Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. S DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RUANG


ICU MELATI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

SITI AISYAH

NIM : P27220018214

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI NERS
2018/2019

A. Konsep Teori
1. Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan ireversibel, yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Smeltzer 2013). Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau
penurunan kemampuan filtrasi glomelurus (Glomerular Filtration Rate/GFR)
kurang dari 60 ml/min/1,73 m2 yang terjadi selama lebih dari 3 bulan
(Kallenbach et al. 2015). Menurut KDIGO (2013) Gagal ginjal kronik
merupakan suatu keadaan abnormalitas dari struktur atau ginjal yang terjadi
selama lebih dari 3 bulan yang mempengaruhi kesehatan, dengan kriteria
sebagai berikut:
a. Adanya kerusakan ginjal (satu atau lebih):
1) Albuminuria (AER ≥30 mg/24 jam; ACR ≥30 mg/g [≥3 mg/mmol])
2) Abnormalitas sedimen urin
3) Abnormalitas elektrolit dan lainnya akibat dari kerusakan pada tubulus
ginjal
4) Adanya abnormalitas yang diketahui dari histologi
5) Abnormalitas struktural yang diketahui dari pencitraan
6) Mempunyai riwayat transplantasi ginjal
b. Penurunan GFR
GFR 60 ml/min/1,73 m2 (Kategori GFR G3a-G5) Kondisi ginjal yang gagal
melaksanakan fungsi utamanya akan terjadi gangguan pembuluh darah dan
penyakit lebih mudah merusak pembuluh darah tersebut. Akibatnya, darah yang
diterima unit penyaring menjadi lebih sedikit, dan tekanan darah di dalam ginjal
tidak bisa dikendalikan. Bila unit penyaring yang terganggu, maka suplai darah
kurang dan gangguan tekanan darah akan membuat ginjal tidak mampu
membuang zat-zat tidak terpakai lagi. Selain itu ginjal juga tidak bisa
mempertahankan keseimbangan cairan dan zat-zat kimia di dalam tubuh,
sehingga zat buangan bisa masuk kembali ke dalam darah. Juga mungkin terjadi,
zat kimia yang dibutuhkan tubuh dan protein akan ikut keluar bersama urin
(Syamsir & Iwan 2017).
Pada gagal ginjal kronik penderita hanya dapat berusaha menghambat laju
tingkat kegagalan fungsi ginjal tersebut, agar tidak menjadi gagal ginjal terminal
(GGT), suatu kondisi dimana ginjal sudah tidak dapat berfungsi lagi. Kondisi
gagal ginjal kronik ini biasanya timbul secara perlahan dan sifatnya menahun,
dengan sedikit gejala pada awalnya, bahkan lebih sering penderita tidak
merasakan adanya gejala dan diketahui fungsi ginjal sudah menurun 25% dari
normal. Beberapa penyakit yang memicu terjadinya penyakit aggal ginjal
kronik, antara lain diabetes, hipertensi, dan batu ginjal (Syamsir & Iwan 2017).
2. Tahapan Perkembangan Gagal Ginjal Kronik
Tahapan perkembangan gagal ginjal kronik, yaitu (Baradero dkk. 2015):
1. Penurunan cadangan ginjal
a. Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal
c. BUN dan kreatinin serum masih normal
d. Pasien asimtomatik
2. Gagal ginjal
a. 75-80% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
c. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
d. Anemia ringan dan azotemia ringan
e. Nokturia dan poliuria
3. Gagal ginjal
a. Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
b. BUN dan kreatinin serum meningkat
c. Anemia, azotemia, asidosis metabolik
d. Berat jenis urin
e. Poliuria dan nokturia
f. Gejala gagal ginjal
4. End-stage renal disease (ESRD)
a. Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal
c. BUN dan kreatinin tinggi
d. Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik
e. Berat jenis urin tetap 1,010
f. Oliguria
g. Gejala gagal ginjal

3. Etiologi
Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik adalah diabetes mellitus (tipe 1
atau tipe 2) dan hipertensi, sedangkan penyebab End-stage Renal Failure (ERFD) di
seluruh dunia adalah IgA nephropathy (penyakit inflamasi ginjal). Komplikasi dari
diabetes dan hipertensi adalah rusaknya pembuluh darah kecil di dalam tubuh,
pembuluh darah di ginjal juga mengalami dampak terjadi kerusakan sehingga
mengakibatkan gagal ginjal kronik.
Etiologi gagal ginjal kronik bervariasi antara negara yang satu dengan yang
negara lain. Di Amerika Serikat diabetes melitus menjadi penyebab paling banyak
terjadi gagal ginjal kronik yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti oleh hipertensi
sebanyak 27% Dan glomerulonefritis sebanyak 10% (Thomas 2008). Di Indonesia
penyebab gagal ginjal kronik sering terjadi karena glomerulonefritis, diabetes
mellitus, obstruksi, dan infeksi pada ginjal, hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al.
2009).
4. Stadium
Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan CGA sistem yaitu
Cause, GFR category, dan Albuminuria category. Gagal ginjal kronik merupakan
stadium 5 dari CKD atau biasa disebut dengan End-stage Renal Disease (ESRD).
Dikatakan gagal ginjal kronik apabila dari hasil tes nilai eGFR < 15 mL/min/1.73
m2.
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) dalam Kidney Disease: Improving
Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group (2013) KDIGO 2 clinical practice
guideline for the evaluation and management of chronic kidney disease:

GFR category GFR (ml/min/1.73 m2) Terms

G1 >90 Normal or high

G2 60–89 Mildly decreased*

G3a 45–59 Mildly to moderately decreased

G3b 30–44 Moderately to severely decreased

G4 15–29 Severely decreased

G5 <15 Kidney failure

* Relatif pada level dewasa

Tabel 3. Kategori Albuminuria (KDIGO 2015)

