Anda di halaman 1dari 12

RESUME DISKUSI TUTORIAL I

(SISTEM MUSKULOSKELETAL)

Disusun Oleh :
Kelompok 4 – A.13.02

Ida Ayu Deva Wulandari (16130082)


Reynaldi Dippos Lubis (16130083)
Ansi Utami Ndapa Doda (16130084)
Gusti Ayu Saraswati (16130085)
Natalia Dyan Putri (16130086)
Luh Putu Ayu Mahendra Yanti (16130087)
Aridayanti Fajar Putri (16130088)
Amelya Megayanti Br. Sembiring (16130089)
Elisabeth Oktavenieka Fillia Kaut (16130090)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2018
SKENARIO TUTORIAL I
Seorang laki-laki, berusia 30 tahun dibawa ke RS terdekat karena kecelakaan. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan tampak adanya deformitas pada femur dextra. Terlihat adanya
luka lecet dan memar di area femur. Hasil palpasi, didapatkan tenderness, dan adanya bunyi
krepitasi pada daerah yang mengalami nyeri, pulsasi di bagian distal ekstremitas masih teraba.
Tekanan darah: 120/80 mmHg, suhu : 36,80C, Nafas : 24 x /menit, Nadi: 88 x/menit. Saat ini
pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan ORIF. Klien merasa takut dilakukan tindakan
tersebut dan menginginkan di bawa ke tukang pijat saja.
PEMBAHASAN
I. Istilah-Istilah Sulit
1. Tenderness : Nyeri tekan.
2. Krepitasi : Bunyi gemeretak yang ditimbulkan oleh gesekan antar tulang.
3. Deformitas : Perubahan bentuk tulang dari struktur sebenarnya yang disebabkan
oleh faktor tertentu, misalnya trauma.
4. ORIF : Open reduction internal fixation adalah salah satu penatalaksanaan
pembedahan pada kasus fraktur yang dilakukan untuk mempertahankan bentuk
tulang yang patah agar tidak bergeser.
5. Pulsasi : Denyut nadi.
6. Femur dextra : Paha kanan
II. Tetapan Masalah
“Mengapa klien takut dilakukan pemasangan ORIF?”
III. Pertanyaan
1. Apa efek samping jika tidak dilakukan pemasangan ORIF?
2. Mengapa pada pasien tersebut harus dilakukan pemasangan ORIF?
3. Bagaimana cara meyakinkan pasien agar mau dilakukan pemasangan ORIF?
4. Apakah ada tindakan lain selain ORIF?
5. Apakah ada efek samping dari pemasangan ORIF?
6. Dampak positif dan negatif dari pemijatan pada kasus fraktur?
7. Mengapa pada kasus ditemukan bunyi krepitasi pada daerah yang mengalami nyeri?
IV. Curah Pendapat (Brain Storming)
1. Efek samping jika tidak dilakukan pemasangan ORIF yaitu sebagai berikut.
a. Nekrosis
b. Memperparah kondisi
c. Deformitas pada tulang
2. Berikut beberapa alasan dilakukan pemasangan ORIF pada kasus diatas.
a. Menyambung kembali tulang yang patah
b. Mencegah terjadinya nekrosis
3. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar klien mau dilakukan pemasangan
ORIF yaitu sebagai berikut.
a. Edukasi terkait prosedur yang akan dilakukan
b. Edukasi terkait dampak positif dan negatif pemasangan ORIF
c. Memberi contoh nyata pasien yang dilakukan pemasangan ORIF dan yang tidak
dilakukan pemasangan ORIF
4. Penanganan pada kasus fraktur tergantung parahnya fraktur yang dialami. Beberapa
tindakanselain ORIF yang dapat dilakukan yaitu OREF, traksi, gips, dll.
5. Efek samping yang dapat ditimbulkan dari ORIF yaitu risiko infeksi, tetapi hal ini
sangat jarang terjadi.
6. Dampak positif dari pemijatan yaitu harganya yang relatif murah.
Berikut dampak negatif dari pemijatan yaitu sebagai berikut.
a. Memperlambat proses penyembuhan
b. Serpihan tulang dapat masuk ke pembuluh darah
c. Memperparah cedera
7. Bunyi krepitas atau suara gemertak dapat timbul akibat adanya gesekan antar tulang
yang patah.
V. Tujuan Pembelajaran (Learning Objective/LO)
1. Indikasi dan kontraindikasi pemasangan ORIF
2. Efek samping pemasangan ORIF
3. Peran perawat pada pasien yang dipasang ORIF
4. Tahap-tahap dilakukan ORIF
5. Diagnosa Keperawatan, dan Intervensi
6. Penatalaksanaan pada fraktur
7. Komplikasi jika tidak dilakukan ORIF
8. Jangka waktu pemulihan ORIF
VI. Berbagi Hasil Belajar Mandiri
1. Berikut beberapa indikasi dilakukan ORIF.
a. Fraktur leher femoralis
b. Fraktur lengan bawah
c. Frakture intraartikular disertai pergeseran
d. Fraktur yang tidak stabil
e. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi.
f. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran
kembali setelah reduksi, selain itu juga fraktur yang cenderung ditarik terpisah
oleh kerja otot.
g. Fraktur patologik dimana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.
h. Fraktur multiple, bila fiksasi dini mengurangi resiko komplikasi umum dan
kegagalan organ pada bagian system.
i. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya.
Berikut beberapa kontraindikasi dilakukan ORIF.
a. Jaringan lunak diatasnya berkualitas buruk
b. Pasien denga penurunan kesadaran
c. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)
d. Terdapat infeksi
e. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
2. Efek samping pemasangan ORIF yaitu sebagai berikut.
a. Nyeri, ini ditimbulkan setelah dilakkan prosedur ORIF. Hal ini diakibatkan oleh
insisi yang dilakukan saat pemasangan ORIF.
b. Risiko Infeksi, hal ini karena segala prosedur pembedahan dapat menimbulkan
risiko infeksi pada daerah yang dilakukan insisi atau pada alat yang dipasang.
3. Peran perawat pada pasien yang terpasang ORIF yaitu sebagai berikut.
a. Manajemen nyeri baik dengan terapi farmakologi maupun non farmakologi.
Untuk tindakan non farmakologi dapat dilakukan dengan kompres hangat atau
dingin.
b. Memantau tanda-tanda infeksi pada daerah yang dilakukan insisi.
c. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi.
d. Meninggikan bagian yang sakit untuk meminimalkan pembengkak.
e. Mengontrol kecemasan dan nyeri (biasanya orang yang tingkat kecemasannya
tinggi, akan merespon nyeri dengan berlebihan)
f. Latihan otot, agar otot tidak kaku dan terhindar dari pengecilan massa otot
akibat latihan yang kurang.
g. Memotivasi klien untuk melakukan aktivitas secara bertahap dan menyarankan
keluarga untuk selalu memberikan dukungan kepada klien
4. Berikut adalah tahap-tahap dilakukan ORIF.
a. Persiapan alat dan Ruangan
1) Alat-alat yang dibutuhkan (steril dan non steril)
2) Set Orif
b. Prosedur Operasi :
1) Pasien sudah teranastesi GA
2) Tim bedah melakukan cuci tangan (Scrub)
3) Tim bedah telah memakai baju operasi (Gloving)
4) Lakukan disinfeksi pada area yang akan dilakukan sayatan dengan arah dari
dalam keluar, alkohol 2x, betadine 2x
5) Pasang duk pada area yang telah di disinfeksi (Drapping)
6) Hidupkan cuter unit
7) Lakukan sayatan dengan hand mest dengan arah paramedian
8) Robek subkutis dengan menggunakan cuter hingga terlihat tulang yang
fraktur
9) Lakukan pengeboran pada tulang
10) Pasang platina
11) Lakukan pembersihan bagian yang kotor dengan cairan NaCl
12) Jahit subkutis dengan plain 2/0
13) Jahit bagian kulit dengan side 2/0
14) Tutup luka dengan kassa betadine, setelah itu diberi hepafik
5. Berikut beberapa diagnosa keperawatan beserta intervensi pada pasien dengan
fraktur.
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan fraktur, masalah ortopedik, pembengkakan
atau inflamasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri klien berkurang
Kriteria hasil :
a) Mampu mengontrol nyeri
b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e) Tanda vital dalam rentang normal (TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80-100
x/menit, RR : 18-20 x/menit dan Term : 36,5ºC-37,5ºC)
Intervensi :
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
d) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas
dalam, sentuhan terapeutik dan distraksi)
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik untuk
mengurangi nyeri
2) Ansietas b/d diagnosis dan rencana pembedahan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapakan cemas klien terkontrol
Kriteria hasil :
a) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
b) Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas
c) Vital sign dalam batas normal (TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80-100
x/menit, RR : 18-20 x/menit dan Term : 36,5ºC-37,5ºC)
d) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan
Intervensi :
a) Kaji tanda-tanda vital
b) Ajarkan kepada klien teknik relaksasi untuk dilakukan sekurang-
kurangnya setiap 4 jam ketika terjaga, untuk memperbaiki keseimbangan
fisik dan psikologis.
c) Jelaskan semua prosedur tindakan yang akan dilakukan yang bertujuan
untuk mengurangi tingkat kecemasan klien
d) Dengarkan dengan penuh perhatian setiap keluh kesah klien
e) Identifikasi tingkat kecemasan
f) Bila memungkinkan, libatkan klien dan anggota keluarga dalam
mengambil keputusan tentang perawatan untuk membangun
kepercayaan diri klien dan menumbuhkan rasa percaya.
b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol
Kriteria Hasil :
a) Skala nyeri 0-1 (dari 0-10)
b) TTV dalam batas normal : TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80-100 x/menit,
RR : 18-20 x/menit dan Term : 36,5ºC-37,5ºC
c) Wajah tidak tampak meringis
d) Klien tampak rileks
Intervensi
a) Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,, intensitas nyeri dan faktor
presipitaasi
b) Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya meringis)
terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif
c) Minta klien untuk menggunakan sebuah skla 1 sampai 10 untuk
menjelaskan tingkat nyerinya (dengan nilai 10 menandakan tingkat nyeri
paling berat)
d) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas
dalam, sentuhan terapeutik dan distraksi)
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi, kelemahan dan
penurunan sirkulasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam setelah
diharapkan klien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi.
Kriteria Hasil :
a) Klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
b) Klien menyatakan rasa puas dengan setiap tingkat aktivitas baru yang
dapat dicapai
c) TD, N, RR dan T tetap dalam batas normal selama aktivitas
Intervensi
a) Diskusikan dengan klien tentang perlunya beraktivitas
b) Instruksikan dan bantu klien untuk beraktivitas diselingi istirahat
c) Identifikasi aktivitas-aktivitas klien yang diinginkan dan sangat berarti
baginya
d) Identifikasi dan minimalkan faktor-faktor yang dapat menurunkan
toleransi latihan klien
e) Ajarkan kepada klien cara menghemat energi ketika melakukan aktivitas
sehari-hari. Misalnya duduk di kursi ketika berpakaian, memakai baju
ringan yang mudah digunakan.
f) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
3) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif dan pembedahan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan klien tidak mengalami infeksi
Kriteria Hasil :
a) Tidak terjadi tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor dan fungsi
laesea)
b) Suhu dan nadi dalam batas normal (suhu : 36,5ºC-37,5ºC. Nadi : 80-100
x/menit)
Intervensi
a) Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat
waktu pecah ketuban
b) Kaji tanda adanya infeksi (kalor, rubor, tumor, dolor, fungsi lasea)
c) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
d) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum/sesudah
menyentuh luka
e) Pantau peningkatan suhu, nadi dan pemeriksaan laboratorium
f) Anjurkan intake nutrisi yang cukup
g) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan
Tujuan: Setelah dilakukan tindkaan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan integritas kulit dan proteksi jaringan membaik
Kriteria Hasil :
a) Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
b) Kulit tetap lembab dan bersih
Intervensi
a) Berikan perhatian dan perawatan pada kulit
b) Lakukan latihan gerak pasif
c) Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinanan maserasi
d) Anjurkan untuk menjaga kelembaban kulit
e) Anjurkan untuk tetap menjaga kebersihan kulit
6. Penatalaksanaan fraktur disesuaikan dengan parahnya kondisi fraktur yang terjadi.
Berikut adalah beberapa penatalaksanaan fraktur.
a. Traksi, merupakan pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi bertujuan
yaitu memberikan kekuatan untuk meluruskan atau menarik guna
mengembalikan atau mempertahankan tulang yang mengalami fraktur pada posisi
anatomik yang normal.
b. Gips, merupakan alat kaku yang digunakan untuk mengimobilisasi tulang yang
mengalami cedera dan meningkatkan penyembuhan.
c. OREF, merupakan penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu
dengan cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external
fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan
fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai
jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur.
d. ORIF, adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada
tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi
fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran.
e. Fiksasi tulang elektrik, dapat memberikan aliran listrik pada tempat yang fraktur.
Ini merupakan metode penanganan fraktur yang tidak menimbulkan nyeri yang
tidak sembuh secara cepat.
7. Berikut beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan jika tidak dilakukan ORIF.
a. Kerusakan arteri, pecahnya arteri karena trauma.
b. Kompartement syndrome, terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut
c. Fat embolism syndrome, sel- sel lemak yang di hasilkan bone marrow kuning
masuk ke aliran darah
d. Infeksi, system pertahanan tubuh rusak karena trauma pada jaringan
e. Avaskuler nekrosis, aliran darah ke tulang rusak sehingga menyebabkan nekrosis
tulang
f. Delayed union, kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang di
butuhkan tulang untuk menyambung
g. Nonunion, kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang
lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan
h. Malunion, penyembuhan tulang di tandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk
Kesimpulan :
Fraktur adalah patah tulang atau putusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya. Penanganan pada fraktur bermacam-macam yaitu traksi, gips, OREF,
ORIF, dll. sesuai dengan tingkat keparahannya. ORIF (Open Redution Internal Fixation)
merupakan salah satu tindakan pembedahan untuk menangani masalah fraktur. Fungsi ORIF
untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami
pergeseran. ORIF belum dikenal secara luas oleh masyarakat sehingga beberapa masyarakat
merasa takut untuk dilakukan pemasangan ORIF. Oleh karena itu, peran perawat sangat
dibutuhkan pada hal ini. Perawat dapat memberikan edukasi kepada pasien terkait dampak jika
tidak dilakukan pemsangan ORIF serta memotivasi pasien agar mau dilakukan ORIF. Sejauh
ini, ORIF hanya menimbulkan efek nyeri dan risiko infeksi, tetapi kasus infeksi post operasi
ORIF jarang ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA
Anugerah, A.P., Purwandari, R., Hakam, Mulia. (2017). “Pengaruh Terapi Kompres Dingin
terhadap Nyeri Post Operasi ORIF (Open Reduction Internal Fixation) pada Pasien
Fraktur di RSD Dr. H. Koesnadi Bondowoso”, e-Jurnal Pustaka Kesehatan (online)
https://jurnal.unej.ac.id. Diakses 28 Januari 2018.
Helmi, Z.N. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Ismonah, Cahyaningrum, D.A., & Arif, M.S. (2016). “Pengaruh Slow Deep Breathing
terhadap Intensitas Nyeri Pasien Post ORIF di RS Telogorejo Semarang”, Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan (online) ejournal.stikestelogorejo.ac.id. Diakses 28 Januari
2018.
LeMone, Priscilla, Burke, K.M., Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Ed. 5. Terjemahan Ayu Linda dari Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking In
Patient Care. Jakarta: ECG.
Marlina. (2012). ”Mobilisasi Pada Pasien Fraktur Melalui Pendekatan Konseptual Model
Dorothea E. Orem”, Nursing Journal, Vol. 1, No.1. (online) inj-psik.fk.unsyiah.ac.id.
Diakses 26 Januari 2018.
Risnanto & Isnani, Uswatun. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah: Sistem
Muskuloskeletal. Yogyakarta: Deepublish.
Smeltzer, S.C,. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
edisi 8 Vol 1. Jakarta: ECG.

Anda mungkin juga menyukai