 25
BB bayi
Woolwich & Kompres 25
Selisih BB 0,657 Homogen
Endorphine & Kompres 25
* Lavene test

Berdasarkan uji homogenitas pada tabel 4.2. menggunakan Lavene

test didapatkan nlai p-value BB bayi sebelum perlakuan(pre-test) yaitu

0,248. Hal ini menujukkan bahwa kedua kelompok dinyatakan setara

sebelum dilakukan penelitian atau dinyatakan homogen sebelum penelitian

karena p-value > 0,05. Sedangan untuk uji homogenitas selisih BB bayi

didapatkan hasil p-value 0,657. Hal ini menunjukkan bahwa BB bayi

dinyatakan setara atau homogen dikarenakan p-value > 0,05, sehingga

memenuhi syarat untuk dilakukan uji t-test.

3. Uji Normalitas

Tabel 4.3. Uji Normalitas


Variabel Kelompok N p-value* Kesimpulan
Pre- Woolwich & Kompres 25 0,160 Normal
test Endorphine & Kompres 25 0,076 Normal
Post- Woolwich & Kompres 25 0,060 Normal
BB Bayi
test Endorphine & Kompres 25 0,647 Normal
Selisih BB Woolwich & Kompres 25 0,113 Normal
Selisih BB Endorphine & Kompres 25 0,095 Normal
*Saphiro wilk

Dari tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa semua data berditribusi

normal dikarenakan hasil p-value lebih besar dari 0,05 (p value>0,05) dan

memenuhi syarat uji t-test. Oleh karena itu uji pengaruh dan uji beda yang
82

digunakan adalah uji dependent t-test (paired t-test) dan uji independent t-

test (non-paired t-test).

4. Analisis Bivariat

a. Produksi ASI sebelum dan sesudah diberikan pijat woolwich dan

kompres hangat dengan menggunakan berat badan bayi sebagai

indikator produksi ASI

Berdasarkan hasil penelitian, maka perbedaan BB bayi kelompok

intervensi pijat woolwich dan kompres hangat adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4. BB Bayi kelompok Pijat Woolwich dan Kompres Hangat


Variabel Kelompok N Mean ± SD Min Max p-value (Sig-
2 tailed)
Pre-test 25 3105,60 ± 210,754 2800 3500
BB Bayi Post-test 25 3336,40 ± 238,727 3000 3720 0,001
Selish BB 25 230,80 ± 67,695 130 370
BB per hari 25 56,7 ± 16,923 32,5 92,5
*uji dependent t-test (uji paired t-test)

Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa dari 25 responden

pada kelompok pijat Woolwich dan kompres hangat, sebelum diberikan

intervensi (Pre-test) rata-rata BB bayi adalah 3105,60 gram. Setelah

diberikan intervensi (Post-test) rata-rata BB bayi adalah 3336,40 gram.

Pada kelompok pijat woolwich dan kompres hangat didapatkan rata-rata

kenaikan BB per hari adalah 57,7 gram. Hal ini sesuai dengan rata-rata

kenaikan BB bayi per hari minimal 26,6 gram yang terdapat di grafik

Kartu Menuju Sehat (KMS) buku KIA.

Selisih BB bayi pada kelompok pijat Woolwich dan kompres

hangat yang diberikan selama 5 hari berturut-turut didapatkan rata-rata


83

selisih BB bayi 230,80 gram. Selisih BB bayi minimal adalah 130 gram,

dan selisih BB bayi maksimal adalah 370 gram. Hasil uji dependent t-

test didapatkan nilai p-value (Sig-2 tailed) 0,001 < 0,05, sehingga dapat

disimpulkan ada perbedaan yang bermakna rerata berat badan bayi

setelah diberikan intervensi pijat woolwich dan kompres hangat.