ACR AER ACR


Terms
category (mg/24hrs) (mg/mmol)

A1 < 30 <3 Normal to mildly


increased

A2 30-300 3–30 Moderately increased*

A3 > 300 >30 Severely increased**

* Relatif pada level dewasa


** Termasuk sindrom nefrotik (ACR > 220 mg/mmol)

GFR = glomerular filtration rate


AER = albumin excretion rate
ACR = albumin-to-creatinine ratio

5. Patofisiologi
Ginjal merupakan salah satu organ ekskretori yang berfungsi untuk mengeluarkan
sisa metabolisme didalam tubuh diantaranya ureum, kreatinin, dan asam urat sehingga
terjadi keseimbangan dalam tubuh. Penyakit ini diawali dengan kerusakan dan
penurunan fungsi nefron secara progresif akibat adanya pengurangan masa ginjal.
Pengurangan masa ginjal menimbulkan mekanisme kompensasi yang mengakibatkan
terjadinya hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Perubahan ini
mengakibatkan hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerulus. Selanjutnya penurunan fungsi ini akan disertai dengan penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR) dan peningkatan sisa metabolisme dalam tubuh.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium satu
dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini kreatin serum dan BUN
dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan fungsi
ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75% jaringan
yang berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini BUN baru mulai
stadium insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria diakibatkan kegagalan
pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam hari) sebanyak 700 ml atau berkemih
lebih dari beberapa kali. Pengeluaran urin normal sekitar 1500 ml perhari atau sesuai
dengan jumlah cairan yang diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar 90%
dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR nya
hanya 10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10 ml/menit.
Penderita biasanya oliguri (pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari) karena
kegagalan glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme
protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Menurut Sudoyo et al. (2009) stadium paling dini dari penyakit gagal ginjal
kronis, akan menyebabkan penurunan fungsi yang progresif ditandai dengan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Pasien dengan GFR 60% belum
merasakan keluhan, tetapi sudah ada peningkatan kadar ureum dan kreatinin, sampai
GFR 30% keluhan nokturia, badan lemas, mual, nafsu makan berkurang, dan penurunan
berat badan mulai terjadi.

6. Manifestasi Klinis
Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal kronis adalah penurunan secara lambat
dan progresif dari fungsi ginjal. Biasanya terjadi akibat komplikasi dari kondisi medis
lain yang serius. Tidak seperti gagal ginjal akut yang terjadi dengan cepat dan tiba-tiba,
gagal ginjal kronis terjadi secara bertahap. Gagal ginjal kronis terjadi dalam hitungan
minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun sampai ginjal perlahan berhenti
bekerja, mengantarkan pada stadium akhir penyakit ginjal (ESRD). Perkembangan yang
sangat lambat inilah yang mengakibatkan gejala tidak muncul sampai adanya kerusakan
besar.
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Long 2016):
a. Gejala dini: lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi.
b. Gejala yang lebih lanjut: anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis
mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Smeltzer & Bare 2014):
1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
b. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
c. Edema periorbital
d. Friction rub pericardial
e. Pembesaran vena leher
2. Dermatologi
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Kulit kering bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar

3. Pulmoner
a. Krekels
b. Sputum kental dan liat
c. Nafas dangkal
d. Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal
a. Anoreksia, mual, muntah, cegukan
b. Nafas berbau ammonia
c. Ulserasi dan perdarahan mulut
d. Konstipasi dan diare
e. Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
a. Tidak mampu konsentrasi
b. Kelemahan dan keletihan
c. Konfusi/perubahan tingkat kesadaran
d. Disorientasi
e. Kejang
f. Rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
a. Kram otot
b. Kekuatan otot hilang
c. Kelemahan pada tungkai
d. Fraktur tulang
e. Foot drop
7. Reproduktif
a. Amenore
b. Atrofi testekuler

7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges (2014) pemeriksaan penunjang pada pasien GGK adalah:
1. Volume urin : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria) terjadi dalam (24
jam – 48) jam setelah ginjal rusak.
2. Warna Urin : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.
3. Berat jenis urin : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal contoh
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan memekatkan :
menetap pada l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
4. pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan rasio urin/
serum saring (1 : 1).
5. Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan ginjal.
6. Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal tidak
mampu mengabsorpsi natrium.
7. Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
8. Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan warna
merah diduga nefritis glomerulus.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan dalam menentukan gagal ginjal kronik, antara lain:
1. Gambaran Klinis
Gambaran Klinis Pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Seperti dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus,
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus, Eritomatosus
Sistemik (LES), dan lain sebagainya.
b. Syndrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan, (Volume Overload) neuropati perifer, proritus, uremic,
frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasi nya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidiosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar
kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidiosis metabolik.
d. Kelainan urinalisis meliputi: proteiuria, leukosuria, cast, isostenuria.
3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan Radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, disamping kehawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antergrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi.
4. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal dilakukan pada pasien dengan
ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif
tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui
etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah
diberikan. Biopsi ginjal indikasi kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran
ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang
tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan
obesitas.

8. Penatalaksanaan
Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya
menurut Suwitra (2017) antara lain:
Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya

LFG
Derajat Rencana Tatalaksana
(ml/mn/1,73m2)
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,evaluasi
perburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil
risiko kardiovaskuler
2 60-80 Menghambat perburukan (progession) fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 ˂15 Terapi pengganti ginjal

Di bawah ini merupakan penjelasan dari penatalaksanaan penyakit ginjal kronik


berdasarkan tabel diatas adalah:
1. Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal
yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi
ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya,
bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit
dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2. Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed
factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid antara
lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau
peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.
3. Menghambat Perburukan Fungsi Ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus dengan cara penggunaan obat-obatan nefrotoksik, hipertensi berat,
gangguan elektrolit (hipokalemia). Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus adalah:
a. Pembatasan Asupan Protein
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik (Suwitra 2007).

LFG ml/mnt Asupan protein g/kg/hr Fosfat g/kg/hr


˃60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi
25-60 0,6-0,8/kg/hr, termasuk ≥ 0,35 gr/kg/hr ≤ 10 g
nilai biologi tinggi
5-25 0,6-0,8/kg/hr, termasuk ≥ 0,35 gr/kg/hr ≤ 10 g
protein nilai biologis tinggi /tambahan
0,3 g asam amino esensial / asam keton
˂60 (SN) 0,8/kg/hr (+ 1 gr protein/ g proteinuria ≤ 9 g
atau 0,3 g / kg tambahan asam amino
esensial atau asam keton

Pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik.


Masalah penting lain adalah asupan protein berlebih (protein overload) akan
mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan
tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkattkan
progresifitas pemburuan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan
dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari
sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya
hiperfosfatemia.
b. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologi bertujuan untuk mengurangi hipertensi, memperkecil risiko
gangguan kardiovaskuler juga memperlambat pemburukan kerusakan nefron.
Beberapa obat antihipertensi, terutama penghambat enzim konverting angiotensin
(Angiotensin Converting Enzym/ ACE inhibitor dapat memperlambat proses
perburukan fungsi ginjal.
4. Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskuler
Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyaki kardiovaskuler adalah
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia,
pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan
cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
5. Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya
sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.
a. Anemia
Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit
ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritopoitin. Penatalaksanaan
terutama ditujukan pada penyebab utamanya, disamping penyebab lain bila
ditemukan. Pemberian eritropoipin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Dalam
pemberian EPO ini status besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO
memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Pemberian transfusi pada penyakit
ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan
pemantauan yang cermat. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat
mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjal
sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl.
b. Osteodistrofi renal
Osteodistrofi Renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang sering
terjadi. Penatalaksanaan Osteodistrofi Renal dilaksanakan dengan cara mengatasi
hiperfosfatemia dan pemberian hormone Kalsitriol (1.25(OH)2D3). Penatalaksanaan
hiperfosfatemia meliputi pembatasan asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat
dengan tujuan absorbsi fosfat disaluran cerna. Dialisis yang dilakukan pada pasien
dengan gagal ginjal juga ikut berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia.
1. Manajemen Hiperfosfatemia
a. Pembatasan asupan fosfat
Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet pada pasien penyakit ginjal kronik
secara umum yaitu, tinggi kalori, rendah protein dan rendah garam, karena fosfat
sebagian besar terkandung dalam daging dan produk hewan seperti susu dan telor.
Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari. Pembatasan asupan fosfat yang terlalu ketat
tidak dianjurkan, untuk menghindari terjadinya malnutrisi
b. Pemberian pengikat fosfat
Pengikat fosfat yang banyak dipakai adalah garam kalsium, alumnium hidroksida,
garam magnesium. Garam-garam ini diberikan secara oral, untuk menghambat
absorbsi fofat yang berasal dari makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai
adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium acetate. Memperlihatkan cara dan
jenis pengikat fosfat, efikasi dan efek sampingnya.
c. Pemberian bahan kalsium memetik (calcium mimetic agent)
Akhir-akhir ini dikembangkan sejenis obat yang dapat menghambat reseptor Ca
pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer hidrokhlorida. Obat ini disebut
juga calcium mimetic agent, dan dilaporkan mempunyai efektivitas yang sangat baik
serta efek samping yang minimal.
2. Pemberian Kalsitriol (1.25(OH2D3))
Pemberian Kalsitriol untuk mengatasi osteodistrofi renal banyak dilaporkan. Tetapi
pemakaiannya tidak begitu luas, karena dapat meningkatkan absorbsi fosfat dan
kalsium disaluran cerna sehingga dikhawatirkan mengakibatkan penumpukan
barang calcium carbonate dijaringan, yang disebut kalsifikasi metastatik.
Disamping itu juga dapat mengakibatkan penekanan yang berlebihan terhadap
kelenjar paratiroid. Oleh karena itu pemakainnya dibatasi pada pasien dengan kadar
fosfat darah normal dan kadar hormone paratiroid (PTH)>2,5 kali normal.
3. Pembatasan Cairan dan Elektrolit
Pembatasan asupan air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu dilakukan.
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya odem dan komplikasi kardiovaskular.
Air yang masuk kedalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar baik
melalui urin maupun insensible water loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar
melalui insible water antara 500-800 ml/hari (sesuai dengan luas permukaan tubuh),
maka air yang masuk dianjurkan 500-800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit yang
harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan,
karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritnia jantung yang fatal. Oleh karena
itu, pemberian obat-obat yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium
(seperti buah dan sayuran) harus dibatasi kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5
mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan
edema. Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya
tekanan darah derajat edema yang terjadi.
6. Terapi Pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
a. Hemodialisis
Hemodialisa adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses
tersebut (Raharjo, et al. 2009). Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat
nitrogen yang toksik dari dalam darah yang penuh dengan toksin dan limbah
nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan
dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Aliran darah akan melewati
tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersikulasi di sekitarnya. Pertukaran
limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi membran semipermeabel
tubulus (Rosdiana 2011). Keputusan untuk inisiasi terapi dialisis berdasarkan
parameter
laboratorium bila LFG antara 5 dan 8 ml/menit/l .73 m2.

Gambar 3. Proses Hemodialisis (Joyce, dkk. 2018)

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis, dan
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi ke cairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah (Rosidana 2011).
Gambar 4. Proses Difusi (http://www.baxter.com)
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran
air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, yaitu air bergerak dari
daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke daerah dengan tekanan yang
lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan
tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis (Rosdiana 2011).

Gambar 5. Proses Ultrafiltrasi (http://www.lhsc.on.ca/)


Indikasi inisiasi terapi dialisis:
1. Indikasi absolut
a. Periecarditis
b. Ensefalopati / neuropati azotemik
c. Bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik
d. Hipertensi refrakter
e. Muntah persisten
f. BUN > 120 mg % dan kreatinin > 10 mg %
2. Indikasi elektip
a. LFG (formula Cockcroft dan Gault) antara 5 dan 8 ml/m/1,73 m2
b. Mual, anoreksia,muntah, dan astenia berat
Persiapan untuk program dialisis regular, antara lain:
Setiap pasien yang akan menjalani program dialisis regular harus
mendapatinformasi yang harus dipahami sendiri dan keluarganya.
Beberapa persiapan (preparasi) dialisis regular:
1. Sesi dialisis 3-4 kali per minggu (12-15 jam) per minggu
2. Psikoligis yang stabil
3. Finalsial cukup untuk program terapi dialisis regular selama waktu tidak terbatas
sebelum transplantasi ginjal
4. Pemeriksaan laboratorium dan perasat lainnya sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan. Pemeriksaan ini sangat penting untuk menjamin kualitas hidup
optimal
5. Disiplin pribadi untuk menjalankan program terapi ajuvan :
a. Diet, perbatasan asupan cairan dan buah-buahan
b. Obat-obatan yang diperlukan yang tidak terjangkau dialisis
6. Operasi A-V fistula dianjurkan pada saat kreatinin serum 7 mg/% terutama
pasien wanita, pasien usia lanjut dan diabetes mellitus.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat hemodialisis, antara lain:


1. Hipotensi
Dapat terjadi selama dialisis ketika cairan dikeluarkan.
2. Emboli udara
Jarang terjadi, namun bisa terjadi akibat udara yang memasuki sistem vaskular
pasien.
3. Nyeri dada
Terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sikulasi di luar tubuh.

4. Pruritus
Selama terapi adanya produk akhir metabolisme yang tersisa di dalam kulit
5. Gangguan keseimbangan dialisis
Akibat perpindahan cairan cerebral dan muncul sebagai serangan kejang,
berpotensi besar jika terdapat uremia yang berat.
6. Malnutrisi
Akibat kontrol diet dan kehilangan nutrient selama hemodialisa.
7. Fatigue dan kram
Pasien dapat mengalami kecapean akibat hipoksia yang disebabkan edema
pulmoner. Hipoksia pulmoner terjadi akibat retensi cairan dan sodium.
b. Peritoneal Dialisis
Pada dialisis ini membran dialisis menggunakan membran peritoneal pasien sendiri.
Cairan dialisis diletakkan pada rongga peritoneal menggunakan kateter yang
dimasukkan dan dibiarkan selama 4-6 jam untuk mencapai kesetimbangan. Dialisat
kemudian dibuang dan digantikan dengan fluida dialisis yang baru. Perubahan
konsentrasi glukosa pada dialisat akan mengubah osmolaritas dan hal ini mengatur
perpindahan air secara osmosis dari darah ke dialisat. Proses ini dapat dilakukan
sendiri oleh pasien di rumah. Komplikasi yang sering terjadi adalah peritonitis.
Gambar 6. Pasien yang mendapat dialisis peritoneal (Baradero 2015)

c. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal:
1. Ginjal cangkok (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70 - 80% faal ginjal
alamiah.
2. Kualitas hidup normal kembali
3. Masa hidup (survival rate) lebih lama
4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
Kontraindikasi relatif terhadap transplantasi ginjal:
1. Usia lebih dari 70 th
2. HIV positif
3. Infeksi bakteri
4. Keganasan yang baru terjadi atau sedang diderita
5. Penyakit jantung berat
6. Sensitasi tinggi
7. Penyakit ginjal dengan risikp rekurensi yang tinggi
Persiapan program transplantasi ginjal, antara lain:
1. Pemeriksaan imunologi
a. Golongan darah ABO
1. Ketidak serasian golongan darah ABO antara resipien dan donor
menyebabkan reaksi penolakan hiperakut (hyperacute immediate rejection)
2. Antigen Rhesus tidak berperan untuk reaksi penolakan.
b. Tipe jaringan HLA ( human leucocyte antigen )
Klasifikasi HLA berdasarkan (major histocompatibility gene complex):
1. Kelas (I) antigen :
* HLA – A
* HLA – B
* HLA-C
2. Kelas (II) antigen : * HLA - D (DR)
3. Seleksi pasien (resipien) dan donor hidup keluarga

9. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2017) yaitu:
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-
angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama
hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar
alumunium.
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2009) yaitu:
1. Komplikasi Hematologis
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin yang
tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian eritropoietin subkutan atau
intravena. Hal ini hanya bekerja bila kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan
pasien dalam keadaan baik. Sangat jarang terjadi, antibodi dapat terbentuk
melawan eritropoietin yang diberikan sehingga terjadi anemia aplastik.
2. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal kronik.
Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin merupakan
faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar hipertensi pada penyakit ginjal
kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Keadaan ini
biasanya tidak cukup parah untuk bisa menimbulkan edema, namun mungkin
terdapat ritme jantung tripel. Hipertensi seperti itu biasanya memberikan respons
terhadap restriksi natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika
fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat.
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air akibat
hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan sebagian filtrasi,
namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga mengekskresi urin yang sangat encer,
yang dapat menyebabkan dehidrsi.
4. Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi. Keluhan ini
sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta dapat disebabkab
oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal dapat dikurangi dengan
mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang mencegah kulit kering. Bekuan
uremik merupakan presipitat kristal ureum pada kulit dan timbul hanya pada
uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan anemia dapat menyebabkan pucat.
5. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering terjadi pada
pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun gejala mual,
muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi esofagitis serta
angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan perdarahan. Insidensi
pankreatitis juga lebih tinggi. Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau
napas yang menyerupai urin.
6. Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido, impotensi,
dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering terjadi
kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus hormon
pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi dalam menyebabkan
retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan massa otot pada orang dewasa.
7. Neurologis dan psikiatrik
Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan, kehilangan
kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi neurologis (mencakup
tremor, asteriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot dengan mioklonus,
klonus pergelangan kaki, hiperefleksia, plantar ekstensor, dan yang paling berat
kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase terganggu pada uremia dan terjadi perubahan
yang tergantung hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) pada transport
kalsium membran yang dapat berkontribusi dalam menyebabkan neurotransmisi
yang abnormal. Gangguan tidur seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam (restless
leg) atau kram otot dapat juga terjadi dan kadang merespons terhadap pemberian
kuinin sulfat. Gangguan psikiatrik seperti depresi dan ansietas sering terjadi dan
terdapat peningkatan risiko bunuh diri.
8. Imunologis
Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering terjadi.
Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialysis dapat mengaktivasi
efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak tepat.
9. Lipid
Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat penurunan
katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang menjalani
dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani hemodialisis, mungkin akibat
hilangnya protein plasma regulator seperti apolipoprotein A-1 di sepanjang
membran peritoneal.
10. Penyakit jantung
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika kadar ureum
atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder yang berat. Kelebihan
cairan dan hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri atau
kardiomiopati dilatasi. Fistula dialysis arteriovena yang besara dapat menggunakan
proporsi curah jantung dalam jumlah besar sehingga mengurangi curah jantung
yang dapat digunakan oleh bagian tubuh yang tersisa.
A. Kosep Asuhaan Keperawatan
Pengkajian
1. Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara wawancara atau interview.
Mengetahui kondisi klien untuk saat ini dan masa lalu. Anamnesa mencakup
identitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan
lingkungan dantempat tinggal.
a. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa,
golongan darah, tangggal MRS, tanggal pengkajian, no.RM, diagnose medis,
alamat.
b. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-
tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak ada BAK, glisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau
(ureum), dan gatal pada kulit.
c. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di anamnesa
meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiation, severity
scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, dan
pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan
untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan.

d. Riwayat penyakit dahulu


Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hiperplasia, dan
prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system
perkemihan yang berulang. Penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk
dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Baaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam keluarga, ada atau
tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang berulang dan riwayat alergi,
penyait hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
f. Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan enderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan klien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan
peran pada keluarga.
g. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tmpat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan
tempat tinggal, area lingkungan rumah.
1. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun esuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

b. Sistem pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa kusmaul. Pola
napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon
dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
c. Sitem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction
rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala
gagal jantung kongestif. TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi,
nyeri dada dan sesak napas, gangguan irama jantung, edem penurunan perfusi
perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan
gangguan kondisi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai
akibat dari penurunan produksi eritropoitin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran
GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d. Sistem neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet syndrome, retless leg syndrome, kram otot, dan
nyeri otot.
e. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
system rennin angiostensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak napas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis
yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul gangguan
menstruasi, gangguan ovulasi sampaiamenorea.
Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi penuruna
klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif memanjang.
Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurunan glukosa darah akan
berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan gangguan metabolism vitamin D.
g. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido
berat
h. Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau
mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
i. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus,
demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak
sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

2. Masalah Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran
kapiler-alveolar
b. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload,
afterload dan sepsis
c. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis
metabolic, pneumonitis, perikarditis
d. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme
pengaturan melemah
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d intake makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
f. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan,
anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis.

INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI

1 Gangguan pertukaran gas b/dNOC : NIC :


kongesti paru, hipertensi
Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
pulmonal, penurunan perifer yang
mengakibatkan asidosis laktat danRespiratory Status : ventilation Buka jalan nafas, guanakan
penurunan curah jantung. teknik chin lift atau jaw thrus
Vital Sign Status
bila perlu
Kriteria Hasil :
Posisikan pasien untuk
Definisi : Kelebihan atau
Mendemonstrasikan peningkatanmemaksimalkan ventilasi
kekurangan dalam oksigenasi dan
ventilasi dan oksigenasi yang
atau pengeluaran karbondioksida Identifikasi pasien perlunya
adekuat
di dalam membran kapiler alveoli pemasangan alat jalan nafa
Memelihara kebersihan paru parubuatan
dan bebas dari tanda tanda distress
Batasan karakteristik : Pasang mayo bila perlu
pernafasan
Gangguan penglihatan Lakukan fisioterapi dad
Mendemonstrasikan batuk efektif
jika perlu
Penurunan CO2 dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu Keluarkan sekret dengan
Takikardi
mengeluarkan sputum, mampubatuk atau suction
Hiperkapnia bernafas dengan mudah, tidak ada
Auskultasi suara nafas, cata
pursed lips)
Keletihan adanya suara tambahan
Tanda tanda vital dalam rentang
somnolen Lakukan suction pada mayo
normal
Iritabilitas Berika bronkodilator bia
perlu
Hypoxia
Barikan pelembab udara
kebingungan
Atur intake untuk cairan
Dyspnoe
mengoptimalkan
nasal faring keseimbangan.

AGD Normal Monitor respirasi dan statu


O2
sianosis

warna kulit abnormal (pucat,


kehitaman) Respiratory Monitoring

Hipoksemia Monitor rata – rata


kedalaman, irama dan usah
hiperkarbia
respirasi
sakit kepala ketika bangun
Catat pergerakan
frekuensi dan kedalaman dada,amati kesimetrisan
nafas abnormal penggunaan otot tambahan
retraksi otot supraclavicula
Faktor faktor yang berhubungan : dan intercostal

ketidakseimbangan perfusi Monitor suara nafas, sepert


ventilasi dengkur

perubahan membran kapiler- Monitor pola nafas


alveolar bradipena, takipenia, kussmaul
hiperventilasi, cheyne stokes
biot

Catat lokasi trakea

Monitor kelelahan oto


diagfragma ( gerakan
paradoksis )

Auskultasi suara nafas


catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan

Tentukan kebutuhan suction


dengan mengauskultasi crakle
dan ronkhi pada jalan napa
utama

Uskultasi suara paru setelah


tindakan untuk mengetahu
hasilnya

AcidBase Managemen

Monitro IV line

Pertahankanjalan nafas paten

Monitor AGD, tingkat elektrolit


Monitor statu
hemodinamik(CVP, MAP, PAP

Monitor adanya tanda tanda


gagal nafas

Monitor pola respirasi

Lakukan terapi oksigen

Monitor status neurologi

Tingkatkan oral hygiene

2 Penurunan curah jantung b/dNOC : NIC :


respon fisiologis otot jantung,
Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care
peningkatan frekuensi, dilatasi,
hipertrofi atau peningkatan isi Circulation Status Evaluasi adanya nyeri dada
sekuncup ( intensitas,lokasi, durasi)
Vital Sign Status
Catat adanya disritmia jantung
Kriteria Hasil:
Catat adanya tanda dan gejala
Tanda Vital dalam rentang normal
penurunan cardiac putput
(Tekanan darah, Nadi, respirasi)
Monitor status kardiovaskuler
Dapat mentoleransi aktivitas, tidak
ada kelelahan Monitor status pernafasan yang
menandakan gagal jantung
Tidak ada edema paru, perifer, dan
tidak ada asites Monitor abdomen sebaga
indicator penurunan perfusi
Tidak ada penurunan kesadaran
Monitor balance cairan
Monitor adanya perubahan
tekanan darah

Monitor respon pasien terhadap


efek pengobatan antiaritmia

Atur periode latihan dan


istirahat untuk menghindar
kelelahan

Monitor toleransi aktivita


pasien

Monitor adanya dyspneu


fatigue, tekipneu dan ortopneu

Anjurkan untuk menurunkan


stress

Vital Sign Monitoring

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

Catat adanya fluktuasi tekanan


darah

Monitor VS saat pasien


berbaring, duduk, atau berdiri

Auskultasi TD pada kedua


lengan dan bandingkan

Monitor TD, nadi, RR, sebelum


selama, dan setelah aktivitas

Monitor kualitas dari nadi


Monitor adanya pulsu
paradoksus

Monitor adanya pulsus alterans

Monitor jumlah dan iram


jantung

Monitor bunyi jantung

Monitor frekuensi dan irama


pernapasan

Monitor suara paru

Monitor pola pernapasan


abnormal

Monitor suhu, warna, dan


kelembaban kulit

Monitor sianosis perifer

Monitor adanya cushing triad


(tekanan nadi yang melebar
bradikardi, peningkatan
sistolik)

Identifikasi penyebab dar


perubahan vital sign
3 Pola Nafas tidak efektif NOC : Fluid management

Respiratory status : Ventilation Pertahankan catatan intak


dan output yang akurat
Definisi : Pertukaran udaraRespiratory status : Airway patency
inspirasi dan/atau ekspirasi tidak Pasang urin kateter jik
Vital sign Status
adekuat diperlukan
Kriteria Hasil :
Monitor hasil lAb yang
Mendemonstrasikan batuk efektifsesuai dengan retensi cairan
Batasan karakteristik :
dan suara nafas yang bersih, tidak(BUN , Hmt , osmolalitas urin
- Penurunan tekananada sianosis dan dyspneu (mampu)
inspirasi/ekspirasi mengeluarkan sputum, mampu
Monitor statu
bernafas dengan mudah, tidak ada
- Penurunan pertukaran udara per hemodinamik termasuk CVP
pursed lips)
menit MAP, PAP, dan PCWP
Menunjukkan jalan nafas yang
- Menggunakan otot pernafasan Monitor vital sign
paten (klien tidak merasa tercekik,
tambahan
irama nafas, frekuensi pernafasan Monitor indikasi retensi
- Nasal flaring dalam rentang normal, tidak adakelebihan cairan (cracles
suara nafas abnormal) CVP , edema, distensi vena
- Dyspnea
leher, asites)
Tanda Tanda vital dalam rentang
- Orthopnea
normal (tekanan darah, nadi, Kaji lokasi dan luas edema
- Perubahan penyimpangan dada pernafasan)
Monitor masukan
- Nafas pendek makanan / cairan dan hitung
intake kalori harian
- Assumption of 3-point position
Monitor status nutrisi
- Pernafasan pursed-lip
Berikan diuretik sesua
- Tahap ekspirasi berlangsung
interuksi
sangat lama
Batasi masukan cairan pad
- Peningkatan diameter anterior-
keadaan hiponatrermi dilus
posterior
- Pernafasan rata-rata/minimal dengan serum Na < 130 mEq/l

Bayi : < 25 atau > 60 Kolaborasi dokter jik


tanda cairan berlebih muncu
Usia 1-4 : < 20 atau > 30
memburuk
Usia 5-14 : < 14 atau > 25
Fluid Monitoring
Usia > 14 : < 11 atau > 24
Tentukan riwayat jumlah
- Kedalaman pernafasan dan tipe intake cairan dan
eliminaSi
Dewasa volume tidalnya 500 ml
saat istirahat Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
seimbangan cairan
- Timing rasio (Hipertermia, terapi diuretik
kelainan renal, gagal jantung
- Penurunan kapasitas vital
diaporesis, disfungsi hati, dll )

Monitor serum dan


Faktor yang berhubungan : elektrolit urine

- Hiperventilasi Monitor serum dan


osmilalitas urine
- Deformitas tulang
Monitor BP, HR, dan RR
- Kelainan bentuk dinding dada
Monitor tekanan darah
- Penurunan energi/kelelahan
orthostatik dan perubahan
- Perusakan/pelemahan muskulo- irama jantung
skeletal
Monitor paramete
- Obesitas hemodinamik infasif

- Posisi tubuh Monitor adanya distens


leher, rinchi, eodem perifer dan
- Kelelahan otot pernafasan
penambahan BB
- Hipoventilasi sindrom Monitor tanda dan gejala
dari odema
- Nyeri

- Kecemasan

- Disfungsi Neuromuskuler

- Kerusakan persepsi/kognitif

- Perlukaan pada jaringan syaraf


tulang belakang

- Imaturitas Neurologis

4 Kelebihan volume cairan b/dNOC : NIC :


berkurangnya curah jantung,
Electrolit and acid base balance Fluid management
retensi cairan dan natrium oleh
ginjal, hipoperfusi ke jaringanFluid balance Timbang popok/pembalu
perifer dan hipertensi pulmonal jika diperlukan

Pertahankan catatan intak


Kriteria Hasil:
dan output yang akurat
Definisi : Retensi cairan isotomik
Terbebas dari edema, efusi,
meningkat Pasang urin kateter jik
anaskara
diperlukan
Batasan karakteristik :
Bunyi nafas bersih, tidak ada
Monitor hasil lAb yang
Berat badan meningkat padadyspneu/ortopneu
sesuai dengan retensi cairan
waktu yang singkat
Terbebas dari distensi vena(BUN , Hmt , osmolalitas urin
Asupan berlebihan dibandingjugularis, reflek hepatojugular (+) )
output
Memelihara tekanan vena sentral, Monitor statu
Tekanan darah berubah,tekanan kapiler paru, outputhemodinamik termasuk CVP
tekanan arteri pulmonalisjantung dan vital sign dalam batasMAP, PAP, dan PCWP
berubah, peningkatan CVP normal
Monitor vital sign
Distensi vena jugularis Terbebas dari kelelahan, kecemasan
Monitor indikasi retensi
Perubahan pada pola nafas,atau kebingungan kelebihan cairan (cracles
dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, CVP , edema, distensi vena
Menjelaskanindikator kelebihan
suara nafas abnormal (Rales atau leher, asites)
cairan
crakles), kongestikemacetan paru,
Kaji lokasi dan luas edema
pleural effusion
Monitor masukan
Hb dan hematokrit menurun,
makanan / cairan dan hitung
perubahan elektrolit, khususnya
intake kalori harian
perubahan berat jenis
Monitor status nutrisi
Suara jantung SIII
Berikan diuretik sesua
Reflek hepatojugular positif
interuksi
Oliguria, azotemia
Batasi masukan cairan pad
Perubahan status mental, keadaan hiponatrermi dilus
kegelisahan, kecemasan dengan serum Na < 130 mEq/l

Kolaborasi dokter jik


tanda cairan berlebih muncu
Faktor-faktor yang berhubungan :
memburuk
Mekanisme pengaturan
melemah
Fluid Monitoring
Asupan cairan berlebihan
Tentukan riwayat jumlah
Asupan natrium berlebihan
dan tipe intake cairan dan
eliminaSi

Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi diuretik
kelainan renal, gagal jantung
diaporesis, disfungsi hati, dll )
Monitor berat badan

Monitor serum dan


elektrolit urine

Monitor serum dan


osmilalitas urine

Monitor BP, HR, dan RR

Monitor tekanan darah


orthostatik dan perubahan
irama jantung

Monitor paramete
hemodinamik infasif

Catat secara akutar intake


dan output

Monitor adanya distens


leher, rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB

Monitor tanda dan gejala


dari odema

5 Ketidakseimbangan nutrisiNOC : NIC :


kurang dari kebutuhan tubuh
Nutritional Status : food and FluidNutrition Management
Intake
Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidakKriteria Hasil :
Kolaborasi dengan ahli giz
cukup untuk keperluan
Adanya peningkatan berat badanuntuk menentukan jumlah
metabolisme tubuh.
sesuai dengan tujuan kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
Berat badan ideal sesuai dengan
Batasan karakteristik : tinggi badan Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
- Berat badan 20 % atau lebih diMampu mengidentifikasi
bawah ideal kebutuhan nutrisi Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
- Dilaporkan adanya intakeTidak ada tanda tanda malnutrisi
vitamin C
makanan yang kurang dari RDA
Tidak terjadi penurunan berat
(Recomended Daily Allowance) Berikan substansi gula
badan yang berarti
- Membran mukosa dan Yakinkan diet yang dimakan
konjungtiva pucat mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Kelemahan otot yang digunakan
untuk menelan/mengunyah Berikan makanan yang terpilih
(sudah dikonsultasikan dengan
- Luka, inflamasi pada rongga
ahli gizi)
mulut
Ajarkan pasien bagaimana
- Mudah merasa kenyang, sesaat
membuat catatan makanan
setelah mengunyah makanan
harian.
- Dilaporkan atau fakta adanya
Monitor jumlah nutrisi dan
kekurangan makanan
kandungan kalori
- Dilaporkan adanya perubahan
Berikan informasi tentang
sensasi rasa
kebutuhan nutrisi
- Perasaan ketidakmampuan
Kaji kemampuan pasien untuk
untuk mengunyah makanan
mendapatkan nutrisi yang
- Miskonsepsi dibutuhkan

- Kehilangan BB dengan
makanan cukup
Nutrition Monitoring
- Keengganan untuk makan
BB pasien dalam batas normal
- Kram pada abdomen
Monitor adanya penurunan
- Tonus otot jelek berat badan

- Nyeri abdominal dengan atau Monitor tipe dan jumlah


tanpa patologi aktivitas yang biasa dilakukan

- Kurang berminat terhadap Monitor interaksi anak atau


makanan orangtua selama makan

- Pembuluh darah kapiler mulai Monitor lingkungan selama


rapuh makan

- Diare dan atau steatorrhea Jadwalkan pengobatan dan


tindakan tidak selama jam
- Kehilangan rambut yang cukup
makan
banyak (rontok)
Monitor kulit kering dan
- Suara usus hiperaktif
perubahan pigmentasi
- Kurangnya informasi,
Monitor turgor kulit
misinformasi
Monitor kekeringan, rambu
kusam, dan mudah patah
Faktor-faktor yang berhubungan :
Monitor mual dan muntah
Ketidakmampuan pemasukan
Monitor kadar albumin, tota
atau mencerna makanan atau
protein, Hb, dan kadar Ht
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor Monitor makanan kesukaan
biologis, psikologis atau
Monitor pertumbuhan dan
ekonomi.
perkembangan

Monitor pucat, kemerahan, dan


kekeringan jaringan
konjungtiva

Monitor kalori dan intake


nuntrisi

Catat adanya edema, hiperemik


hipertonik papila lidah dan
cavitas oral.

Catat jika lidah berwarn


magenta, scarlet
6 Intoleransi aktivitas b/d curahNOC : NIC :
jantung yang rendah,
Energy conservation Energy Management
ketidakmampuan memenuhi
metabolisme otot rangka,Self Care : ADLs Observasi adanya pembatasan
kongesti pulmonal yang klien dalam melakukan
Kriteria Hasil :
menimbulkan hipoksinia, aktivitas
dyspneu dan status nutrisi yangBerpartisipasi dalam aktivitas fisik
Dorong anal untuk
buruk selama sakit tanpa disertai peningkatan tekanan
mengungkapkan perasaan
darah, nadi dan RR
terhadap keterbatasan
Mampu melakukan aktivitas sehari
Intoleransi aktivitas b/d fatigue Kaji adanya factor yang
hari (ADLs) secara mandiri
menyebabkan kelelahan
Definisi : Ketidakcukupan energu
secara fisiologis maupun Monitor nutrisi dan sumbe
psikologis untuk meneruskan atau energi tangadekuat
menyelesaikan aktifitas yang
Monitor pasien akan adany
diminta atau aktifitas sehari hari.
kelelahan fisik dan emos
secara berlebihan

Batasan karakteristik : Monitor respon kardivaskuler


terhadap aktivitas
melaporkan secara verbal
adanya kelelahan atau kelemahan. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Respon abnormal dari tekanan
darah atau nadi terhadap aktifitas

Perubahan EKG yang Activity Therapy


menunjukkan aritmia atau
Kolaborasikan dengan Tenaga
iskemia
Rehabilitasi Medik
Adanya dyspneu atau dalammerencanakan progran
ketidaknyamanan saat terapi yang tepat.
beraktivitas.
Bantu klien untuk
Faktor factor yang berhubungan: mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
Tirah Baring atau imobilisasi
Bantu untuk memilih aktivita
Kelemahan menyeluruh
konsisten yangsesuai dengan
Ketidakseimbangan antara kemampuan fisik, psikolog
suplei oksigen dengan kebutuhan dan social

Gaya hidup yang Bantu untuk mengidentifikas


dipertahankan. dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan

Bantu untuk mendpatkan ala


bantuan aktivitas seperti kurs
roda, krek

Bantu untu mengidentifikas


aktivitas yang disukai

Bantu klien untuk membua


jadwal latihan diwaktu luang

Bantu pasien/keluarga untuk


mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas

Sediakan penguatan positif bag


yang aktif beraktivitas

Bantu pasien untuk


mengembangkan motivasi dir
dan penguatan

Monitor respon fisik, emoi


social dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Syamsir dan Hadibroto, Iwan. 2017. Gagal Ginjal. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama
Aziz, M. Farid, dkk. 2014. Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin
Penatalaksanaan kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal.
Baradero, Mary, dkk. 2015. Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2014. Rencana
Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Faiz, Omar dan Moffat, David. 2014. Anatomy at a Glance. Jakarta: Penerbit Erlangga
Ignatavicius, DD,. & Workman. L,. (2016). Medical surgical nursing, critical thinking
for collaborative care. Elsevier Saunders.
James, Joyce, dkk. 2018. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit
Erlangga
O’Callaghan, Chris. 2009. At A Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Smeltzer, S.S.B. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (Ed). (2009). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Edisi 4). Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan
Penyakit Dalam FKUI
Suwitra, Ketut. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai