“ APENDISITIS “
Nama Mahasiswa :
CI LAHAN CI INSTITUSI
PROFESI NERS
2019/2020
BAB I
TINJAUAN KASUS
3. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks.
Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang
selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab
obstruksi dapat berupa : Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding
apendiks, Fekalit, Benda asing, Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang
diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin
meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan
intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke
dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang
menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi,
apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ
lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus
yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu
massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena
omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang
tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer, 2007) .
Pathway
5. Manifestasi Klinik
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih
atau ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai
abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
6. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis.
Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis.
Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga
medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat
merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.
Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil
dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun
dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada
anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang
masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi
gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam
pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive
protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas
75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat
melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan
spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada
appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian
yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi
USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85%
dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100%
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan
96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan
kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut
bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu
mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk
memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan
pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis
meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi.
Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat
khususnya mengenai:
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan
bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di
epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu
yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa
mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik, Meliputi :
Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
Sirkulasi : Takikardia.
Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/istirahat : Malaise.
g. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus.
i. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.
Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam.
Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
j. Demam lebih dari 38oC.
k. Data psikologis klien nampak gelisah.
l. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
m. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
n. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
2. Perubahan pola eliminasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Pastikan kebiasaan - Membantu dalam pembentukan jadwal
(konstipasi) berhubungan diharapkan konstipasi klien teratasi defekasi klien dan gaya hidup irigasi efektif
dengan penurunan dengan kriteria hasil: sebelumnya.
peritaltik. - BAB 1-2 kali/hari - Auskultasi bising usus - Kembalinya fungsi gastriintestinal
- Feses lunak mungkin terlambat oleh inflamasi intra
- Bising usus 5-30 kali/menit peritonial
- Tinjau ulang pola diet dan - Masukan adekuat dan serat, makanan
jumlah / tipe masukan cairan. kasar memberikan bentuk dan cairan
adalah faktor penting dalam menentukan
konsistensi feses.
- Berikan makanan tinggi serat. - Makanan yang tinggi serat dapat
memperlancar pencernaan sehingga tidak
terjadi konstipasi.
- Berikan obat sesuai indikasi, - Obat pelunak feses dapat melunakkan
contoh : pelunak feses feses sehingga tidak terjadi konstipasi.
3. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Monitor tanda-tanda vital - Tanda yang membantu
cairan berhubungan diharapkan keseimbangan cairan dapat mengidentifikasikan fluktuasi volume
dengan mual muntah. dipertahankan dengan kriteria hasil: intravaskuler.
- kelembaban membrane mukosa - Kaji membrane mukosa, kaji - Indicator keadekuatan sirkulasi perifer
turgor kulit baik tugor kulit dan pengisian dan hidrasi seluler.
- Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg kapiler.
BB/jam - Awasi masukan dan haluaran, - Penurunan haluaran urin pekat dengan
- Tanda-tanda vital dalam batas catat warna urine/konsentrasi, peningkatan berat jenis diduga
normal : TD (systole 110-130mmHg, berat jenis. dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
diastole 70-90mmHg), HR(60- - Auskultasi bising usus, catat
100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu kelancaran flatus, gerakan
(36,5-37,50C) usus. - Indicator kembalinya peristaltic,
- Berikan perawatan mulut kesiapan untuk pemasukan per oral.
sering dengan perhatian khusus
pada perlindungan bibir. - Dehidrasi mengakibatkan bibir dan
- Pertahankan penghisapan mulut kering dan pecah-pecah
gaster/usus.
- Selang NG biasanya dimasukkan pada
praoperasi dan dipertahankan pada fase
segera pascaoperasi untuk dekompresi
- Kolaborasi pemberian cairan usus, meningkatkan istirahat usus,
IV dan elektrolit mencegah mentah.
- Peritoneum bereaksi terhadap
iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi
dapat terjadi ketidakseimbangan
elektrolit
4. Cemas berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Evaluasi tingkat ansietas, catat -Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat,
dengan akan diharapkan kecemasan klien berkurang verbal dan non verbal pasien. penting pada prosedur diagnostik dan
dilaksanakan operasi. dengan kriteria hasil : pembedahan.
- Melaporkan ansietas menurun sampai - Jelaskan dan persiapkan untuk -Dapat meringankan ansietas terutama ketika
tingkat teratasi tindakan prosedur sebelum pemeriksaan tersebut melibatkan
- Tampak rileks dilakukan pembedahan.
- Jadwalkan istirahat adekuat
dan periode menghentikan -Membatasi kelemahan, menghemat energi
tidur. dan meningkatkan kemampuan koping.