b. Produksi ASI sebelum dan sesudah diberikan pijat endorphine dan

kompres hangat dengan menggunakan berat badan bayi sebagai

indikator produksi ASI

Berdasarkan hasil penelitian, maka perbedaan BB bayi kelompok

intervensi pijat endorphine dan kompres hangat adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5. BB Bayi kelompok Pijat Endorphine dan Kompres Hangat


p-value (sig
Variabel Kelompok N Mean ± SD Min Max
2-tailed)
Pre-test 25 3018,00 ± 180,785 2700 3300
BB Bayi Post-test 25 3357,52 ± 191,921 2955 3730 0,001
Selish BB 25 339,52 ± 60,717 250 441
BB per hari 25 84,88 ± 15,179 62,50 110,25
*uji dependent t-test (uji paired t-test)

Berdasarkan tabel 4.5. dapat diketahui bahwa dari 25 responden

pada kelompok pijat Endorphine dan kompres hangat, sebelum

diberikan intervensi (Pre-test) rata-rata BB bayi adalah 3018,00 gram.

Setelah diberikan intervensi (Post-test) rata-rata BB bayi adalah 3357,52

gram Pada kelompok pijat woolwich dan kompres hangat didapatkan

rata-rata kenaikan BB per hari adalah 57,7 gram. Hal ini sesuai dengan

rata-rata kenaikan BB bayi per hari minimal 26,6 gram yang terdapat di

grafik Kartu Menuju Sehat (KMS) buku KIA.


84

Selisih BB bayi pada kelompok pijat endorphine dan kompres

hangat yang diberikan selama 5 hari berturut-turut didapatkan rata-rata

selisih BB bayi 339,52 gram. Selisih BB bayi minimal adalah 250 gram,

dan selisih BB bayi maksimal adalah 441 gram. Hasil uji dependent t-

test didapatkan nilai p-value (Sig-2 tailed) 0,001 < 0,05, sehingga dapat

disimpulkan ada perbedaan yang bermakna rerata berat badan bayi

setelah diberikan intervensi pijat endorphine dan kompres hangat.

c. Perbedaan pijat woolwich dan kompres hangat dengan pijat endorphine

dan kompres hangat terhadap produksi ASI ibu postpartum primipara

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan produksi ASI antara

kelompok pijat woolwich dan kompres hangat dengan pijat endorphine

dan kompres hangat maka dilakukan uji independent t-test. berdasarkan

penelitian, maka hasil uji independent t-test sebagai berikut:

Tabel 4.6. Perbedaan pijat woolwich dan kompres hangat dengan pijat
endorphine dan kompres hangat terhadap produksi ASI ibu
postpartum primipara
p-value
Variabel Kelompok N Mean ± SD
(sig-2 tailed)*
Woolwich &
Kompres 25 230,800 ± 67,695
Selisih Hangat
0,001
BB bayi Endorphine &
Kompres 25 339,520 ± 60,717
Hangat
*uji independent t-test

Berdasarkan tabel 4.6. dapat diketahui bahwa nilai mean selisih

BB bayi pada kelompok pijat woolwich dan kompres hangat adalah

230,800 dan untuk nilai mean selisish BB bayi pada kelompok pijat

endorpine dan kompres hangat adalah 339,520. Pengaruh intervensi


85

pijat endorphine dan kompres hangat terlihat ada kenaikan rerata BB

bayi yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok pijat woolwich

dan kompres hangat.

Berdasarkan uji independent t-test selisih BB didapatkan nilai p-

value 0,001 < 0,05. Hal ini dapat disimpulkan ada perbedaan yang

bermakna rerata selisih kenaikan BB bayi antara pijat woolwich dan

kompres hangat dengan pijat endorphine dan kompres hangat.

B. Pembahasan

Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan

produksi ASI dengan indikator BB bayi pada kelompok pijat woolwich dan

kompres hangat dengan kelompok pijat endorphine dan kompres hangat

terhadap ibu postpartum primiara. Maka dari itu perlu dilakukan pembahasan

untuk menjawab hipotesis penelitian tentang perbedaan produksi ASI pada

masing-masing kelompok.

