Anda di halaman 1dari 39

HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA DENGAN STRES PADA PERAWAT DI

RUANG RAWAT INAP (ANAK, BERSALIN, BEDAH) DI RSUD BANGKALAN

PROPOSAL

OLEH :

KARMILA (16142010065)

KORINA EMILIANTI (16142010066)

MILA PURNAMASARI (16142010068)

MOH CHOLILI (16142010069)

MOH JIMLY A (16142010070)

NANDA PRATAMA H (16142010071)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

STIKES NGUDIA HUSADA MADURA

2019
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah melindungi

dan menyertai Saya sehingga dapat menyelesaikan proposal ini sesuai dengan waktu

yang telah direncanakan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya dan penghargaan kepada

1. Bapak Dr. H. Mustofa Haris., S.Kep., Ns., M.Kep sebagai Ketua Yayasan STIKes

Ngudia Husada Madura

2. Ibu Ulva Noviana., S.Kep., Ns., M.Kep sebagai Dosen Pembimbing mata kuliah

Metodelogi Penelitian yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

mengikuti pendidikan ini.

3. Bapak Dr. M. Suhron., S.Kep., Ns., M.Kep sebagai pembimbing kami dan

memberikan ilmu kepada kami sehingga proposal ini selesai

4. Seluruh Dosen pengajar Program Studi Keperawatan STIKes Ngudia Husada

Madura yang telah menberikan ilmu kepada saya selama mengikuti pendidikan .

5. Teman sejawat yang telah memberikan dukungan baik materi dan ilmu sehingga

proposal ini dapat terselesaikan

6. Untuk Kedua Orangtua kami yang penuh semangat dalam memberikan semangat

dan dukungan untuk kami dalam menjalani perkuliahan hingga akhir semester ini.

7. Perawat di RSUD Bangkalan yang telah memberi semangat dan bantuan kepada

penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini

Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan tesis ini,


sehingga diharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan

tesis ini.

Bangkalan, 27 Mei 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stres adalah kondisi fisik dan psikologis yang disebabkan karena adaptasi

seseorang pada lingkungannya. Selain itu, stres adalah “persiapan yang tidak

disadari” oleh seseorang untuk menghindar atau menghadapi tuntutan-tuntutan

lingkungannya. Stres akibat kerja didefinisikan sebagai respon emosional dan

fisik yang bersifat mengganggu atau merugikan yang terjadi pada saat tuntutan

tugas tidak sesuai dengan kapabilitas, sumber daya, atau keinginan pekerja

seseorang dapat di kategorikan mengalami stres kerja, apabila stres yang dialami

melibatkan juga pihak organisasi perusahaan tempat orang yang bersangkutan

bekerja. Stres kerja dapat berdampak buruk pada kondisi kejiwaan apabila tidak

dilakukan penanggulangan. Stres dapat menimbulkan beberapa macam dampak

yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai pada di deritanya

suatu penyakit. Tuntutan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuan atau

keterampilan pekerja dan aspirasi yang tidak tersalurkan serta ketidakpuasan

kerja dapat merupakan penyebab timbulnya stres. Misalnya kerja shift malam

yang menyebabkan gangguan fisik dan emosi. Selain kerja shift hal lain yang

dapat menimbulkan stres adalah beban kerja dan lingkungan kerja. Dampak

buruk lain yang dapat ditimbulkan jika seorang perawat mengalami stres ialah

dapat mengganggu interaksi sosialnya, baik itu dengan rekan kerja, dokter

maupun pasien. Efektivitas kerja dapat pula menjadi terganggu, karena pada
umumnya apabila seseorang mengalami stres, maka akan terjadi gangguan baik

itu pada psikologisnya maupun keadaan fisiologisnya. Sumber stres yang

menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal tidak saja datang dari satu

macam pembangkit stres saja tetapi dari beberapa pembangkit stres.

Dalam menjalankan profesinya perawat rawan terhadap stres. Menurut

survei di Perancis (dalam Frasser, 1997) ditemukan bahwa persentase kejadian

stres sekitar 74% dialami perawat. Sedangkan di Indonesia menurut hasil

penelitian yang dilakukan oleh Persatuan Perawatan Nasional Indonesia (2006)

terdapat 50,9% perawat mengalami stres kerja. Stres kerja pada perawat juga

terjadi di Indonesia. Sebesar 44% perawat Pelaksana di ruang rawat inap di

Rumah Sakit Husada mengalami stres kerja dan 51,2% perawat di Intensive

Care Unit (ICU) dan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Mitra

Keluarga Bekasi mengalami stres kerja dengan penyebab yang beragam

(Yana, 2014). Widyasrini (2013) menemukan di RS Ortopedi Prof. Dr. R.

Soeharso Surakarta bahwa ada 26 perawat (81,25%) yang dikategorikan

mengalami stres kerja berat dan 6 perawat (18,75%) yang dikategorikan

mengalami stres kerja ringan. Profesi bidang kesehatan dan pekerja sosial

menempati urutan pertama yang paling banyak mengalami stres, yaitu sekitar

43%. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) (2011) mengungkapkan

sebanyak 50,9% perawat Indonesia yang bekerja mengalami stres kerja, sering

merasa pusing, lelah, kurang ramah, kurang istirahat akibat beban kerja terlalu

tinggi serta penghasilan yang tidak memadai (Pongoh, 2013). Jika hal ini

dibiarkan tentunya akan menimbulkan dampak yang lebih buruk.


Ada beberapa faktor indikator atau gejala stres kerja, menurut Salmawati

(2014), indikator stres kerja terdiri dari tiga faktor yaitu psikologis seperti cemas,

tegang, sensitif, bosan, tertekan, tidak konsentrasi dan komunikasi tidak efektif.

Gejala fisik seperti meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, gangguan

lambung, pernapasan, kardiovaskuler, kepala pusing, mudah lelah fisik. Gejala

perilaku seperti produktivitas kerja menurun, agresif, kehilangan nafsu makan

dan penggunaan minuman keras. Banyak hal yang menyebabkan stres kerja,

menurut Kuswanti (2011), salah satu pemicu stres kerja adalah konflik peran

ganda pada wanita. Ahmad (2008) mengatakan bahwa konflik peran ganda

merupakan suatu bentuk ketidakcocokan atau perbedaan peran seseorang dalam

keluarga dengan perannya di dalam pekerjaan. Ramadita (2013) mendefenisikan

konflik peran ganda sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran

pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa

hal. Jadi perawat akan mengalami stres kerja jika tidak mampu mensejajarkan

antara tuntutan peran pekerjaan dengan peran di rumah. Stres yang biasa dialami

oleh perawat bisa disebabkan oleh banyaknya tekanan. Saat di rumah perawat

dituntut untuk mengurus semua kebutuhan yang diperlukan suami dan anak

jika memang sudah memiliki anak dan kadang mengurus keperluan orang tua

baik orang tua wanita ataupun orang tua pria atau suami (Namayandeh, 2010).

Kondisi tersebut dapat menimbulkan konflik pada diri perawat. Stres kerja

dipengaruhi banyak faktor, menurut Greenberg terdapat tiga faktor yang

berperan yaitu faktor sosial, faktor individu dan faktor di luar organisasi. Faktor

yang paling berhubungan yaitu faktor sosial (Tantra & Larasati, 2015). Dukungan
sosial memberikan kontribusi bagi seseorang dalam menghadapi stres.

Dukungan sosial memiliki peranan penting untuk mencegah dari ancaman

kesehatan mental. Individu yang memiliki dukungan sosial yang lebih kecil, lebih

memungkinkan mengalami konsekuensi psikis yang negatif (Sarafino dan Smith,

2012). Oleh karena itu untuk mengurangi stres kerja, maka seseorang perlu

mendapatkan dukungan sosial.

Stres yang terjadi pada perawat tersebut apabila tidak ditangani dengan

tepat dapat menimbulkan penyakit fisik, psikologis dan dapat mempengaruhi

kinerja perawat terhadap pelayanan kepada pasien. Oleh karena itu berdasarkan

fenomena tersebut maka peneliti melakukan penelitian tentang hubungan beban

kerja dengan stress perawat di RS Syamrabu Bangkalan.

1.2 Identifikasi Penyebab Masalah

Faktor-faktor : Stress kerja berat dari 100%


1. naiknya jumlah pasien perawat didapatkan 70%
2. beban kerja perawat mengalami stress
3. tuntutan pekerjaan yang berat dan 30% stres ringan
mendesak di rawat inap RSUD
4. konflik peran ganda pada wanita Bangkalan

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti hanya membatasi penelitian pada

beban kerja dan stres kerja perawat di ruang rawat inap (anak, bersalin, bedah,

penyakit dalam) di RSUD Bangkalan


1.4 Rumusan Masalah

a. Bagaimana gambaran beban kerja pada perawat di ruang rawat inap (anak,

bersalin, bedah, penyakit dalam) RSUD Bangkalan ?

b. Bagaimana gambaran stres kerja pada perawat di ruang rawat inap (anak,

bersalin, bedah, penyakit dalam) di RSUD Bangkalan ?

c. Bagaimana hubungan antara beban kerja dengan stres kerja perawat di ruang

rawat inap (anak, bersalin, bedah, penyakit dalam) di RSUD Bangkalan ?

1.5 Tujuan

1.5.1 Tujuan Umum

Menganalisis hubungan antara beban kerja dengan stress perawat di

ruang rawat inap (anak, bersalin, bedah, penyakit dalam) di RSUD Bangkalan

1.5.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi gambaran beban kerja pada perawat di rawat inap (Anak,

Bedah, Bersalin) RSUD Bangkalan

b. Mengidentifikasi gambaran stres kerja pada perawat di rawat inap (Anak,

Bedah, Bersalin) RSUD Bangkalan

c. Menganalisis hubungan antara beban kerja dengan stress kerja perawat di

ruang rawat inap (Anak, Bedah, Bersalin) RSUD Bangkalan

1.6 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis dan teoritis

sebagai berikut :
1.6.1 Teoritis

Menguji secara empiris apakah ada hubungan antara beban kerja

dengan stres kerja pada perawat di ruang rawat inap (anak, bersalin, bedah,

penyakit dalam) di RSUD Bangkalan

1.6.2 Praktis

a. Untuk Rumah Sakit

Untuk memberikan masukan dan gambaran tentang beban kerja

perawat sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak

manajemen rumah sakit dalam pengambilan keputusan, serta membuat

kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan keperawatan sehingga

meminimalkan terjadinya stres kerja terhadap perawat.

b. Untuk Instansi

Sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan dan

pengetahuan tentang beban kerja yang berhubungan dengan stress kerja

pada perawat bagi mahasiswa jurusan kesehatan, khususnya mahasiswa

keperawatan.

c. Bagi Perawat

Memperoleh gambaran nyata tentang beban kerja terhadap stres

kerja pada perawat sehingga dapat mempengaruhi perawat dalam

mengelole

beban kerja agar tidak terjadi stres kerja.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stres Kerja

2.1.1 Pengertian Stres

Stres adalah suatu respon adaptif, melalui karakteristik individu dan

atau proses psikologis secara langsung terhadap tindakan, situasi dan kejadian

eksternal yang menimbulkan tuntutan khusus baik fisik maupun psikologis

individu yang bersangkutan. Pendapat lain mengatakan bahwa stress adalah

tanggapan yang menyeluruh dari tubuh terhadap tuntutan yang datang

kepadanya (Nasution, 2000)

Miner (1992) menyatakan bahwa stres merujuk pada kondisi internal

individu untuk menyesuaikan diri secara baik terhadap perasaan yang

mengancam kondisi fisik dan psikis atau gejala psikologis yang mendahului

penyakit, reaksi ansietas, ketidaknyamanan dan atau hal yang sejenis.

Dalam kaitan dalam pekerjaannya, Smet (1994) secara spesifik

menjelaskan bahwa stres kerja sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh

transaksi antara individu dengan lingkungan kerja sehingga menimbulkan

persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya

sistem biologis, psikologis dan sosial.

Stres yang terlalu rendah cenderung membuat pekerja menjadi lesu,

malas dan merasa cepat bosan. Sebaliknya stres yang berlebihan dapat

mengakibatkan kehilangan efisiensi, kecelakaan kerja, kesehatan fisik


terganggu dan dampak lain yang tidak diinginkan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah respon

adaptif, tanggapan, penyesuaian diri pada suatu kondisi antara individu dan

lingkungan. Stres yang rendah dan berlebihan akan menyebabkan lesu, malas,

cepat bosan, kehilangan efisiensi, kecelakaan kerja dan kelelahan fisik.

2.1.2 Tahapan Kerja Stres

Menurut Hans Selye (1963) dalam Nurmiati Amir ( Jiwa,Indonesia

Phychiatric, Quarterly : XXXII:4) bahwa ada tiga fase atau tahapan stres

adalah sebagai berikut ;

a. Tahap reaksi waspada, pada tahap ini dapat terlihat reaksi psikologis”

fight or flight syndrome ” dan reaksi fisiologis. Pada tahap ini individu

mengadakan reaksi pertahanan terekspos pada stressor. Tanda fisik akan

muncul adalah curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di

perifer dan gastrointestinal mengalir kekepala dan ekstremitas. Sehingga

banyak organ tubuh yang terpengaruh, maka gejala stress akan

mempengaruhi denyut nadi dan ketegangan otot. Pada saat yang sama

daya tahan tubuh akan berkurang dan bahkan bila stressor sangat besar

atau kuat dapat menimbulkan kematian.

b. Tahap melawan, pada tahap ini individu mencoba berbagai macam

mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta

mengatur strategi untuk mengatasi stressor. Tubuh berusaha


menyeimbangkan proses fisiologis yang telah dipengaruhi selama reaksi

waspada untuk sedapat mungkin kembali keadaan normal dan pada waktu

yang sama pula tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stres.

Apabila proses fisiologis telah teratasi maka gejala- gejala stres akan

menurun,tubuh akan secepat mungkin berusaha normal kembali karena

ketahanan tubuh ada batasnya dalam beradaptasi. Jika stressor tidak dapat

diatasi atau terkontrol maka ketahanan tubuh beradaptasi akan habis dan

individu tidak akan sembuh.

c. Tahap kelelahan, tahap ini terjadi ketika ada suatu perpanjangan tahap

awal stres yang tubuh individu terbiasa. Energi penyesuaian terkuras dan

individu tersebut tidak dapat lagi mengambil dari berbagai sumber

penyesuaian yang di gambarkan pada tahap kedua. Akan timbul gejala

penyesuaian terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental,

penyakit arteri koroner, bisul, kolitis. Tanpa ada usaha untuk melawan

atau mencegahnya kelehan bahkan kematian dapat terjadi. Bila tubuh

terekspos pada stressor yang sama pada waktu yang lama secara terus

menerus, maka tubuh yang semula telah terbiasa menyesuaikan diri akan

kehabisan energi untuk beradaptasi. Daya tahan tubuh terhadap stressor

tidak dapat dianggap dapat bertahan selamanya karena suatu saat energi

untuk adaptasi itu akan habis. dapat dianggap dapat bertahan selamanya

karena suatu saat energi untuk adaptasi itu akan habis.


Timbulnya stres kerja pada seorang tenaga kerja melalui tiga tahap yaitu :

1) Tahap pertama : reaksi awal yang merupakan fase inisial dengan timbulnya

beberapa gejala atau tanda, namun masih dapat diatasi oleh mekanisme

pertahanan diri.

2) Tahap kedua : reaksi pertahanan yang merupakan adaptasi maksimum dan

pada masa tertentu dapat kembali kepada keseimbangan. Bila stres ini terus

berlanjut terus dan mekanisme pertahanan diri tidak sanggup berfungsi lagi

maka berlanjut ke

3) Tahap ketiga : yaitu kelelahan yang timbul akibat mekanisme adaptasi

telah kolaps (layu). (Nasution, H.R,2000)

2.1.3 Beberapa Faktor Penyebab Stres

Menurut Hurrel (dalam Munandar,2001) sumber stres yang

menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan

seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam pembangkit tetapi dari

beberapa pembangkit stres. Sebagian dari waktu manusia adalah untuk bekerja,

karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap

kesehatan seorang pekerja. Pembangkit stres di pekerjaan merupakan

pembangkit stres yang besar terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya

seorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di pekerjaan yang

berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dikelompokkan dalam lima

kategori, yaitu ;
a. Faktor intrinsik dalam pekerjaan

Faktor intrinsik dalam pekerjaan katagorinya adalah tuntutan fisik

dan tuntutan tugas, tuntutan fisik : kondisi fisik misalnya faktor kebisingan,

panas, penerangan dan lain sebagainya, sedangkan faktor tugas mencakup ;

kerja malam. Beban kerja dan penghayatan dari resiko bahaya. Tuntutan

fisik yaitu kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap faal dan

psikologis seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan

pembangkit stres, tuntutan tugas menurut penelitian menunjukkan bahwa

shift kerja atau kerja malam merupakan sumber stres bagi perawat. Beban

kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres.

b. Peran dalam organisasi

Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam

organisasi artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang

harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan

yang diharapkan oleh atasannya, namun demikian tenaga kerja tidak selalu

berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah. Kurang

baiknya fungsi peran merupakan pembangkit stres yang meliputi konflik

peran dan ketidak jelasan kerja.

c. Pengembangan karir

Pengembangan karir merupakan pembangkit stres yang potensial yang

mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi yang berlebih atau promosi

yang kurang.
d. Hubungan dalam pekerjaan

Hubungan dalam pekerjaan yang tidak baik terungkap dalam

gejala-gejalanya dalam kepercayaan yang rendah, minat yang rendah

dalam pemecahan masalah dalam organisasi, komunikasi antar pribadi

yang tidak sesuai antara pekerja, ketegangan psikologis dalam bentuk

kepuasan kerja yang menurun dan penurunan kondisi kesehatan.

e. Struktur dan Iklim organisasi

Faktor stres yang dikenali dalam katagori ini adalah terpusat pada

sejauh mana tenaga kerja dapat terlihat atau berperan serta pada support

sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan

keputusan

Menurut Cooper (1983) sumber stress terdiri dari faktor-faktor ;

1) Lingkungan kerja ; kondisi kerja yang buruk berpotensi menyebabkan

pekerja mudah sakit, mengalami stres dan menurunkan produktivitas

kerja.