- Anjurkan keluarga untuk
menemani disamping klien -Mengurangi kecemasan klien
POST OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Kaji skala nyeri lokasi, -Berguna dalam pengawasan dan keefesien
dengan agen injuri fisik diharapkan nyeri berkurang dengan karakteristik dan laporkan obat, kemajuan penyembuhan,perubahan
(luka insisi post operasi kriteria hasil : perubahan nyeri dengan tepat. dan karakteristik nyeri.
appenditomi). - Melaporkan nyeri berkurang - Monitor tanda-tanda vital -Deteksi dini terhadap perkembangan
- Klien tampak rileks kesehatan pasien.
- Dapat tidur dengan tepat - Pertahankan istirahat dengan -Menghilangkan tegangan abdomen yang
- Tanda-tanda vital dalam batas posisi semi powler. bertambah dengan posisi terlentang.
normal : TD (systole 110-130mmHg, - Dorong ambulasi dini. -Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
diastole 70-90mmHg), HR(60- - Berikan aktivitas hiburan. -Meningkatkan relaksasi.
100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu - Kolaborasi tim dokter dalam -Menghilangkan nyeri.
(36,5-37,50C) pemberian analgetika.
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji adanya tanda-tanda infeksi -Dugaan adanya infeksi
berhubungan dengan diharapkan infeksi dapat diatasi dengan pada area insisi
tindakan invasif (insisi kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda vital.
post pembedahan). - Klien bebas dari tanda-tanda infeksi Perhatikan demam, menggigil, -Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis,
- Menunjukkan kemampuan untuk berkeringat, perubahan mental abses, peritonitis
mencegah timbulnya infeksi - Lakukan teknik isolasi untuk
- Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) infeksi enterik, termasuk cuci -Mencegah transmisi penyakit virus ke orang
tangan efektif. lain.
- Pertahankan teknik aseptik
ketat pada perawatan luka -Mencegah meluas dan membatasi penyebaran
insisi / terbuka, bersihkan organisme infektif / kontaminasi silang.
dengan betadine.
- Awasi / batasi pengunjung dan -Menurunkan resiko terpajan.
siap kebutuhan.
- Kolaborasi tim medis dalam -Terapi ditunjukkan pada bakteri anaerob dan
pemberian antibiotik hasil aerob gra negatif.
3. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Mandikan pasien setiap hari -Agar badan menjadi segar, melancarkan
berhubungan dengan diharapkan kebersihan klien dapat sampai klien mampu peredaran darah dan meningkatkan
nyeri. dipertahankan dengan kriteria hasil : melaksanakan sendiri serta cuci kesehatan.
- klien bebas dari bau badan rambut dan potong kuku klien.
- klien tampak bersih - Ganti pakaian yang kotor -Untuk melindungi klien dari kuman dan
- ADLs klien dapat mandiri atau dengan yang bersih. meningkatkan rasa nyaman
dengan bantuan - Berikan Hynege Edukasipada -Agar klien dan keluarga dapat termotivasi
klien dan keluarganya tentang untuk menjaga personal hygiene.
pentingnya kebersihan diri.
- Berikan pujian pada klien -Agar klien merasa tersanjung dan lebih
tentang kebersihannya. kooperatif dalam kebersihan
- Bimbing keluarga klien
memandikan / menyeka pasien -Agar keterampilan dapat diterapkan
- Bersihkan dan atur posisi serta
tempat tidur klien. -Klien merasa nyaman dengan tenun yang
bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji ulang pembatasan -Memberikan informasi pada pasien untuk
tentang kondisi prognosis diharapkan pengetahuan bertambah aktivitas pascaoperasi merencanakan kembali rutinitas biasa
dan kebutuhan dengan kriteria hasil : tanpa menimbulkan masalah.
pengobatan b.d kurang - menyatakan pemahaman proses - Anjuran menggunakan -Membantu kembali ke fungsi usus semula
informasi. penyakit dan pengobatan laksatif/pelembek feses ringan mencegah ngejan saat defekasi
- berpartisipasi dalam program bila perlu dan hindari enema
pengobatan - Diskusikan perawatan insisi, -Pemahaman meningkatkan kerja sama
termasuk mengamati balutan, dengan terapi, meningkatkan
pembatasan mandi, dan penyembuhan
kembali ke dokter untuk
mengangkat jahitan/pengikat
- Identifikasi gejala yang -Upaya intervensi menurunkan resiko
memerlukan evaluasi medic, komplikasi lambatnya penyembuhan
contoh peningkatan nyeri peritonitis.
edema/eritema luka, adanya
drainase, demam
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dalam masalah status kesehatan yang lebih baik dan
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2010).
