Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

STRESS DAN ADAPTASI


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa
Dosen Pembimbing Dwi Ariani S S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh:
Amalia Khusnul Khotimah (P27220016004)
Anita Dewi Anggreini (P27220016007)
Hendra Adhi Nugraha (P27220016026)
Inas Pratiwi (P27220016027)
Mareta Kumala Sari (P27220016028)
Mona Umaminingrum (P27220016031)
Nifa Dwi Septamawati (P27220016034)
Rachma Noer Azizah (P27220016040)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemahaman tentang stress dan akibatnya penting bagi upaya pengobatan
maupun pencegahan banyak gangguan kesehatan jiwa. Para ahli sudah banyak
meneliti masalah stres, khususnya yang bertalian dengan situasi dan kondisi hidup.
Masalah stres sering dihubungkan dengan kehidupan modern dan nampaknya
kehidupan modern merupakan sumber bermacam gangguan stres. Perlu diperhatikan
bahwa kepekaan orang untuk menghayati stres tidaklah sama, ada yang lebih kuat dan
ada yang lebih rapuh, hal itu bergantung pada keseluruhan kondisi individu yang turut
menentukan juga penampilan gangguan kesehatan jiwa.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari stres dan adaptasi?
2. Bagaiman konsep stres?
3. Bagaimana mekanisme stres adaptasi secara fisiologis?
4. Peristiwa apa yang dapat mencetuskan stres?
5. Bagaimana presepsi seseorang terhadap peristiwa?
6. Apa faktor predisposisi stres?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari stres dan adaptasi.
2. Mengetahui konsep stres.
3. Mengetahui mekanisme stres adaptasi secara fisiologis.
4. Mengetahui peristiwa yang dapat mencetuskan stres.
5. mengetahui faktor predisposisi stres.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Stres adalah realita kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres
adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan
tuntutan kehidupan.
Stres adalah suatu kondisi dinamik dimana seseorang individu
dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala atau tuntutan yang dikaitkan dengan
apa yang diinginkan dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting.
Adaptasi sebagai suatu bentuk respon yang sehat terhadap stres, telah
ditegaskan sebagai suatu perbaikan homeostasis pada sistem lingkungan internal.
Dalam hal ini termasuk juga respon pada proses penstabilan biologis, internal,
pemeliharaan psikologis dalam hal jati diri dan rasa harga diri. Menurut Roy, 1976
respon yang adaptif sebagai suatu tingkah laku yang memelihara integritas individu,
adaptasi dipandang sebagai suatu yang positif yang ada kolerasi dengan respon yang
sehat. Ketika tingkah laku mengganggu integritas individu, dianggap maladaptif (
respon yang dianggap sebagai hal negatif).

