OLEH :
NAJEMIA
19-04-018
5. ETIOLOGI
Etiologi ameloblastoma sampai saat ini belum diketahui dengan jelas,
tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa ameloblastoma dapat terjadi setelah
pencabutan gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi lokal dalam rongga
mulut. Ameloblastoma dapat terjadi pada segala usia, namun paling banyak
dijumpai pada usia dekade 4 dan 5. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, tetapi
prediksi pada golongan penderita kulit berwarna. Ameloblastoma dapat
mengenai mandibula maupun maksila, paling sering pada mandibula sekitar
81%-98%, predileksi di daerah mandibula; 60% terjaDi di regio molar dan
ramus, 15% regiopremolar dan 10% regio simpisis (Smeltzer, 2012).
Tumor ini tumbuh dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari
proses pembentukan tumor ini belum diketahui. Tumor ini dapat berasal dari:
a. Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur
mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang
terlihat pada perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan
ameloblast yang pada bagian tengah mengalami degenerasi serta
menyerupai retikulum stelata (Smeltzer, 2012).
b. Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya
terdapat pada membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada
tulang spongiosa yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan
menstimulasi terbentuknya kista odontogenic (Smeltzer, 2012).
c. Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan
odontoma. Pada kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958),
Hodson (1957) mengenai ameloblastoma yang berkembang dari kista
periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah
perawatan dari kista odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi
menjadi ameloblastoma (Smeltzer, 2012).
d. Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan
Weber (1926) pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya
hubungan dengan epiteluim oral (Smeltzer, 2012).
6. PATOFISIOLOGI
Tumor ini bersifat infiltratif, tumbuh lambat, tidak berkapsul,
berdiferensiasi baik. Lebih dari 75% terjadi di rahang bawah, khususnya regio
molar dan sisanya terjadi akibat adanya kista folikular. Tumor ini muncul
setelah terjadi mutasi-mutasi pada sel normal yang disebabkan oleh zat-zat
karsinogen tadi (Price, 2016).
Menurut Price (2016) arsinogenesisnya terbagi menjadi 3 tahap :
a. Tahap pertama merupakan inisiaasi yaitu kontak pertama sel normal
dengan zat Karsinogen yang memancing sel normal tersebut menjadi
ganas.
b. Tahap kedua yaitu Promosi, sel yang terpancing tersebut membentuk klon
melalui pembelahan(poliferasi).
c. Tahap terakhir yaitu Progresi, sel yang telah mengalami poliferasi
mendapatkan satu atau lebih karakteristik neoplasma ganas.
PATHWAY AMELOBLASTOMA
7. MANIFESTASI KLINIK AMELOBLASTOMA
Manifestasi klinik, dalam tahap awal jarang menunjukkan keluhan,
oleh karena itu tumor ini jarang terdiagnosa secara dini, umumnya diketahui
setelah 4 sampai dengan 6 tahun.
Gambaran Klinik menurut Arif (2011) sebagai berikut:
a. Pembengkakan dengan berbagai ukuran yang bervariasi sehingga dapat
meyebabkan deformitas wajah.
b. Konsestensi bervariasi ada yang keras dan kadang ada bagian yang lunak
c. Terjadi ekspansi tulang ke arah bukal dan lingual
d. Tumor ini meluas ke segalah arah mendesak dan merusak tulak sekitarnya
e. Terdapat tanda egg shell cracking atau pingpong ball phonemona bila
massa tumor telah mendesak korteks tulang dan tulangnya menipis
f. Tidak terdapat nyeri dan parasestesi, hanya pada beberapa penderita
dengan benjolan disertai rasa nyeri.
g. Berkurangnya sensilibitas daerah distribusi n.mentalis kadang-kadang
terdapat ulserasi oleh karena penekanan gigi apabilah tumor sudah
mencapai ukuran besar.
h. Biasanya berisi cairan berwarna merah kecoklatan
i. Gigi geligi pada daerah tumor berubah letak dan goyang.
Pada tahap yang sangat awal , riwayat pasien asimtomatis (tanpa
gejala). Ameloblastoma tumbuh secara perlahan selam bertahun-tahun, dan
tidak ditemui sampai dilakukan pemeriksaan radiografi oral secara rutin. Pada
tahap awal , tulang keras dan mukosa diatasnya berwarna normal. Pada tahap
berikutnya, tulang menipis dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang
menonjol terasa lunak pada penekanan dan dapat memiliki gambaran berlobul
pada radiografi. Dengan pembesarannya, maka tumor tersebut dapat
mengekspansi tulang kortikal yang luas dan memutuskan batasan tulang serta
menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi menyadari adanya pembengkakan
yang progresif, biasanya pada bagian bukal mandibula, juga dapat mengalami
perluasan kepermukaan lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada kista
odontogenik. Ketika menembus mukosa, permukaan tumor dapat menjadi
memar dan mengalami ulserasi akibat penguyahan. Pada tahap lebih
lanjut,kemungkinan ada rasa sakit didalam atau sekitar gigi dan gigi tetangga
dapat goyang bahkan tanggal (Arif, 2011).
Pembengkakan wajah dan asimetris wajah adalah penemuan ekstra
oral yang penting. Sisi asimetris tergantung pada tulang utama atau tulang-
tulang yang terlibat. Perkembangan tumor tidak menimbulkan rasa sakit
kecuali ada penekanan saraf atau terjadi komplikasi infeksi sekunder.
Terkadang pasien membiarkan ameloblastoma bertahan selama beberapa
tahun tanpa perawatan dan pada kasus-kasus tersebut ekspansi dapat
menimbulkan ulkus namun tipe ulseratif dari pertumbuhan karsinoma yang
tidak terjadi. Pada tahap lanjut, ukurannya bertambah besar dapat
menyebabkan gangguan penguyahan dan penelanan (Arif, 2011).
Perlu menjadi perhatian, bahwa trauma seringkali dihubungkan
dengan perkembangan ameloblastoma. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa tumor ini sering kali diawali oleh pencabutan gigi, kistektomi atau
beberapa peristiwa traumatik lainnya. Seperti kasus-kasus tumor lainnya
pencabutan gigi sering mempengaruhi tumor (tumor yang menyebabkan
hilangnya gigi) selain dari penyebabnya sendiri (Arif, 2011).
Tumor ini pada saat pertama kali adalah padat tetapi kemudian
menjadi kista pada pengeluaran sel-sel stelatenya. Ameloblastoma merupakan
tumor jinak tetapi karena sifat invasinya dan sering kambuh maka tumor ini
menjadi tumor yang lebih serius dan ditakutkan akan potensial komplikasinya
jika tidak disingkirkan secara lengkap. Tetapi sudah dinyatakan bahwa sangat
sedikit kasus metastasenya yang telah dilaporkan (Arif, 2011).
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan radiologis
Tampak radiolusen unilokular atau multilokular dengan tepi
berbatas tegas. Tumor ini juga dapat memperlihatkan tepi kortikal yang
berlekuk, suatu gambaran multilokular dan resobsi akar gigi yang
berkontak dengan lesi tanpa pergeseran gigi yang parah dibanding pada
kista. Tulang yang terlibat digantikan oleh berbagai daerah radiolusen
yang berbatas jelas dan lesi memberi suatu bentuk seperti sarang lebah
atau gelembung sabun. Kemungkinan juga ada radiolusen berbatas jelas
yang menunjukkan suatu ruang tunggal (Suddarth, 2011).
1) Radiografi:
Dental foto: periapikal dan oklusal foto, Panoramik, PA, lateral
dan submento vertex (Suddarth, 2011).
2) CT Scan:
Penampilan pada tomografi pada dasarnya adalah gambaran
seperti lapisan-lapisan tipis, kecuali pada batas luar dan hubungannya
dengan struktur-struktur disekelilingnya tampak lebih jelas dan
akurat .Gambaran CT dapat mendeteksi perforasi kortex luar dan
perluasan ke jaringan lunak sekitarnya. Pada gambaran resonansi
magnet (MRI), tampak resolusi lebih baik, tentang sifat dan tingkat
invasi tersebut, sehingga menjadi sangat penting dalam penilaian
evaluasi setelah operasi ameloblastoma (Suddarth, 2011).
3) Pemeriksaan patologi anatomi
Kandungan tumor ini dapat keras atau lunak, tetapi biasanya
ada suatu cairan mucoid berwarna kopi atau kekuning-kuningan.
Kolesterin jarang dijumpai. Secara makroskopis ada dua tipe yaitu tipe
solid (padat) dan tipe kistik. Tipe yang padat terdiri dari massa lunak
jaringan yang berwarna putih keabu-abuan atau abu-abu kekuning-
kuningan. Tipe kistik memiliki lapisan yang lebih tebal seperti
jaringan ikat dibanding kista sederhana. Daerah-daerah kistik biasanya
dipisahkan oleh stroma jaringan fibrous tetapi terkadang septum tulang
juga dapat dijumpai. Mikroskopis terdiri atas jaringan tumor dengan
sel-sel epitel tersusun seperti pagar mengelilingi jaringan stroma yang
mengandung sel-sel stelate retikulum, sebagian menunjukkan
degenerasi kistik (Suddarth, 2011).
4) Insisi Biopsi
Insisi Biopsi meliputi pengambilan sebagian lesi yang relative
ekstensif untuk pemeriksaan histopatologis dan penegakan diagnosis.
Insisi biopsi diindikasikan pada lesi yang lebih besar dari 1-2 cm dan
untuk lesi besar yang berkapsul atau neoplasma yang berpotensi
keganasan. Dengan insisi biopsi karakteristik dari suatu neoplasma
dapat ditentukan dengan baik, seperti diferensasi dan kemampuan
invasi. Teknik insisi biopsi meliputi anestesi lokal terlebih dahulu,
kemudian bagian wedge-shaped dari bagian yang paling reprentatif
dari lesi diambil, umumnya dari perifer lesi yang meluas ke jaringan
normal (Suddarth, 2011).
5) Fine-Needle Aspiration Biopsi (FNAB)
Merupakan metode untuk mengevaluasi lesi subkutan atau
yang terletak lebih dalam lagi. Prosedur ini paling banyak dipakai
dalam menentukan sifat massa pada kelenjar saliva dan leher
(Suddarth, 2011).
9. PENATALAKSANAAN
Ameloblastoma mempunyai reputasi untuk mengalami kekambuhan
kembali setelah dsingkirkan. Hal ini disebabkan sifat lesi tersebut menginvasi
secara lokal pada penyingkiran yang tidak adekuat
a. Enukleasi
Enukleasi merupakan penyingkiran tumor dengan mengikisnya
dari jaringan normal yang ada disekelilingnya.Lesi unikistik, khususnya
yang lebih kecil hanya memerlukan enukleasi dan seharusnya tidak
dirawat secara berlebihan (Suddarth, 2011).
b. Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma seharusnya dieksisi daripada
enukleasi.eksisi dalam suatu blok tulang didalam kontunuitas rahang
dianjurkan jika ameloblastoma tersebut kecil.Apabila perlu dikorbankan
mandibula yang cukup besar yang terlibat ameloblastoma dan bila tidak
menimbulkan perforasi mukosa oral, maka suatu eksisi blok kemungkinan
dengan cangkok tulang segera (Suddarth, 2011).
c. Osteotomi Periperal
Osteotomi peripheral merupakan suatu prosedur yang mengeksisi
tumor yang komplit tetapi pada waktu yang sama suatu jarak tulang
dipertahankan untuk memelihara kontuinuitas rahang sehingga kelainan
bentuk, kecacatan dan kebutuhan untuk pembedahan kosmetik sekundser
dan resorasi prostetik dapat dihindari. Prosedur tersebut didasari pada
observasi yang mana batas inferior kortikal dari badan horizontal, batas
posterior dari ramus asenden dan kondilus tidak secara keseluruhan di
invasi oleh proses tumor. Daerah ini tahan dan kuat karena terdiri dari
tulang kortikal yang padat. Regenerasi tulang akan dimulai dari daerah
tersebut meskipun hanya suatu rim tipis dan tulang yang tersisa (Suddarth,
2011).
d. Reseksi Tumor
Reseksi tumor sendiri dari reseksi total dan reseksi segmental
termasuk bemimaksilektomi dan bemimandibulektomi. Apabila
ameloblastoma ditemukan pada pemeriksaan, serta dapat dijumpai adanya
perubahan kembali serta aktifitas lesi yang baru setelah operasi maka pada
kasus tersebut harus direseksi (Suddarth, 2011).
e. Kauterisasi
Kauterisasi merupakan pengeringan atau elektrokoagulasi lesi,
termasuk sejumlah jaringan normal disekelilingnya.Kauterisasi tidak
umum digunakan sebagai bentuk terapi primer, namun meru[pakan terapi
yang lebih efektif dibandind kuretase (Suddarth, 2011).
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan masa lalu
d. Pemeriksaan fisik
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan
singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian
data dasar menurut Doenges (2000), adalah:
1) Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan
cedera (trauma).
2) Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
3) Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4) Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
5) Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahanSelera
makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
6) Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental, Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7) Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas danlokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8) Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot
aksesoris.
9) Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi
pembedahan.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidak mampuan menelan
makanan, nyeri area rahang.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri luka operasi.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.
e. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya massa di area
mulut
3. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
Definisi : Sensori dan keperawatan selama ….x 24 Definisi : perubahan atau
pengalaman emosional jam, klien dapat: pengurangan nyeri ke
yang tidak 1. Mengontol nyeri tingkat kenyamanan yang
menyenangkan yang Definisi : tindakan dapat diterima pasien
timbul dari kerusakan seseorang untuk Intervensi:
jaringan aktual atau mengontrol nyeri - Kaji secara menyeluruh
potensial, muncul tiba- ndikator: tentang nyeri, meliputi:
tiba atau lambat dengan Mengenal faktor-faktor lokasi, karakteristik,
intensitas ringan sampai penyebab waktu kejadian, lama,
berat dengan akhir yang Mengenal onset/waktu frekuensi, kualitas,
bisa diantisipasi atau kejadian nyeri intensitas/beratnya
diduga dan berlangsung tindakan pertolongan nyeri, dan faktor-faktor
kurang dari 6 bulan. non-analgetik pencetus
Menggunakan analgetik - Observasi isyarat-
Faktor yang melaporkan gejala-gejala isyarat non verbal dari
berhubungan : Agen kepada tim kesehatan ketidaknyamanan,
injuri (biologi, kimia, (dokter, perawat) khususnya dalam
fisik, psikologis) nyeri terkontrol ketidakmampuan untuk
komunikasi secara
Batasan karakteristik : efektif
- Laporan secara verbal 2. Menunjukkan tingkat - Berikan analgetik
atau non verbal adanya nyeri sesuai dengan anjuran
nyeri Definisi : tingkat keparahan - Gunakan komunkasi
- Fakta dari observasi dari nyeri yang dilaporkan terapeutik agar klien
- Posisi untuk atau ditunjukan dapat mengekspresikan
menghindari nyeri nyeri
- Gerakan melindungi Indikator: - Kaji latar belakang
- Tingkah laku berhati- budaya klien
Melaporkan nyeri
hati - Tentukan dampak dari
Frekuensi nyeri
- Muka topeng ekspresi nyeri terhadap
- Gangguan tidur (mata Lamanya episode nyeri kualitas hidup: pola
sayu, tampak capek, Ekspresi nyeri: wajah tidur, nafsu makan,
sulit atau gerakan kacau, Posisi melindungi tubuh aktifitas mood,
menyeringai) Kegelisahan hubungan, pekerjaan,
- Terfokus pada diri Perubahan Respirasirate tanggungjawab peran
sendiri Perubahan Heart Rate - Kaji pengalaman
- Fokus menyempit Perubahan tekanan individu terhadap nyeri,
(penurunan persepsi Darah keluarga dengan nyeri
waktu, kerusakan proses Perubahan ukuran Pupil kronis
berpikir, penurunan Perspirasi - Evaluasi tentang
interaksi dengan orang Kehilangan nafsu makan keefektifan dari tindakan
dan lingkungan) mengontrol nyeri yang
- Tingkah laku distraksi, telah digunakan
contoh : jalan-jalan, - Berikan dukungan
menemui orang lain terhadap klien dan
dan/atau aktivitas, keluarga
aktivitas berulang-ulang) - Berikan informasi
- Respon autonom tentang nyeri, seperti:
(seperti diaphoresis, penyebab, berapa lama
perubahan tekanan terjadi, dan tindakan
darah, perubahan nafas, pencegahan
nadi dan dilatasi pupil) - Kontrol faktor-faktor
- Perubahan autonomic lingkungan yang dapat
dalam tonus otot mempengaruhi respon
(mungkin dalam rentang klien terhadap
dari lemah ke kaku) ketidaknyamanan
- Tingkah laku ekspresif (contoh : temperatur
(contoh : gelisah, ruangan, penyinaran,
merintih, menangis, dll)
waspada, iritabel, nafas - Anjurkan klien untuk
panjang/berkeluh kesah) memonitor sendiri nyeri
- Perubahan dalam nafsu - Ajarkan penggunaan
makan dan minum teknik non-farmakologi
(ex: relaksasi, guided
imagery, terapi musik,
distraksi, aplikasi panas-
dingin, massase)
- Evaluasi keefektifan
dari tindakan
mengontrol nyeri
- Modifikasi tindakan
mengontrol nyeri
berdasarkan respon klien
- Tingkatkan
tidur/istirahat yang
cukup
- Anjurkan klien untuk
berdiskusi tentang
pengalaman nyeri secara
tepat
- Beritahu dokter jika
tindakan tidak berhasil
atau terjadi keluhan
- Informasikan kepada
tim kesehatan
lainnya/anggota
keluarga saat tindakan
nonfarmakologi
dilakukan, untuk
pendekatan preventif
- monitor kenyamanan
klien terhadap
manajemen nyeri
1. Pemberian Analgetik
Definisi : penggunaan
agen farmakologi untuk
mengurangi atau
menghilangkan nyeri
Intervensi:
- Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik,
kualitas,dan keparahan
sebelum pengobatan
- Berikan obat dengan
prinsip 5 benar
- Cek riwayat alergi obat
- Libatkan klien dalam
pemilhan analgetik yang
akan digunakan
- Pilih analgetik secara
tepat /kombinasi lebih
dari satu analgetik jika
telah diresepkan
- Tentukan pilihan
analgetik (narkotik, non
narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan
keparahan nyeri
- Monitor tanda-tanda
vital, sebelum dan
sesudah pemberian
analgetik
- Monitor reaksi obat dan
efeksamping obat
- Dokumentasikan respon
dari analgetik dan efek-
efek yang tidak
diinginkan
- Lakukan tindakan-
tindakan untuk
menurunkan efek
analgetik
(konstipasi/iritasi
lambung)
3. Manajemen lingkungan :
kenyamanan
Definisi : memanipulasi
lingkungan untuk
kepentingan terapeutik
Intervensi :
- Pilihlah ruangan dengan
lingkungan yang tepat
- Batasi pengunjung
- Tentukan hal-hal yang
menyebabkan
ketidaknyamanan seperti
pakaian lembab
- Sediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
- Tentukan temperatur
ruangan yang paling
nyaman
- Sediakan lingkungan yang
tenang
- Perhatikan hygiene pasien
untuk menjaga kenyamanan
- Atur posisi pasien yang
membuat nyaman.
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
nutrisi: kurang dari keperawatan selama …. X 24 Definisi : membantu
kebutuhan tubuh jam klien dapat menunjukkan dengan atau menyediakan
Definisi : Intake nutrisi 1. status nutrisi yang baik, masukan diet seimbang dari
tidak cukup untuk Definisi : Nutrisi cukup untuk makanan dan cairan
keperluan metabolisme memenuhi kebutuhan Intervensi :
tubuh metabolisme tubuh - Catat jika klien
Batasan karakteristik : Indikator : memiliki alergi makanan
- Berat badan ³ 20 - Masukan nutrisi - Catat makanan
% di bawah ideal - Masukan makanan kesukaan klien
- Dilaporkan dan cairan - Tentukan jumlah
adanya intake makanan - Tingkat energi cukup kalori dan tipe nutrien yang
yang kurang dari RDA - Berat badan stabil dibutuhkan
(Recomended Daily - Nilai laboratorium - Dorong asupan
Allowance) kalori sesuai tipe tubuh dan
- Membran gaya hidup
mukosa dan konjungtiva - Dorong asupan zat
pucat besi
- Kelemahan otot - Tawarkan makanan
yang digunakan untuk ringan
menelan/mengunyah - Berikan gula
- Luka, peradangan tambahan k/p
pada rongga mulut - Tawarkan bumbu
- Mudah merasa sebagai pengganti garam
kenyang, sesaat setelah - Berikan makanan
mengunyah makanan tinggi kalori, protein dan
- Dilaporkan atau minuman yang mudah
fakta adanya kekurangan dikonsumsi
makanan - Berikan pilihan
- Dilaporkan makanan
adanya perubahan - Sesuaikan diet
sensasi rasa dengan gaya hidup klien
- Perasaan - Ajarkan klien cara
ketidakmampuan untuk membuat catatan makanan
mengunyah makanan - Monitor asupan
- Miskonsepsi nutrisi dan kalori
- Kehilangan BB - Timbang berat badan
dengan makanan cukup secara teratur
- Keengganan - Berikan informasi
untuk makan tentang kebutuhan nutrisi
- Kram pada dan bagaimana
abdomen memenuhinya
- Tonus otot jelek - Ajarkan teknik
- Nyeri abdominal penyiapan dan
dengan atau tanpa penyimpanan makanan
patologi - Tentukan
- Kurang berminat kemampuan klien untuk
terhadap makanan memenuhi kebutuhan
- Pembuluh darah nutrisinya
kapiler mulai rapuh
- Diare dan atau 2. Monitor nutrisi
steatorrhea Definisi : mengumpulkan
- Kehilangan dan menganalisa data dari
rambut yang cukup pasien untuk mencegahatau
banyak (rontok) meminimalkan malnutrisi.
- Suara usus Intervensi :
hiperaktif - BB klien dalam
- Kurangnya interval spesifik
informasi, misinformasi - Monitor adanya
penurunan BB
Faktor yang - Monitor tipe dan
berhubungan : jumlah nutrisi untuk
Ketidakmampuan aktivitas biasa
pemasukan atau - Monitor respon
mencerna makanan atau emosi klien saat berada
mengabsorpsi zat-zat dalam situasi yang
gizi berhubungan mengharuskan makan.
dengan faktor biologis, - Monitor interaksi
psikologis atau ekonomi. anak dengan orang tua
selama makan.
- Monitor lingkungan
selama makan.
- Jadwalkan
pengobatan dan tindakan,
tidak selama jam makan.
- Monitor kulit kering
dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan,
rambut kusam dan mudah
patah.
- Monitor adanya
bengkak pada alat
pengunyah, peningkatan
perdarahan, dll.
- Monitor mual dan
muntah
- Monitor kadar
albumin, total protein, Hb,
kadar Ht.
- Monitor kadar
limfosit dan elektrolit.
- Monitor makanan
kesukaan.
- Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan.
- Monitor kadar
energi, kelelahan,
kelemahan.
- Monitor pucat,
kemerahan, dan kekeringan
pada jaringan konjungtiva.
- Monitor kalori dan
intake nutrisi.
- Catat adanya edema,
hiperemia, hipertropik
papila lidah dan cavitas
oral.
- Catat jika lidah
berwarna merah keunguan.
Gangguan pola tidur NOC NIC
3. Definisi : Gangguan Anxiety reduction Sleep Enhancement
kualitas dan kuantitas Comfort level - Determinasi efek-efek
waktu tidur akibat faktor Pain level medikasi terhadap pola
eksternal Rest : Extent and Pattern tidur
Sleep : Extent an Pattern - Jelaskan pentingnya tidur
Perubahan pola tidur - Jumlah jam tidur dalam mempertahankan aktivitas
normal batas normal 6-8 jam/hari sebelum tidur (membaca)
Penurunan kemampuan - Pola tidur, kualitas dalam - Ciptakan lingkungan yang
DAFTAR PUSTAKA
Bruner & Suddarth. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 2.
EGC: Jakarta.
Smeltzer & Bare. (2012). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta:
EGC.