2) Overload (beban kerja berlebih) ; dapat dibedakan menjadi kuantitatif dan

kualitatif. Beban kerja berlebih kuantitatif bila target kerja melebihi

kemampuan pekerja yang bersangkutan akibatnya mudah lelah dan berada

dalam ketegangan tinggi. Beban kerja berlebih secara kualitatif bila

pekerjaan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi.

3) Deprivational stress ; yaitu pekerjaan yang tidak menantang atau tidak

menarik lagi bagi pekerja, akibatnya timbul berbagai keluhan seperti


kebosanan, ketidak puasan dan lain sebagainya.

4) Pekerjaan berisiko tinggi yaitu pekerjaan yang berbahaya bagi

keselamatan.

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa beberapa faktor

yang mempengaruhi stres kerja adalah faktor intrinsik dalam pekerjaan seperti

tuntutan fisik dan tuntutan tugas, peran dalam organisasi, pengembangan

karir, hubungan dalam pekerjaan, struktur dan iklim organisasi, faktor

lingkungan kerja yaitu kondisi, fisik, manajemen atau hubungan sosial dan

faktor personal yaitu tipe kepribadian. Serta beban kerja yang berlebih,

pekerjaan yang berisiko tinggi, status perkawinan, umur, pendidikan dan jarak

tempat tinggal.

2.1.4 Beberapa Gejala Stres

Menurut Anoraga ( 2001) gejala stres adalah sebagai berikut ;

a. Menjadi mudah marah dan tersinggung

b. Bertindak secara agresif dan defensif

c. Merasa selalu lelah

d. Sukar konsentrasi, pelupa

e. Jantung berdebar-debar

f. Otot tegang, nyeri sendi

g. Sakit kepala, perut dan diare.


Teori Terry Beehr dan Newman (1978) membagi gejala stress menjadi

tiga aspek yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan perilaku.

1) Gejala psikologis

a) Kecemasan, ketegangan

b) Bingung, marah, sensitif

c) Memendam perasaan

d) Komunikasi tidak efektif, menurunnya fungsi intelektual

e) Mengurung diri, ketidak puasan bekerja

f) Depresi, kebosanan, lelah mental

g) Merasa terasing dan mengasingkan diri, kehilangan daya konsentrasi

h) Kehilangan spontanitas dan kreativitas

i) Kehilangan semangat hidup, menurunnya harga diri dan rasa percaya

diri

2) Gejala fisik

a) Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah

b) Meningkatnya sekresi adrenali dan non adrenalin

c) Gangguan gastrointestial, misalnya gangguan lambung

d) Mudah terluka, kematian, gangguan kardiovaskuler

e) Mudah lelah secara fisik, gangguan pernafasan

f) Lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit

g) Kepala pusing, migrain, kanker


h) Ketegangan otot, problem tidur.

3) Gejala perilaku

a) Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas

b) Penurunan prestasi dan produktifitas

c) Meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk

d) Perilaku sabotase

e) Meningkatnya frekuensi absensi

f) Perilaku makan yang tidak normal

g) Kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan

h) Kecendrungan perilaku yang beresiko tinggi seperti ngebut, berjudi

i) Meningkatnya agresivitas dan kriminalitas

j) Penurunan kualitas hubungan interpersoal dengan keluarga dan tema

k) Kecendrungan bunuh diri.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gejala-gejala stress

kerja terdiri dari gejala psikologis,gejala fisik dan gejala perilaku

2.1.5 Dampak Stres

Menurut Lubis (2006) stres kerja dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:

a. Penyakit fisik yang di induksi oleh stres seperti penyakit jantung koroner,

hipertensi, tukak lambung, asama, gangguan menstruasi dan lain-lain

b. Kecelakaan kerja terutama pekerjaan yang menuntut kinerja yang tinggi,

bekerja bergiliran

c. Absensi kerja
d. Lesu kerja, pegawai kehilangan motivasi bekerja

e. Gangguan jiwa mulai dari gangguan ringan sampai ketidak mampuan yang

berat. Gangguan jiwa yang ringan misalnya mudah gugup, tegang, marah-

marah, apatis dan kurang konsentrasi. Gangguan yang lebih jelas lagi dapat

berupa despresi, gangguan cemas.

Beehr dalam Frase (1992) mengatakan stres mempunyai dampak terhadap :

1) Individu adalah munculnya masalah yang berhubungan dengan kesehatan,

psikologi dan interaksi interpersonal. Pada gangguan fisik seseorang

mengalami stres akan mudah terserang penyakit, pada gangguan mental

stres berkepanjangan akan mengakibatkan ketegangan hal ini akan

merusak tubuh dan gangguan kesehatan. Pada gangguan intrepersonal

stres akan lebih sensitif terhadap hilangnya percaya diri, menarik diri dan

lain-lain

2) Organisasi adalah pekerja yang stress akan berpengaruh pada kualitas

kerja dan kesehatan pekerja terganggu berupa kekacauan manajemen dan

operasional kerja, meningkatnya absensi dan banyak pekerjaan yang

tertunda

2.1.6 Pencegahan dan Pengendalian Stres Kerja

Cara mencegah dan mengendalikan stres kerja menurut Sauter (1990)

adalah sebagai berikut :

a. Beban kerja fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan


dan kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan

adanya beban berlebih maupun yang ringan.

b. Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun

tanggung jawab diluar pekerjaan

c. Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier,

mendapatkan promosi dan pengembangan kemampuan keahlian.

d. Membentuk lingkungan sosial yang sehat yaitu antara pekerja yang satu

dengan yang lain, supervisor yang baik dan sehat dalam organisasi.

e. Tugas-tugas pekerjaan harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi

dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya.

2.2 Konsep Beban Kerja

2.2.1 Pengertian Beban Kerja

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan

sehari- hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban

tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban

kerja, jadi definisi beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam

menerima pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi setiap beban kerja yang

diterima seorang harus sesuai dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik,

kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban

tersebut. Beban dapat berupa beban fisik dan beban mental. Beban kerja fisik

dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, mengangkut, merawat,

mendorong. Sedangkan beban kerja mental dapat berupa sejauh mana tingkat
keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya.

(Manuaba,2000)

Everly dkk (dalam Munandar,2001) mengatakan bahwa beban kerja

adalah keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan

pada waktu tertentu. Kategori lain dari beban kerja adalah kombinasi dari beban

kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja secara kuantitatif yaitu timbul

karena tugas –tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif

jika pekerja merasa tidak mampu melakukan tugas atau tugas tidak

menggunakan ketrampilan atau potensi dari pekerja. Beban kerja fisikal atau

mental yang harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan

sumber stress pekerjaan.

Kesimpulan beban kerja adalah kemampuan tubuh untuk menerima

pekerjaan dapat berupa beban fisik dan beban mental

2.2.2 Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Rodahl (1989) dan Manuaba (2000) (dalam Prihatini 2007) menyatakan bahwa

beban kerja dipengaruhi beberapa faktor sebagai berikut ;

a. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti ;

1) Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun kerja, tata

ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja,

sedangkan tugas-tugas yang bersikap mental seperti kompleksitas

pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan.

2) Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja

bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi,


pelimpahan tugas dan wewenang.

3) Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi,

lingkungan kerja biologis dan lingkungann kerja psikologis.

Ketiga aspek ini sering disebut sebagai stressor.

b. Faktor internal :

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu

sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut Strain

, berat ringannya strain dapat dinilai baik secara obyektif maupun

subyektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur,

ukuran tubuh ,status gizi, kondisi kesehatan), faktor psikis (motivasi,

persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan)

2.2.3 Dampak Beban Kerja

Akibat beban kerja yang terlalu berat atau yang terlalu sedikit dapat

mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja

Hal ini didukung oleh penelitian Suciari (2006) bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara beban kerja dengan keluhan Low Back Pain yang dialami

pramu kamar. Presentase yang mengalami keluhan Low Back Pain dari perawat

dengan kategori beban kerja berat sekali mencapai 100 %, sedangkan beban

kerja kategori berat mencapai 70 % dan beban kerja sedang 30 %

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik

fisik atau mental dan reaksi –reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan

pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit

dimana pekerjaan yang terjadi karena pengulangan gerak akan menimbulkan


kebosanan, rasa monoton kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas

atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada

pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja. Beban kerja yang

berlebihan atau rendah dapat menimbulkan stres kerja. (Manuaba,2000)

2.2.4 Penilaian Beban Kerja

Astrand, dkk (1977) menyatakan bahwa pengukuran beban kerja fisik

dan beban kerja mental dapat dinilai melalui pengukuran denyut nadi. Hal ini

didukung oleh peneltian Nurhayati (1996) yang menyatakan tentang

pengukuran beban psikologis kerja dalam sistem kerja menggunakan analisis

spektral menemukan 3 komponen variabilitas denyut nadi yang berkaitan

dengan mekanisme pengendalian biologis, yang terendah hubungan dengan

mekanisme pengaturan temperatur, komponen tengah dipercaya berasosiasi

dengan penaturan tekanan darah, sedangkan yang ketiga berkesesuain dengan

efek respirasi. Komponen tengah menunjukan variasi yang berkaitan erat

dengan pembebanan kerja mental dari suatu pekerjaan. Kekuatan komponen ini

berkurang dengan meningkatnya beban kerja yang berarti variabilitas denyut

nadi berkurang pada level pembebanan tinggi. Pengukuran beban kerja mental

dapat secara obyektif dan subyektif, pengukuran dengan cara obyektif dapat

dilakukan melalui pengukuran denyut nadi sedangkan pengukuran dengan cara

subyektif melalui pendekatan psikologis dengan membuat skala psikometri,

yaitu pengukuran dengan mengamati dan mengobservasi kondisi psikologis

seseorang.

2.2 Kategori Berat Ringan Beban Kerja berdasarkan Metabolisme, Respirasi,


Suhu Tubuh dan Denyut Jantung Menurut Christensen.

Kategori beban Konsumsi Ventilasi Suhu rektal Denyut

kerja oksigen paru ( C) Jantung

(l/mnt) (l/mnt) Denyut/

min

Ringan 0,5-1,0 11-20 37,5 75-100

Sedang 1,0-1,5 20-31 37,5-38,0 100-125

Berat 1,5-2,0 31-43 38,0-38,5 125-150

Sangat berat 2,0-2,5 43-56 38,5-39,0 150-175

Sangat berat 2,5-4,0 60-100 >39 >175

sekali

Sumber Christensen (1991;1699) Encyclopedia of Occupational Health

and Safety ILO.Genev

2.3 Konsep Perawat

2.3.1 Pengertian Perawat

Pekerja rumah sakit yang terbanyak adalah perawat, terdapat sekitar

60% dari tenaga kesehatan rumah sakit. Perawat merupakan salah satu jenis

pekerja kesehatan yang selalu ada di setiap rumah sakit dan merupakan ujung

tombak pelayanan kesehatan rumah sakit. Perawat adalah profesi pekerjaan

yang mengkhususkan diri pada upaya penanganan perawatan pasien atau

asuhan kepada pasien dengan beban kerja yang berlebihan serta tugas
tambahan dan sering melakukan kegiatan yang bukan fungsinya. Tenaga

keperawatan di rumah sakit memberi pelayanan kepada pasien selama 24

jam terus menerus. Perawat di rumah sakit bertugas pada pelayanan rawat

inap, rawat jalan atau poliklinik dan pelayanan gawat darurat. (Hamid,2001)

Fungsi perawat adalah membantu individu yang sakit atau sehat dalam

melakukan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kesehatan atau

penyembuhan individu tersebut .

2.4 Beban Kerja dengan Stress Kerja di Ruang Rawat Inap

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan, rumah sakit beroperasi selama

24 jam. Salah satu dari sarana pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah unit

pelayanan ruang rawat inap. Menurut Depkes RI (1987) ruang rawat inap adalah

ruang pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur

perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa terapi, rehabilitasi medik dan

pelayanan medik lainnya.Unit ini bertanggung jawab terhadap perawatan dan

penanganan kesehatan pasien. Ruang rawat inap terdiri dari perawatan anak,

perawatan bedah,perawatan kebidanan umum dan perawatan penyakit dalam.

Beban kerja di perawatan rawat inap adalah perawat dituntut harus tetap

ada di sisi pasien untuk melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan perawatan

pasien, seperti pelayanan yang diberikan dalam keadaan sakit ringan ataupun

berat yang memerlukan pemantauan serta tindakan yang terus menerus. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Azwar (1993) bahwa beban perawat pada pasien adalah

menyelamatkan kehidupan dan mencegah kecacatan sehingga pasien dapat hidup.


Perawat di ruangan juga melaksanakan asuhan keperawatan selama 24

jam dan bekerja secara bergiliran/shift jaga. Dalam shift jaga, perbandingan

jumlah perawat dalam satu shift jaga sering tidak seimbang dengan jumlah

pasien. Akibatnya perawat sering bekerja melebihi kapasitasnya. (PPNI,2000)

Menurut penelitian Jauhari (2005) bahwa standar beban kerja perawat

senantiasa harus sesuai dengan asuhan keperawatan yang berorientasi pada

kebutuhan pasien. Untuk menghasilkan pelayanan yang efektif dan efisien

diupayakan kesesuaian antara ketersediaan tenaga perawat dengan beban kerja

ada.

Beban kerja perawat pada setiap ruang rawat tidak sama. Perawat bekerja

sesuai dengan pedoman uraian tugas yang telah di tetapkan oleh Depkes ( 1994)

yaitu pada ruangan perawatan bedah, perawat harus menyiapkan perlengkapan

alat-alat atau obat-obat yang dibutuhkan pasien sebelum dan sesudah operasi

menyiapkan kebutuhan untuk pasien yang mau operasi, memelihara kebersihan

dan merawat pasien sesudah operasi dan melaksanakan administrasi. Pada ruang

perawatan anak perawat harus mempunyai ketrampilan khusus atau spesialistik

tentang penanganan perawatan anak misalnya pemasangan infus pada pasien

anak berbeda seperti pada dewasa, mengkaji kebutuhan pasien, mengamati

keadaan dan mengevaluasi perkembangan pasien, melaksanakan tindakan

keperawatan pada pasien, mencatat perkembangan pasien dan kegiatan

administrasi ruangan. Beban kerja di ruangan kebidanan adalah menerima dan

merawat pasien yang akan bersalin,menyiapkan fasilitas kebutuhan pasien,

mengamati keadaan pasien, menjaga kebersihan pasien,melaksanakan tindakan


keperawatan,menjalin komunikasi dengan pasien dan melaksanakan administrasi

kebidanan. Sedangkan uraian tugas perawat di ruangan penyakit dalam adalah

selain harus mengerjakan administrasi dan mencatat perkembangan pasien,

perawat menyiapkan fasilitas dan peralatan yang di butuhkan di ruangan seperti

peralatan emergensi, memelihara kebersihan pasien, komunikasi dengan pasien,

melakukan tindakan pengobatan, melakukan penyuluhan kepada pasien mengenai

penyakitnya dan bekerja sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk

menghindar penularan penyakit.

Hampir setiap beban kerja dapat mengakibatkan timbulnya stres kerja,

tergantung bagaimana reaksi pekerja itu sendiri menghadapinya dan besarnya

stres. Stres terhadap perawat akan mempengaruhi munculnya terhadap masalah

kesehatan, psikologi dan interaksi interpersonal. Pada gangguan fisik seseorang

mengalami stres akan mudah terserang penyakit, pada stres mental

berkepanjangan akan mengakibatkan ketegangan, hal ini cenderung merusak

tubuh dan gangguan kesehatan. Reaksi terhadap stress dapat berupa reaksi psikis

maupaun fisik. Biasanya pada perawat stress akan menunjukkan perubahan

perilaku. Usaha perilaku berupa melawan stress atau berdiam diri, dalam

kehidupan sehari-hari reaksi ini berlaku bergantian tergantung situai dan bentuk

stres. ( Fraser.1992).

2.5 Hubungan Antara Beban Kerja dengan Stres Kerja

Menurut Hurrel (dalam Munandar, 2001) dan Manuaba (2000) salah satu

faktor penyebab stres kerja adalah beban kerja, faktor-faktor pekerjaan yang

dapat menimbulkan stres adalah dalam kategori beberapa faktor intrinsik dalam
pekerjaan adalah fisik dan tugas, tugas mencakup beban kerja, kerja malam dan

penghayatan dari resiko dan bahaya.

Stres kerja pada perawat bisa terjadi karena perawat bertanggungjawab

terhadap kehidupan pasien, tanggung jawab tersebut menuntut pelaksanaan kerja

yang efektif hal ini merupakan beban kerja Perawat. Menurut Charles, A dan

Shanley F, (1997) mengemukakan sumber stres dalam ruang rawat inap

(keperawatan ) antara lain :

1) Beban kerja secara berlebihan misalnya merawat terlalu banyak pasien,

mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar tinggi, merasa tidak

mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sekerja dan menghadapi

keterbatasan tenaga.

2) Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain,misalnya mengalami konflik

dengan teman sejawat, gagal membentuk tim kerja dengan staf yang lain.

3) Kesulitan dalam merawat pasien kritis misalnya kesulitan dalam

menjalankan peralatan yang belum dikenal, mengelola prosedur atau

tindakan baru, bekerja dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan

yang cepat.

4) Berurusan dengan pengobatan dan perawatan pasien, misalnya bekerja

dengan dokter yang tidak memahami kebutuhan sosial dan emosional pasien,

merawat pasien yang sulit atau tidak dapat bekerja sama,

5) Merawat pasien yang gagal untuk membaik. Misalnya merawat pasien lansia,

anak-anak, pasien nyeri atau yang meninggal setelah dirawat.


Beban kerja di ruangan tidak selalu menjadi penyebab stres pada

perawat, beban kerja akan menjadi sumber stress bila banyaknya beban kerja

tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu

yang tersedia bagi perawat. Setiap perawat mempunyai kemampuan normal

menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya. Kemampuan berkaitan

dengan keahlian,pengalaman dan waktu yang dimilikinya.

Dalam setiap ruang rawat inap terdapat perbedaan jenis pasien yang

berdampak pada kondisi dan beban kerja yang berbeda. Untuk itu perawat

harus peran sebagai tenaga serba bisa, memiliki inisiatif, berperilaku kreatif

serta memiliki wawasan yang luas dengan motivasi kerja keras, cerdas, iklas

dan kerja berkualitas. Jenis pasien yang dirawat di ruangan rawat inap rumah

sakit dapat dipandang sebagai tuntutan terhadap pelayanan kesehatan jika

tidak dikelola dengan baik maka akan berakibat terjadinya stres kerja (Ed

Boenisch dkk, 2004).

Beban kerja penting menjadi perhatian untuk mengindentifikasi

penyebab stres yang potensial di rumah sakit , karena stres akan selalu

menimpa perawat. Setiap perawat mempunyai kemampuan yang berbeda-

beda dalam menahan stres, hal tersebut bergantung jenis,lama dan frekuensi

stres yang dialami perawat. Menurut Dantzer dkk dalam Widyastuti (1999)

makin kuat stressor, makin lama dan sering terjadi sangat berpotensi

menurunkan daya tahan tubuh dan mudah menimbulkan penyakit.


2.6 Kerangka Konsep Penelitian

Naiknya jumlah
pasien
Psikis: bertanggung jawab
Beban kerja memperbaiki kesehatan pasien
Fisik : membantu pasien
dalam memenuhi KDM,
mendorong brankat,
Tuntutan memandikan pasien,
membereskan bed
Pekerjaan yang
Mendesak

Lelah, letih,
Peran Ganda Stres kerja
lesu, cemas, bosan

2.6 kerangka Konsep

Keterangan :

: tidak diteliti

: diteliti

: mempengaruhi atau dampak

Faktor yang mempengaruhi stres kerja pada perawat terdiri dari

naiknya jumlah pasien, beban kerja, tuntutan pekerjaan yang mendesak, dan

peran ganda. Faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah beban kerja dimana

seorang perawat dituntut untuk selalu profesional dalam setiap pekerjaan yang

mereka lakukan, beban kerja yang mereka hadapi terdapat dua yaitu beban kerja
psikis yakni perawat bertanggung jawab memperbaiki kesehatan pasien (agar

tidak parah, atau bahkan meninggal), dan beban kerja fisik yakni perawat

membantu memenuhi kebutuhan dasar pasien yakni membantu memandikan

pasien membereskan bed, menyeka, mendorong brankat dan lain-lain, dari kedua

faktor tersebutlah perawat rentan terhadap stres kerja yang mereka alami ketika

bertugas sehingga mereka menyebabkan lelah, lesu, letih dan bosan yang pada

akhirnya menyebabkan mereka stres dengan pekerjaannya.

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian (Nursalam, 2013). Berdasarkan kerangka konsep penelitian

pada gambar 2.5 maka hipotesis penelitian ini adalah :

H1 : Ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada perawat di ruang

rawat inap (anak, bersalin, bedah, penyakit dalam) di RSUD Bangkalan.


BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitian atau metode ilmiah adalah prosedur atau langkah-langkah

dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Jadi metode penelitian adalah

cara sistematis untuk menyusun ilmu pengetahuan (Suryana 2010). Dalam bab akan

membahas tentang desain penelitian, kerangka kerja, identifikasi variable, definisi

operasional, populasi dan sampel, tempat dan waktu penelitian, alat pengumpul data,

validitas dan reabilitas, cara pengumpulan data, pengolahan data dan etika penelitian

3.1. Lokasi dan Waktu

3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang

Kabupaten Dairi, dengan pertimbangan :

Rumah Sakit Umum Daerah Bangkalan yang merupakan sarana upaya

kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat inap dimana

pekerjaan perawat ditiap unit bagian tersebut mempunyai beban kerja yang

berbeda

3.1.2 Waktu

Pengambilan data dilakukan selama 1 (satu) bulan yaitu bulan Juni – Juli

2007. Dan dilakulan sebelum dan sesudah perawat bekerja


3.2 Desain Penelitian

a. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan Cross Sectional

b. Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasi yaitu menguraikan obyek

penelitian juga mencari hubungan antara variabel beban kerja dengan stress

kerja pada Perawat di tiap ruangan rawat inap RSUD Bangkalan

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap

RSUD Bangkalan yaitu di ruang perawatan bedah 15 orang, ruangan perawatan

anak 15 orang, ruang perawatan kebidanan 15 orang dan penyakit dalam 15

orang total populasi sebanyak 60 orang

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

teknik purposive sampling yaitu teknik dengan tujuan atau pertimbangan tertentu

yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut ; Jenis kelamin wanita, lama

bekerja minimal 1 (satu ) tahun, mempunyai status gizi yang baik, tidak sedang

hamil, tidak sedang menyusui, tidak sedang sakit waktu penelitian, umur

tergolong usia produktif ( 18 – 45 thn). Responden yang termasuk pada kriteria

tersebut adalah dari ruangan bedah 6 orang, ruangan anak 9 orang, ruangan

kebidanan 7 orang dan ruangan penyakit dalam 8 orang, total sampel sebanyak 30

orang.
3.4 Metode dan ALat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder.Data primer diperoleh

dengan cara ;

Melakukan pengukuran terhadap beban kerja fisik dan stres kerja mental dengan

mengukur denyut nadi sebelum dan sesudah bekerja secara manual memakai

Stopwatch. Data ini untuk memberikan gambaran berat ringannya beban kerja

fisik dan mental di tiap ruang rawat inap.

a. Untuk mengukur stress kerja dengan menggunakan kuesioner stres kerja.

Instrumen penelitian stresskerja dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori

Beehr dan Newman (1978), yang membagi gejala stres menjadi tiga aspek

yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan perilaku. (1) Gejala psikologis terdiri

dari ; kecemasan, ketegangan, bingung, marah, sensitif, memendam perasaan,

komunikasi tidak efektif, menurunnya fungsi intelektual, mengurung diri,

ketidakpuasan bekerja, depresi, lelah mental, merasa terasing dan

mengasingkan diri, kehilangan daya konsentrasi, kehilangan spontanitas dan

kreativitas,kehilangan semangat hidup, menurunnya harga diri dan rasa

percaya diri. (2) Gejala fisik seperti meningkatnya detak jantung dan tekanan

darah, meningkatnya sekresi adrenalin dan non adrenalin, gangguan

gastrointestinal misalnya gangguan lambung,mudah terluka,kematian,

gangguan kardiovaskular, mudah lelah secara fisik, gangguan pernafasan,

lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala pusing, migrain, kanker,

ketegangan otot dan problem tidur. (3) Gejala perilaku: menunda atau
menghindari pekerjaan atau tugas, penurunan prestasi dan produktivitas,

meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase,

meningkatnya frekuensi absensi,perilaku makan yang tidak normal,

kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan, kecendrungan

perilaku berisiko tinggi seperti ngebut, berjudi, meningkatnya agresivitas dan

kriminalitas, penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga

dan teman dan kecendrungan bunuh diri.

b. Sebelum dilakukan pengambilan data stres kerja, kuisoner stres kerja terdiri

dari 100 item dengan menggunakan skala Likert, masing-masing pernyataan

berisikan 4 alternatif pilihan yaitu tidak pernah angka 1, kadang-kadang

angka 2, sering angka 3 dan sering kali angka 4 dan diuji cobakan di lapangan

(try out) untuk menguji kelengkapan pertanyaan disamping itu untuk menguji

validitas dan reliabilitas daftar pertanyaan tersebut. Setelah diuji coba jumlah

item yang gugur atau tidak valid sebanyak 35 item, sehingga jumlah item

menjadi 65 item. Item tersebut terdiri dari 27 item tentang gejala psikologis,

21 item tentang gejala fisik dan 17 item tentang gejala perilaku. Cara

perhitungan dengan melihat skor jumlah terkecil = 65 dan jumlah skor

terbesar = 260. Kategori stress terdiri dari ringan 65 - 130 , sedang 131- 195

dan berat 196 - 260. Data ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran

bagaimana stress kerja Perawat.

c. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari studi dokumentasi

dengan mempelajari data-data tentang riwayat pekerjaan responden.


3.5 Validitas dan Reabilitas

Dalam penelitian ini validitas alat ukur ditentukan berdasarkan content

validity dan Internal Consistency . Content validity yaitu validitas yang diperoleh

melalui penyusunan alat ukur berdasarkan konsep teoritis dari variabel yang akan

diukur. Semakin skala itu mendekati konsep teoritis dari variabel, maka akan

semakin tinggi validitasnya. Reliabilitas dalam penelitian ini dengan pendekatan

Internal Consistency, yaitu hanya memerlukan satu kali pengenaan sebuah tes

kepada sekelompok subjek. Prosedur analisis reliabilitas data diarahkan pada

analisis item- item, penghitungan koefisien reliabilitas dalam uji coba ini

digunakan bantuan komputer program SPSS for windows dengan rumus

Cronbach’.

3.6 Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti adalah

a. Variabel bebas ( independen) adalah Beban kerja

b. Variabel terikat ( dependen) adalah stress kerja.

c. Variabel kontrol adalah jenis kelamin, umur, lama bekerja.

3.7 Analisa Data

Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan statistic dan

disajikan dalam bentuk tabulasi data


3.7.1 Analisa deskriptif

Analisa deskriptif bertujuan untuk menjelaskan karakteristik setiap variable

penelitian. Pada umumnya dalam penelitian ini hanya menghasillkan distribusi

dan persentase setiap variable (Notoatmodjo, 2010)

3.7.2 Analisa Inferensial

a. Uji Statistik

1. Analisa Data untuk menentukan distribusi frekuensi beban kerja

2. Untuk menguji hubungan beban kerja dengan stress kerja perawat di

setiap ruang rawat inap dianalisa dengan statistik dengan

menggunakan SPSS yaitu korelasi Product Moment Pearson.

3.8 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat

diamati, diuji, dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain (Notoatmodjo, 2012)

1. Beban kerja adalah beban yang diterima perawat dalam melaksanakan

pekerjaannya. Beban tersebut dapat berupa beban eksternal maupun internal.

Mengukur berat ringan beban kerja secara fisik dan mental dengan mengukur

denyut nadi. Setiap obyek dilakukan 3 (tiga) kali pengukuran pada shift pagi

yaitu sebelum bekerja pada pukul 8.00 wib dan sesudah bekerja pada pukul

15.00 wib selama 3 hari secara manual memakai Stop watch.

Beban kerja dikategorikan berdasarkan jumlah nadi kerja permenit

berdasarkan teori Christensen. :


3.8 Tabel: Kategori Beban Kerja

Beban Kerja Denyut nadi (nadi jantung)

Ringan 75-100

Sedang 101-125

Berat 126-150

Sangat Berat 151-175

Sumber; Christensen (1991)

3.8.1 Kerangka Kerja :

Variable independent Variable dependent


Manual stopwatch Kuisioner

Pengolahan Data :
Counting
Skorting
tabulating

Uji Statistik
a. Statistic Deskriptif : Gambaran
Karakteristik
b. Statistic Inferensial : Product
Moment Pearson

Penyajian Hasil

kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai