A. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden yang pada
penelitian ini meliputi karakteristik usia, jenis kelamin, pendidikan, lama menderita
diabetes mellitus, dan tingkat self care.
a. Karakteristik Responden
Karakteristik responden digunakan untuk melihat ragam jenis dari
responden yang diambil oleh peneliti, dengan melihat usia, jenis kelamin, jenis
pendidikan, lama menderita DM dan nilai self care. Variabel jenis kelamin,
pendidikan, usia dan lama menderita DM dibuat dalam bentuk kategorik sehingga
disajikan dalam bentuk proporsi atau presentase, sedangkan variabel numerik
yaitu self care activity disajikan dalam bentuk mean, median, standar deviasi serta
nilai minimal dan maksimal.
Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia,
Jenis Kelamin, Jenis Pendidikan, dan Lama Menderita DM di Wilayah Kerja
Puskesmas Cikalong (N=44)
Hasil uji univariat karakteristik dapat dilihat pada tabel 4.1 terhadap
variabel penelitian dengan jumlah sampel sebanyak 44 pasien DM Tipe 2 di
Puskesmas Cikalong adalah sebagian besar usia responden ada di rentang 51-60
Tahun yaitu sebesar 45,5%. Jenis kelamin responden sebagian besar adalah
responden perempuan yaitu sebesar 54,5%. Tingkat pendidikan responden
terbanyak adalah jenjang Pendidikan Rendah sebesar 72,7%. Sebagian besar
responden yaitu sebanyak 56,8% mengaku menderita DM kurang dari 1-5 tahun.
Tabel 4.2 Tingkat Self Care Responden Pre Test dan Post Test di Puskesmas
Cikalong (N=44)
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat gambaran tingkat self care pre test -
post test pada responden. Mayoritas responden sebelum diberikan perlakuan
pendidikan kesehatan Diabetes Self Management Education (pre test) memiliki
tingkat self care sedang sebanyak 31 orang (70,5%) dan self care baik sebanyak 4
orang (9,1%), kemudian setelah dilakukan perlakuan (post test) mayoritas
responden kelompok eksperimen mengalami peningkatan sehingga memiliki self
care baik sebanyak 12 orang (27,3%).
Tabel 4.3 Distribusi Rata-Rata Nilai Pre Test dan Post Test pada Responden di
Puskesmas Cikalong (N=44)
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa rata-rata responden sebelum diberikan
perlakuan pendidikan kesehatan Diabetes Self Management Education (pre test)
yaitu 56,2 dengan nilai minimum 27, nilai maksimum 90 dan standar deviasi 16,5.
Sedangkan setelah diberikan perlakuan (post test) terdapat peningkatan nilai rata-
rata menjadi 66,4 dengan nilai minimum 33, nilai maksimum 105 dan standar
deviasi 17,8.
2. Analisis Bivariat
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi
normal atau tidak yang selanjutnya digunakan untuk menentukan uji parametrik
atau uji non parametrik. Peneliti mengunakan metode Shapiro-Wilk karena besar
sampel ≤50 (n=40). Hasil uji normalitas disajikan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data Pre Test dan Post Test
di Puskesmas Cikalong (N=44)
Nilai Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Pre test .078 44 .321*
Pre test .064 44 .734*
*) Berdistribusi normal pada p>0,05 dengan uji Shapiro-Wilk
Sumber : Data Primer 2023
Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 4.4 , dari analisis tersebut
diperoleh nilai signifikansi > 0,05 untuk tingkat self care pre test dan post test,
sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal, sehingga
untuk melakukan analisis bivariat digunakan uji statistik parametric, yaitu uji T
berpasangan (Paired Sample T test).
Tabel 4.5 Hasil Uji Paired Sample T Test Sebelum dan Sesudah Intervensi di
Puskesmas Cikalong (N=44)
B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden berdasarkan usia dari hasil penelitian ini mayoritas
berusia 51-60 tahun sebanyak 20 responden (45,5%). Berdasarkan hasil Riset
kesehatan dasar 2018, bahwa jumlah penderita DM meningkat dengan bertambahanya
usia terutama pada usia > 50 tahun (Kementerian Kesehatan RI, 2019).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggeria
(2021) di Asri Wound Care Center Medan menunjukkan hasil yang serupa bahwa
sebanyak 79,5% responden penderita DM berumur >50 tahun. Menurut Rosita (2022)
responden dengan umur 40-60 tahun atau pada kategori pra-lansia memiliki risiko
1,75 kali terkena diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan dengan responden umur 60
tahun ke atas atau kategori lanjut usia.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa pevalensi penderita DM meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. DM Tipe 2 banyak diderita oleh orang dewasa
berusia diatas 50 tahun. Proses bertambahnya usia juga mempengaruhi homeostasis
tubuh, termasuk perubahan fungsi sel beta pankreas yang menghasilkan insulin dan
menyebabkan gangguan sekresi hormon atau penggunaan glukosa yang tidak adekuat
pada tingkat sel yang berdampak terhadap peningkatan kadar glukosa darah. Usia 50
tahun keatas akan terjadi peningkatan 5-10 mg/dL setiap tahun (Adimuntja, 2020).
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dari hasil penelitian ini
mayoritas adalah perempuan (54,5%). Hasil ini sesuai hasil data Riset kesehatan
dasar tahun 2018 penderita diabetes melitus di Indonesia lebih banyak berjenis
kelamin perempuan (1,8%) daripada laki-laki (1,2%) (Kemenkes RI, 2019). Selain itu
beberapa penelitian juga mendukung teori ini seperti penelitian yang dilakukan oleh
Luthfa (2019) menunjukkan prevalensi penderita DM perempuan sebanyak (77,7%).
Hasil penelitian Rosita (2022) menunjukkan perempuan berisiko 2,15 kali untuk
menderita diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan
secara fisik perempuan berpeluang mengalami peningkatan indeks masa tubuh yang
lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse
yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses
hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes melitus tipe 2 (Rosita
et al., 2022).
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dari hasil penelitian ini
mayoritas merupakan lulusan SD hingga SMP (pendidikan rendah) yaitu sebanyak
72,7%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Militia (2021) sebagian besar
responden merupakan pendidikan rendah yaitu sebanyak 84,5%. Pendidikan berkaitan
dengan kesadaran khususnya dalam masalah kesehatan. Semakin rendahnya tingkat
pendidikan maka cenderung tidak mengetahui gejala-gejala terkait diabetes mellitus
tipe 2. Berdasarkan hasil penelitian Nugroho & Sari (2020) menyatakan bahwa orang
yang berpendidikan rendah memiliki peluang risiko terjadinya DM sebesar 4,895 kali
dibandingkan orang yang tidak DM .
Pendidikan diyakini sebagai faktor yang penting untuk mempengaruhi seseorang
untuk melakukan self care activity diabetes, kepatuhan kontrol gula darah, mengatasi
gejala yang muncul dengan penanganan yang tepat serta mecegah terjadinya
komplikasi pendidikan umumnya terkait dengan pengetahuan. Penderita dengan
pendidikan yang tinggi memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai penyakit
diabetes dan efeknya terhadap kesehatan sehingga penderita akan menyikapi dengan
cara positif serta akan berusaha (Nugroho & Sari, 2020).
Karakteristik responden berdasarkan lamanya waktu terdiagnosa diabetes mellitus
oleh tenaga kesehatan mayoritas berada pada rentang 1-5 tahun sebanyak 25
responden (56,8,5%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Manuntung (2020) yang menyebutkan bahwa sebanyak 51,1 % responden
menderita DM pada rentang < 5 tahun. Dan didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Luthfa (2019) yang menyebutkan bahwa mayoritas responden menderita DM
pada rentang <5 tahun adalah sebanyak 68,8 %.
Hal yang berbeda ditemukan dalam penelitian yang dilakukan Selano (2023)
bahwa sebanyak 51,6 % responden menderita DM pada > 5 tahun. Lamanya
menderita DM kurang dapat menggambarkan kondisi penyakit yang sesungguhnya.
Hal ini terjadi karena klien baru terdiagnosa DM setelah mengalami suatu komplikasi
yang nyata, padahal perjalanan penyakit DM sudah berlangsung cukup lama sebelum
klien terdiagnosa (Paris et al., 2023).
C. Keterbatasan Penelitian
1. Dalam pengisian kuesioner ada beberapa responden yang memerlukan bantuan
keluarga dan peneliti.