Anda di halaman 1dari 60

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit menjelaskan

bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan

karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang

harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau

oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

(Markhendri, 2014). Sedangkan menurut Permenkes nomor 4 tahun 2018 tentang

kewajiban rumah sakit dan kewajiban pasien definisi rumah sakit yaitu institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat (Kemenkes RI, 2018).

Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu unit terdepan dari

bagian pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan 24 jam pada pasien

gawat darurat/emergency dan tidak gawat dan darurat/false emergency bekerja

sama dengan unit terkait lainnya. Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana

penderita memerlukan pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan

berakibat fatal bagi penderita. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat dilaksanakan

oleh tim dokter dan perawat dengan kualifikasi kompetensi dibidang

kegawatdaruratan (Pedoman Pelayanan IGD, 2019).

1
Tujuan pelayanan di Instalasi Gawat Darurat adalah memberikan

pelayanan kesehatan yang optimal pada pasien dengan cepat, tepat, ramah serta

terpadu dalam penanganan tingkat kegawatdaruratan sehingga mampu mencegah

resiko kecacatan dan kematian (to save life and limb). Pasien yang masuk ke IGD

RSUD dr Sayidiman Magetan tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat.

Untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai

dengan kompetensi dan kemampuannya sehungga dapat menjamin suatu

penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang

tepat (Pedoman Pelayanan IGD, 2019).

Data kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat RSUD dr Sayidiman

Magetan dalam kurun waktu 3 tahun ini mengalami peningkatan. Pada tahun

2017 kunjungan sebanyak 17.250 pasien, pada tahun 2018 sebanyak 17.667

pasien. Peningkatan cukup tajam terjadi pada tahun 2019 dari bulan Januari

sampai bulan Agustus 2019 sebanyak 15.084 pasien. Peningkatan jumlah pasien

berdampak pada peningkatan tuntutan tugas perawat berupa beban kerja fisik

maupun mental. Semakin meningkatnya beban kerja yang dialami perawat

karena tuntutan profesionalisme dapat menimbulkan tekanan-tekanan psikologis

berupa stres pekerjaan yang disebabkan oleh beban kerja (Kasmarani M.K,

2012). Permasalahan lain yang dapat menimbulkan stres adalah keterbatasan

sumber daya manusia. Dimana banyaknya tugas belum diimbangi dengan jumlah

tenaga perawat yang memadai. Jumlah antara tenaga perawat dengan jumlah

pasien yang tidak seimbang akan menyebabkan kelelahan dalam bekerja karena

kebutuhan pasien terhadap pelayanan perawat lebih besar dari standar

2
kemampuan perawat. Kondisi seperti inilah yang akan berdampak pada keadaan

psikis perawat seperti lelah, emosi perubahan mod dan dapat menimbulkan stres

pada perawat (Fajrillah & Nurfitriani, 2016). Dampak buruk yang dapat

ditimbulkan jika perawat mengalami stres adalah mengganggu interaksi

sosialnya baik dengan rekan kerja, dokter maupun pasien dan keluarga pasien.

Selain itu dapat mengganggu performa dikarenakan kemampuan fisik dan

kognitif mereka berkurang (Malaya, 2012).

Menurut survei dari PPNI tahun 2006, sekitar 50,95% perawat yang

bekerja di 4 propinsi di Indonesia mengalami stres kerja, sering merasa pusing,

lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi, dan menyita

waktu. Berdasarkan penelitian Haryanti, Aini F dan Purwatiningsih (2013) di

IGD RSUD Kabupaten Semarang menunjukkan stres kerja perawat tergolong

tinggi yaitu sebesar 82,8% mengalami stres sedang. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Fajrilah & Nurfitriani (2016) di IGD RSUD Anutapura Palu

menunjukkan stres kerja perawat IGD tergolong tinggi yaitu sebesar 54,8%. Dari

hasil wawancara pada tanggal 7 Juli 2019 pada 10 perawat di ruang IGD RSUD

dr Sayidiman Magetan 7 diantaranya sering mengalami kelelahan seperti tangan

terasa capek, betis terasa pegal, dan persendian terasa ngilu. Kelelahan secara

fisik dapat mengakibatkan stres (Suharyanto, 2019). Perawat juga mengatakan

kondisi emosional meningkat, mudah marah, dan merasa cemas. Hal ini

dirasakan ketika jumlah kunjungan pasien meningkat.

Perawat di Instalasi Gawat Darurat sangat rentan mengalami stres.

Pelayanan cepat dan tepat sangat dibutuhkan dalam pelayanan di IGD yang

3
dapat menyebabkan beban kerja tinggi pada perawat seperti menghadapi pasien

dengan berbagai keluhan penyakit yang berbeda-beda maupun pasien datang

dengan kondisi tidak stabil, menghadapi keluarga pasien yang tidak sabar, selain

itu memantau dan pencatatan kondisi pasien secara terus menerus sehingga dapat

mempengaruhi stres (Ahmad, 2019). Selain itu kunjungan pasien yang sangat

banyak pada siang hingga malam hari juga dapat meyebabkan stres kerja

perawat (Malaya, 2012).

Stres dapat dipicu dari beban kerja yang berlebihan baik beban kerja fisik

maupun beban mental. Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari

interaksi antara tuntutan tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan

sebagai tempat kerja, keterampilan, perilaku dan persepsi dari pekerja. Beban

kerja fisik perawat meliputi mengangkat pasien, memandikan pasien, mendorong

peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien, mendorong brankart pasien.

Sedangkan beban mental yang dialami perawat yaitu bekerja shift,

mempersiapkan rohani mental pasien, dan keluarga terutama yang akan

melaksanakan operasi dan pasien dengan kondisi kritis, dan harus menjalin

komunikasi yang baik dengan pasien maupun keluarga (Kasmarani M.K, 2012).

Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa stres perawat terjadi

karena beban kerja yang berlebih maka peneliti tertarik melakukan penelitian

tentang hubungan beban kerja dengan stres perawat Instalasi Gawat Darurat di

RSUD dr Sayidiman Magetan.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah sebagai berikut: adakah hubungan beban kerja dengan stres

perawat di Instalasi Gawat Darurat di RSUD dr Sayidiman Magetan.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan beban kerja dengan

stres perawat di Instalasi Gawat Darurat di RSUD dr Sayidiman Magetan.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi beban kerja perawat di Instalasi Gawat Darurat

RSUD dr Sayidiman Magetan.

b. Mengidentifikasi stres perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr

Sayidiman Magetan.

c. Menganalisa hubungan beban kerja dengan stres perawat di Instalasi

Gawat Darurat RSUD dr Sayidiman Magetan.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan

sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi rumah sakit khususnya

pada perawat untuk mengetahui hubungan beban kerja dengan stres

perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr Sayidiman Magetan.

5
2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai referensi perpustakaan institusi dan merupakan masukan bagi

mahasiswa yang akan melakukan penelitian, tentang hubungan beban kerja

dengan stresperawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr Sayidiman

Magetan.

3. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman nyata dan menambah pengetahuan penulis dalam

melaksanakan penelitian tentang hubungan beban kerja dengan stres

perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr Sayidiman Magetan.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Beban Kerja

1. Pengertian Beban Kerja

Menurut Permendagri (2008), beban kerja adalah besaran pekerjaan yang

harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali

antara volume kerja dan norma waktu. Sedangkan menurut Munandar (2001)

beban kerja adalah keadaan dimana pekerja dihadapakan pada tugas yang

harus diselesaikan pada waktu tertentu.

Adapun menurut Moekijat (2004), beban kerja adalah volume dari hasil

kerja atau catatan tentang hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan volume

yang dihasilkan oleh sejumlah pegawai dalam suatu bagian tertentu.

Sedangkan beban kerja perawat adalah volume kerja perawat di sebuah unit

dumah sakit. Sedangkan volume kerja perawat merupakan waktu yang

dibutuhkan untuk menangani pasien per hari. Beban kerja penting sebagai

dasar untuk mengetahui kapasitas kerja perawat agar terdapat keseimbangan

antara tenaga perawat dengan beban kerja (Hendianti GN, 2012).

7
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Menurut Gillies dalam Trihastuti (2016), faktor-faktor yang

mempengaruhi beban kerja perawat adalah :

a. Jumlah pasien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut.

b. Kondisi penyakit atau tingkat ketergantungan pasien.

c. Rata-rata hari perawatan klien.

d. Pengukuran perawatan langsung, tidak langsung.

e. Freukensi tindakan perawatan yang dibutuhkan.

f. Rata -rata waktu perawatan langsung, tidak langsung

3. Aspek-aspek Beban Kerja

Menurut Trihastuti (2016), kegiatan-kegiatan perawat meliputi

kegiatan produktif langsung maupun tidak langsung dan kegiatan non

produktif.

a. Kegiatan produktif langsung

Meliputi : menerima pasien baru, melakukan anamnesa, mengukur TTV,

observasi pasien, memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta nutrisi,

memenuhi kebutuhan eliminasi urine, dan BAB, memenuhi kebutuhan

oksigen, memberikan terapi injeksi, memberikan terapi peroral, memenuhi

kebutuhan rasa aman nyaman, membantu mobilisasi pasien, memperbaiki

posisi pasien, melakukan personal higyene, merawat luka, melakukan

genetalia higyene pasien, memasang dan melepas NGT, mengganti cairan

infus, memasang syring pump, memasang infus pump, memberi kompres

hangat, pendidikan kesehatan, menyiapkan spesimen lab, memberikan

8
enema, melakukan pemeriksaan GDA, melakukan pemeriksaan EKG,

melakukan inford consent, mengantarkan pasien pindah ruangan,

menjemput pasien dari ICU, mengantarkan pasien untuk pemeriksaan

USG dan Rontgen dll, pemenuhan spiritual pasien, melakukan resusitasi,

merawat jenazah.

b. Kegiatan produktif tidak langsung

Meliputi : pendokumentasian askep, laporan dokter, telekomunikasi

dengan ruangan lain, pendataan pasien baru, timbang terima pasien,

persiapan dan strelisasi alat, melakukan inventaris alat kesehatan,

membuat inventaris dan sentralisasi obat, mengantar visite dokter,

memasukkan pemakaian alat ke status pasien, memasukkan data

adminitrasi ke komputer, menyiapkan pasien yang akan pulang, mengantar

resep ke kamar obat, melakukan discharge planning, melakukan kolaborasi

dengan tim kesehatan lain, melakukan kewaspadaan universal precaution,

memeriksa kelengkapan status pasien, mengirim bahan pemeriksaan ke

laboratorium, meyiapkan pasang infus, menyiapkan rawat luka,

menyiapkan pasang NGT, membimbing mahasiswa praktik, berdiskusi

tentang kasus pasien, melakukan verifikasi pemakaian alat.

c. Kegiatan non produktif

Meliputi : datang absensi, makan dan minum, mengobrol, main HP/telepon

pribadi, berganti pakaian dan berhias, shalat, toileting, diam di nurse

station.

9
4. Penggukuran Beban Kerja

Menurut Trihastuti (2016), Ada 3 cara yang digunakan untuk

menghitung beban kerja :

a. Work sampling : Tehnik penghitungan beban kerja yang dilakukan

oleh personil pada satu unit, bidang, maupun jenis tenaga tertentu.

Pada metode work sampling dapat diamati hal-hal spesifik tentang

pekerjaan antara lain :

1) Aktifitas apa yang dilakukan pada jam kerja.

2) Apakah aktifitas personel ada kaitannya dengan fungsi tugasnya

pada waktu jam kerja.

3) Pola beban kerja dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja.

b. Time and motion study : tehnik penghitungan beban yang mengikuti

dan mengamati dengan cermat tentang kegiatan yang dilakukan oleh

personel yang kita amati. Melalui tehnik ini dapat diketahui beban

kerja dan kualitasnya. Langkah-langkahnya :

1) Menentukan personel yang akan diamati untuk menjadi sample

dengan metode purposive sampling.

2) Membuat formulir daftar kegiatan yang dilakukan oleh setiap

personel.

3) Daftar kegiatan tersebut kemudian diklasifikasikan, seberapa

banyak personel yang melakukan kegiatan tersebut secara baik dan

rutin selama dilakukan pengamatan.

10
4) Membuat klasifikasi atas kegiatan yang telah dilakukan tersebut

menjadi kegiatan medis, dengan keperawatan dan kegiatan

administrasi.

5) Menghitung waktu objektif yang diperlukan oleh personel dalam

melakukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

Tehnik ini dapat digunakan untuk melakukan evaluasi tingkat kualitas

suatu pelatihanan atau pendidikan yang bersertifikat, serta dapat juga

digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu metode yang

ditetapkan secara baku di suatu rumah sakit. Dari metode work sampling

dan Time and motion study maka akan dihasilkan out put sebagai

berikut:

a) Deskripsi kegiatan menurut jenis dan alokasi waktu untuk masing-

masing pekerjaan. Selanjutnya dapat dihitung proporsi waktu yang

dibutuhkan untuk masing-masing kegiatan selama jam kerja.

b) Pola kegiatan yang berkaitan dengan waktu kerja, kategori tenaga

atau karakteristik demografi dan sosial.

c) Kesesuaian beban kerja dengan variabel lain. Beban kerja dapat

dihubungkan dengan tenaga, umur, pendidikan, jenis kelamin, atau

variabel lain.

d) Kualitas kerja.

c. Daily log : Bentuk sederhana dari work sampling yaitu pencatatan

kegiatan yang dilakukan sendiri oleh personel yang diamati dan waktu

yang diperlukan untuk melakukan kegiatan tersebut. Metode ini

11
diperlukan kejujuran dari personel yang diamati. Pengukuran beban

kerja objektif dilakukan untuk mengetahui penggunaan waktu tenaga

keperawatan dalam melaksanakan aktifitas baik untuk tugas pokok,

tugas penunjang, kepentingan pribadi, dan lain-lain. Metode yang

dipakai untuk pengukuran beban kerja objektif time and motion study.

5. Dampak Beban Kerja Meningkat

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja

baik fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit

kepala,gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja

yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan

gerak yang menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari

karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya

perhatian pada pekerjaan. sehingga secara potensialmembahayakan pekerja

(Manuaba, 2010).

6. Indikator Beban Kerja

Menurut Koesomowidjojo dalam Retnaningtyas (2018), dijelaskan

bahwa dalam dunia kerja ada beberapa indikator untuk mengetahui seberapa

besar beban kerja yang harus diemban oleh karyawan, indikator tersebut

meliputi :

a. Kondisi pekerjaan, yang dimaksud adalah bagaimana seorang karyawan

memahami pekerjaan tersebut dengan baik, sejauh mana kemampuan

serta pemahaman karyawan atas pekerjaannya. Seperti menurut

(Nursalam, 2017) beragamnya jenis pekerjaan, kurangnya tenaga

12
perawat, perawat dihadapkan pada keputusan yang tepat serta

melaksanakan tindakan penyelamatan pasien.

b. Penggunaan waktu kerja, dimana waktu kerja yang sesuai dengan SOP

tentunya akan meminimalkan beban kerja. Akan tetapi jika karyawan

diberikan beban kerja yang tidak sesuai SOP maka akan membebani

karyawan. Tindakan tersebut menurut (Nursalam, 2017) yaitu :

melakukan observasi klien selama jam kerja, kontak langsung perawat

dengan pasien secara terus menerus, setiap saat menghadapi pasien

tidak berdaya, koma, dan kondisi terminal, memberikan obat-obatan

secara intensif.

c. Target yang harus dicapai, yaitu target kerja yang ditetapkan untuk

karyawan. Menurut (Nursalam, 1017) tindakan tersebut yaitu : banyak

pekerjaan yang harus dilakukan demi keselamatan pasien, pengetahuan

dan keterampilan yang dimiliki tidak mampu mengimbangi sulitnya

pekerjaan, harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang

berkualitas, tanggung jawab dalam melaksanakan perawatan pasien.

B. Stres

1. Pengertian Stres

Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh

perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi oleh lingkungan

maupun penampilan individu di dalam lingkungannya (Sunaryo, 2004). Stres

adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban

13
atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada

salah satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidal lagi dapat

menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka disebut mengalami

distres (Hawari, 2001).

2. Penyebab Stres

Apabila ditinjau dari penyebab stres, dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Stres Fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau

rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus

listrik.

b. Stres Kimiawi, disebabkan oleh asam basa kuat, obat-obatan, zat

beracun, hormon atau gas.

c. Stres Mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang

menimbulkan penyakit.

d. Stres Fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan,

organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.

e. Stres Proses Pertumbuhan dan Perkembangan, disebabkan oleh gangguan

pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.

f. Stres Psikis/emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan

interpersonal, sosial budaya, atau keamanan menurut (Sunaryo, 2004).

3. Tahapan Stres

Dr Robert Amberg (1979) dalam penelitiannya terdapat dalam Hawari

(2001) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut :

14
a. Stres tahap satu

Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya

disertai dengan perasaan-perasaan semangat kerja yang besar, berlebihan

(over acting), penglihatan tajam tidak sebagaimana mestinya, merasa

mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya.

b. Stres tahap dua

Pada tahap ini dampak stres yang semula menyenangkan sebagaimana

diuraikan pada tahap satu mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan

yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi cukup seperti :

merasa letih, mudah lelah, lekas merasa capek menjelang sore, sering penat,

detak jantung lebih keras (berdebar-debar), otot-otot punggung dan tengkuk

terasa tegang, tidak bisa santai.

c. Stres tahap tiga

Pada tahap ini apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya

tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap dua, maka akan

menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu :

gangguan lambung (gastritis, diare), ketegangan otot-otot, semakin terasa

perasaan tidak tenang dan ketegangan emosional, gangguan pola tidur,

badan serasa mau pingsan

d. Stres tahap empat

Pada tahap ini apabila seseorang untuk bertahan mengalami stres sepanjang

hari saja sudah terasa amat sulit. Aktifitas pekerjaan memjadi membosankan

dan terasa amat sulit karena ketidakmampuan melakukan kegiatan rutin

15
sehari-hari. Adapun gejala gangguan pola tidur disertai mimpi-mimpi yang

menegangkan, daya konsentrasi dan daya ingat menurun, timbul perasaan

ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

e. Stres tahap lima

Jika keadaan seseorang berlanjut maka akan jatuh pada tahap lima dengan

ditandai : kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and

psychological), ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang

ringan dan sederhana, serta timbul perasaan ketakutan, kecemasan semakin

meningkat, mudah bingung, dan panik.

f. Stres tahap enam

Tahapan paling klimaks dari stres, dimana seseorang mengalami serangan

(panic attack) dan perasaan takut mati.

4. Sumber-sumber Penyebab Stres

Menurut Hawari pada umumnya jenis stresor psikososial dapat

digolongkan dalam beberapa faktor antara lain :

a. Faktor Keluarga. Yang dimaksudkan di sini adalah faktor stres yang

dialami oleh anak dan remaja yang disebabkan karena kondisi

keluarga yang tidak baik (yaitu sikap orangtua), misalnya hubungan

kedua orangtua yang dingin, atau penuh ketegangan, atau acuh tak

acuh dan lain sebagainya.

b. Hubungan interpersonal. Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan

kawan dekat yang mengalami konflik, konflik dengan kekasih, antara

atasan dan bawahan dan lain sebagainya.

16
c. Pekerjaan. Masalah pekerjaan merupakan sumber stres kedua setelah

masalah perkawinan. Banyak orang menderita depresi karena masalah

pekerjaan ini, misalnya pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak

cocok, mutasi, jabatan, kenaikan pangkat, pensiun, kehilangan

pekerjaan (PHK) dan lain sebagainya.

d. Lingkungan hidup. Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya

bagi kesehatan seseorang, misalnya soal perumahan, pindah tempat

tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan

(kriminalitas) dan lain sebagainya.

e. Problem orangtua. Permasalahan yang dihadapi orangtua, misalnya

tidak punya anak, kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit,

hubungan yang tidak baik dengan mertua, ipar, besan dan lain

sebagainya.

f. Keuangan. Masalah keuangan (kondisi sosial_ekonomi) yang tidak

sehat, misalnya : pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran,

terlibat hutang, kebangkrutan usaha, soal warisan, dan lain sebagainya.

g. Hukum. Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat

merupakan sumber stres pula, misalnya : tuntutan hukum, pengadilan,

penjara, dan lain sebagainya.

h. Perkembangan fisik dan mental. Yang dimaksudkan di sini adalah

masalah perkembangan baik fisik maupun mental seseorang, misalnya :

masa remaja, masa dewasa, menopause, usia lanjut, dan lain

sebagainya.

17
i. Penyakit fisik atau cidera. Sumber stres yang dapat menimbulkan

depresi di sini adalah antara lain : penyakit, kecelakaan,

operasi/pembedahan, aborsi, dan lain sebagainya.

5. Pengertian Stres Kerja

Menurut Astianto (2014), stres kerja merupakan bagian dari stres dalam

kehidupan sehari-hari. Dalam bekerja potensi untuk mengalami stres cukup

tinggi, antara lain dapat disebabkan oleh ketegangan dalam berinteraksi

dengan atasan, pekerjaan yang menuntut konsentrasi tinggi, beban kerja yang

tidak sesuai dengan kemampuan, kondisi kerja yang tidak mendukung,

persaingan yang berat dan tidak sehat. Sedangkan menurut Wijono (2010)

mendefinisikan bahwa stres kerja sebagai suatu keadaan yang timbul dalam

interaksi di antara manusia dengan pekerjaan.

Stres pada lingkungan kerja keperawatan adalah faktor penyebab

kekurangan perawat secara kronis di rumah sakit yang merupakan masalah

kesehatan secara umum, dimana sangat terkait dengan penyimpangan dalam

keselamatan pasien sehingga terjadi penurunan kualitas kesehatan (Puri,

2018).

6. Faktor-faktor Penyebab Stres kerja

Menurut Caldwell at all 1981, Thelan 1994 dalam Hartono (2004)

sumber stres kerja perawat adalah :

a. Lingkungan kerja merupakan lingkungan disekitar perawat yang

berhubungan dengan peralatan, penyediaan gudang, area kerja yang luas,

18
kebisingan, ruangan yang berjendela dan temperatur udara disekitar

perawat.

b. Beban kerja yaitu banyaknya pekerjaan dan sulitnya pekerjaan. Everly

dkk (Munandar, 2001) mengatakan beban kerja adalah keadaan dimana

pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu

tertentu.

c. Kondisi penyakit yang dihadapi perawat misalnya menghadapi pasien

dengan kondisi kritis dengan perubahan patofisiologi yang cepat

memburuk.

d. Hubungan interpersonal adalah kemampuan bertukar informasi dengan

orang lain meliputi interaksi staf dalam satu unit dengan unit lain,

perawat manager, pimpinan rumah sakit, pasien dan keluarga.

e. Pembuatan keputusan antara lain tanggung jawab dalam pengambilan

keputusan konflik dalam memberikan opini, keadekuatan pengetahuan

informasi, dilema etik, dan kesalahan pengambilan keputusan.

7. Gejala-gejala Stres Kerja

Menurut Anoroga (2001), gejala stres adalah sebagai berikut :

a. Gejala fisik :

Sakit kepala, sakit perut, mudah terkejut, gangguan pola tidur lesu, kaku

leher belakang sampai punggung, napsu makan menurun dan lain-lain.

b. Gejala mental :

Mudah lupa, sulit konsentrasi, cemas, was-was, mudah marah, mudah

tersinggung, gelisah, dan putus asa.

19
c. Gejala sosial atau perilaku

Banyak merokok, minum alkohol, menarik diri dan menghindar.

Beehr (Prihatini, 2007) membagi gejala stres kerja menjadi tiga aspek, yaitu

gejala psikologis, gejala fisik dan perilaku.

Tabel 2.1 Gejala stres kerja berdasarkan gejala psikologis, fisik dan perilaku
No Gejala psikologis Gejala fisik Gejala perilaku
1. Kecemasan, ketegangan Meningkatnya nadi Menunda,
dan tekanan darah menghindari
pekerjaan
2. Bingung, marah, sensitif Meningkatnya Produktivitas
sekresi adrenalin menurun
3. Memendam perasaan Gangguan lambung Minuman keras
4. Komunikasi tidak efektif Mudah terluka Perilaku sabotase
(Sumber : Prihatini, 2007)
8. Dampak Stres Kerja

Menurut Lubis dalan (Prihatini (2007), stres kerja dapat mengakibatkan

hal-hal sebagai berikut ;

d. Penyakit fisik meliputi: penyakit fisik yang diinduksikan oleh stres

seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, tukak lambung, asma,

gangguan menstruasi dan lain-lain.

b. Gangguan psikis yang ringan sampai berat. Gangguan psikis yang

ringan , seperti mudah gugup, tegang, marah-marah, apatis dan kurang

konsentrasi, gangguan psikis berat, seperti depresi dan ansietas.

c. Gangguan interaksi interpersonal seperti hilangnya percaya diri, menarik

diri yang berdampak pada organisasi. Pekerja yang mengalami stres kerja

akan mempengaruhi kuantitas kerja, kekacauan manajemen, dan

operasional kerja, meningkatnya absensi dan banyak pekerjaan yang

tertunda.

20
9. Pencegahan dan Pengendalian Stres Kerja

Cara mencegah dan mengendalikan stres kerja menurut Sauter 1990

dalam Prihatini (2007), adalah sebagai berikut:

a. Beban kerja fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan

dan kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan

adanya beban berlebih maupun beban kerja yang ringan.

b. Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun

tanggung jawab di luar pekerjaan.

c. Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan

karier, mendapatkan promosi dan pengembangan keahlian.

d. Membentuk lingkungan sosial yang sehat yaitu antara pekerja yang satu

dengan yang lain.

e. Tugas-tugas harus harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi

dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya.

Sedangkan pengendalian stres menurut Quick 1997 dalam Prihatini

(2007), adalah dengan cara :

1) Organisasional, yaitu memodifikasi tuntutan kerja, meningkatkan

hubungan kerja.

2) Individual, yaitu memanajemen persepsi tentang stres,

memanajemen lingkungan kerja, menghindari beban kerja yang

berlebih.

3) Menghindari respon terhadap stres.

21
10. Indikator Stres Kerja

Menurut Nursalam (2017), indikator stres kerja dapat dikelompokkan

menjadi 3 kategori utama yaitu :

a. Stres Biologis seperti : Jantung berdebar-debar, nyeri ulu hati, otot kaku,

nadi meningkat, makan berlebihan, kehilangan nafsu makan, kembung,

tangan terasa capek, betis terasa pegal, persendian ngilu, nyeri punggung,

nyeri pinggang,

b. Stres Psikologis seperti : Tertekan, hilang konsentrasi, mudah lupa,

merasa tidak cukup waktu, mudah lupa, menghindar dari masalah,

kecewa, jenuh, bingung, penurunan produktifitas kerja, merasa tidak

puas, meninggalkan kerja.

c. Stres Sosial seperti : Ketegangan dengan teman sejawat maupun tim

kesehatan lain, mudah tersinggung, mudah marah tanpa sebab, merasa

tidak suka dengan pekerjaan.

C. Perawat

1. Pengertian Perawat

Menurut undang-undang RI no 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan

melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang

diperoleh melalui pendidikan keperawatan (Kemenkes RI, 1992). Sedangkan

menurut undang-undang nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan

dijelaskan perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi

22
keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh

Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan

(Kemenkes RI, 2014).

. Adapun pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan

profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang

didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu,

keluarga, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.

2. Peran Perawat

Peran perawat adalah tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain pada

sesorang sesuai dengan kedudukan dalam system, dimana bisa dipengaruhi oleh

kondisi sosial baik dari profesi perawat ataupun dari luar profesi keperawatan.

Menurut Ulyaemyu (2016), peran perawat antara lain:

a. Pemberi asuhan keperawatan

Memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui

pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan,

dari yang sederhana sampai dengan komplek.

b. Advocat pasien / klien

Menginterprestasikan berbagai info dari pemberi pelayanan atau informasi

lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan

yang diberikan pada pasien, mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien

23
c. Pendidik / Edukator

Membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala

penyakit bahkan tindakan yang diberikan, maka terjadi perubahan perilaku

dari klien sesudah dilakukan pendidikan kesehatan.

d. Koordinator

Mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari

tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan bisa terarah serta

tepat dengan kebutuhan klien.

e. Kolaborator

Peran ini dilakukan lantaran perawat bekerja melalui tim kesehatan yang

trdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi & lain-lain yang diperlukan termasuk

diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

f. Konsultan

Tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang sesuai

untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi

mengenai tujuan keperawatan yang diberikan.

g. Peneliti

Mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis & terarah

sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

24
3. Fungsi Perawat

Menurut Ulyaemyu (2016) fungsi perawat antara lain :

a. Fungsi Independen

Dalam fungsi ini, tindakan perawat tak memerlukan perintah dokter,

tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu keperawatan.

Contoh melakukan pengkajian.

b. Fungsi Dependen

Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan & tindakan

khusus yang menjadi wewenang dokter & seharusnya dilakukan dokter.

Seperti pemasangan infus, pemberian obat & melaksanakan suntikan. Oleh

sebab itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab dokter.

c. Fungsi Interdependen

Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim

kesehatan.

Contoh : untuk menangani ibu hamil yang menderita diabetes, perawat

bersama tenaga gizi berkolaborasi membuat rencana buat menentukan

kebutuhan makanan yang diperlukan bagi ibu hamil & perkembangan janin.

D. Instalasi Gawat Darurat

1. Pengertian Instalasi Gawat Darurat

Menurut Permenkes tahun 2018 pelayanan kegawatdaruratan adalah

tindakan medis yang dibuthkan oleh pasien gawat darurat dalam waktu segera

untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Pasien gawat darurat

25
yang selanjutnya disebut pasien adalah orang yang berada dalam ancaman

kematian dan kecacatan yang memerlukan tindakan medis segera. Menurut

Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat tahun 2019 IGD adalah salah

satu unit terdepan dari bagian pelayanan rumah sakit yang memberikan

pelayanan 24 jam pada pasien gawat darurat/emergency dan false emergency

bekerja sama dengan unit terkait lainnya. Gawat darurat adalah suatu keadaan

yang mana penderita memerlukan pemeriksaan medis segera, apabila tidak

dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Pelayanan di Instalasi Gawat

Darurat dilaksanakan oleh tim Dokter dan Perawat dengan kualifikasi

kompetensi dibidang kegawatdaruratan.

2. Tujuan Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal pada pasien dengan

cepat, tepat, ramah serta terpadu dalam penanganan tingkat kegawatdaruratan

sehingga mampu mencegah

3. Klasifikasi Pasien Berdasarkan Tingkat Prioritas

Klasifikasi pasien berdasarkan tingkat prioritas sesuai tabel dibawah ini

antara lain :

Tabel 2.2 Klasifikasi pasien berdasarkan tingkat prioritas


No Klasifikasi Keterangan
1 Prioritas I Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan
(Merah) tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup
yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera
yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.
Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak,
syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki,
combutio (luka bakar) tingkat II dan III > 25%.
2 Prioritas II Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak
(Kuning) segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan

26
dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contohnya
patah tulang besar, combutio(luka bakar) tingkat II dan III
< 25%, trauma thorak/abdomen, laserasi luas, trauma bola
mata.
3 Prioritas III Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu
(Hijau) segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir.
Contoh luka superfisial, luka-luka ringan.
4 Prioritas 0 Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah.
(Hitam) Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis,
trauma kepala kritis.
(Sumber : Pedoman Pelayanan IGD tahun 2019)

27
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konseptual

Faktor-faktor penyebab stres kerja :


1. Lingkungan kerja
Stres kerja :

2. Beban kerja : 1. Stres Biologis


2. Stres Psikologis
a. Kondisi pekerjaan 3. Stres Sosial
b. Penggunaan waktu kerja
c. Target yang harus dicapai

Dampak stres kerja :


3. Kondisi penyakit
- Penyakit fisik
4. Hubungan interpersonal
- Gangguan psikologis
5. Pembuatan keputusan
- Gangguan interaksi interpersonal

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian


Keterangan :
: Tidak diteliti
: Diteliti
Faktor-faktor penyebab dari terjadinya stres kerja antara lain adalah

lingkungan kerja , beban kerja, hungan interpersonal, dan pembuatan keputusan.

Dari faktor penyebab stres tersebut akan di lakukan penelitian beban kerja perawat

dengan stres kerja. Dari beban kerja dapat menyebabkan stres kerja yang di bagi

menjadi tiga antara lain stres biologis, stres psikologis, stres sosial. Sehingga stres

28
kerja dapat berdampak pada tiga hal yaitu : 1) Penyakit fisik yang di tandai

dengan hipertensi, tukak lambung, asma, gangguan menstruasi dan lain-lain.

Sedangkan gangguan psikis dari ringan sampai berat. 2) Gangguan psikis yang

ringan , seperti mudah gugup, tegang, marah-marah, apatis dan kurang

konsentrasi, sedangkan gangguan psikis berat seperti depresi dan ansietas. 3)

Gangguan interaksi interpersonal seperti hilangnya percaya diri, menarik diri yang

berdampak pada organisasi. Pekerja yang mengalami stres kerja akan

mempengaruhi kuantitas kerja, kekacauan manajemen, dan operasional kerja,

meningkatnya absensi dan banyak pekerjaan yang tertunda sehingga dapat

mengetahui beban kerja dengan tingkat stres kerja yang dibagi menjadi 3 yaitu

stres ringan, stres sedang dan stres berat.

B. Hipotesis

Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang sesuatu yang diduga atau

hubungan yang diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara

empiris. Hipotesis atau dugaan (bukti) sementara diperlukan untuk memandu jalan

pikiran ke arah tujuan yang dicapai (Notoatmodjo, 2010).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Hı : Ada Hubungan beban kerja dengan stres perawat di Instalasi Gawat Darurat

RSUD dr.Sayidiman Magetan.

H0 : Tidak ada hubungan beban kerja dengan stres perawat di Instalasi Gawat

Darurat RSUD dr. Sayidiman.

29
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu strategi untuk tujuan penelitian yang

diharapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun penelitian yang

diharapkan sebagai pedoman atau penuntun penelitian pada seluruh proses

penelitian. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional dengan

rancangan cross sectional.

Korelasional adalah penelitian untuk mengkaji hubungan antar variabel.

Penelitian dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, dan

menguji berdasarkan teori yang ada. Penelitian korelasi bertujuan mengungkapkan

hubungan korelatif antar variabel (Nursalam, 2015).

Cross sectional adalah jenis penelitian yang dilakukan dengan pendekatan

sifatnya sesaat pada suatu waktu dan tidak diikuti dalam kurun waktu tertentu

berikutnya (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini dilakukan dengan

mengidentifikasi hubungan beban kerja dengan stres kerja di IGD RSUD

dr.Saydiman Magetan.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat

30
yang ada di IGD RSUD dr. Saydiman Magetan sebanyak 31 perawat

pelaksana.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian besar dari keseluruhan obyek yang diteliti yang

di anggap mewakili populasi (Notoatmodjo,2012). Sampel dalam penelitian

ini adalah semua perawat IGD RSUD dr. Saydiman magetan sebanyak 31

perawat pelaksana.

C. Teknik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan

keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2013).

Pada penelitian ini menerapkan Total sampling. Total sampling yaitu

teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi

(Sugiyono, 2010).

Alasan mengambil total sampling karena menurut (Sugiyono, 2010) jumlah

populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian

semuanya.

31
D. Kerangka Kerja Penelitian

Populasi
Semua perawat IGD RSUD dr. Sayidiman Magetan sebanyak 31 perawat pelaksana

Sampel
Semua perawat IGD RSUD dr. Sayidiman Magetan sebanyak 31 perawat pelaksana

Sampling
Total Sampling

Design Penelitian
Korelasi dengan pendekatan cross Sectional

Variable

Variable bebas : Beban kerja Variable terikat : Stres kerja pada


pada perawat IGD RSUD perawat IGD RSUD dr. Sayidiman
dr.Saydiman Magetan Magetan

Pengumpulan Data Kuisioner Pengumpulan Data kuisioner tentang


tentang beban kerja stres kerja perawat

Pengelolahan Data
Editing, Coding, Scoring dan Tabulating

Analisa Data
Kendall Tau

Hasil dan Kesimpulan

Gambar 4.1 Kerangka kerja penelitian Hubungan beban kerja dengan stres
perawat di instalasi gawat darurat RSUD dr. Sayidiman Magetan

32
E. Variable Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variable Penelitian

a. Variable Independen (Bebas)

Dalam penelitian ini variable independenya adalah beban kerja

perawat di instalasi gawat darurat

b. Variabel dependen (Terikat)

Dalam penelitian ini variable dependennya adalah stres kerja perawat

di instalasi gawat darurat

2. Definisi operasional

Tabel 4.1 : Definisi Operasional Hubungan Beban Kerja Dengan Stres Perawat
Di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr Sayidiman Magetan
Variable Definisi Parameter Alat ukur Skala Skor/Kriteria
Operasional
Variable Beban kerja Indikator Kuisioner Ordinal Skor :
independen adalah besaran beban kerja : 4 : beban kerja
(Bebas) pekerjaan yang 1. Kondisi berat
Beban kerja harus dipikul pekerjaan 3 : beban kerja
oleh perawat di 2. Penggunaan sedang
Instalasi gawat waktu kerja 2 : beban kerja
Darurat RSUD 3. Target yang ringan
dr Sayidiman harus di 1 : tidak menjadi
Magetan capai beban
Kriteria :
Ringan :
X < 26
Sedang :
26 ≤ X < 38
Berat :
38 ≤ X

Variable Stres kerja Indikator stres KuisionXe Ordinal 4 : Selalu


dependen adalah sebagai kerja : r 3 : Sering
(terikat) suatu keadaan 1. Stres 2 : Kadang2

33
Stres kerja yang timbul Biologis 1 : Tidak
dalam interaksi 2. Stres Pernah
di antara Psikologis Kriteria :
perawat di 3. Stres Sosial Ringan :
Instalasi X < 70
Gawat Darurat Sedang :
RSUD dr 70 ≤ X< 104
Sayidiman Berat :
Magetan 104 ≤ X
105

F. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan

data, instrument penelitian ini dapat berupa kuesioner (daftar pertanyaan),

formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data

dan sebagainya (Notoatmodjo. 2010). Kuesioner diartikan sebagai daftar

pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana responden

(dalam hal angket) dan interview (dalam hal wawancara) tinggal memberikan

jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu, kuesioner adalah bentuk

penjabaran variabel-variabel yang terlibat dalam tujuan penelitian dan hipotesis

(Notoatmodjo, 2010)

Instrument penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini berupa

kuisioner. Kuisioner yang digunakan peneliti yaitu variable beban kerja dengan 13

pertanyaan serta pengukuran stres kerja dengan 35 pertanyaan. Kuisioner oleh

Nursalam (2017) ini telah valid dan reliabel untuk menjadikan sebagai instrumen

penelitian sehingga banyak di gunakan untuk melakukan pengukuran terhadap

penelitian sejenis, pada penelitian-penelitian sebelumnya.

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

34
Waktu pengambilan data awal pada bulan November 2019 sampai dengan

Maret 2020. Tempat penelitian dilakukan di ruang instalasi gawat darurat RSUD

dr.Sayidiman Magetan.

H. Prosedur Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang di perlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2016). Berikut ini dalam pengumpulan data peneliti melakukan

prosedur:

1. Mengurus ijin kepada ketua Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

2. Mengurus izin kepada Kepala Bidang Kesatuan bangsa dan Politik

Kabupaten Magetan.

3. Mengurus ijin kepada Direktur RSUD dr. Sayidiman Magetan

4. Peneliti melakukan konfirmasi dan izin kepada kepala ruangan, serta

meminta kerjasama dan menjelaskan maksud dari penelitian.

5. Pada pembagian kuisioner peneliti menjelaskan tujuan penelitian, cara

pengisian kuisioner dan meminta responden untuk menandatangani

informed consent.

Peneliti melakukan pengumpulan data dengan dibantu 3 asisten penelitian

yang merupakan Kepala Shift yang sudah di breafing sebelumnya untuk mencatat

hal-hal yang di perlukan pada saat pengumpulan data. Data dikumpulkan dengan

menggunakan kuisioner yang telah disiapkan. Sebelum kuisioner dibagikan untuk

kemudian di isi oleh perawat, peneliti dan asisten peneliti menerangkan tata cara

pengisian kuisioner pada perawat dengan mendatangi ruang instalasi gawat

35
darurat RSUD dr Sayidiman Magetan. Pengisian kuisioner dilakukan setelah jam

kerja agar tidak menggangu pelayanan. Data perawat di Instalasi Gawat darurat

RSUD dr Sayidiman Magetan di peroleh dari pihak manajemen rumah sakit.

I. Tehnik Analisis Data

1. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data perlu diproses

dan dianalisis secara sistematis supaya bisa terdeteksi. Data tersebut di

tabulasi dan dikelompokkan sesuai dengan variabel yang diteliti. Langkah-

langkah pengolahan data :

a. Editing

Editing adalah data yang terkumpul, harus dibaca sekali lagi untuk

memastikan apakah data tersebut dijadikan bahan analisa atau tidak

(Nasehudin,dkk, 2012)

b. Coding

Memberikan skor atau nilai pada setiap item jawaban. Data yang terkumpul

bisa berupa angka, kata, atau kalimat (Nasehudin,dkk, 2012) Pada penelitian

ini diberikan kode antara lain yaitu :

Coding pada identitas responden

1) Umur

18-20 :1

21-29 :2

30-39 :3

40-65 :4

36
2) Jenis kelamin

Laki-laki :1

Perempuan :2

3) Status perkawinan

Sudah menikah :1

Belum menikah :2

4) Lama bekerja

1-5 tahun :1

6-10 tahun :2

11-20 tahun :3

5) Pendidikan

D III Keperawatan :1

S I Keperawatan :2

c. Scoring

Scoring adalah mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau

kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan

(Notoadmodjo, 2010)

1) Beban kerja

4 : Beban kerja berat

3 : Beban kerja sedang

2 : Beban kerja ringan

1 : Tidak menjadi beban

Pengukuran menurut Azwar (2012), sebagai berikut :

37
Nilai terendah (X min) : 13

Nialai tertinggi (X maks) : 52

Range : X maks-Xmin

Mean : (Xmaks+Xmin) / 2

Standart Deviasi (SD) : Range / 6

Setelah ditetapkan kriteria seperti diatas, maka responden

mendapatkan skor :

Ringan : X < 26
Sedang : 26 ≤ X < 38
Berat : 38 ≤ X

2) Stres Kerja

4 : Selalu

3 : Sering

2 : Kadang-kadang

1 : Tidak pernah

Pengukuran menurut Azwar (2012), sebagai berikut :

Nilai terendah (X min) : 35

Nilai tertinggi (X maks) : 140

Range : X maks-Xmin

Mean : (Xmaks+Xmin) / 2

Standart Deviasi (SD) : Range / 6

Setelah ditetapkan kriteria seperti diatas, maka responden

mendapatkan skor :

38
Ringan : X < 70

Sedang : 70 ≤ X< 104

Berat : 104 ≤ X

d. Tabulating

Tabulating yakni membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian

atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2012). Tabel yang akan

ditabulasi adalah tabel yang berisikan data yang sesuai dengan kebutuhan

analisis.

2. Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini meliputi :

a. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian.. Semua karakteristik responden

dalam penelitian ini seperti : usia, jenis kelamin, status pernikahan, lama

bekerja, dan tingkat pendidikan. Berbentuk kategori yang dianalisis

menggunakan analisa proporsi dan dituangkan dalam tabel distribusi

frekuensi.

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis

hubungan beban kerja dengan stres perawat di instalasi gawat darurat

RSUD dr. Sayidiman Magetan .Pengolahan analisa data bivariat ini

dengan menggunakan bantuan komputerisasi. Uji statistik yang digunakan

adalah Uji Kendall Tau dengan α = 0,005, yang bertujuan untuk menguji

39
hubungan antara satu variabel independen berupa beban kerja dan satu

variabel dependen berupa stres perawat dengan data berbentuk ordinal

dengan jumlah sampel lebih dari 10 anggota. Selain itu uji korelasi

Kendall Tau karena data yang akan diolah mengandung unsur skala

ordinal, tidak harus berdistribusi normal.

Selain itu juga untuk melihat kemaknaan perhitungan jika nilai p

value ≤ 0,05 H0 ditolak sehingga Hı diterima, artinya ada hubungan beban

kerja dengan stres perawat di instalasi gawat darurat RSUD dr Sayidiman

Magetan. Jika nilai p value > 0,05 Hı ditolak sehingga H0 diterima, artinya

tidak ada hubungan beban kerja dengan stres perawat instalasi gawat

darurat RSUD dr. Sayidiman

J. Etika Penelitian

Masalah etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia

menjadi isu sentral yang berkembang saat ini. Penelitian ilmu keperawatan,

karena hampir 90% subjek yang dipergunakan adalah manusia, maka

peneliti harus memahami prinsip-prinsip etika penelitian. Apabila hal ini

tidak dilaksanakan, maka peneliti akan melanggar hak-hak (otonomi)

manusia yang kebetulan sebagai klien.Peneliti yang sekaligus juga perawat,

sering memperlakukan subjek penelitian seperti memperlakukan kliennya,

sehingga subjek harus menurut semua anjuran yang diberikan. Padahal pada

kenyataannya hal ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip etika

penelitian (Nursalam, 2016).

Dalam melakukan penelitian ini, masalah etika meliputi :

40
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk

mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian

serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk

berpartiipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy).

2. Kerahasiaan(Confidentiality)

Setiap orang mempunyaihak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak

untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh

sebabitu, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas

dan kerahasiaan identitas subjek. Peneliti setidaknya cukup menggunakan

coding sebagai pengganti identitas responden.

3. Keadilan dan Keterbukaan (Respect for Justice an Inclusiveness)

Menurut peneliti di dalam hal ini menjamin bahwa semua subjek

penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa

membedakan jender, agama, etnis, dan sebagainya, serta perlunya prinsip

keterbukaan dan adil pada kelompok perlakuan dan kontrol. Keadilan dalam

penelitian ini pada setiap calon responden, sama-sama diberi intervensi.

41
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Lokasi penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Sayidiman Magetan merupakan

rumah sakit tipe C yang klasifikasinya ditetapkan oleh Departemen Kesehatan

RI pada tahun 1977. RSUD dr. Sayidiman Magetan terletak dijalan Pahlawan

nomor 2 Magetan. Dasar pelaksanaan tugas sesuai Peraturan Daerah

Kabupaten Magetan No. 5 Tahun 2008 tanggal 19 September 2008. RSUD dr.

Sayidiman Magetan menyediakan berbagai jenis pelayanan medis umum dan

spesialistik, termasuk pelayanan penunjang medis serta sebagai sarana

pendidikan dan penelitian. RSUD dr. Sayidiman Magetan berasal dari sebuah

barak dari penampungan penderita penyakit PES dan didirikan pada jaman

Belanda, yaitu pada tahun 1914. Nama dr. Sayidiman dibakukan sebagai nama

RSUD Kabupaten Magetan sebagai kenang-kenangan atas jasa dr. Sayidiman

dalam memimpin RSUD tersebut, beliau pada waktu itu adalah Bupati Mag-

etan.. Rumah sakit berdiri pada lahan seluas 3,9 Ha dengan luas bangunan

12.281m². Kapasitas tempat tidur 296 TT dengan tingkat hunian rata-rata

75% pada tahun 2018. Wilayah jangkauan pelayanan rumah sakit meliputi

kota Magetan, perbatasan Kabupaten Madiun, Ponorogo, Wonogiri dan

Ngawi. RSUD dr. Sayidiman Magetan sudah terakreditasi paripurna dengan

16 pelayanan.

42
Penelitian ini dilakukan di Ruang IGD RSUD dr. Sayidiman Magetan

yang melayani 24 jam kasus emergency dan non emergency. Memiliki jumlah

tempat tidur sebanyak 23 tempat tidur yang masih dibagi lagi menjadi 4

tempat tidur untuk tiage merah, 8 tempat tidur untuk triage kuning, 5 tempat

tidur untuk traige hijau, 3 tempat tidur untuk triage sekunder dan 3 tempat

tidur untuk ruang observasi. Angka kunjungan selama 3 bulan periode Januari

– Maret di IGD RSUD dr. Sayidiman Magetan adalah 4965 kunjungan.

B. Hasil Penelitian

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dalam penelitian ini meliputi usia, pendidikan, jenis

kelamin, status perkawinan, masa kerja, beban kerja dan stres perawat di

Instalasi Gawat Darurat RSUD dr.Sayidiman Magetan.

a. Usia Responden

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Perawat IGD


RSUD dr.Sayidiman Magetan Bulan Nopember 2019
No Usia Jumlah Presentase
1. 21-29 Tahun 12 38,7
2. 30-39 Tahun 16 51,6
3. 40-65 Tahun 3 9,7
Total 31 100%
Sumber : Data Primer 2020

Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa responden terbanyak adalah usia

30-39 tahun sejumlah 12 responden (38,7%) sedangkan responden

terendah usia 40-65 tahun sejumlah 3 responden (9,7%).

43
b. Pendidikan

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan Perawat


IGD RSUD dr.Sayidiman Magetan Bulan Nopember 2019
No Pendidikan Jumlah Presentase
1. D3 23 74,2
2. S1 8 25,8
Total 31 100%
Sumber : Data Primer 2020

Tabel 5.2 memperlihatkan bahwa responden terbanyak adalah

pendidikan D3 sejumlah 23 responden (74,2%) sedangkan responden

terendah adalah pendidikan S1 sejumlah 8 responden (25,8%).

c. Jenis Kelamin

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Menurut Jenis Kelamin Perawat IGD


RSUD dr.Sayidiman Magetan Bulan Nopember 2019
No Jenis Kelamin Jumlah Presentase
1. Laki-Laki 21 67,7
2. Perempuan 10 32,3
Total 31 100%
Sumber : Data Primer 2020

Tabel 5.3 memperlihatkan bahwa responden terbanyak adalah jenis

kelamin laki-laki sejumlah 21 responden (67,7%) sedangkan responden

terendah adalah perempuan sejumlah 10 responden (32,3%).

d. Masa Kerja

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Menurut Masa Kerja Perawat IGD RSUD
dr.Sayidiman Magetan Bulan Nopember 2019
No Masa Kerja Jumlah Presentase
1. 1-5 Tahun 16 51,6
2. 6-10 Tahun 9 29,0
3. >10 Tahun 6 19,4
Total 31 100%
Sumber : Data Primer 2020

Tabel 5.4 memperlihatkan bahwa responden terbanyak adalah

masa kerja 1-5 tahun sejumlah 16 responden (51,6%) sedangkan

44
responden terendah adalah masa kerja >10 tahun sejumlah 6 responden

(19,4%).

e. Status Perkawinan

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Menurut Status Perkawinan Perawat IGD


RSUD dr.Sayidiman Magetan Bulan Nopember 2019
No Status Jumlah Presentase
Perkawinan
1. Menikah 24 77,4
2. Belum Menikah 7 22,6
Total 31 100%
Sumber : Data Primer 2020

Tabel 5.5 memperlihatkan bahwa responden terbanyak adalah

dengan status perkawinan menikah sejumlah 24 responden (77,4%)

sedangkan responden terendah adalah status perkawinan belum menikah

sejumlah 7 responden (22,6%).

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan

beban kerja dengan stress perawat di Instalasi Gawat Darurat di RSUD dr

Sayidiman Magetan.

a. Beban Kerja

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Menurut Beban Kerja Perawat IGD RSUD
dr.Sayidiman Magetan Bulan Nopember 2019
No Beban Kerja Jumlah Presentase
1. Ringan 6 19,4
2. Sedang 23 74,2
3. Berat 2 6,5
Total 31 100%
Sumber : Data Primer 2020

Tabel 5.6 memperlihatkan bahwa responden terbanyak adalah

dengan beban kerja sedang sejumlah 23 responden (74,2%) sedangkan

45
responden terendah dengan beban kerja berat sejumlah 2 responden

(6,5%).

b. Stres Perawat

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Stres Perawat Responden Perawat IGD


RSUD dr.Sayidiman Magetan Bulan Nopember 2019
No Beban Kerja Jumlah Presentase
1. Ringan 10 32,3
2. Sedang 21 67,7
Total 31 100%
Sumber : Data Primer 2020

Tabel 5.7 memperlihatkan bahwa responden terbanyak adalah

stress perawat sedang sejumlah 21 responden (67,7%) sedangkan

responden terendah adalag dengan stress perawat ringan sejumlah 10

responden (32,3%).

c. Uji kendall’s tau

Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan dengan uji

kendall’s tau. Hasil uji beban kerja dengan stres perawat di Instalasi

Gawat Darurat di RSUD dr Sayidiman Magetan.dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 5.8 Hasil Uji Kendall’s Tau Beban Kerja Dengan Stres Perawat
IGD RSUD dr.Sayidiman Magetan Bulan Nopember 2019
Variabel Correlation p-value
Beban Kerja Dengan Stres
0,697 0,000
Perawat
Sumber : Data Primer 2020

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa hasil uji nilai p-value sebesar 0,000 <

α (0,05) maka hal ini berart Ho ditolak atau Ha diterima, yang berarti ada

hubungan beban kerja dengan stress perawat di Instalasi Gawat Darurat di

RSUD dr Sayidiman Magetan sedangkan hasil correlation yaitu sebesar

46
0,697, hal ini menandakan hubungan yang kuat antara beban kerja perawat

dengan stress perawat di Instalasi Gawat Darurat di RSUD dr Sayidiman

Magetan yang mempunyai arah korelasi positif dan searah yaitu semakin

tinggi beban kerja maka semakin tinggi stress perawat. Menurut Sugiyono

(2014) nilai koefisien korelasi antara 0,6-0,799 memiliki korelasi yang kuat.

C. Pembahasan

1. Beban Kerja Perawat di Instalasi Gawat Darurat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beban kerja perawat di IGD

RSUD dr Sayidiman Magetan mayoritas beban kerja sedang sebanyak 23

responden (74,2%). Beban kerja dapat dipengaruhi oleh pendidikan, pada

penelitian ini mayoritas pendidikan D3 sebanyak 23 responden (74,2%).

Sejalan dengan hasil penelitian Lubis (2017) mengatakan mayoritas perawat

dalam beban kerja sedang sebanyak 33 responden (80,5%). Didukung hasil

penelitian Lariwu (2017) yang menyimpulkan beban kerja perawat di ruang

IGD dan ICU RSU GMIM Bethesda Tomohon yang paling banyak adalah

beban kerja sedang (48,5%).

Beban kerja dapat dibagi menjadi dua yaitu beban kerja fisik dan

beban kerja mental. Beban kerja fisik adalah beban kerja yang diterima dari

pekerjaan yang memerlukan energi fisik seperti kegiatan mengangkat,

mendorong, mengangkut, sedangkan untuk beban kerja mental merupakan

selisih antara tuntutan antara beban kerja dari suatu tugas dengan kapasitas

maksimum seseorang dalam kondisi termotivasi (Mutia, 2014). Pencapaian

47
tingkat intensitas pembebanan kerja optimum dapat diperoleh jika tidak ada

tekanan dan ketegangan yang berlebihan baik secara fisik mapun secara

mental. Beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai atau seimbang

terhadap kemampuan fisik kemampuan kognitif dan keterbatasan manusia

yang menerima beban tersebut (Tarwaka, 2015). Faktor yang membuat

perawat memiliki beban kerja berat meliputi tidak sebandingnya tugas

perawat dengan jumlah rata-rata pasien, banyaknya tugas dari pimpinan yang

harus diselesaikan dalam batas waktu yang ditetapkan, banyaknya jenis

pekerjaan yang harus dilakukan demi keselamatan pasien, dan merasa

terbebani terhadap tuntutan pelayanan kesehatan yang berkualitas

(Martyastuti dkk, 2019).

Beban kerja dipengaruhi tingkat pendidikan, tingkat pendidikan

perawat akan mempengaruhi pemikiran seseorang (Nurningsih, 2012).

Menurut Nursalam (2014), seseorang berpendidikan tinggi lebih mudah

menerima dan mengembangkan pengetahuan. Pendidikan yang rendah

menyebabkan pekerjaan yang dilakukan juga akan menjadi beban karena

pengetahuan yang dimiliki juga rendah. Sesuai dengan peraturan menteri

kesehatan RI No HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan

Penyelenggaraan Praktik Perawat yang mensyaratkan bahwa pendidikan

minimal seorang perawat adalah DIII (diploma III).

Menurut peneliti beban kerja perawat di IGD RSUD Sayidiman

Magetan disebabkan karena kontak langsung perawat dengan pasien di

ruangan secara terus menerus selama jam kerja, kurangnya tenaga perawat di

48
ruangan di bandingkan dengan klien dan tuntutan keluarga untuk keselamatan

klien hal ini disebabkan karena keadaan diruang IGD tidak bisa dipresiksi.

Terkadang terjadi kasus kecelakaan secara bersamaan sedangkan jumlah

perawat di IGD setiap shiftnya tidak banyak, selain itu keadaan pasien yang

berbeda-beda membutuhkan pelayanan yang berbeda juga. Pasien dalam

kondisi kritis memerlukan penanganan yang lama dan tuntutan keluarga

terhadap keselamatan pasien dengan selalu menanyakan keadaan pasien

membuat perawat kesulitan dalam melakukan tindakan sehingga hal ini

menyebabkan perawat merasakan beban kerja sedang.

2. Stres Perawat di Instalasi Gawat Darurat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stres perawat di IGD RSUD

dr Sayidiman Magetan mayoritas stress kerja perawat berada pada kategori

sedang sebanyak 21 responden (67,7%). Stres kerja dapat dipengaruhi oleh

usia, pada penelitian ini mayoritas usia perawat 30-39 tahun sebanyak 16

responden (51,6%). Sejalan hasil penelitian Haryanti dkk (2013) mengatakan

didapatkan sebagian besar stres kerja perawat adalah stres sedang sebanyak

24 responden (82,8%). Didukung hasil penelitian Kristiningsih (2019)

mengatakan stres kerja perawat di ICU, IMC dan IGD sebagian besar

memiliki stres kerja sedang dengan jumlah perawat 18 orang (54,5%). Stres

yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda tergantung pada tingkat

pekerjaan dan masalah yang dihadapi.

Stres dikategorikan menjadi 2 kelompok yaitu eustress yang memiliki

arti sebagai kekuatan positif sedangkan distress yang bersifat destruktif. Stres

49
juga diperlukan untuk menghasilkan prestasi dan produktivitas yang tinggi.

Semakin tinggi dorongan untuk memiliki prestasi, maka semakin tinggi juga

produktivitas dan efisiensinya. Demikian juga sebaliknya stress kerja dapat

menimbulkan efek negatif. Stress dapat berkembang menjadi sakit baik fisik

ataupun mental sehingga tidak dapat bekerja dengan baik (Munandar, 2014).

Menurut Nursalam (2014), semakin cukup usia maka tingkat berfikir

juga lebih baik. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Fitri

(2013), bahwa terdapat hubungan antara umur dengan stres kerja. Pekerja

yang memiliki umur lebih muda lebih rentan mengalami stres kerja. Pekerja

dengan umur yang lebih tua mempunyai pengalaman kerja lebih banyak

dibandingkan dengan umur yang relatif muda. Hasil penelitian ini mayoritas

status perkawinan menikah sebanyak 24 responden (77,4%). Penelitian oleh

Ratnasari (2009), menyatakan seseorang yang sudah menikah pasti

mempunyai beban yang lebih berat daripada yang belum menikah. Hal

tersebut disebabkan karena orang yang sudah menikah tidak hanya

memikirkan kebutuhan diri sendiri tetapi juga memikirkan kebutuhan

keluarganya sehingga orang yang sudah menikah cenderung mempunyai

tingkat stres yang lebih tinggi.

Faktor yang mempengaruhi stres kerja perawat IGD antara lain faktor

lingkungan, faktor individu dan faktor organisasi (Dyna & Sahrul, 2019).

Faktor individu dipengaruhi jenis kelamin dan lama kerja. Penelitian ini

mayoritas jenis kelamin laki-laki sebanyak 21 responden (67,7%). Jenis

kelamin perempuan lebih banyak mengalami stres hal ini disebabkan

50
perempuan dihadapkan dengan pekerjaan dan juga rumah tangga

(Kristyaningsih dkk, 2018). Penelitain ini mayoritas lama bekerja 1-5 tahun

sebanyak 16 responden (51,6%), semakin lama perawat bekerja maka

kemampuan dan pengalaman dalam merawat juga akan semakin baik dalam

memberikan tindakan kepada pasien selain akan berdampak pada koping

perawat terhadap stres (Isnainy dkk, 2019).

Saat ini, di RSUD dr Sayidiman Magetan pelaksanaan penurunan

stress kerja perawat dilakukan melalui pemberian cuti kepada perawat serta

pelaksanaan olahraga senam setiap hari jumat. Selain itu dilakukan

pelaksanaan family gathering atau kegiatan lain yang merupakan pertemuan

non formal antar tenaga kesehatan untuk meningkatkan relasi antar sesama

atau kegiatan refreshing lainnya. Hasil penelitian ini merupakan indikator

diperlukan adanya pengelolaan stres perawat di rumah sakit. Pengelolaan

stres perawat dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang ada di rumah sakit

(Yanto & Rejeki, 2017). Peningkatan kualitas pelayanan keperawatan yang

ada di rumah sakit dapat menurunkan angka revisit pasien (Kustriyani dkk,

2018).

Menurut peneliti stress kerja perawat di IGD RSUD Sayidiman

Magetan disebabkan karena perawat merasakan kelelahan secara fisik

ditandai dengan merasa otot kaku saat/setelah bekerja (kaku leher), tangan

terasa capek, betis terasa pegal dan merasa denyut nadi meningkat hal ini

disebabkan tingginya mobilisasi perawat saat melakukan tindakan berdampak

pada stres yang dirasakan secara fisik. Hal tersebut dirasakan oleh perawat

51
karena besarnya tuntutan pekerjaan yang harus dilaksanakan lebih banyak

menguras tenaga perawat. Situasi yang tidak bisa diprediksi di IGD, tindakan

yang kompleks, dan kondisi pasien yang berbeda-beda menyebabkan perawat

IGD berbeda dengan perawat yang berada diruang lain.

3. Hubungan Beban Kerja dengan Stress Perawat di Instalasi Gawat

Darurat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan beban kerja

dengan stress perawat di Instalasi Gawat Darurat di RSUD dr Sayidiman

Magetan dengan p value 0,000. Sejalan dengan hasil penelitian Suratmi &

Wisudawan (2015) mengatakan ada hubungan beban kerja dengan stress kerja

perawat pelaksana di ruang IGD RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Didukung

hasil penelitian Kristyaningsih dkk (2018), mengatakan terdapat hubungan

beban kerja dengan stres kerja perawat berbasis teori Burnout Syndrome di

ruang Dahlia RSUD Jombang.

Penelitian Suci (2018), mengatakan terdapat hubungan antara beban

kerja mental dengan stres memiliki hubungan kuat. Beban kerja yang terlalu

berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik, mental dan emosional

seperti sakit kepala, dan mudah marah yang merupakan gejala stress

(Manuaba, 2010). Penelitian Nur & Irmawati (2016) mengatakan beban kerja

yang berat dapat berdampak atau berpengaruh terhadap tingkat stres kerja.

Hasil penelitian Apriliyana (2015) mengatakan perawat yang bekerja diruang

IGD mempunyai beban kerja dan tingkat stres yang lebih berat dibandingkan

perawat ICU.

52
Menurut Nursalam (2016), beban kerja diruangan tidak selalu menjadi

stres perawat, beban kerja akan menimbulkan stres jika banyaknya beban

kerja tidak seimbang dengan kemampuan, pengalaman maupun keahlian.

Setiap perawat mempunyai kemampuan menyelesaikan tugas yang

dibebankan, selain itu beban kerja penting untuk mengidentifikasi penyebab

stres di rumah sakit. Beban kerja dan stres perawat yang tinggi dapat

berpengaruh negatif pada kepuasan kerja perawat (Sugiri dkk, 2015).

Selain berpengaruh pada kepuasan kerja, juga berpengaruh pada

prestasi kerja, kesehatan mental dan keselamatan kerja. Tuntutan kerja fisik

ini mempunyai pengaruh terhadap kondisi psikologis pekerja, sehingga dapat

memicu terjadinya stress. Hal ni diakibatkan karena terjadinya

ketidakseimbangan psikologis dalam diri pekerja sehingga sulit untuk

berkonsentrasi dengan baik (Munandar, 2014). Beban kerja dan stres kerja

akan berpengaruh pada kelelahan kerja, sesuai penelitian Pongantung dkk

(2018), semakin tinggi beban kerja dan stres kerja maka kelelahan kerja pada

perawat semakin meningkat.

Menurut peneliti banyaknya pekerjaan perawat di RSUD Sayidiman

Magetan yang melebihi kapasitas menyebabkan kondisi fisik perawat di IGD

mudah lelah dan mudah tegang. Pelayanan keperawatan di ruang IGD juga

sangat kompleks, dimana membutuhkan kemampuan secara teknis dan

pengetahuan yang lebih. Beban pekerjaan yang begitu banyak pemenuhan

kebutuhan, penanganan masalah dan pada akhirnya sangat menguras energi

baik fisik ataupun kemampuan kognitif. Kondisi perawat IGD yang stres

53
dengan adanya beban pekerjaan yang sudah berat hendaknya tidak ditambah

lagi dengan beban-beban lain di luar tugas sebagai perawat IGD. Beban kerja

yang tinggi menyebabkan pada stres yang tinggi. Hal ini akan berpengaruh

pada pelayanan kepada pasien sehingga dapat berdampak pada kepuasan

pasien.

54
BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang beban kerja

dengan stres perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr Sayidiman

Magetan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Beban kerja perawat di Instalasi Gawat Darurat mayoritas beban kerja

sedang.

2. Stres perawat di Instalasi Gawat Darurat mayoritas stres sedang.

3. Ada hubungan beban kerja dengan stress perawat di Instalasi Gawat

Darurat RSUD dr Sayidiman Magetan.

B. Saran

Berdasarkan simpulan diatas, maka peneliti dapat memberikan beberapa

saran, yaitu sebagai berikut :

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan penelitian ini memberikan informasi kepada Rumah Sakit

tentang hubungan beban kerja dengan stres perawat di Instalasi Gawat

Darurat sehingga manajemen Rumah Sakit dapat mengevaluasi beban

kerja perawat di IGD dengan menambah jumlah perawat.

55
2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber ilmu atau refrensi

baru bagi para pendidik dan mahasiswa sehingga dapat menambah

wawasan yang lebih luas tentang hubungan beban kerja dengan stres

perawat di Instalasi Gawat Darurat selain itu mahasiswa dapat

mengembangkan penelitian ini dengan menggunakan variabel yang

berbeda.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan kepada peneliti

tentang hubungan beban kerja dengan stres perawat di Instalasi Gawat

Darurat sehingga peneliti dapat menerapakan pada materi manajemen

keperawatan.

56
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, SNA. 2019. Hubungan Beban kerja Dengan Tingkat Stres Kerja Perawat
Di Instalasi Gawat Darurat RSU Kabupaten Tangerang. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Indonesia Vol 2 No 2.
Anggit, Astianto dkk. 2014. Pengaruh Stres Kerja dan Beban Kerja terhadap
Kinerja Karyawan PDAM Surabaya. Jurnal Ilmu dan Riset
Manajemen, 3 (7), 1-17.
Anoraga, P. 2001. Psikologi Kerja. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Azwar, S. 2012. Penyusunan Skala Psikologis edisi 2. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Dyna M & Sahrul. 2019. Gambaran Stres Kerja Perawat IGD Rumah Sakit X
Yang Ada Di Makassar. Jurnal Psikologi Universitas
Indonesia.2(1):90-98
Fajrilah, N. 2016. Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat Dalam
Melaksanakan Pelayanan Keperawatan Di Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Jurnal Keperawatan Sriwijaya
Sriwijaya Vol 3 No 2.
Fitri, A., 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stres
Kerja pada Karyawan Bank (Studi pada Karyawan Bank BMT).
Jurnal Kesehatan Masyarakat.2(2)
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Hendianti, G.N, Somantri I, Yudianto K. 2012. Gambaran Beban Kerja Perawat
Pelaksana Unit Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhamadiyah
Bandung. Jurnal Keperawatan. Volume 1: 1-14.
Isnainy U, Furqoni P, Aryanti L, Asdi L. 2019. Hubungan Beban Kerja, Budaya
Kerja Dan Lama Kerja Terhadap Stres Kerja Perawat Di Ruang IRNA
III RSUD Dr.H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Malahayati
Nursing Journal.1(1):1-11
Kasmarani, M.K. 2012. Pengaruh Beban Kerja Fisik dan Mental Terhadap Stres
Kerja pada Perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Cianjur.
Jurnal Kesehatan Masyarakat FKM UNDIP.1(2) : 767-776.
Kemenkes R.I. 1992. Undang-undang Republik Indonesia no 23 tahun 1992
tentang Kesehatan.Jakarta
Kemenkes R.I. 2008. Peraturan Menteri Dalam Negeri no 12 tahun 2008.
Pedoman Pe.laksanaan Analisis Beban Kerja Di Lingkungan
Kementrian Dalam Negeri.Jakarta

57
Kemenkes R.I. 2009. Undang-undang Republik Indonesia no 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit.Jakarta
Kemenkes R.I. 2018. Peraturan Menteri Kesehatan no 4 pasal 1 tahun
2018:Tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien. Jakarta
Kemenkes R.I. 2018. Peraturan Menteri Kesehatan no 47 tahun 2018: Tentang
Pelayanan Kegawatdaruratan.Jakarta
Kristiningsih. 2019. Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Stres Kerja Perawat
ICU, IMC dan IGD DI RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta.
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Kristyaningsih Y, Wijaya A, Yosdimyati L. 2018. Hubungan Beban Kerja Dengan
Stres Kerja Perawat Berbasis Teori Burnout Syndrome Di Ruang
Dahlia RSUD Jombang.
Kustriyani, M., Andyana, S., & Winarti, R. 2018. The Correlation Between The
Quality of Health Services And The Involvement of Re-Visit Patients
in Public Healthcare. Media Keperawatan Indonesia, 1(3), 24–31.
Lariwu, M. (2017). Hubungan Beban Kerja Dengan Stres Kerja Perawat di Ruang
IGD DAN ICU RSU GMIM Bethesda Tomohon. Buletin Sariputra
Jurnal, Oktober. Vol. 7 (3).
Lubis R. 2017. Hubungan Beban Kerja Dengan Stres Kerja Pegawai Puskesmas
Sentosa Baru Kota Medan Tahun 2017.Skripsi. Universitas Sumatera
Utara
Malaya, A. 2016. Perbedaan Stres Kerja Antara Perawat Instalasi Gawat
Darurat (IGD) dan Perawat Intensive Care Unit (ICU) RSUD Sultan
Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak. Skripi Program Studi
Keperawatan Universitas Tanjungpura Pontianak.
Markhendri S. 2014. Hubungan Penerapan Komunikasi Terapeutik Dengan
Tingkat Kepuasan Pasien Di Ruangan Instalasi Gawat Darurat
RSUD Pariaman Sumatera Barat Tahun 2013. Skripsi. Universitas
Andalas.
Martyastuti N, Isrofah, Janah K. 2019. Hubungan Beban Kerja Dengan Tingkat
Stres Perawat Ruang Intensive Care Unit dan Instalasi Gawat Darurat.
Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, 2(1):9-15
Moekijat.2004. Manajemen Tenaga Kerja dan Hubungan Kerja. Bandung:
Penerbit CV. Pioner Jaya.
Munandar, A.S. 2001. Stres dan Keselamatan Kerja Psikologi Industri dan
Organisasi. Penerbit Universitas Indonesia.
Munandar, A.S. 2014. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Mutia, M, 2014. Pengukuran beban kerja fi siologis dan psikologis pada operator
pemetikan teh dan operator produksi teh hijau di PT Mitra Kerinci.
Jurnal Optimasi Sistem Industri,13(1): 503–517.

58
Nasehudin, Toto Syatori dkk. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung:
Pustaka Setia.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nur E & Irmawati. 2016. Analisis Tingkat Beban Kerja Terhadap Stres Kerja
Perawat Di Instalasi Diagnostik Intervensi Kardiovaskular RSUD Dr.
Soetomo. Jurnal Manajemen Kesehatan STIKES Yayasan
RS.Dr.Soetomo, 2(2):133-142
Nursalam, 2014, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam, 2016, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika
Nursalam, 2017. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis
Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika.
Prihatini, 2007. Analilis Hubungan Beban Kerja dengan Stres Kerja Perawat di
Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang. Skripsi Universitas Sumatera
Utara Medan.
Puri, I. 2018. Hubungan Beban Kerja Dengan Stres Kerja Pada Perawat IGD
RSUD Munyang Kute Redelong. Skripsi Fakultas Psikologi
Universitas Medan Area.
Ratnasari., 2009. Stres Pada Perawat di Instalasi Rawat Inap rumah Sakit Menur
Surabaya. Skripsi.Surabaya: Universitas Airlangga.
Retnaningtyas, L.A. 2018. Pengaruh Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Perawat
Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Siti Aisyah Kota Madiun. Skripsi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Husada Mulia Madiun.
Suci I. 2018. Analisis Hubungan Faktor Individu Dan Beban Kerja Mental
Dengan Stres Kerja. The Indonesian Journal of Occupational Safety
and Health, 7(2): 220–229
Sugiri I, Suardana K, Sri K. 2015. Hubungan Beban Kerja, Stress Kerja Dengan
Kepuasan Kerja Perawat Di Ruangan Nakula RSUD Sanjiwani
Gianyar. COPING Ners Journal.3(3):101-107
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharyanto, A. Gejala Kelelahan Fisik dan Mental dan Cara mengatasinya.
Tersedia dalam https: //www.google.com/amp/s/dosenpsikologi. com
(diakses april 2019).
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Pendidikan. Jakarta: EGC.
Suratmi & Wisudawan A. 2015. Hubungan Beban Kerja Dengan Stress Kerja
Perawat Pelaksana Di Ruang IGD RSUD Dr. Soegiri Lamongan.
Jurnal Keperawatan.2(1):142-148

59
Tarwaka. 2015. Ergonomi Industri : Dasar- dasar Pengetahuan Ergonomi dan
Aplikasi di tempat Kerja Revisi Edisi II. Harapan Press. Surakarta
Tim Akreditas. 2019. Pemberlakuan Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
no : 188/347/Kept/403.300/2019. Magetan.
Trihastuti, E. 2016. Pengaruh Kepemimpinan Motivasi dan Beban Kerja
Terhadap Kinerja Perawat dalam Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Rumah Sakit X
Surabaya. Skripsi Fakultas Kepearwatan Universitas Airlangga
Surabaya.
Ulyaemyu, 2016. Informasi Kegiatan Kampus S1 Keperawatan 2016,
http://ulyeaemyu.mahasiswa.unimus.ac.id/sample (diakses 19
Oktober 2016).
Wijono, Sutarto. 2010. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Kencana
Yanto, A., & Rejeki, S. 2017. The Related Factors To Decreased The New
Graduate Nurses Work Stress Level In Semarang. Nurscope : Jurnal
Penelitian Dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan, 3(2), 1

60

Anda mungkin juga menyukai