B. Konsep stres
1. Stres sebagai respon biologis
Menurut Hans Sele, stres adalah keadaan yang dimana pastikan oleh sindrom
khusus yang terdiri dari semua perubahan yang penyebabnya tidak spesifik dalam
sistim biologi, Sele membagi reaksi tubuh terhadap stres dalam tiga tahap, yaitu
a. Reaksi waspada, pada tahap ini individu mengadakan reaksi pertahanan
terekspos pada stresor. Tanda fisik yang akan muncul berupa curah jantung
meningkat peredaran darah cepat, darah diperifer dan gastrointestinal mengalir
dikelapa dan ekstremitas.
b. Reaksi melawan, pada tahap ini individu mencoba berbagai macam
mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta
mengatur strategi untuk mengatasi stresor ini.
c. Reaksi kelelahan, pada tahap ini terjadi ketika ada suatu perpanjangan tahap
awal stres yang tubuh individu telah terbiasa. Energi penyesuaian terkuras dan
individu tersebut tidak dapat lagi mengambil dari berbagai sumber untuk
penyesuaian terhadap stres.
2. Stres sebagai suatu peristiwa lingkungan
Peristiwa ini adalah salah satu yang menimbulkan perubahan dalam pola hidup
inidvidu, yang memerlukan penyesuaian gaya hidup dan menguras kemampuan
seseorang. Perubahan itu bisa berakibat positif seperti sesorang yang berprestasi
atau negatif misalnya dipecat dari pekerjaan. Penekanan disini adalah perubahan
pola hidup individu yang telah mantap.
Holmes dan Rahe (1967) mengembangkan suatu metode dalam
mengorelasikan pengaruh perubahan hidup dan penyakit. Dari penelitian mereka
menemukan skala penilaian penyesuaian sosial. Holmes dan Rahe menyimpulkan
dari hasil penelitian mereka dari nilai yang lebih tinggi dari skala penilaian skala
sosial menunjukkan semakin rentannya individu tersebut terhadap penyakit fisik
atau psikologis. Nilai dapat diinterpretasikan dengan cara berikut.
0 - <150 Tidak ada kemungkinan untuk stres akibat
penyakit
150 – 199 Tingkat krisis hidup ringan → kemungkinan
terkena penyakit 35%
200-299 Tingkat krisis hidup sedang → kemungkinan
terkena penyakit 50%
300 atau lebih Tingkat krisi hidup berat → kemungkinan
terkena penyakit 80%
Skala penilaian penyesuaian sosial Holmes dan Rahe telah dikritik karena
tidak mempertimbangkan persepsi individu terhadap peristiwa. Reaksi setiap
individu berbeda-beda terhadap peristiwa kehidupan, dan variasi ini dihubungkan
pada derajat atau tingkat ketika perubahan tersebut dirasa menimbulkan stres.
Mekanisme penanggulangan yang positif dan dukungan sosial dapat mengurangi
intensitas perubahan hidup yang menimbulkan stres dan meningkatkan respon
yang lebih adaptif.
3. Stres sebagai transaksi antara individu dan lingkungan
Stres sebagai proses yang meliputi stresor dan strain dengan menambah
dimensi hubungan antara individu dan lingkungan. Interaksi antara manusia
dengan lingkungan yang saling mempengaruhi disebut hubungan transaksional.
Stres bukan hanya suatu stimulus atau respon tetapi juga suatu proses ketika
seseorang adalah perantara yang aktif yang dapat mempengaruhi stresor melalui
strategi perilaku, kognitif dan emosional.
Individu akan memberikan reaksi stres yang berbeda pada stresor yang sama.
Sebagai contoh, bila mengamati perilaku orang dijalur lalu lintas. Orang-orang
yang terjebak dijalur lalu lintas dan terlambat datang di pertemuan penting, terus
menerus akan melihat jam tangannya, sementara orang lain terlihat santai saja
sambil menikmati musik. Dalam hal ini terlihat jelas bahwa terdapat perbedaan
dalam mengartikan bahwa timbulnya kesadaran terhadap stres merupakan proses
yang kompleks dan dinamis.

C. Tahap – Tahap Stres


Tahap-tahap stress terdiri dari beberapa tingkatan. Menurut Robert J.Van
Amberg,1979 (Hidayat, 2008), stres dapat di bagi kedalam enam tahap sebagai
berikut:
1. Tahap pertama
Tahap ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya di tanadai
dengan munculnya semangat yang berlebihan, penglihatan lebih “tajam”dari
biasanya, dan biasanya (namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan dan
timbulnya rasa gugup yang berlebihan).
2. Tahap kedua
Pada tahap ini, dampak stres yang semula menyenangkan mulai menghilang
dan timbul keluhan-keluhan karena habisnya cadangan energi. Keluhan-keluhan
yang sering dikemukakan antara lain merasa letih sewaktu bangun pagi dalam
kondisi normal, badan (seharusnya terasa segar), mudah lelah sesudah makan
siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak
nyaman, jantung berdebar-debar, otot punggung dan tengkuk terasa tegang dan
tidak bisa santai.
3. Tahap ketiga
Jika tahap stres sebelumnya tidak ditanggapi dengan memadai, maka keluhan
akan semakin nyata, seperti gangguan lambung dan usus (gastritis atau maag,
diare), ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang, gangguan pola tidur
(sulit untuk mulai tidur, terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur, atau
bangun terlalu pagi dan tidak dapat tidur kembali), tubuh terasa lemah seperti tidak
bertenaga
4. Tahap keempat
Orang yang mengalami tahap-tahap stres di atas ketiga memeriksakan diri ke
dokter sering kali dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan
fisik pada organ tubuhnya. Namun pada kondisi berkelanjutan, akan muncul gejala
seperti ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas rutin karena perasaan bosan,
kehilangan semangat, terlalu lelah karena gangguan pola tidur,kemampuan
mengingat dan konsentrasi menurun, serta muncul rasa takut dan cemas yang tidak
jelas penyebabnya.
5. Tahap kelima
Tahap ini ditandai dengan kelelahan fisik yang sangat, tidak mampu
menyelesaikan pekerjaan ringan dan sederhana, gangguan pada sistem pencernaan
semakin berat, serta semakin meningkatnya rasa takut dan cemas.
6. Tahap keenam
Tahap ini merupakan tahap puncak, biasanya ditandai dengan timbulnya rasa
panik dan takut mati yang menyebabkan jantung berdetak semakin cepat, kesulitan
untuk bernapas, tubuh gemetar dan berkeringat, dan adanya kemungkinan terjadi
kolaps atau pingsan.