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan pada kelompok pijat woolwich

dan kompres hangat responden umur < 20 tahun sebanyak 4 responden

(16%) dan umur 20-35 tahun sebanyak 21 responden (84%). Pada

kelompok pijat endorphine dan kompres hangat responden umur < 20

tahun sebanyak 3 reponden (12%) dan umur 25-35 tahun sebanyak 22

responden (88%).

Data tersebut menunjukkan bahwa umur responden baik kelompok

woolwich dan kompres hangat maupun kelompok endorphine dan


86

kompres hangat sebagian besar berumur 20-35 tahun., yaitu sebanyak 21

responden (84%) dan 22 responden (88%), sehingga pada tahap ini umur

dapat dikendalikan. Sebagian besar responden penelitian ini berumur

antara 20-25 tahun yang artinya umur tersebut adalah umur yang sehat

untuk bereproduksi. Menurut Soetjinigsih (2012) dalam buku “ASI

Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan”, usia dapat mempengaruhi produksi

ASI ibu, yaitu usia yang lebih muda lebih banyak memproduksi ASI

dibanding ibu dengan usia tua.

Pernyataan Soetjiningsih tersebut juga diperkuat oleh (Suraatmaja,

1997) yang menyatakan bahwa umur akan mempengaruhi kemampuan

dan kesiapan ibu dalam melewati masa nifas dan menyusui. Ibu yang

umurnya lebih muda lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan

dengan ibu yang umurnya lebih tua.

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan pada kelompok pijat woolwich

dan kompres hangat responden dengan pendidikan dasar sebanyak 13

responden (52%), Pendidikan menengah sebanyak 10 responden (40%),

dan Pendidikan tinggi sebanyak 2 responden (8%). Pada kelompok pijat

endorphine dan kompres hangat responden dengan Pendidikan dasar

sebanyak 11 reponden (44%), Pendidikan menengah sebanyak 9

responden (36%) dan pendidikan tinggi sebanyak 5 responden (20%).

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar

pendidikan responden dalam penelitian ini adalah Pendidikan SD dan SMP

(Pendidikan Dasar). Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20


87

Tahun 2003 menjelaskan bahwa indikator tingkat pendidikan terdiri dari

pendidikan prasekolah (TK), pendidikan dasar (SD/MI dan SMP),

pendidikan menengah (SMA/MA, SMK), Pendidikan tinggi (Diploma, S1,

S2, S3).

Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya oleh Ribek

& Kumalasari (2014) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan maka akan semakin baik perilaku seseorang dalam hal

pemberian ASI Eksklusif. Hal ini juga diperkuat dengan penelitian lain

yang dilakukan oleh (Waryana, 2010) bahwa pendidikan berhubungan erat

dengan pemberian ASI eksklusif karena pendidikan secara tidak langsung

dapat mempengaruhi individu dalam upaya untuk memperbanyak ASI dan

memberikan ASI secara eksklusif.

Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian

dari (Hartini, 2014) yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan

mempengaruhi ibu memberikan ASI eksklusif, dari hasil penelitian Hartini

(2014) sebanyak 50% ibu berpendidikan rendah memberikan ASI

eksklusif, 95,2% ibu berpendidikan menengah yang memberi ASI

eksklusif dan sebanyak 85,7% ibu berpendidikan tinggi yang memberikan

ASI eksklusif.

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan pada kelompok pijat woolwich

dan kompres hangat responden yang tidak bekerja sebanyak 14 responden

516%) dan umur 20-35 tahun yang bekerja sebanyak 11 responden (44%).

Pada kelompok pijat endorphine dan kompres hangat responden yang


88

tidak bekerja sebanyak 17 reponden (68%) dan yang bekerja sebanyak 8

responden (32%), nilai mean didapatkan 1,44 yang berarti rata-rata

responden tidak bekerja.

Dari cchasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata pekerjaan

responden dalam penelitian ini adalah tidak bekerja (Ibu Rumah Tangga).

Hal ini sesuai dengan penelitian Ribek & Kumalasari (2014) yang berjudul

“Motivasi ibu dalam pemberian ASI eksklusif” menyimpulkan bahwa

banyak ibu bekerja yang mengalami kegagalan dalam pemberian ASI

eksklusif. Hal ini dikarenakan ibu yang bekerja mengalami hambatan

berupa alokasi waktu, kualitas kebersamaan dengan bayi, beban kerja,

stress, dan keyakinan ibu bekerja rendah terhadap produksi ASI.

Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan

oleh Bahriyah, Putri, Jaelani, & Indragiri (2017) yang mengatakan bahwa

Ibu yang tidak bekerja memberikan ASI Eksklusif sebesar 54,8%, lebih

banyak dibandingkan dengan yang memberi ASI Eksklusif sebesar 45,2%,

sedangkan responden yang bekerja memberikan ASI Eksklusif sebesar

67,6% lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak memberikan ASI

Eksklusif sebesar 32,4%.

2. Produksi ASI menggunakan indikator Berat Badan (BB) bayi pada ibu

menyusui sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok pijat woolwich

dan kompres hangat.

Pengukuran rata-rata BB bayi 25 responden ibu postpartum

primipara pada kelompok pijat Woolwich dan kompres hangat, sebelum


89

diberikan intervensi (Pre-test) rata-rata BB bayi adalah 3105,60 gram; BB

bayi paling rendah adalah 2800 gram dan BB bayi paling tinggi adalah

3500 gram. Setelah diberikan intervensi (Post-test) rata-rata BB bayi

adalah 3336,40 gram; BB bayi terendah adalah 3000 gram dan BB bayi

tertinggi adalah 3720 gram. Selisih BB bayi pada kelompok pijat

Woolwich dan kompres hangat didapatkan rata-rata selisih BB bayi 230,80

gram. Selisih BB bayi minimal adalah 130 gram, dan selisih BB bayi

maksimal adalah 370 gram.

Dalam penelitian ini tidak terjadi penurunan berat badan bayi.

Setelah diberikan intervensi pijat woolwich dan kompres hangat pada

semua responden terjadi peningkatan berat badan bayi. Rata-rata kenaikan

BB bayi per hari pada kelompok yang diberikan intervensi pijat woolwich

dan kompres hangat yaitu 57,7 gram, sedangkan rata-rata terendah

kenaikan BB bayi per hari sebesar 32,5 gram dan rata-rata tertinggi

kenaikan BB bayi sebesar 92,5 gram. Hal ini sesuai dengan grafik Kartu

Menuju Sehat (KMS) yang terdapat pada buku Kesehatan Ibu dan Anak

(KIA) yaitu Kenaikan BB Minimal (KBM) pada bayi dari usia 0 sampai 1

bulan adalah 800 gram, sehingga dapat diperoleh dalam 1 hari, BB bayi

umur 0- 1 bulan diharapkan dapat meningkat ± 26, 6 gram per hari (Buku

KIA, 2016).

Menurut American Academy of Pediatrics Section on Breastfeeding

yang menyatakan bahwa indikator dalam penilaian produksi ASI

diantaranya adalah dengan menggunakan indikator berat badan pada bayi.


90

Di Center of Breastfeeding, diharapkan berat badan bayi sama dengan

berat lahir saat bayi berusia 12-14 hari. Pada awal-awal bulan usia bayi,

diharapkan peningkatan minimum berat badan bayi mencapai 0,5 sampai

1 ons per hari. Penurunan berat badan bayi lebih dari 7% dari berat badan

lahir menunjukkan ada masalah dalam pemberian ASI dan perlu dilakukan

evaluasi pemberian ASI lebih intensif serta memerlukan intervensi untuk

memperbaiki masalah dan meningkatkan produksi ASI serta asupan ASI

(Chadwell, Turnet, & Cindy, 2008). Menurut penelitian Widayanti,

Soepardan, Kholifah, Wahyuningsih, & Yulisatuti (2016) mengatakan

bahwa semakin lancar produksi ASI semakin banyak pula produksi ASI

dan semakin banyak ASI yang diproduksi maka peningkatan BB bayi

semakin naik.

Berdasarkan uji dependent t-test (uji paired t-test) didapatkan hasil

nilai p-value 0,001 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

peningkatan produksi ASI dengan indikator BB bayi seteah dilakukan pijat

woolwich dan kompres hangat terhadap produksi ASI ibu postpartum

primipara di wilayah Puskesmas Godong I dan Gubug II. Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nuraningsih,

dkk (2016) di Semarang yang membuktikan bahwa pijat woolwich dapat

menstimulus pengeluaran ASI pada ibu postpartum. Setelah diberikan

intervensi pijat woolwich, 10 responden mengalami banyak kenaikan

produksi ASI, dan 6 responden mengalaman sedikit kenaikan produksi

ASI. Penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini adalah penelitian
91

yang dilakukan oleh Kusumastuti,dkk (2017) yang menyimpulkan bahwa

pada kelompok intervensi kombinasi pijat woolwich dan pijat oksitosin

produksi ASI ibu 17% lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok

kontrol.

Hal ini diperkuat oleh penelitian lain mengenai kompres hangat

yaitu penelitian dari Fithrah Nurhanifah (2016) di Malang menyatakan

terdapat perbedaan efektifitas massage punggung dan kompres hangat

payudara terhadap peningkatan kelancaran produksi ASI. Pemberian

intervensi massage punggung lebih efektif melancarkan produksi ASI

daripada intervensi kompres hangat payudara. Setelah diberikan intervensi

kompres hangat payudara, rata-rata skor kuesioner kelancaran produksi

ASI meningkat dari skor 2 menjadi 3,06.

Kelancaran produksi ASI ibu salah satunya dapat dipengaruhi oleh

perawatan payudara. Perawatan payudara bermanfaat merangsang

payudara mempengaruhi hipofise untuk mengeluarkan hormone prolaktin

dan oksitosin. Perawatan payudara yang dapat memperbanyak produksi

ASI ada dua cara. Cara yang pertama yaitu dengan cara massage atau pijat

payudara. Dalam penelitian ini pijat woolwich yang diberikan pada

kelompok pertama dapat merangsang sel saraf pada payudara.

Rangsangan tersebut akan diteruskan ke hipotalamus dan direspon oleh

hipofisis anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin yang akan

dialirkan oleh darah ke sel mioepitel payudara untuk memproduksi ASI

(Kusumatuti, Qomar, & Mutoharoh, 2017).


92

Cara yang kedua untuk perawatan payudara yaitu dengan cara

menyiram payudara dengan menggunakan kompres hangat dan kompres

dingin. Dalam penelitian ini kompres hangat diberikan pada kelompok

pertama setelah dilakukan pijat woolwich. Menurut teori Reeder, Martin,

& Griffin (2015), Kompres hangat adalah salah suatu tenik dari perawatan

payudara yang merupakan suatu metode dalam penggunaan suhu hangat

yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis seperti rasa nyaman,

mengurangi nyeri, mengurangi atau mencegah spasme otot, memperlancar

aliran darah serta memberikan rasa hangat. Saat ibu menyusui diberikan

kompres hangat, maka dapat memberikan ibu rasa nyaman, sehingga dapat

merangsang adanya refleks let down untuk memproduksi hormon oksitosin

yang merupakan salah satu hormon pendukung untuk memproduksi ASI.

Dalam penelitian ini, intervensi dilakukan kepada ibu postpartum

fase taking hold, dimana ibu sudah mulai beradaptasi dengan perubahan

pada diriya. Pada masa ini, perhatian ke bayi menjadi lebih fokus dan

berusaha untuk memberikan yang terbaik kepada bayinya termasuk

memberikan yang terbaik kepada bayinya termasuk memberikan ASI

eksklusif pada anaknya (Bahiyatun, 2009).

3. Produksi ASI menggunakan indikator Berat Badan (BB) bayi pada ibu

menyusui sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok pijat

Endorphine dan kompres Hangat

Pengukuran rata-rata BB bayi 25 responden ibu postpartum

primipara pada kelompok pijat Endorphine dan kompres hangat, sebelum


93

diberikan intervensi (Pre-test) rata-rata BB bayi adalah 3018,00 gram; BB

bayi paling rendah adalah 2700 gram dan BB bayi paling tinggi adalah

3300 gram. Setelah diberikan intervensi (Post-test) rata-rata BB bayi

adalah 3357,52 gram; BB bayi terendah adalah 2955 gram dan BB bayi

tertinggi adalah 3730 gram. Selisih BB bayi pada kelompok pijat

endorphine dan kompres hangat didapatkan rata-rata selisih BB bayi

339,52 gram. Selisih BB bayi minimal adalah 250 gram, dan selisih BB

bayi maksimal adalah 441 gram.

Dalam penelitian ini tidak terjadi penurunan berat badan bayi.

Setelah diberikan intervensi pijat endorphine dan kompres hangat pada

semua responden terjadi peningkatan berat badan bayi. Rata-rata kenaikan

BB bayi per hari pada kelompok yang diberikan intervensi pijat

endorphine dan kompres hangat yaitu 84,88 gram, sedangkan rata-rata

terendah kenaikan BB bayi per hari sebesar 62,5 gram dan rata-rata

tertinggi kenaikan BB bayi sebesar 110,25 gram. Hal ini sesuai dengan

grafik Kartu Menuju Sehat (KMS) yang terdapat pada buku Kesehatan Ibu

dan Anak (KIA) yaitu Kenaikan BB Minimal (KBM) pada bayi dari usia

0 sampai 1 bulan adalah 800 gram, sehingga dapat diperoleh dalam 1 hari,

BB bayi umur 0-1 bulan diharapkan dapat meningkat ± 26,6 gram per hari

(Buku KIA, 2016).

Menurut American Academy of Pediatrics Section on Breastfeeding

yang menyatakan bahwa indikator dalam penilaian produksi ASI

diantaranya adalah dengan menggunakan indikator berat badan pada bayi.


94

Di Center of Breastfeeding, diharapkan berat badan bayi sama dengan

berat lahir saat bayi berusia 12-14 hari. Pada awal-awal bulan usia bayi,

diharapkan peningkatan minimum berat badan bayi mencapai 0,5 sampai

1 ons per hari. Penurunan berat badan bayi lebih dari 7% dari berat badan

lahir menunjukkan ada masalah dalam pemberian ASI dan perlu dilakukan

evaluasi pemberian ASI lebih intensif serta memerlukan intervensi untuk

memperbaiki masalah dan meningkatkan produksi ASI serta asupan ASI.

(Chadwell et al., 2008).

Berdasarkan uji dependent t-test (uji paired t-test) didapatkan hasil

nilai p-value 0,001 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

peningkatan produksi ASI dengan indikator BB bayi setelah dilakukan

pijat endorphine dan kompres hangat terhadap produksi ASI ibu

postpartum primipara di wilayah Puskesmas Godong I dan Gubug II. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartono

(2016) di Banjarnegara yang menyimpulkan bahwa dilakukannya massage

endorphine mempunyai pengaruh yang bermakna secara statistik terhadap

volume ASI pada ibu post partum. Penelitian lain yang mendukung adalah

penelitian yang dilakukan Baiq Eka, dkk (2017) di Puskesmas Wilayah

Kerja Mataram menunjukkan bahwa ada pengaruh endorphine massage

pada ibu yang terdeteksi postpartum blues terhadap peningkatan Produksi

ASI dan penurunan Skor Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS).

Berdasarkan kesimpulan yang ditemukan endorphine massage dapat


95

dijadikan sebagai terapi alternatif yang efektif dalam meningkatkan

produksi ASI serta penatalaksanaan postpartum blues.

Penelitian lain yang terkait dengan hasil penelitian ini adalah

penelitian yang dilakukan oleh (Nuari Lulus, Machmudah, & Saryono,

2016) di Purwodadi dengan indikator berat badan bayi terhadap kecukupan

ASI dapat yaitu dengan hasil uji man-whitney dengan indikator BB bayi

diperoleh nilai p-value 0,007 dapat disimpulkan disimpulkan bahwa ada

perbedaan rata-rata BB bayi lahir dan BB bayi sesudah 2 minggu antara

diberi dan tidak diberi massage endorphine dan kompres air hangat dengan

indikator BB bayi.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi ASI

adalah massage payudara dan kompres hangat. Dalam penelitian ini pada

kelompok kedua diberikan intervensi pijat endorphine dan kompres

hangat. Pijat endorphine adalah sebuah terapi sentuhan/pijatan ringan

yang diberikan pada wanita hamil saat menjelang waktu melahirkan. Pijat

ini dilakukan karena pijatan dapat merangsang tubuh untuk melepaskan

senyawa endorphine yang merupakan pereda rasa sakit dan dapat

menimbulkan perasaan nyaman (Lanny Kuswandi, 2013)

Selama ini endhorpine dikenal sebagai zat yang memiliki banyak

manfaat, diantaranya adalah mengatur produksi hormon pertumbuhan dan

seks, mengendalikan rasa nyeri serta sakit yang menetap, mengendalikan

stress, serta meningkatkan system kekebalan tubuh. Endorphine dalam

tubuh bisa muncul melalui berbagai aktifitas atau kegiatan, seperti nafas
96

dalam dan relaksasi, serta meditasi. Endorphine dalam tubuh bisa muncul

dengan dipicu melalui berbagai kegiatan, seperti pernafasan yang dalam,

relaksasi, dan meditasi (Lanny Kuswandi, 2013). Apabila pijat endorphine

diberikan kepada ibu postpartum dapat memberikan rasa aman dan

nyaman pada saat menyusui sehingga meningkatkan respon hipofisis

posterior untuk memproduksi hormon oksitosin yang dapat meningkatkan

let down reflex dan produksi ASI.

Menurut Hidayat, Alimul, & Musrifatul (2008), Terapi kompres

hangat merupakan tindakan dengan memberikan kompres hangat yang

bertujuan memenuhi kebutuhan rasa aman, mengurangi atau

membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah terjadinya spasme otot

dan memberikan rasa hangat. Kompres hangat payudara dapat

meningkatkan sirkulasi darah pada daerah payudara, sehingga semakin

banyak oksitosin yang mengalir menuju payudara dan melancarkan

pengeluaran ASI pada ibu postpartum.

Dalam penelitian ini, intervensi dilakukan kepada ibu postpartum

fase taking hold, dimana ibu sudah mula beradaptasi dengan perubahan

pada diriya. Pada masa ini, perhatian ke bayi menjadi lebih fokus dan

berusaha untuk memberikan yang terbaik kepada bayinya termasuk

memberikan yang terbaik kepada bayinya termasuk memberikan ASI

eksklusif pada anaknya (Bahiyatun, 2009).

4. Perbedaan pijat Woolwich dan kompres hangat dengan pijat Endorphine

dan kompres hangat terhadap produksi ASI ibu postpartum primipara


97

Rata-rata selisih BB bayi setelah diberikan intervensi selama 5 hari

berturut-turut pada kelompok pijat woolwich dan kompres hangat adalah

230,800 dan rata-rata kenaikan BB per hari sebesar 57,7 gram, sedangkan

untuk rata-rata selisih BB bayi pada kelompok pijat endorpine dan

kompres hangat adalah 339,520 dan rata-rata kenaikan BB per hari sebesar

84,88 gram. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah

peningkatan BB pada pijat endorphine dan kompres hangat lebih besar

dibandingkan dengan kelompok pijat woolwich dan kompres hangat.

Berdasarkan hasil uji independent t-test selisih BB didapatkan nilai

p-value 0,001 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

antara pijat woolwich dan kompres hangat dengan pijat endorphine dan

kompres hangat terhadap produksi ASI ibu postpartum primipara di

wilayah Puskesmas Godong I dan Gubug II.

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

signifikan pada pijat woolwich dan kompres hangat dengan pijat

endorphine dan kompres hangat terhadap produksi ASI ibu postpartum

primipara dengan nilai p-value sebesar 0,001<0,05 maka dalam penelitian

ini Ha diterima dan Ho ditolak.

Berdasarkan jurnal penelitian yang mendukung dengan penelitian

ini adalah penelitian yang dilakukan Siti Erniyati Berkah Pamuji, dkk

(2014) di Kabupaten Tegal yaitu untuk mencegah dan menangani masalah

ASI yang keluar sedikit dan terlambat, dilakukan sebuah intervensi yaitu

kombinasi metode pijat woolwich dan endorphine. Hasil penelitian


98

menunjukkan kombinasi metode pijat woolwich dan endorphine

berpengaruh terhadap peningkatan kadar hormon prolaktin dan volume

ASI ibu postpartum.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Nugraheni &

Heryati (2016) yang menyimpulkan bahwa metode Stimulasi Pijat

Endorphin, Oksitosin Dan Sugestif (SPEOS) dapat meningkatkan berat

badan bayi minggu ke II dengan rata-rata 166,67 gram dan dapat

melancarkan produksi ASI. Penelitian lain yang juga sejalan dengan

penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan (Wahyuningsih &

Rohmawati, 2018) yang menyimpulkan pada kelompok yang sudah diberi

perlakuan pijat endorpine sebanyak 20 ibu nifas (50%). Ibu yang memiliki

produksi ASI lancar sebanyak 16 (80%) dan ibu yang produksi ASI tidak

lancar sebanyak 4 (20%). Ada pengaruh setelah diberi perlakuan pijat

endorpine dengan hasil p- value 0,001.

C. Keterbatasan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dengn judul “Perbedaan Pijat Woolwich dan

Kompres Hangat dengan Pijat Endorphine dan Kompres Hangat Payudara

terhadap Produksi ASI Pada Ibu Postpartum Primipara” memiliki beberapa

keterbatasan, antara lain:

1. Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi ASI diantaranya adalah

makanan, pola istirahat, frekuensi penyusuan, dan usia kehamilan. Pada

penelitian ini untuk faktor makanan, hanya dikontrol secara subyektif

dengan hanya menanyakan pada responden dengan kriteria ibu tidak


99

berpantang makan selama penelitian, sedangkan aspek budaya pantang

makan setelah melahirkan tidak ditanyakan secara rinci. Untuk faktor

pola istirahat dan frekuensi menyusui peneliti hanya menanyakan

kebiasaan ibu yang dilakukan sehari-hari selama masa nifas dan faktor

usia kehamilan, peneliti hanya melihat di riwayat buku KIA responden.

2. Pada penelitian ini, peneliti tidak memastikan bahwa setiap responden

tidak mengkonsumsi obat herbal atau jamu pelancar ASI selama proses

intervensi.

3. Secara umum, hasil penelitian ini hanya terbatas pada wilayah kerja

Puskesmas Godong I dan Puskesmas Gubug II Kabupaten Grobogan.

Anda mungkin juga menyukai