5. Evaluasi
Menurut (Craven & Hirnle, 2007), evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari
efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah
ditetapkan dengan respon perilaku yang ditunjukkan klien.
BAB II
LAPORAN ANALISA KASUS
Ruangan : UGD BEDAH RS WAHIDIN SUDIROSUHODO
TGL : 05 OKTOBER 2020
JAM : 09.30 (WIT)
No. Rekam Medik : 1500789
Nama initial : Nn. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir/Umur : 10 Agustus 1998/ 22 Tahun
Alamat : Jln. Toddopuli
Rujukan : Ya dari, RS …………………… Puskesmas …………………..
Dr. ……………….. Lainnya datang ke IGD
Tidak Datang sendiri Diantar Dengan Mobil
Nama keluarga yang bisa dihubungi : Tn. B No. HP/Tlp : 081241511879
Alamat : jln. Toddopuli
Transportasi waktu datang : Kendaraan lainnya Mobil
Diagnosa Medis : “ Appendisitis Akut ” (Usus Buntu)
Pasien mengeluh nyeri perut bawah yang menjalar ke perut kanan sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit disertai demam, mual dan penurunan nafsu makan. Nyeri dirasakan
pasien semakin bertambah hingga klien tidak bisa melakukan aktivitas apapun sehingga
pasien langsung dibawa oleh keluarganya ke UGD Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
E. Exposure
1. Penilaian Hipothermia/hiperthermia
Hipothermia :tidak ada hipotermia
Hiperthermia : kulit pasien teraba hangat
2. Masalah Keperawatan
3. Intervensi / Implementasi
4. Evaluasi.
PENILAIAN NYERI :
Nyeri : Tidak Ya, lokasi pada daerah perut bawah Intensitas (0-10) 7
Jenis : Akut Kronis
PENGKAJIAN SEKUNDER
1) SAMPLE
a. S: (sign and symptom)
Pasien mengatakan mengeluh perut bagian kanan bawah yang terasa bertambah
jika pasien mencoba untuk bergerak dan berkurang bila pasien beristirahat. Nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk diperut bagian tengah dan perut sebelah kanan
dengan skala NRS 7 (0-10)
b. A (allergies)
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi pada makanan maupun obat –obatan.
c. M: (medications)
Pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat-obatan atau ketergantungan obat
d. P: past medical history)
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat gangguan kesehatan keluarga
e. L (last meal)
Sebelum masuk rumah sakit pasien mengonsumsi nasi dan sayur
f. E: (event)
nyeri dirasakan sewaktu-waktu
2) PENGKAJIAN HEAD TO TOE
a. Kepala
Inspeksi : tidak ada keluhan
Palpasi :Tidak teraba adanya benjolan maupun massa
b. Mata
Inspeksi : Nampak simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada mata,
sclera putih dan kongjutiva pucat.
Palpasi : tidak ada teraba benjolan atau massa
c. Hidung
Inspeksi : Tidak terdapat rinorhea dan edema
Palpasi : Tidak teraba adanya massa
d. Telinga
Inpeksi :Telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada penumpukan serumen
Palpasi : Tidak teraba massa
e. Mulut dan gigi
Inspeksi : Tidak terdapat stomatitis, mukosa bibir pucat, gigi lengkap
f. Leher
Inspeksi : Tidak terdapat pembesaran tonsil
Palpasi : tidak terdapat lesi
g. Dada dan paru-paru
Inspeksi : dada simetris kiri kanan tidak ada alat bantu pernapasan
Palpasi : Frekuensi nafas : 24 x/i, teratur
Auskultasi : Tidak terdengar suara nafas tambahan ronchi
h. Jantung
Perkusi :Suara pekak, batas atas interkostal 3 kiri, batas kanan linea
paasteral kanan, batas kiri linea mid clavicularis kiri, batas
bawah intercostals 6 kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising tidak ada.
i. Abdomen
Inspeksi : distensi abdomen
Palpasi : ada benjolan pada abdomen sebelah kanan
Perkusi : terdengar bunyi timpani
Auskultasi : peristaltic usus 14x/menit
j. Pelvis
Inspeksi : tidak terdapat cedera maupun luka
Palpasi : tidak ada nyeri pada pelvis
k. Genetalia
Tidak ada kelainan genetalia
l. Integumen
Warna kulit pucat, turgor kulit jelek, CRT > 2 detik.
3) Hasil Lab
4) Terapi
c. Infus RL 30 tpm/IV
d. Pantoprazole 1x40 mg IV c. Keterolac 2x1 ampul IV
ANALISA DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Potter, Perry. (2010). Fundamental of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi 7. Vol 3.
Jakarta : EGC
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC