Anda di halaman 1dari 14

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1.1 Hasil Penelitian

A. Analisa Univariat

Analisa univariat dalam penelitian ini meliputi usia, pendidikan, jenis

kelamin, hubungan dengan klien, agama, pekerjaan, rutinitas minum obat,

jumlah di rawat di rumah sakit, patensi jalan nafas atau pengeluaran sputum

pada pasien PPOK sebelum dan sesudah pemberian batuk efektif dan

nebulizer terhadap pengeluaran sputum pada pasien PPOK di IRNA 5 RSUD

Dr. Sayidiman Magetan.

1. Usia Responden

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden menurut usia


(n=36)
Kategori Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Usia Frekuensi % Frekuensi %
Dewasa Awal - - - -
Dewasa Akhir - - - -
Lansia Awal 1 5,6 1 5,6
Lansia Akhir 17 94,4 17 94,4
Total 18 100 % 18 100%
Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa mayoritas usia responden pada

kelompok ekperimen adalah lansia akhir (56-65 tahun) sebanyak 17

responden (94,4%) dan mayoritas usia responden pada kelompok kontrol

adalah lansia akhir (56-65 tahun) sebanyak 17 responden (94,4%).

49
50

2. Pendidikan

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden menurut pendidikan


(n=36)
Kategori Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Pendidikan Frekuensi % Frekuensi %
Tidak Sekolah 4 22,2 3 16,7
SD 10 55,6 11 61,1
SMP 3 16,7 2 11,1
SMA 1 5,6 2 11,1
Diploma/Sarjana - - - -
Total 18 100 % 18 100%
Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa mayoritas pendidikan responden

pada kelompok ekperimen adalah SD sebanyak 10 responden (55,6%) dan

mayoritas pendidikan responden pada kelompok kontrol adalah SD

sebanyak 11 responden (61,1%).

3. Jenis Kelamin

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi menurut jenis kelamin


(n=36)
Kategori Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Jenis Kelamin Frekuensi % Frekuensi %
Laki-Laki 16 88,9 13 72,2
Perempuan 2 11,1 5 27,8
Total 18 100 % 18 100%
Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa mayoritas jenis kelamin responden

pada kelompok ekperimen adalah laki-laki sebanyak 16 responden

(88,9%) dan mayoritas jenis kelamin responden pada kelompok kontrol

adalah laki-laki sebanyak 13 responden (72,2%).

4. Hubungan Dengan Klien

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi menurut hubungan dengan klien


(n=36)
Kategori Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Hubungan Dengan
Frekuensi % Frekuensi %
Klien
Orang Tua - - - -
Anak 15 83,3 17 94,4
Suami/Istri 3 16,7 1 5,6
51

Saudara - - - -
Bukan Keluarga Inti - - - -
Total 18 100 % 18 100%
Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa mayoritas hubungan dengan

responden pada kelompok ekperimen adalah anak sebanyak 15 responden

(83,3%) dan mayoritas hubungan dengan responden pada kelompok

kontrol adalah anak sebanyak 17 responden (94,4%)

5. Pekerjaan

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi menurut pekerjaan


(n=36)
Kategori Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Pekerjaan Frekuensi % Frekuensi %
Tidak bekerja 4 22,2 4 22,2
Pedagang 3 16,7 3 16,7
Petani 11 61,1 11 61,1
PNS - - - -
Swasta - - - -
TNI/Polri - - - -
Total 18 100 % 18 100%
Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa mayoritas pekerjaan responden

pada kelompok ekperimen adalah petani sebanyak 11 responden (61,1%)

dan mayoritas pekerjaan responden pada kelompok kontrol adalah petani

sebanyak 11 responden (61,1%)

6. Agama

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi menurut agama


(n=36)
Kategori Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Agama Frekuensi % Frekuensi %
Islam 18 100 18 100
Kristen - - - -
Hindu - - - -
Budha - - - -
Katolik - - - -
Total 18 100 % 18 100%
Berdasarkan Tabel 5.6 diketahui bahwa semua agama responden pada

kelompok ekperimen adalah islam sebanyak 18 responden (100%) dan


52

semua agama responden pada kelompok kontrol adalah islam sebanyak 18

responden (100%)

7. Rutinitas Minum Obat

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi rutinitas minum obat


(n=36)
Kategori Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Rutinitas
Frekuensi % Frekuensi %
Minum Obat
Rutin 5 27,8 4 22,2
Tidak Rutin 13 72,2 14 77,8
Total 18 100 % 18 100%
Berdasarkan Tabel 5.7 diketahui bahwa mayoritas rutinitas minum obat

responden pada kelompok ekperimen adalah tidak rutin sebanyak 13

responden (72,2%) dan mayoritas rutinitas minum obat responden pada

kelompok kontrol adalah tidak rutin sebanyak 14 responden (77,8%).

8. Jumlah Di Rawat Di Rumah Sakit dalam Satu Tahun

Tabel 5.8 Distribusi frekuensi jumlah di rawat di rumah sakit dalam satu
tahun (n=36)
Kategori Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Jumlah dirawat
Frekuensi % Frekuensi %
di RS
1-3 x setahun 16 88,9 15 83,3
>4 x setahun 2 11,1 3 16,7
Total 18 100 % 18 100%
Berdasarkan Tabel 5.8 diketahui bahwa mayoritas jumlah dirawat di

rumah sakit responden pada kelompok ekperimen adalah 1-3x dalam

setahun sebanyak 16 responden (88,9%) dan mayoritas jumlah dirawat di

rumah sakit responden pada kelompok kontrol adalah 1-3x dalam setahun

sebanyak 15 responden (88,3%).


53

9. Kepatenan Jalan Nafas Sebelum Intervensi

Tabel 5.9 Distribusi frekuensi kepatenan jalan nafas sebelum intervensi


(n=36)
Kategori Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Kepatenan Jalan
Frekuensi % Frekuensi %
Nafas Sebelum
Paten - - - -
Tidak Paten 18 100 18 100
Total 18 100 % 18 100%
Berdasarkan Tabel 5.9 diketahui bahwa semua kepatenan jalan nafas

responden sebelum pemberian nebulizer dan batuk efektif pada kelompok

ekperimen adalah tidak paten sebanyak 18 responden (100%) dan semua

kepatenan jalan nafas responden sebelum pemberian batuk efektif pada

kelompok kontrol adalah tidak paten sebanyak 18 responden (100%).

10. Kepatenan Jalan Nafas Sesudah Intervensi

Tabel 5.10 Distribusi frekuensi kepatenan jalan nafas sesudah intervensi


(n=36)
Kategori Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Kepatenan Jalan
Frekuensi % Frekuensi %
Nafas Sesudah
Paten 17 94,4 12 66,7
Tidak Paten 1 5,6 6 33,3
Total 18 100 % 18 100%
Berdasarkan Tabel 5.10 diketahui bahwa mayoritas kepatenan jalan nafas

responden sesudah pemberian nebulizer dan batuk efektif pada kelompok

ekperimen adalah paten sebanyak 17 responden (94,4%) dan mayoritas

kepatenan jalan nafas responden sesudah pemberian batuk efektif

kelompok kontrol adalah paten sebanyak 12 responden (66,7%).


54

B. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

pemberian batuk efektif dan nebulizer terhadap pengeluaran sputum pada

pasien PPOK di IRNA 5 RSUD Dr. Sayidiman Magetan.

1. Analisa pengaruh pemberian nebulizer dan batuk efektif terhadap

pengeluaran sputum pada pasien PPOK kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol di IRNA 5 RSUD Dr. Sayidiman Magetan.

Hasil penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 5.11 Beda Pengeluaran Sputum Sebelum Dan Sesudah Intervensi


Pada Kelompok Ekperimen Dan Kelompok Kontrol (n=36)
Penilaian Kelompok Ekperimen
Pre - Post 0,000
Penilaian Kelompok Kontrol
Pre- Post 0,001
Tabel 5.11 diketahui bahwa hasil uji wilcoxon test pengeluaran sputum

sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok ekperimen dengan nilai p

value 0,000 (p value < 0,05), maka Ho di tolak berarti ada pengaruh

pemberian nebulizer dan batuk efektif terhadap pengeluaran sputum pada

pasien PPOK di IRNA 5 RSUD Dr. Sayidiman Magetan. Hasil uji

wilcoxon test pengeluaran sputum sebelum dan sesudah intervensi pada

kelompok kontrol dengan nilai p value 0,001 (p value < 0,05), maka Ho di

tolak berarti ada pengaruh pemberian batuk efektif terhadap pengeluaran

sputum pada pasien PPOK di IRNA 5 RSUD Dr. Sayidiman Magetan.


55

2. Analisa Beda Pengeluaran Sputum Sesudah Intervensi Pada Kelompok

Ekperimen Dan Kelompok Kontrol Pasien PPOK di IRNA 5 RSUD Dr.

Sayidiman Magetan adalah sebagai berikut :

Tabel 5.12 Beda Pengeluaran Sputum Sesudah Intervensi Pada Kelompok


Ekperimen Dan Kelompok Kontrol Pasien PPOK di IRNA 5 RSUD Dr.
Sayidiman Magetan (n=36)
Kelompok Pengeluaran Sputum
Variabel P-value Keputusan
Kelompok
Ekperimen -
0,038 Ho ditolak
Kelompok
Kontrol
Tabel 5.12 menunjukkan hasil uji mann whitney pengeluaran sputum

sesudah intervensi pada kelompok ekperimen dan kelompok kontrol pasien

PPOK di IRNA 5 RSUD Dr. Sayidiman Magetan dengan nilai p value

0,000 (p value < 0,05), maka Ho di tolak berarti ada perbedaan antara

kelompok ekperimen dan kontrol, bahwa terdapat perbedaan pemberian

nebulizer-batuk efektif dan pemberian batuk efektif terhadap pengeluaran

sputum pasien PPOK di IRNA 5 RSUD Dr. Sayidiman Magetan.

1.2 Pembahasan

A. Kepatenan Jalan Nafas Sebelum Intervensi

Hasil penelitian ini menunjukan sebelum intervensi pada kelompok

eksperimen diberikan nebulizer dan batuk efektif dan kelompok kontrol yang

diberikan batuk efektif semua jalan nafas pasien tidak paten. Hal ini

disebabkan karena sputum tidak keluar yang ditandai dengan peningkatan

frekuensi pernafasan dan terdapat suara tambahan ronchi pada pemeriksaan

auskultasi paru. Sejalan dengan hasil penelitian Pamungkas dkk (2016)


56

mengatakan pasien PPOK akan mengalami sesak nafas yang dapat dilihat dari

peningkatan frekuensi pernafasan. Penelitian Hasanah (2016) mengatakan

pasien PPOK akan mengalami suara nafas tambahan yaitu ronchi disebabkan

penumpukan sputum pada setiap lobus paru-paru.

PPOK merupakan suatu penyakit paru kronis yang dapat dicegah dan

diobati, yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang bersifat tidak

sepenuhnya reversibel. Penyakit PPOK bersifat progresif dan berkaitan

dengan respon inflamasi paru terhadap partikel gas yang berbahaya (Wisman

dkk, 2015). Faktor risiko terjadinya PPOK yaitu usia, jenis kelamin,

merokok, hiperresponsif saluran pernapasan, pemaparan akibat kerja, polusi

udara, dan faktor genetik. PPOK lebih sering pada yang masih aktif merokok

dan bekas perokok dan meningkat dengan banyak jumlah rokok yang

dikonsumsi (Ridha, 2013).

Usia pasien PPOK pada penelitian ini mayoritas kategori usia lansia

akhir, Sejalan dengan hasil penelitian Fadhil, Irvan & Erly (2016)

menyatakan bahwa kelompok umur terbanyak penderita PPOK adalah 60

tahun keatas sebanyak 11 pasien (55%). Faktor risiko untuk terkena PPOK

meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Sistem kardiorespirasi pada

usia di atas 50 tahun akan mengalami penurunan daya tahan. Penurunan ini

terjadi karena pada organ paru, jantung dan pembuluh darah mulai menurun

fungsinya (Firdausi, 2014). Selain itu jenis kelamin juga berpengaruh pada

prevalensi PPOK sesuai dengan hasil penelitian ini mayoritas responden laki-

laki. Sejalan dengan hasil penelitian Muthmainnah, Sri & Tuti (2015)
57

mengatakan pasien PPOK sebagian besar responden berjenis kelamin laki-

laki sejumlah 57 orang (80,28%). Hal ini disebabkan laki-laki lebih banyak

merokok dibandingkan perempuan, sebanyak 20 -25% perokok akan berisiko

menderita PPOK (Firdausi, 2014). Menurut peneliti pasien PPOK sebelum

diberikan intervensi tidak bisa mengeluarkan sputum secara maksimal hal ini

disebabkan pasien hanya mengeluarkan ludah atau air liur karena tidak

mengetahui cara batuk yang efektif dan sputum mengental sehingga sulit

keluar mengakibatkan terjadi peningkatan frekuensi nafas dan suara nafas

tambahan.

B. Kepatenan Jalan Nafas Sesudah Intervensi

Hasil penelitian ini menunjukan sesudah intervensi pada kelompok

eksperimen yang diberikan nebulizer dan batuk efektif dan kelompok kontrol

yang diberikan batuk efektif mayoritas jalan nafas pasien paten. Hal ini

disebabkan karena terdapat pengeluaran sputum yang ditandai dengan

peningkatan frekuensi pernafasan dan terdapat suara tambahan ronchi pada

pemeriksaan auskultasi paru. Hasil penelitian penelitian Kurniati (2015)

mengatakan nebulizer dengan latihan batuk efektif bermanfaat pada penderita

asma akut di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta.

Penelitian Budi (2017) mengatakan ada pengaruh latihan batuk efektif dengan

pemberian nebulizer terhadap penurunan frekuensi batuk pada asma

bronchiale
58

Gejala yang muncul pada pasien PPOK antara lain batuk, dahak, dan

sesak napas. Batuk biasanya timbul sebelum atau bersamaan dengan sesak

napas, sesak napas terjadi akibat hiperinflasi dinamik yang bertambah berat

dengan peningkatan Respiratory Rate (RR) (Maranatha, 2010). Kepatenan

jalan nafas ditandai dengan bersihan jalan nafas. Menurtut Strickland et. al

(2013) menyatakan bahwa usaha peningkatan bersihan jalan napas akan

meningkatkan oksigenasi, menurunkan lama waktu perawatan, mengatasi

atelektasis/konsolidasi paru, dan meningkatkan pernapasan mekanik.

Nebulizer digunakan untuk merubah obat-obat bronkodilator dari bentuk cair

ke bentuk partikel aerosol atau partikel yang sangat halus, aerosol sangat

bermanfaat apabila dihirup atau dikumpulkan dalam organ paru, efek dari

terapi nebulizer adalah untuk mengembalikan kondisi spasme bronchus

(Yuliana, 2015).

Selain menggunakan terapi nebulizer, pasien dapat dilakukan latihan

batuk efektif. Manfaat latihan batuk efektif untuk melonggarkan dan

melegakan saluran pernafasan maupun mengatasi sesak nafas akibat adanya

lendir yang memenuhi saluran pernafasan (Mutaqqin, 2011). Menurut asumsi

peneliti bahwa pada dasarnya pasien PPOK akan mengalami sesak pada

pernafasan, batuk-batuk, serta adanya lendir atau secret yang dapat

memperhambat jalan nafas dan terapi yang paling tepat adalah menggunakan

terapi nebulizer. Nebulizer merupakan pilihan terbaik pada kasus kasus yang

berhubungan dengan inflamasi terutama pada penderita PPOK. Selain

menggunakan terapi nebulizer, pasien PPOK yang mengalami sesak dan


59

batuk dapat dilakukan latihan batuk efektif dan manfaat latihan batuk efektif

adalah untuk melonggarkan dan melegakan saluran pernafasan maupun

mengatasi sesak nafas akibat adanya lendir yang memenuhi saluran

pernafasan.

C. Pengaruh Pemberian Intervensi Terhadap Pengeluaran Sputum pada

Pasien PPOK Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Hasil penelitian ini menunjukan intervensi yang diberikan pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat berpengaruh terhadap

pengeluaran sputum pada pasien PPOK di IRNA 5 RSUD Dr. Sayidiman.

Sejalan penelitian Astuti dkk (2019) mengatakan setelah dilakukan terapi

nebulizer, frekuensi pernapasan menjadi normal, batuk berkurang, napas

normal. Pemberian fisioterapi dada, batuk efektif dan nebulizer sangat efektif

diberikan pada pasien PPOK. Di dukung hasil penelitian Oktavia dkk (2016)

mengatakan pemberian teknik batuk efektif dapat meningkatkan pengeluaran

sputum pada pasien tuberkulosis paru di Irina C5 RSUP Prof. DR. R. D.

Kandou Manado.

Terapi nebulizer dengan menggunakan oksigen sebagai penghasil uap,

masih efektif terhadap perubahan suara napas dari tachypne menjadi eupnea,

dapat meningkatkan SpO2 dalam darah dan penurunan RR, dan perubahan

pola napas dari rhonchi/wheezing menjadi vesikuler, namun perlu ditinjau

ulang dalam penggunaanya, mengingat akan adanya resiko komplikasi yang

disebabkan penggunaan yang tidak tepat. (Agus dkk, 2018). Nebulizer

memberikan efek bronkodilatasi atau melebarkan lumen bronkus, dahak


60

menjadi encer sehingga mempermudah dikeluarkan, menurunkan

hiperaktifitas bronkus dan dapat menggatasi infeksi (Wahyuni, 2014).

Sedangkan batuk efektif merupakan batuk yang menekankan inspirasi

maksimal yang dimulai dari ekspirasi, yang bertujuan merangsang terbukanya

system kolateral, meningkatkan distribusi ventilasi, meningkatkan volume

paru, memfasilitasi pembersihan saluran napas. Batuk yang tidak efektif

menyebabkan kolaps saluran napas, ruptur dinding alveoli dan

pneumothoraks (Syam, 2012). Batuk efektif pada penelitian ini dilakukan

pada pagi hari sesuai dengan penelitian Kasanah dkk (2015) mengatakan

batuk efektif dan fisioterapi dada lebih efektif dilakukan pada pagi dibanding

siang hari terhadap pengeluaran sputum. Menurut peneliti pemberian

nebulizer bersama batuk efektif ataupun hanya batuk efektif akan bermanfaat

untuk pengeluaran sputum.

D. Perbedaan Pengeluaran Sputum Sesudah Intervensi Pada Kelompok

Ekperimen Dan Kelompok Kontrol Pasien PPOK

Hasil penelitian ini menunjukan pemberian nebulizer dan batuk efektif

pada kelompok eksperimen lebih efektif terhadap pengeluaran sputum

dibandingan kelompok kontrol yang hanya diberikan batuk efektif. Sejalan

dengan hasil penelitian Nurmayanti dkk (2019) mengatakan intervensi

fisioterapi dada, batuk efektif dan terapi nebulizer dapat dijadikan prosedur

tetap dalam pemberian asuhan keperawatan bagi penderita PPOK yang

mengalami penurunan saturasi oksigen. Didukung hasil penelitian Tafdhila &

Ayu (2019), mengatakan terdapat pengaruh Latihan batuk efektif terhadap


61

intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi pernafasan pada asma

tahun.

Sputum yang sulit dikeluarkan bisa terlebih dahulu di encerkan dengan

menggunakan alat nebulizer yang berfungsi untuk mengubah obat yang larut

menjadi uap yang dapat di hirup kedalam paru-paru, sehingga obat yang

masuk dapat mempermudah pengeluaran secret sehingga dapat pula membuat

pernapasan menjadi lega (Kuswardani dkk, 2017). Pemberian nebulizer

dengan mengkonsumsi air hangat sebelum tindakan akan meningkatkan

kelancaran jalan nafas (Adiputra & Rahayu, 2017). Terapi nebulizer dengan

obat bronkodilator diantaranya bisolvon, combivent dan ventolin berfungsi

mengencerkan dahak, pencegahan bronkospasme dan melonggarkan saluran

nafas (Yuliana & Agustina, 2016). Menurut Gustiawan dkk (2017),

pemberian terapi nebulizer, beberapa poin penting langkah-langkah

pemberian terapi nebulizer, yaitu waktu pem-berian terapi selama 10-15

menit dan masker sungkup tidak boleh lepas selama proses nebulizer. Setelah

nebulizer diberikan sekret akan encer maka langkah selanjutnya diberikan

batuk efektif. Batuk efektif merupakan cara yang efektif dan efesien untuk

mengeluarkan lendir dari saluran pernafasan dan mempertahankan kepatenan

jalan nafas yang diakibatkan akumulasi sputum yang menempel dijalan nafas

(Brunner & studdart, 2010). Teknik batuk efektif sendiri tidak terlalu rumit

dan mudah sekali dilakukan dan hal yang terpenting bahwa pasien tidak perlu

batuk dengan keras untuk mengeluarkan sputum hingga sampai menyiksa diri

pasien (Wira, 2012).


62

Menurut peneliti pengeluaran sputum pada kelompok eksperimen lebih

banyak dibanding kelompok kontrol hal ini disebabkan nebulizer dapat

mengecerkan dahak terlebih dahulu sehingga saat mengeluarkan dahak

dengan cara batuk efektif akan lebih mudah dibandingkan kelompok kontrol

yang hanya melakukan batuk efektif. Sputum yang kental akan menyulitkan

pasien saat membatukan dahak. Pengeluaran sputum yang banyak dapat

berdampak pada jalan napas yang paten.

Anda mungkin juga menyukai