Anda di halaman 1dari 12

44

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data
1. Gambaran Umum Sampel Penelitian
Penelitian ini dilakukan di klinik karmel, yang berlangsung selama 6
minggu dengan sampel yang bersedia datang dan mengikuti penelitian
sebanyak 20 orang. Adapun sampel penelitian ini merupakan pasien
stroke dengan kemampuan berjalan yang terganggu pada rentang usia 55-
65 tahun.
Populasi dalam penelitian ini merupakan pasien stroke di Klinik
Karmel. Peneliti melakukan assesment kepada pasien stroke. Pasien yang
memenuhi kriteria inklusi diberikan penjelasan tujuan dan maksud
penelitian. Kemudian pasien menandatangani lembar inform concent
sebagai persetujuan keterlibatan pasien menjadi subjek penelitian.
Perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus Pocock dan
diperoleh jumlah sampel sebanyak 20 orang dengan pertimbangan bahwa
sampel yang diambil akan representatif jika sesuai dengan kriteria
pengambilan sampel yang telah ditentukan. Sampel diberikan edukasi
tentang intervensi latihan yang kemudian dilakukan pemeriksaan
sebelum pemberian intervensi dalam memenuhi kriteria inklusi. Lalu
sampel diberikan penjelasan tentang tujuan serta maksud dari penelitian,
kemudian sampel menandatangani lembar persetujuan sebagai bentuk
informed consent untuk menjadi sampel penelitian. Dalam penelitian ini
jumlah keseluruhan sampel yaitu 20 orang yang dibagi kedalam 2
kelompok. Pembagian kelompok menggunakan random sampling dengan
mengatur sesuai usia ke dalam dua kelompok. Kelompok I dengan
jumlah sampel 10 orang diberikan intervensi gait training exercise dan
kelompok II dengan jumlah sampel 10 orang diberikan gait training
exercise + visual cue training
Sebelum diberikan intervensi, peneliti melakukan pemeriksaan dan
pengukuran untuk tingkat fungsional berjalan terlebih dahulu
menggunakan asworth scale dan berg balance scale.serta mampu
memahami instruksi lisan, tulisan, dan isyarat menggunakan MMSE.
Selanjutnya sampel diberikan intervensi sebanyak 8x dengan frekuensi
3x satu minggu selama 6 minggu. Kemudian dilakukan pengukuran
fungsional berjalan kembali sebagai bahan evaluasi disetiap minggunya.
Hal ini dilakukan untuk menentukan tingkat keberhasilan dari perlakuan
yang telah diberkan.

44
45

Beberapa karakteristik penelitian yang dapat dideskripsikan sebagai


berikut :
Tabel 4.1
Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Sumber
Karakteristik Kelompok I Kelompok II Data : Data
Pribadi
Jenis Kelamin(%)
- Laki – laki 80% 50% Berdasarkan
- Perempuan 20% 50% data pada
Usia (Tahun) tabel 4.1
diatas
- Mean±SD 62,30±4,001 60,30±4,620
terlihat
- Median 64,00 63,00 perbandinga
- Min-max 55-65 55-65 n jenis
kelamin laki
– laki dan perempuan pada kelompok I yaitu 80% : 20%, sedangkan pada
kelompok II 50% : 50%. Selanjutnya dilihat dari segi usia pada
kelompok I memiliki nilai mean±SD 62,30±4,001, nilai mediannya yaitu
64,00 dan nilai min-maxnya yaitu 55-56, sedangkan pada kelompok II
nilai mean±SD 60,30±4,620, nilai mediannya yaitu 63,00 dan nilai min-
maxnya yaitu 55-56.

2. Hasil Pengukuran fungsional berjalan pada Kelompok I dan II


Tabel 4.2
Nilai fungsional berjalan yang diukur mengunakan alat ukur DGI pada
kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan II
Kelompok I Kelompok II
Sampel
Sebelum Sesudah Selisih Sebelum Sesudah Selisih
1 8 15 7 10 20 10
2 7 13 6 12 22 10
3 6 12 6 11 22 11
4 7 14 7 12 21 9
5 8 13 5 11 21 10
6 7 12 5 10 20 10
7 8 14 6 12 23 11
8 7 14 7 9 22 13
9 6 15 9 11 23 12
10 5 15 10 12 23 11
Mean 6,90 13,70 6,80 11,00 21,70 10,70
SD 0,994 1,160 1,619 1,054 2,119 1,160
Sumber Data : Data Pribadi

a. Nilai Fungsional berjalan pada Kelompok I

45
46

Pengukuran nilai fungsional berjalan pada kelompok I


menggunakan DGI dalam bentuk test yang terdiri dari 8 tahap yang
menginterpretasikan kondisi kemampuan berjalan sampel.
Pengukuran dilakukan sebelum dan sessudah diberikan intervensi
setiap minggu selama 6 minggu. Berikut adalah hasil pengukuran
nilai fungsional berjalan :
Pada kelompok I dengan jumlah sampel sebanyak 10 orang, nilai
mean±SD sebelum intervensi 6,90±0,994 dan nilai mean±SD sesudah
intervensi 13,70±1,160
b. Nilai Fungsional berjalan pada Kelompok II
Pengukuran nilai fungsional berjalan pada kelompok II
menggunakan DGI dalam bentuk test yang terdiri dari 8 tahap yang
menginterpretasikan kondisi kemampuan berjalan sampel.
Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah diberikan intervensi
setiap minggu selama 6 minggu. Berikut adalah hasil pengukuran
nilai fungsional berjalan :
Pada kelompok II dengan jumlah sampel sebanyak 10 orang, nilai
mean±SD sebelum intervensi 11,00±1,054 dan nilai mean±SD
sesudah intervensi 21,70 ±2,119.
berjalan
B. Uji Prasyarat Analisis

Tabel 4.3
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas fungsional berjalan pada insan pasca stroke
Shapiro-Wilk Test
Shapiro-Wilk Test
Data
P-Value Keterangan
Sebelum I 0,152 Normal
Sesudah I 0,124 Normal
Selisih I 0,137 Normal
Sebelum II 0,074 Normal
Sesudah II 0,124 Normal
Selisih II 0,328 Normal
Sumber: Data Pribadi

1. Uji Normalitas DGI


Setelah dilakukan uji normalitas pada tabel 4.3 dapat disimpulkan
bahwa sampel terdistribusi normal, ditunjukkan dengan nilai p > α
(0,05) pada kelompok I dan kelompok II sebelum dan sesudah
intervensi.

Tabel 4.4

46
47

Uji Homogenitas Nilai Selisih Disabilitas Lutut dengan Levene’s Test


Levene’s Test
Data
P-value Keterangan
Selisih I Homogen
0,444
Selisih II Homogen
Sumber: Data Pribadi

2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas pada penelitian ini dilakukan kelompok I dan
kelompok II dengan menggunakan uji Levene’s test, disimpulkan
bahwa varian data homogen karena nilai p > nilai α (0,05).

Dari kedua hasil pengujian diatas maka ditetapkan :


1. Pengujian hipotesa I dan hipotesa II menggunakan uji parametrik yaitu
paired sample t-test.
2. Pengujian hipotesa III menggunakan uji parametrik independent
sampel t-test.

47
48

C. Pengujian Hipotesa
Dalam penelitian ini terdapat tiga hipotesa dimana masing-masing
hipotesa telah diuji untuk menentukan apakah ada penurunan dan
peningkatan fungsional berjalan sebelum dan sesudah intervensi dengan
pemberian intervensi gait training exercise pada kelompok I dan intervensi
gait training exercise ditambah dengan VCT pada kelompok II.
1. Uji Hipotesa I dan II
Untuk menguji signifikansi dua sampel yang saling berpasangan
pada kelompok perlakuan, dengan data terdistribusi normal maka
digunakan uji paired sample t-test.
Tabel 4.5
Hasil Pengujian Hipotesis I dan II
Data Mean±SD p Keterangan
Uji Hipotesis I
Sebelum 6,90±0,994 Signifikan
<0,001
Sesudah 13,70±1,160
Uji Hipotesis II
Sebelum 11,00±1,054 Signifikan
<0,001
Sesudah 21,70±1,160
Sumber Data : Data Pribadi

Dari kedua tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai mean disabilitas
lumbal pada kelompok I sebelum intervensi sebesar 42,00±6,32 dan
sesudah intervensi 14,80±4,34 sedangkan nilai mean disabilitas lumbal
pada kelompok II sebelum intervensi 43,80±6,89 dan sesudah intervensi
7,80±2,896. Dan didapat nilai mean mobilitas lumbal pada kelompok I
sebelum intervensi sebesar 2,3±0,48 sesudah intervensi 5,9±0,59.
Sedangkan nilai mean pada kelompok II sebelum intervensi 2,61±0,53
dan sesudah intervensi 7,26±0,56. Berdasarkan hasil paired sample t-
test dari data tersebut di dapatkan nilai p < 0,0001 pada disabilitas I,
dan p < 0,0001 pada disabilitas kelompok II. Sedangkan pada mobilitas
lumbal perlakuan I nilai p < 0,0001 dan pada kelompok perlakuan II p <
0,0001. Nilai p < nilai α (0,025) maka Ho ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan gait training exercise pada kelompok I dan intervensi gait
training exercise ditambah dengan VCT dapat menurunkan dan
meningkatkan kemampuan fungsional berjalan.
2. Uji Hipotesa III
Untuk menguji signifikasi dua sampel yang saling berpasangan
pada kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II, dengan data
terdistribusi normal maka di gunakan uji parametrik yaitu Independent
Sampel t-Test.

48
49

Tabel 4.6
Hasil Pengujian Hipotesis III
Data Mean±SD P Keterangan
Uji Hipotesis III Signifikan
Selisih I 6,80±1,619 <0,0001
Selisih II 10,70±1,160
Sumber : Data Pribadi

Dari tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil uji
independent sampel t-test nilai p < 0,0001 dimana p < nilai α (0,05)
menunjukkan bahwa hal ini berarti Ho ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan antara intervensi gait
training exercise dan gait training exercise ditambah dengan VCT
terhadap peningkatan fungsional berjalan pada kasus stroke untuk
memperbaiki pola jalannya. Dari analisa data sebelum dan sesudah
pada kelompok I dan kelompok II terlihat pada tabel 4.2 dan 4.3 nilai
mean disabilitas sesudah kelompok I 14,80 dan kelompok II 7,80 serta
nilai mean MMST kelompok I 5,9 dan Kelompok II 7,26 sehingga
dapat diperoleh kesimpulan intervensi kelompok II lebih baik daripada
kelompok I.

Berdasarkan hasil uji statistik pada kedua kelompok tersebut maka


disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan Paired Sampel t-Test dapat disimpulkan bahwa gait
training exercise dapat meningkatan kemampuan fungsional
berjalan pada Insan pasca stroke.
2. Berdasarkan Paired Sampel t-Test dapat disimpulkan bahwa
intervensi gait training exercise ditambah dengan VCT dapat
meningkatkan kemampuan fungsional berjalan pada insan pasca
stroke.
3. Berdasarkan Independent Sample t-Test dapat disimpulkan bahwa
ada perbedaan antara intervensi gait training exercise dan gait
training exercise ditambah dengan VCT terhadap peningkatan
kemampuan fungsional berjalan pada insan pasca stroke.

49
50

BAB V
PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Sampel
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 20 orang pasien
Klinik Karmel yang terdiagnosa stroke hemiparase memiliki variasi dari
jenis kelamin dan usia . Teknik pengambilan sampel pada kedua
kelompok dilakukan dengan cara purposive sampling sehingga sampel
pada penelitian ini bervariasi. Pada penelitian ini terdiri dari dua
kelompok yang berjumlah 10 orang sampel pada setiap kelompoknya.
Pada kelompok I diberikan gait training exercise sedangkan pada
kelompok II diberikan gait training exercise dengan penambahan VCT.
Usia sampel pada kelompok I dan kelompok II berkisar antara 55-
65 tahun yang dapat dilihat pada tabel 4.1. Berdasarkan hasil Riskesdas
tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di Indonesia meningkat seiring
bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga
kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada
kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%.
Pada penelitian ini diketahui bahwa presentase jenis kelamin
sampel di dua kelompok perlakuan dominan berjenis kelamin pria yang
dapat dilihat pada tabel 4.1. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin
lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan perempuan (6,8%).
Dalam penanganan penyakit non infeksi yang berkembang saat ini
seperti stroke yang merupakan penyakit atau gangguan sistem peredaran
darah yang menimbulkan kerusakan pada sistem saraf pusat dan lebih
lanjut menyebabkan kelumpuhan pada sebagian anggota badan dan
wajah. Penelitian menurut Wayne pada tahun 2011 menyatakan
Gangguan pola berjalan pasca stroke disebabkan karena kerusakan otak
akibat pecahnya pembuluh darah otak. Jika kerusakannya mengenai
bagian otak yang mengatur fungsi motorik atau sensasi di salah satu atau
kedua tungkai maka akan mempengaruhi kemampuan berjalan pasien.
Penyebab lainnya adalah atrofi. Otot kehilangan kekuatan dan tonus jika
tidak digunakan dalam jangka waktu yang lama. Penyebab ketiga
gangguan pola jalan pasien stroke adalah keseimbangan. Kehilangan
sensasi pada tungkai serta rusaknya bagian otak yang mengatur
keseimbangan dapat menganggu keseimbangan berjalan pasien.

50
51

2. Pengujian Hipotesis
Pada penelitian ini peneliti akan membahas hipotesis pada BAB
sebelumnya dengan pembahasan sebagai berikut.
1. Intervensi gait training exercise dapat meningkatkan
kemampuan fungsional berjalan pada insan pasca stroke
Hasil hipotesis I diperoleh nilai p adalah 0,001 (p<0,05) yang
artinya pemberian gait training exercise dapat meningkatkan
kemampuan fungsional berjalan pada insan pasca stroke.
Menurut penelitian Salzman pada tahun 2010 Pada penderita
stroke yang terkena lesi pada batang otak atau hemisfer otak akan
menyebabkan terjadinya tipe berjalan hemiparetik (gait hemiparetik).
Pola jalan ini ditandai dengan langkah pelan dan asimetris dengan
kontrol motorik selektif yang buruk, reaksi keseimbangan yang
terhambat dan terganggu, serta penurunan weight bearing pada
tungkai paretic. Menurut penelitian Wright et al pada tahun 2013
Menyatakan gerakan kompensasi perlu untuk ambulasi ,menghasilkan
penempatan abnormal pusat gravitasi sehingga pengeluaran energi
meningkat. Gait hemiparetik dicirikan juga dengan menurunnya
kecepatan berjalan dan mengalami gangguan dengan pola langkah
yang asimetris.
gait training exercise merupakan bentuk latihan yang bersifat.
rehabilitasi kemapuan berjalan adalah suatu bentuk tindakan
mempelajari cara berjalan. Ketika diberikan intervensi berupa gait
training exercise akan terjadi latihan cara berjalan, melangkah atau
berjalan. Lebih khusus lagi, adalah serangkaian ritmis, bolak gerakan
pada batang tubuh dan anggota badan yang mengakibatkan
progresivitas ke depan dari pusat gravitasi (tubuh).. Kelainan lainnya
dari gait adalah penempatan kaki. Jika pasien mengalami kesulitan
mengendalikan di mana kaki mendarat (misalnya: terlalu dekat dengan
kaki yang lain, out / in), mereka mungkin memiliki kelemahan otot hip
yang tidak signifikan atau adanya masalah neurologis.
Sebagian besar deviasi gait dapat dikoreksi atau dikompensasi
dengan fisioterapi dan latihan kebugaran. Sebagian besar fisioterapis
ahli dalam evaluasi gait dan pelatihan. Jika tidak diobati, deviasi gait
yang signifikan dapat menyebabkan cedera. Dengan langkah pertama,
dan membuat evaluasi gait, bisa menjadi langkah dalam arah yang
benar untuk kesehatan yang lebih baik.
Gait training exercise ini lebih menekankan pada latihan alternatif
yang efektif, biasannya seperti latihan berjalan pada treadmill yang

51
52

lebih menekankan peningkatan kemampuan gait, terapi dengan berat


badan parsial dalam rehabilitasi ini intens setelah stroke.
Adanya efek yang didapatkan dari terapi latihan ini tidak
membebankan upaya keras dan tenaga yang belebih dari para terapis
selama terapi karena latihan ini lebih meningkatkan kemandirian pada
pasien stroke untuk meningkatkan kemampuan berjalannya dan
kemampuannya mempertahankan gerak secara seimbang.

2. Penambahan Intervensi VCT pada gait training exercise dapat


meningkatkan kemampuan fungsional berjalan pada insan pasca
stroke
Hasil hipotesis II diperoleh nilai p adalah 0,001 (p<0,05) yang artinya
penambahan intervensi VCT pada gait training exercise dapat
meningkatkan kemampuan fungsional berjalan pada insan pasca
stroke
Pada kasus stroke kemampuan visual menjadi salah satu faktor
yang sangat berpengaruh dalam mengembangan pola jalan yang
dinamis, menurut penilitian Higuchi pada tahun 2013 visual
memainkan peran penting pada semua strategi reaktif, prediktif dan
antisipasi karena menyediakan informasi spatiotemporal mengenai
tempat terpencil yang sangat tepat. Dimana visual dapat digunakan
untuk memberikan stimulus berupa isyarat unutuk berjalan di atas
lantai dengan step length yang diinginkan untuk membantu inisiasi dan
pelaksanaan gait.
Pemberian VCT merupakan latihan dengan menggunakan isyarat
eksternal yaitu adaptasi Visual untuk meningkatkan motor control
selama berjalan dengan memfasilitasi pasien memodifikasi panjang
langkah berdasarkan informasi sensorik yang telah disediakan menurut
penelitian Amatachaya et al pada tahun 2009.
Pemulihan fungsi berjalan merupakan tujuan utama rehabilitasi
pasca stroke, Pendekatan saat ini untuk rehabilitasi berjalan pasca
stroke bervariasi, berdasarkan pada model fisiologi motorik gangguan
yang bebeda-beda, namun sebagian besar menargetkan gangguan
motorik saat berjalan dengan adaptasi kemampuan berjalan
(Langhorne P et al, 2009).
Selanjutnya tujuan menggunakan isyarat eksternal dalam
rehabilitasi berjalan memungkinkan pasien untuk meningkatkan
kecepatan berjalan mereka serta menjadi lebih efektif. Isyarat
eksternal merupakan informasi yang membantu subjek secara efisien
mengatur ulang gerakan mereka dan menghasilkan tingkat kemampuan
yang lebih baik daripada penentuan oleh mereka sendiri walaupun
53

terdapat kerusakan pada sistem motor dan sensorik (Amatachaya et al,


2009).
Rangsangan isyarat Visual eksternal fokus kerjanya terhadap stride
length. Pada latihan ini pula pasien diminta untuk berjalan diatas garis-
garis untuk menormalkan stride length mereka. Garis-garis yang
ditempelkan pada lantai dapat memberikan gambaran perhatian
terhadap proses melangkah dan dapat juga meningkatkan aliran optikal
sehingga meningkatkan kemampuan fungsional berjalan
Pada saat dua intervensi ini digabungkan, maka hasil yang akan di
dapatkan lebih baik hasilnya seperti yang ditampilkan pada tabel 4.5.
Hasil ini memperkuat penelitian yang menunjukkan bahwa latihan ini
dapat meningkatkan fungsional berjalan, meningkatkan kemampuan
viusal, serta koordinasi dan keseimbangan.

3. Ada perbedaan antara intervensi gait training exercise dan


penambahan intervensi VCT pada gait training exercise dapat
meningkatkan kemampuan fungsional berjalan pada insan pasca
stroke
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kedua
perlakuan dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
fungsional berjalan pada insan pasca stroke serta terdapat perbedaan
yang bermakna antara gait training exercise dan penambahan
intervensi VCT pada gait training exercise yaitu, penambahan
intervensi VCT pada gait training exercise lebih berpengaruh
terhadap peningkatan kemampuan fungsinal berjalan pada insan pasca
stroke. Gait training exercise akan kemampuan pola jalan alternatif
yang lebih efektif serta kontrol motorik latihan ini dilakukan secara
sistematis memanfaatkan dari sistem biomekanik dan fisiologi
fungsional, ditambah dengan efek sistem tahanan pada sistem
neuromuscular untuk meningkatkan kondisi fisik aktif neuromuscular
dan rehabilitasi dan hal inilah yang menyebabkan pengiriman sinyal
menjadi semakin meningkat yang dapat menyebabkan fungsional
gerak berjalan lebih seimbang dan fokus serta adanya sedikit bantuan
minimal dari terapis yang membuat insan pasca stroke menjadi lebih
mudah dalam latihan berjalan.
Selanjutnya penambahan intervensi berupa VCT berupa latihan
yang di fokuskan pada visual untuk menjaga keseimbangan serta
dapat meningkatkan rangsangan gerak terhadap stimulus dari luar
yang berupa isyarat visual sehingga menimbulkan perubahan
fungsional pola jalan yang lebih baik serta tingkat kemampuan
meningkat memperthan keseimbangan berjalan yang lebih baik. Maka
54

dengan adanya efek ini fungsional berjalan menjadi meningkat lebih


signifikan.
Jadi menurut peneliti latihan ini lebih baik jika dikombinasikan
dengan latihan yang mengutamakan stimulus secara visual karena
dapat menghasilkan efek mekanik dan efek neurofisiologis. Efek
mekanik yang dihasilkan berupaka gerakan yang terjadi untuk
melangkah, serta mempertahankan kondisi keseimbangan dan fokus
saat berjalan dan gerakan yang fungsional tanpa adanya rasa nyeri..
Sedangkan efek neurofisiologis yaitu dapat meningkatkan tranmisi
rangsangan nociceptive di sumsum tulang belakang atau di batang
otak dengan demikian nyeri dapat berkurang. Selain itu, efek
neuromuscular juga dapat meningkatkan pengiriman sinyal tubuh.
Dengan digabungnya teknik gait training exercise dengan latihan VCT
maka dapat meningkatankan kemampuan fungsional berjalan sehingga
akan mebuat pola jalan lebih baik dan terkontrol pada penderitanya.

B. KETERBATASAN PENELITIAN
Berbagai keterbatasan yang dialami oleh penulis selama melakukan penelitian
ini adalah:
1. Hasil diukur dalam jangka waktu pendek, belum menggambarkan
hasil jangka panjang.
2. Aktivitas sampel yang sulit untuk dikendalikan oleh peneliti, baik
aktifitas kerja maupun aktifitas sehari-hari yang akan mempengaruhi
hasil perlakuan yang diberikan dalam proses peningkatan kemampuan
fungsional berjalan pada pasien pasca stroke
55

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka yang kesimpulan
yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Intervensi gait training exercise dapat meningkatan kemampuan
fungsional berjalan pada insan pasca stroke untuk memperbaiki pola
jalannya
2. Intervensi gait training exercise ditambah dengan VCT dapat
meningkatkan kemampuan fungsional berjalan pada insan pasca
stroke untuk memperbaiki pola jalannya
3. Ada perbedaan antara intervensi gait training exercise dengan gait
training exercise yang ditambah dengan VCT terhadap peningkatan
kemampuan fungsional berjalan terhadap perbaikan pola jalan pada
insan pasca stroke.
B. Saran
1. Penelitian selanjutnya diharapkan adalah penelitian jangka panjang
supaya didapatkan efek jangka panjang dan maksimal
2. Sampel dipilih berdasarkan kesamaan aktivitas dan kemampuan
berjalannya.
3. Penelitian selanjutnya dapat mengkombinasi anatara intervensi gait
training exercise ditambah dengan VCT

Anda mungkin juga menyukai