Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 2 (2018), hlm.

47-52

LAPORAN KASUS: PEMERIKSAAN MIKOLOGI YANG TETAP POSITIF SETELAH


TERAPI STANDAR DENGAN AMPHOTERICIN B PADA PENDERITA MENINGITIS
KRIPTOKOKUS

A POSITIVE MYCOLOGICAL FINDINGS AFTER STANDARD AMPHOTERICIN B


TREATMENT IN A CRYPTOCOCCAL MENINGITIS PATIENT

Arthur H.P. Mawuntu*, Darma Imran**

sinapsunsrat@gmail.com

*) Staf, Divisi Neuroinfeksi, Neuro-AIDS, dan Neuroimunologi Bagian/KSM Neurologi Fakultas


Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado;
**) Staf, Divisi Neuroinfeksi, Neuro-AIDS, dan Neuroimunologi Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

ABSTRAK
Amphotericin B dengan atau tanpa flucytocine masih menjadi terapi awal pilihan untuk meningitis
kriptokokus pada pasien AIDS. Sensitifitas Cryptococcus neoformans pada agen antijamur ini masih tetap
tinggi hingga sekarang. Kami melaporkan kasus seorang pasien laki-laki, 35 tahun, dengan AIDS yang
menderita meningitis kriptokokus yang menunjukkan hasil pemeriksaan mikologi yang tetap positif
dalam tiga kali analisis cairan serebrospinalis berturut-turut dengan interval dua minggu meskipun pasien
menunjukkan perbaikan secara klinis. Uji kepekaan tidak dilakukan. Penyebab hasil pemeriksaan yang
positif yang paling mungkin adalah penurunan kadar substansi aktif obat karena pemaparan dengan
cahaya sebelum pencampuran. Sebagai kesimpulan, sangat penting untuk mendeteksi kegagalan terapi
awal pada terapi dengan amphotericin B serta penyebab yang paling mungkin. Memahami cara
menyimpan dan memberikan amphotericin dengan benar juga penting untuk efektifitas terapi.

Kata kunci: meningitis kriptokokus – AIDS – amphotericin B.

ABSTRACT
Amphotericin B with or without flucytocine remains an initial treatment of choice for cryptoccocal
meningitis for patient with AIDS. The sensitivity of Cryptococcus neoformans for this antifungal agent
remains high until now. We report a case of a 35 years old male patient with AIDS who developed
cryptococcal meningitis who showed positive mycological findings in three consecutive cerebrospinal
fluid analysis within two weeks interval after standard amphotericin B treatment even though he was
clinically improving. No susceptibility tests were taken. The most possible cause for these positive
findings is due to reduction of the drug active substance level because of light exposure before mixing. As
a conclusion, it is important to detect early failure in amphotericin B treatment and its likely causes.
Understanding the appropriate way to keep and administer amphotericin B are also important for
effective therapy.

Keywords: cryptoccal meningitis – AIDS – amphotericin B.

47
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 2 (2018), hlm. 47-52

PENDAHULUAN ILUSTRASI KASUS


Meningitis kriptokokus adalah infeksi Seorang laki-laki berusia 35 tahun yang
susunan saraf pusat yang disebabkan jamur terdiagnosis AIDS sejak tiga tahun yang
Cryptococcus neoformans. Pada tahun lalu, datang ke rumah sakit dengan keluhan
1980-an kasus meningitis kriptokokus utama nyeri kepala hebat sejak tujuh hari
meningkat seiring dengan merebaknya sebelumnya. Terdapat riwayat demam tujuh
kasus AIDS dan menjadi infeksi jamur hari sebelum masuk rumah sakit. Pada
oportunistik yang paling sering terjadi pada pemeriksaan fisik umum ditemukan oral
pasien AIDS. Di lingkungan dan spesimen thrush, tato, dan ulkus genital. Pada
klinis, C. neoformans berbentuk ragi pemeriksaan neurologis ditemukan paresis
berkapsul. Komponen dinding selnya, yaitu nervus abdusens dekstra yang membaik
ergosterol, kitin, serta ß1,3- dan ß1,6- setelah pungsi lumbal (lumbar puncture =
glukan, merupakan target utama obat-obat LP). Pemeriksaan neurologis lain dalam
1-4
anti jamur. batas normal. Pada pemeriksaan
Mortalitas meningitis kriptokokus laboratorium ditemukan leukopenia dengan
yang berhubungan dengan HIV tetap tinggi CD4 4 sel/μl (1%). Imunoglobulin (Ig) G
(10 – 30%), bahkan di negara-negara maju antitoksoplasma meningkat (101). IgG &
akibat terapi antijamur yang tidak adekuat igM anti-herpes simplex virus tipe 2 (anti-
serta adanya penyulit tekanan tinggi HSV-2) positif. Anti-hepatitis C virus (anti-
intrakranial. Hingga saat ini, agen antijamur HCV) total positif, tes fungsi liver masih
yang digunakan untuk terapi meningitis normal. Pewarnaan sputum basil tahan
kriptokokus adalah amphotericin B dengan asam, polymerase chain reaction
atau tanpa flucytocine, fluconazole, dan Mycobacterium tuberculosis, dan anti-
itraconazole. Beberapa obat jamur baru dari tuberculosis negatif, foto toraks dalam batas
golongan poliena dan azol mulai normal. Pada LP awal ditemukan tekanan
diperkenalkan dalam klinis meski belum pembukaan yang tinggi (200 mmH2O),
digunakan di Indonesia. 1,4-6 hasil pewarnaan tinta India positif untuk
Pemakaian agen antijamur dalam cryptococcus (Gambar 1), tes serologi CSS
penatalaksanaan meningitis kriptokokus untuk cryptococcus positif pada titer 1/300,
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pada biakan tumbuh koloni C. Neoformans
faktor tolerabilitas pasien, resistensi jamur, (Gambar 2). Dibuat diagnosis meningitis
dan agen antijamur itu sendiri. Selain itu, kriptokokus. Dibuat juga didiagnosis
kualitas pembuatan dan penyimpanan, kandidosis oral, ulkus genital akibat HSV
dosis, serta cara pemberian juga tipe 2, AIDS, dan hepatitis C.
mempengaruhi hasil terapi.6

48
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 2 (2018), hlm. 47-52

Pasien diterapi dengan inhibitor sintesis glukan. Amphotericin B


Amphotericine B deoxycholate (AmBD) dari golongan poliena, flucytocine (5-FC),
0,7 mg/KgBB per hari selama dua minggu serta fluconazole dan itraconazole dari
kemudian di-LP ulang dengan hasil tekanan golongan azol merupakan agen antijamur
pembukaan masih tinggi (180 mmH2O), yang digunakan dalam terapi meningitis
pewarnaan & biakan masih positif. LP ke kriptokokus. Obat-obat ini menjadikan
tiga masih memberi hasil pewarnaan & komponen dinding sel sebagai target kerja
biakan masih positif. Terapi AmBD lalu dengan pengecualian 5-FC yang merupakan
diganti fluconazole 400 mg per hari dan suatu anti metabolik.8-9
dirawat jalan satu minggu kemudian. Pasien dalam kasus ini telah
Selama dalam perawatan pasien terdiagnosis AIDS sejak tiga tahun lalu.
merasakan nyeri kepala membaik satu hari Diagnosis meningitis kriptokokus
setelah LP pertama. Hari ke tiga setelah LP ditegakkan berdasarkan pewarnaan tinta
pertama pasien sudah tidak mengeluhkan India, tes serologi CSS, dan hasil biakan
nyeri kepala lagi. Pada minggu ke dua yang positif untuk cryptococcus. Selain itu,
pasien mengeluh batuk berlendir dan pasien juga didiagnosis menderita
demam subfebris. Setiap kali pemberian kandidosis oral, hepatitis C, dan herpes
AmBD pasien mengalami hiperhidrosis, genital. Hasil pemeriksaan sputum BTA
nausea, dan sempat dua kali flebitis. tiga kali, PCR TB, anti-TB, dan foto toraks
Sempat terjadi peningkatan kadar serial yang negatif menyingkirkan diagnosis
ureum dan kreatinin yang membaik dengan tuberkulosis paru. Dalam perawatan, pasien
hidrasi, anemia dan hiponatremia timbul sempat mengalami pneumonia yang
pada minggu ke dua terapi. Dari hasil membaik dengan pemberian antibiotik.
konsultasi ke Divisi Pulmonologi pasien Hasil pemeriksaan darah lengkap
didiagnosis pneumonia komunitas. menunjukkan adanya leukopenia dengan sel
Diberikan ceftriaxone & levofloxacin CD4 4 sel/μl, kadar natrium, kalium, dan
intravena. Pasien juga diterapi untuk herpes klorida serum normal, fungsi ginjal, dan
genital dengan acyclovir dan diberi fungsi liver juga normal.
profilaksis ensefalitis toksoplasma dengan Penatalaksanaan meningitis
cotrimoxazole. kriptokokus pada pasien ini meliputi
perawatan umum, LP berulang, dan
DISKUSI pemberian agen antijamur dengan
Sampai saat ini, terdapat setidaknya lima pemantauan efek samping. Agen antijamur
golongan agen antijamur yaitu golongan yang diberikan adalah AmBD yang
poliena, antimetabolik, azol, alilamin, dan dilanjutkan dengan fluconazole. AmBD

49
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 2 (2018), hlm. 47-52

diberikan dengan dosis 0,7 mg/kgBB/ hari Tetap ditemukannya cryptococcus


dalam dextrose 5% 500ml yang diberikan dalam CSS setelah terapi AmBD sesuai
sebagai drips intravena dalam enam jam per dosis dan waktu mungkin disebabkan oleh
hari. Ibuprofen 400mg diberikan sebagai masalah obat atau, lebih jarang, resistensi
premedikasi. Pemberian infus NaCl 0,9% terhadap amphotericin B. Pfallerr, dkk
sebelum pemberian AmBD dan pemberian (2005) mengatakan bahwa tren global
cairan yang cukup dilakukan untuk resistensi C. neoformans terhadap anti
mengurangi toksisitas terhadap ginjal. 7,10-11
jamur selang waktu 1990 – 2004 belum
Pemilihan amphotericin B sebagai berubah dan resistensi terhadap
terapi awal dianjurkan oleh beberapa amphotericin B tetap jarang.14
literatur karena efektifitasnya sangat baik Berdasarkan hal di atas, maka
untuk infeksi cryptococcus. Pemakaian masalah masih positifnya cryptococcus
amphotericin B di akhir tahun 1950-an pasien ini paling mungkin disebabkan oleh
secara bermakna menurunkan mortalitas masalah obat. Penyimpanan obat dalam
akibat infeksi cryptococcus. Meskipun wadah tembus cahaya mungkin telah
demikian pemberian amphotericin B harus menurunkan kandungan zat aktif dan
dilakukan secara hati-hati mengingat dengan demikian dosis terapi perlu
toksisitas dan efek sampingnya. 7,10-11 dinaikkan. Kemungkinan terjadi resistensi
Resistensi terhadap amphotericin B absolut primer sebab secara kuantitatif
secara teoritis terjadi bila ikatan dengan jumlah sel jamur pada analisis CSS
ergosterol terganggu, baik akibat penurunan berkurang dari waktu ke waktu. Idealnya
konsentrasi ergosterol dinding sel atau memang dilakukan tes sensitifitas bila
akibat perubahan pada molekul target sterol dicurigai ada resistensi terhadap obat.
yang menurunkan afinitas terhadap obat. Selain itu, pemeriksaan kepadatan jamur
Resistensi C. neoformans terhadap pada pemeriksaan tinta India tidak
amphotericin B masih jarang ditemukan. dilakukan padahal pemeriksaan ini
Penulis sendiri belum menemukan adanya bermanfaat dalam menentukan respons
laporan penelitian tentang resistensi C. terapi.
neoformans terhadap amphotericin B di
Indonesia. Resistensi terhadap amphotericin PENUTUP
B dilaporkan terjadi pada spesies Candida Sampai saat ini, amphotericin B dengan
glabrata, C. lusitaniae, C. gubliniensis, atau tanpa 5-FC masih dianjurkan sebagai
Trichosporon beigelii, Scedosporium agen antijamur untuk terapi awal dalam
prolificans, dan beberapa spesies jamur guidelines penatalaksanaan meningitis
12-13
lain. kriptokokus. Resistensi terhadap

50
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 2 (2018), hlm. 47-52

amphotericin B masih jarang ditemukan. 6. Perfect J.R. Fungal Meningitis in


Infections of The Central Nervous
Dalam praktek sehari-hari, hal utama yang
System 3rd edition. Editor Scheld
bisa kita lakukan untuk memperbaiki W.M, Richard J.W, Christina M.M.
2004. Phladelphia: Lippincot
efektifitas terapi adalah melakukan teknik
Williams & Wilkins. p691-5.
penyimpanan dan pemberian obat yang 7. Perfect JR, Dismukes WE, Dromer F,
Goldman DL, Graybil JR, et al.
benar.
Clinical practice guidelines for the
Sebagai kesimpulan, sangat penting management of cryptococcal
disease: 2010 update by the
untuk mendeteksi kegagalan terapi awal
infectious diseases society of
pada terapi dengan amphotericin B serta America. CID 2010:50 (1
February), p. 291 – 322.
penyebab yang paling mungkin. Memahami
8. Larsen RA, Bauer M, Thomas AM,
cara menyimpan dan memberikan Graybill JR. Amphotericin B and
fluconazole for cryptococcal
amphotericin dengan benar juga penting
meningitis. Antimicrobial agents
untuk efektifitas terapi. and chemotherapy. 2004;48(3):985
– 91.
9. Sheppard D, Lampiris HW. Antifungal
KEPUSTAKAAN agents. In: Katzung BG. Basic &
clinical pharmacology 9-th ed.
1. Mancall EL, Cascino TL, Devereaux
Boston: McGraw-Hill, 2004. p. 792
MW, Lambert AL (editors). The
– 800.
neurologic complications of AIDS.
10. Imran D. Kriptokokosis. Dalam:
Opportunistic infections:
Yunihastuti E, Djauzi S, Djoerban
cryptococcsis. Continuum Part A.
Z (editor). Infeksi oportunistik pada
2000;6(5):150 – 65.
AIDS. Jakarta: Balai Penerbit
2. Brown R, Ropper A. Adams and
FKUI, 2005. hal. 27 – 32.
Victor’s Principles of neurology 8-
11. Casadevall A, Perfect JR. Cryptococcus
th ed. Infections of the nervous
neoformans. Therapy of
system (bacterial, fungal,
cryptoccocosis. Washington DC:
spirochetal, parasitic) and
American Society of Microbiology,
sarcoidosis. New York: McGraw-
1998. p. 457 – 518.
Hill, 2005. p. 620 – 2.
12. Archibald LK, Tuohy MJ, Wilson DA,
3. Casadevall A, Perfect JR. Cryptococcus
Nwanyanwu O, Kazember PN,
neoformans. Introduction to
Tansuphasadikul S, et al.
pathogen. Washington DC:
Antifungal susceptibilities of
American Society of Microbiology,
Cryptococcus neoformans. Emerg
1998. p. 1 – 28.
Infect Dis. 2004; 10(1):143 – 5.
4. Bicanic T, Harrison TS. Cryptococcal
13. Wahyuningsih R. Ancaman Infeksi
meningitis. British Medical
Jamur pada Era HIV/AIDS. Pidato
Bulletin. 2004;72:99 – 118.
pengukuhan guru besar tetap
5. Mwaba P. Mwansa J, Chintu C et al.
parasitologi Fakultas Kedokteran
(2001) Clinical presentation,
UKI. 2008 Jakarta: Fakultas
natural history, and cumulative
Kedokteran UKI. hal 5-7.
death rates of 230 adults with
14. Pfaller MA, Messer SA, Boyken L,
primary cryptococcal meningitis in
Rice L, Tendolkar S, Hollis RJ, et
Zambian AIDS patients treated
al. Global trends in the antifungal
under local conditions. Postgrad
susceptibility of Cryptococcus
Med J, 77, 769–773.
neoformans (1990 to 2004). J Clin
Microbiol. 2005; 43(5):2163 – 7.

51
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 2 (2018), hlm. 47-52

GAMBAR

Gambar 1. Pewarnaan tinda India dari CSS pasien dengan pembesaran kuat.

Sumber: Bagian Parasitologi FKUI.

Gambar 2. Kultur cairan serebrospinal pasien yang positif untuk jamur


cryptococcus.

Sumber: Bagian Parasitologi FKUI.

52

Anda mungkin juga menyukai