D. Mekanisme Stres-Adaptasi Fisiologis


Tanda peringatan pertama dari rasa takut, marah, frustasi, trauma, atau
penyakit pada tubuh pertama diterima oleh saraf sensoris yang disebut dengan organ
sensoris seperti mata, telinga, lidah, dan kulit yang terletak dibagian luar tubuh.
Tanda-tanda peringatan ini diteruskan oleh saraf ke hipotalamus dan korteks serebral.
Hipotalamus terlibat karena organ ini mengontrol fungsi otomatis seperti pengaturan
suhu tubuh, keseimbangan cairan dan sekresi hormon yang perannya sangat penting
dalam memelihara homeostasis tubuh. Korteks serebral terlibat dalam fungsi ini untuk
meningkatkan kesadaran seseorang terhadap stres yang dihadapinya agar individu
segera bereaksi mengatasi stres yang diatasinya.
Kedua pusat dalam otak ini harus terlibat untuk dapat mengadakan reaksi
adaptasi terhadap stres baik secara fisiologis maupun psikologis. Kombinasi terhadap
reaksi ini merupakan usaha tubuh untuk melindungi diri terhadap stres dengan cara
mengeluarkan tenaga cadangan yang diperlukan dalam beradaptasi. Dalam tahap ini,
semua sistem organ dalam keadaan siaga dan siap untuk bertempur atau melarikan
diri dari stres. Jantung bekerja lebih keras untuk meningkatkan curah jantung dan
mengatur kadar oksigen serta gizi yang diperlukan untuk pengeluarkan energi. Detak
jantung bertambah cepat agar dapat meningkatkan jumlah oksigen yang diperlukan.
Pembuluh darah meningkatkan kontraksi untuk membangun kerja peredaran darah.
Otot-otot berkontraksi sehingga kaki, tangan dan punggung siap untuk bertindak jika
perlu untuk melindungi tubuh terhdap ancaman. Produksi keringat meningkat sebagai
hasil peningkatan suhu tubuh yang dikeluarkan melalui mulut.
Hipotalamus merangsang sistem endokrin yang mengontrol kerja kelenjar
hipofisis. Reaksi ini menyebabkan peningkatan produksi hormon yang memengaruhi
sebagian besar organ tubuh. Lobus posterior dari hipofisis mengeluarkan ADH yang
dibawa melalui aliran darah ke ginjal, yang merangsang ginjal meningkatkan
pengeluaran urine. Dengan cara ini volume darah meningkat untuk membantu
sirkulasi oksigen dan zat-zat makanan lain untuk menghasilkan energi. Sebagai akibat
kerja ini tekanan darah meningkat. Lobus anterior hipofisi juga menghasilkan
beberapa macam hormon, salah satunya hormon tiroksin yang merangsang tiroid
untuk meningkatan metabolisme tubuh supaya lebih banyak memproduksi energi
yang langsung dapat dipakai. Hormon lain adalha genotropin yang dapat merangsang
pankreas memproduksi glukogen yang merangsang hepar, otot, jaringan lemak untuk
mengeluarkan energi yang tersimpan disana. Dengan cara ini memungkinkan
produksi energi lebih banyak yang dipergunakan selama reaksi stres. Kelenjar
hipofisis juga mensekresikan hormon ACTH yang merangsang kelenjar adrenalin
yang terletak diatas ginjal untuk menghasilkan hormon tambahan yang menahan air di
ginjal dan meningkatkan volume darah, pengeluaran energi yang tersimpan dalam
hepar, otot, dan jaringan lemak.
Kelenjar adrenalin mengeluarkan hormon tambahan yang disebut adrenalin,
Adrenalin ini langsung bekerja ke berbagai organ tubuh, misalnya meningkatkan kerja
jantung, melebarkan pupil, meningkatkan pengeluaran keringat dan menurunkan
aktivitas gastroinstestinal dan menyempitkan pembuluh darah. Efek psikologis
adrenalin misalnya rasa marah dan takut.
Jika individu itu dapat mengatasi stres maka fungsi tubuh akan normal
kembali tetapi bila gagal maka stres berlangsung terus sehingga persediaan tenaga
dalam tubuh akan habis dan individu tersebut menjadi kepayahan. Seseorang individu
sering mengalamu stres, hingga terdapat perubahan fisiologis dalam jangka waktu
lama maka akan terjadi kerusakan yang menetap dalam tubuh.

E. Peristiwa Pencetus Stres (Presipitasi)


Lazarus dan Folkaman (1984) mendefinisikan stres sebagai suatu hubungan
antara seseorang dan lingkungannya yang dianggap melampaui kemampuan dirinya
dan mengancam kesejahteraan hidupnya. Peristiwa yang mencetuskan stres yaitu
timbulnya suatu rangsangan dari lingkungan eksternal dan internal yang dirasakan
oleh individu melalui sikap tertentu. Hal yang menentukan suatu hubungan seseorang
atau lingkungan tertentu menimbulkan stres bergantung pada penilaian kognitif
individu tentang situasi. Penilaian kognitif adalah suatu evaluasi individu terhadap
kepentingan pribadinya pada peristiwa atau kejadian. Suatu peristiwa mencetuskan
suatu respon pada individu dan respon tersebut dipengaruhi oleh persepsi individu
terhadap peristiwa tersebut. Respon kognitif terdiri dari penilaian utama dan lanjutan.
1. Persepsi seseorang terhadap peristiwa
a. Penilaian primer
Lazarus dan Folkman mengidentifikasi 3 bentuk penilaian primer yaitu
menyimpang penerimaan secara positif dan menilai sebagai hal yang
menimbulkan stres. Suatu kejadian dikatakan tidak relevan ketika hasilnya
tidak memberi arti bagi individu. Hasil penerimaannya positif adalah salah
satu yang dirasa sebagai penyebab kesenangan pada individu. Penilaian stres
termasuk terhadap kerugian atau kehilangan, ancaman, dan tantangan.
2. Penilaian sekunder
Penilaian sekunder adalah penilaian terhadap keahlian, sumber penghasilan
dan ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk menghadapi situasi tertentu.
Interaksi antara penilaian primer tentang peristiwa yang terjadi dan penilaian
sekunder tentang strategi pertahanan diri yang tersedia menentukan kualitas
individu dalam melakukan respon penyesuaian terhadap stres.

F. Faktor Predisposisi Stres


Berbagai jenis unsur mempengaruhi bagaimana seorang individu merasakan
dan merespon suatu peristiwa yang menimbulkan stres. Faktor predisposisi ini sangat
berperan dalam menentukan apakah suatu respon adaptif atau maladaptif. Jenis faktor
predisposisi adalah pengaruh genetik, pengalaman masalalu dan kondisi saat ini.
Pengaruh genetik adalah keadaan kehidupan seseorang yang diperoleh dari
keturunan. Pengalaman masa lalu adalah kejadian-kejadian yang menghasilkan suatu
pola pembelajaran yang dapat mempengaruhi respon penyesuaian individu, termasuk
pengalaman sebelumnya terhadap penanggulangan dan tingkat penyesuaian pada
tekanan stres sebelumnya. Kondisi saat ini meliputi faktor kerentanan yang
mempengaruhi kesiapan fisik, psikologis, dan sumber-sumber sosial individu untuk
menghadapi tuntutan menyesuaikan diri (Murphy dan Moryaty, 1976).
BAB III
KESIMPULAN

Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh
perubahan dan tuntutan kehidupan. Sedangkan Adaptasi sebagai suatu bentuk respon
yang sehat terhadap stres, telah ditegaskan sebagai suatu perbaikan homeostasis pada
sistem lingkungan internal. Dalam hal ini termasuk juga respon pada proses
penstabilan biologis, internal, pemeliharaan psikologis dalam hal jati diri dan rasa
harga diri. Konsep dari stress antara lain : stress sebagai respon biologis (reaksi
waspada, reaksi melawan da reaksi kelelahan ) , stress sebagai suatu peristiwa
lingkungan , dan stress sebagai transaksi antara individu dan lingkungan.
Mekanisme stress adaptasi adalah apabila individu dapat mengatasi stress
maka fungsi tubuh akan normal kembali tetapi jika gagal maka stress akan berlanjut
dan menimbulkan kelelahan pada tubuh individu. Peristiwa yang mencetuskan stres
yaitu timbulnya suatu rangsangan dari lingkungan eksternal dan internal yang
dirasakan oleh individu melalui sikap tertentu. Hal yang menentukan suatu hubungan
seseorang atau lingkungan tertentu menimbulkan stres bergantung pada penilaian
kognitif individu tentang situasi. Sedangkan faktor predisposisi yang mempengaruhi
stress adalah pengaruh genetik, pengalaman masalalu dan kondisi saat ini.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawari. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: CV. Trans
Info Media.

Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Ernawati, Dalmi. 2009. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: TIM

Anda mungkin juga menyukai