Anda di halaman 1dari 8

Definisi

Hifema merupakan suatu kondisi dimana terdapat akumulasi darah di bilik mata depan. Hal ini
paling sering disebabkan oleh trauma tumpul kepada mata. Trauma ini akan menginduksi
robeknya pembuluh darah pada iris atau badan silier. Hifema dapat juga disebabkan oleh trauma
intraoperasi, pecahnya neovaskularisasi, adanya kanker, atau kelainan vaskuler lain.
Epidemiologi
Menurut satu studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema, terutama hifema
traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang populasi. Anak-anak dan remaja
usia 10-20 tahun memiliki persentase penderita terbanyak, yaitu sebesar 70%. Hifema lebih
sering terjadi pada pria dibandingkan wanita dengan perbandingan 3 : 1.
Etiologi
Hifema umumnya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata yang telah dijelaskan
sebelumnya. Trauma tumpul tersebut mengenai bagian bola mata yang terekspos ke dunia luar
tanpa perlindungan tulang orbita. Oleh karena itu, benda-benda yang cukup kecil seperti bola
kecil, paintball, batu kerikil, atau peluruairgun merupakan penyebab trauma tersering yang
dapat menimbulkan hifema. Akan tetapi, hal ini tidak menutupi kemungkinan objek yang lebih
besar dibandingkan tulang orbita untuk mengakibatkan trauma pada mata selama memiliki
elastisitas yang cukup untuk mengenai bagian yang terekspos tadi.
Sebagian kecil hifema terjadi oleh karena hal selain trauma tumpul tersebut diatas. Hifema dapat
terjadi sebagai komplikasi post-operasi intraokuli. Selain itu, dapat pula terjadihifema secara
spontan, yangbiasanya dapat disebabkan oleh pecahnya neovaskularisasi pada iris. Hifema
spontan karena neovaskularisasi ini dapat ditemukan pada pasien diabetes mellitus, sikatriks,
uveitis, dan neoplasma okular seperti retinoblastoma. Dapat juga terjadi hifema karena anomali
vaskuler dalam mata lain, seperti yang terjadi padajuvenile xanthogranuloma. Bahkan,
hifema idiopatik pun dapat terjadi tanpa penyebab jelas, meskipun hal ini sangat jarang.
Klasifikasi
Klasifikasi hifema dibedakan berdasarkan kepada onset perdarahannya, darah yang terlihat, serta
pengisian darah pada bilik mata depan. Berdasarkan onset perdarahan, hifema diklasifikasikan
menjadi :
1

1,3

Hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma


pada mata

Hifema sekunder terjadi 2-5 hari setelah trauma pada mata

Sementara itu, berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi :

Makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang


Mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan
mikroskop
Dan apabila dibagi berdasarkan pemenuhan darah di bilik mata depan, hifema dibagi menjadi :
1,4

Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan,


insidensi kasusnya 58%

Grade 2, darah mengisi 1/3 bilik mata depan, dengan


insidensi kasus 20%

Grade 3, darah mengisi kurang dari seluruh bilik mata depan,


insidensi kasusnya 14%

Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal


dengan total hyphema,blackball atau 8-ball hyphema, insidensi
kasusnya 8%
Umumnya grading inilah yang dijadikan salah satu patokan dalam menentukan tatalaksana
hifema. Pada sekitar 50% kasus, hifema masih berbentuk cairan sehingga membentuk air fluid
level, sementara 40% kasus membentuk clot dan menempel pada iris. Sisa 10% dari kasus
hifema membentuk clot berwarna gelap dan kontak dengan endotelium. Prognosis dari bentuk
hifema yang ketiga cenderung lebih buruk dibandingkan yang lainnya.
Metode lain untuk menentukan grade hifema adalah dengan mengukur (dalam millimeter) tinggi
darah dari limbus inferior (arah jam 6). Metode ini membantu memonitoring perkembangan
penyembuhan ataupun kemungkinan berulangnya perdarahan.
1

Grading Hifema
Patofisiologi
Hifemamerupakan akumulasi darah pada bilik mata depan, sehingga perlu diketahui terlebih
dahulu mengenai anatomi mata, terutama yang berkaitan dengan bilik mata depan, iris dan badan
silier untuk memahami secara lebih jelas mengenai hifema.
Bilik mata depan merupakan suatu ruangan yang berisikan humor aquos, berada di anterior
kornea dan posterior iris. Humor aquos yang mengisi bilik mata depan berasal dari epitel badan
silier yang memproduksinya. Humor aquos ini akan mengalir melalui bilik mata belakang,
melewati pupil, kemudian ke bilik mata depan. Dari sini, humor aquos kemudian akan masuk ke
sudut bilik mata depan, yaitu sudut yang dibentuk oleh jaringan korneosklera dengan pangkal
5

iris, dan memasuki trabecular meshwork menuju ke kanal schlemm. Dari sini humor aquos
dilanjutkan ke vena sklera dan episklera.
Iris sendiri diperdarahi oleh kompleks antara 2 arteri siliar posterior dan 7 arteri siliar anterior.
Arteri ini akan bergabung membentukgreater arterial circle of iris dan
kemudianmemperdarahi iris dan badan silier.
5

Perdarahan Iris dan Badan Siliar


Terdapat 2 mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya hifema. Mekanisme pertama adalah
mekanisme dimana kekuatan trauma menyebabkan kontusi sehingga terjadi robekan pada
pembuluh darah iris dan badan silier yang rentan rusak. Mekanisme kedua adalah trauma
tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler sesaat sehingga menyebabkan ruptur
pembuluh darah pada iris dan badan silier.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pembedahan juga dapat menyebabkan hifema baik
pada saat intraoperatif maupun postoperatif. Mekanisme terjadinya hifema karena pembedahan
dijelaskan sebagai berikut :
4

Perdarahan intraoperatif disebabkan oleh trauma pada badan


siliar atau iris. Dapat ditemukan pada iridektomi perifer, ekstraksi
katarak, siklodialisis dan prosedur filtrasi (iridektomi perifer laser
khususnya YAG laser).

Hifema pada postoperatif awal karena dilatasi mendadak dari


pembuluh darah uvea yang mengalami trauma dari spasme
sebelumnya, atau karena adanya perdarahan konjungtiva yang masuk
ke bilik mata depan karena adanya saluran baru postoperasi.

Perdarahan pada masa postoperatif lanjutan berasal dari


neovaskularisasi karena proses penyembuhan setelah insisi pada
korneasklera. Neovaskularisasi ini mudah rapuh karena trauma minor.
Erosi kronis pada iris juga dapat menjadi penyebab hifema.

Sementara itu, terjadinya hifema pada kasus tumor intraokular atau neovaskularisasiberkaitan
dengan kerapuhan pembuluh darah baru yang terbentuk karena iskemia yang memicu
peningkatan pembentukannya. Hifema pada kasus ini akan muncul secara spontan tanpa perlu
menunggu adanya trauma, karena pembuluh darah baru tersebut dapat pecah sewaktu-waktu
dengan iritasi minimal.
Tanda dan Gejala Penyerta
7

Seperti yang kita ketahui, bilik mata depan merupakan salah satu media refraksi pada mata. Oleh
karena itu, apabila terdapat darah pada bilik mata depan, refraksi cahay dari dunia luar akan
terganggu dan secara langusng ketajaman penglihatan seseorang pun akan menurun. Tingkat
penurunan ini tergantung pada banyaknya darah di dalam bola mata. Penurunan dapat bersifat
ringan hingga tingkat hand movementataupun light perception.
Adanya darah yang mengisi bilik mata depan dapat meningkatkan tekanan intraokular secara
langsung karena adanya peningkatan volume cairan di dalam bilik mata depan, sehingga
menyebabkan kondisi glaukoma sekunder. Mekanisme lain terjadinyaglaukoma sekunder adalah
karena adanya gumpalan darah, eritrosit, atau fibrin yang menempel pada trabecular
meshwork sehingga menghambat aliran masuk humor aquos ke dalam saluran
tersebut. Dapat juga terjadi trauma pada trabecular meshwork ini berkaitan dengan trauma
penyebab hifema sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokular akut. Gejala yang berkaitan
dengan peningkatan tekanan intraokular, seperti nyeri pada mata, nyeri kepala, atau fotofobia
juga dapat muncul.
Menurut suatu studi, peningkatan tekanan intraokular (TIO) lebih dari 21 mmHg terjadi pada
32% pasien dengan hifema. Tekanan yang tinggi ini juga memilikikterkaitangrade hifema yang
tinggi (3 atau 4). Pasien yang sebelumnya sudah memiliki faktor predisposisi glaukoma akan
semakin mudah mengalami glaukoma.
Pengamatan TIO sangat penting untuk menentukan langkah tatalaksana lanjutan. Selama fase
akut hifema, seringkali ditemukan peningkatan TIO yang disebabkan oleh mekanisme diatas.
Peningkatan TIO akut ini dapat diikuti oleh periode TIO normal ataupun di bawah normal
setelah 24 jam pertama kejadian hingga hari ke-6. Fenomena ini terjadi karena produksi humor
aquos yang berkurang dan adanya uveitis. Hal ini juga dapat meningkatkan kejadian perdarahan
sekunder. Seiring dengan pulihnya badan siliar, TIO akan kembali meningkat.
Terdapat beberapa kondisi tertentu pada hifema yang tidak akan menyebabkan peningkatan TIO
kedua, seperti pada hifema lebih dari 75% bilik mata depan. Pada kondisi ini, onset peningkatan
TIO terjadi bersamaan dengan kemunculan hifema dan akan bertahan sampai hifema mengalami
resolusi. Apabila terdapat segmen di bagian bilik mata depan yang tidak dapat diperbaiki atau
terbentuknya sinekia anterior perifer, atau peningkatan TIO yang terus berlanjut hingga melebihi
hari ke-6, pasien akan mengalami glaukoma.
Dapat pula ditemukan ghost cellpada glaukoma karena komplikasi hifema dengan perdarahan
vitreus, dengan peningkatan TIO yang bertahan sekitar 2 minggu sampai 3 bulan setelah
trauma. Ghost cellsmerupakan bentuk residu eritrosit yang kehilangan hemoglobin di vitreus
setelah terjadinya perdarahan.Hal ini disebabkanghost cellyang menghambat trabecular
meshwork.
Gejala penyerta lain yang dapat muncul pada hifema adalah kemunculan perdarahan sekunder.
Perdarahan sekunder mungkin disebabkan olehlisis dan retraksibekuan dan fibrin, yang berfungsi
sebagai penyumbat pembuluh darah yang mengalami ruptur di awal trauma. Perdarahan
sekunder ini dapatmemicu oleh peningkatan TIO dan pewarnaan kornea. Perdarahan sekunder
terjadi pada 25% dari seluruh pasien hifema, dengan insiden terjadinya perdarahan sekunder
yang lebih tinggi pada hifema grade 3 dan 4.
Perdarahan sekunder di bilik mata depan bisa dideteksi dengan melihat adanya peningkatan
jumlah darah secara nyata di bilik mata depan.Perdarahan sekunder umumnya terjadi pada
rentang waktu hari ke-2 hingga hari ke-7 setelah trauma, dengan kemungkinan tersering terjadi
pada hari ke-3 atau ke-4. Pada hifema grade 3 dan 4, dimana darah dari hifema berwarna gelap,
akan muncul darah berwarna cerah di bagian perifer, tersering pada hari ke-4 hingga ke-6. Akan
1,7

1,7

1,7

tetapi, hal ini belum tentu merupakan perdarahan sekunder dapat juga merupakan hasil dari
disolusi clotting awal.
Penegakkan Diagnosis
1 . Anamnesis
Pasien hifema umumnya akan datang dengan keluhan perdarahan atau adanya darah pada bagian
tengah mata. Keluhan tersebut dapat disertai dengan nyeri pada mata, gangguan penglihatan,dan
sensitif terhadap cahaya. Bila terdapat riwayat trauma, perlu ditanyakan mekanisme kejadian,
jenis objek yang mengenai mata, arah terjadinya benturan, dan penggunaan pelindung mata saat
kejadian. Riwayat penyakit mata perlu ditanyakan, terutama mengenai penyakit yang
memengaruhi tekanan intraokuler. Riwayat indakan embedahan atau laser pada mata juga harus
ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan hifema operatif. Riwayat penyakit lain seperti
diabetes, hemoglobinopati, atau sickle cell disease juga perlu untuk ditanyakan untuk
menentukan etiologi dan tatalaksana.
2. Pemeriksaan Fisis dan Pemeriksaan Oftamologis
Pemeriksaan oftamologis dilakukan secara menyeluruh, meliputi pemeriksaan visus, lapang
pandang, gerakan bola mata, mata bagian anterior dan posterior,serta TIO. Pemeriksaan dengan
gonioskopi tidak dianjurkan karena meningkatkan risiko perdarahan ulang. Pemeriksaan pada
mata bagian anterior diharapkan bisa memberikan assesment mengenai grading hifema.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan lebih untuk menemukan etiologi atau menyingkirkan
diagnosis banding. Yang akan dinilai meliputi kondisi mata bagian posterior, adneksamata, dan
orbita. Pemeriksaan yang umum dilakukan berupa ultrasonografi (USG) mata atau CT-scan
untuk melihat adanya tumor intraokuler. Dapat juga dilakukan angiografi pada iris untuk melihat
adanya neovaskularisasi meskipun sangat jarang dilakukan. Pemeriksaan laboratorium jarang
dilakukan, kecuali pemeriksaan darah untuk melihat adanyasickle cell disease.
4. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding yang dapat memberikan gambaran seperti hifemaadalah :
1

1,7,8

1,7,8

1,7

Herpes simpleks keratitis


Manifestasi sickle cell disesase
Komplikasi glaukoma
Xanthogranuloma juvenil
Komplikasi
Komplikasi dari hifema traumatik berkaitan erat dengan retensi darah di bilik mata depan.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain sinekia posterior, sinekia anterior perifer, pewarnaan
kornea (corneal bloodstaining), dan atrofi optik.Komplikasi lainnya melibatkan kerusakan
segmen posterior seperti ruptur koroid, ablasio retino, perdarahan vitreus, dan dialisis zonular.
1. Sinekia Posterior
Sinekia posterior atau adhesi iris terhadap lensadapat terjadi pada pasien dengan hifema
traumatik karena efek dari terjadinya iritis atau iridosiklitis. Akan tetapi, komplikasi ini jarang
terjadi pada pasien yang mendapat tatalaksana dengan baik. Sinekia posterior lebih banyak
terjadi pada pasien hifema yang menjalani evakuasi lewat pembedahan.
2. Sinekia Anterior Perifer
Sinekia anterior perifer, dimana iris menempel ke kornea, sering terjadi pada pasien dengan
hifema yang menetap pada periode yang panjang, biasanya mencapai 9 hari atau lebih. Hal ini
disebabkanoleh adanya iritis kronik akibat trauma awal atau adanya iritis kimiawikarena adanya
1

darah di bilik mata depan. Kemungkinan penyebab lainnya adalah adanya bekuan di sudut bilik
yang mengakibatkan fibrosis trabecular meshwork sehingga menutup sudut tersebut.
3. Pewarnaan Kornea (Corneal Bloodstaining)
Pewarnaan kornea/corneal bloodstaining/hemosiderosis korneaterutama terjadi pada pasien
dengan hifema total dan terkait pula dengan peningkatan TIO. Kemungkinan kemunculan
komplikasi ini berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi integritas endotel seperti :
1

Kondisi endotel kornea awal


Trauma bedah pada endotel
Banyaknya bekuan yang mengalami kontak dengan endotel
Peningkatan TIO berkepanjangan
Pewarnaan kornea lebih sering terjadi pada pasien dengan hifema total yang bertahan selama
minimal 6 hari berturut-turut, diikuti dengan peningkatan TIO lebih dari 25mmHg. Komplikasi
ini lebih jarang terjadi pada hifema sebagian ataupun hifema dengan TIO normal, meskipun
masih dapat terjadi pada kondisi hifema pada pasien dengan kerusakan endotel.
Proses penyembuhan pewarnaan kornea membutuhkan waktu beberapa bulan. Secara umum,
pewarnaan kornea dimulai dari sentral dan kemudian menyebar ke bagian perifer endotel kornea.
Proses resolusi dari komplikasi ini merupakan kebalikan dari proses inisiasi. Resolusi akan
dimulai dari bagian perifer kemudian menuju ke tengah.
1

corneal blood staining


Atrofi optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan TIO, baik akut maupun kronik. Atrofi optik
nonglaukomatosa yang terjadi pada pasien hifema dapat disebabkan oleh trauma inisial ataupun
periode transien dari peningkatan TIO.
1

Tatalaksana Hifema

Hifema biasanya akan mengalami penyerapan secara spontan. Umumnya hal ini terjadi setelah
5-7 hari dari awal trauma. Oleh karena itu, tatalaksana hifema pada awal lebih menitikberatkan
kepada elevasi kepala,bed rest dengan rawat inap, patching, dan monitoring peningkatan
TIO serta adanya perdarahan sekunder. Dibawah akan dijelaskan secara lebih lanjut mengenai
hal tersebut.
1. Terapi Medikamentosa
Meskipun pada hifema Tujuan pemberian obat-obatan pada pasien hifema adalah untuk :
9

1,3

Mengurangi angka perdarahan ulang


Menghilangkan hifema
Menangani lesi jaringan terkait
Mengurangi gejala sekunder dari hifema

Tatalaksana secaramedikamentosameliputi :
1,3,7

Sikloplegik/midriatik untuk mengurangi rasa sakit dan risiko


terjadinya sinekia posterior. Pemberian sikloplegik dapat
menstabilkan blood-aqueous barrier, meningkatkan kenyamanan
pasien, dan memfasilitasi evaluasi segmen posterior. Tetapi ternyata
atropin topikal tidak memiliki efek menguntungkan dalam mengurangi
kejadian perdarahan ulang, resorpsi darah, atau perbaikan visus.
Analgesik bila perlu, berupa asetaminophen atau codein,
bergantung pada tingkatnyeri yang dirasakan pasien
Kortikosteroid topical untuk mengurangi inflamasi dan mencegah
iritis/iridosiklitis
Agen antifibrinolitik seperti asam aminokaproattopical dan/atau
oral serta asam traneksamat oral untuk mengurangi risiko perdarahan
ulang. Dosis untuk asam aminokaproat adalah 50 mg/kgBB setiap 4
jam, maksimal 30 gram/hari selama 5 hari. Dosis untuk asam
traneksamat adalah 25 mg/kgBB, 3 kali sehari selama 6 hari.
Kontraindikasi pada gangguan clotting intravaskuler dan kehamilan.
Tissueplasminogen activator untuk fibrinolisis clotting yang
stagnan. Dosis tPA adalah 10 mikrogram, diberikan injeksi intrakamera.
Terapi antiglaukoma jika dibutuhkan, seperti dengan pemberian
asetazolamid atau beta-blocker seperti timolol.
2. Terapi Non-medikamentosa
Selain dari elevasi kepala 30-45 untuk membantu proses penyerapan darah, sesungguhnya
secarau mumbed rest, rawat inap, dan patching tidak perlu dilakukan. Namun jika hifema
terjadi pada pasien yang tidak kooperatif, pada penderita sickle cell disease, atau terjadi
perdarahan ulang, terapi-terapi non-medikamentosa di atas perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi berikut. Monitoring TIO, pewarnaan kornea, dan perdarahan sekunder
perlu dilakukan secara berkala untuk mengetahui kemunculan komplikasi dan pemberian
penatalaksanaan sesuai.
3. TatalaksanaOperatif
Indikasi untuk melakukan operasi pada pasien hifema adalah :
0

1,3,7

Absorpsi darah secara spontan terlalu lambat


Terdapat kelainan penggumpalan darah yang dapat menjadi
resiko perdarahan sekunder, seperti hemoglobinopati atau sickle cell
disease.

Peningkatan TIO tidak bisa diatasi dengan obat-obatan (>35


mmHg selama 7 hariatau>50 mmHg selama 5 hari) dan adanya
kemungkinan corneal blood staining.

Pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan parasentesis. Langkahnya adalah dengan
membuat insisi pada korneasepanjang 2 cm dari limbus kea rah kornea sejajar permukaan
iris.Kemudian dilakukan penekanan pada bibir luka sehingga koagulum/darah pada bilik mata
depan keluar. Bila tetap tidak keluar maka dapat dibilas/dilakukan irigasi dengan garam
fisiologis. Luka insisi ini tidak perlu dijahit.
5

Prognosis
Prognosis visus akhir pasien dengan hifema bergantung kepada tiga faktor utama, yaitu
kerusakan organ mata lain, apakah terjadi perdarahan sekunder, serta apakah terjadi komplikasi
layaknya glaukoma. Lebihdari 75% pasien dengan hifema memiliki visus akhir>20/40. Besar
hifema tidak memengaruhi prognosis hifema. Perdarahan berulang sering dihubungkan dengan
terjadinya peningkatan tekanan intraokuler, blood staining, indikasioperasi, dan visus akhir
yang buruk. Namun, sebenarnya penurunan visus pada pasien hifema lebih dipengaruhi oleh
kerusakan segmen posterior (terutama retina) dibanding gangguan pada segmen anterior.
1

1,7

Preventif

Trauma kecelakaan pada mata dapat dicegah dengan menggunakan peralatan pelindung mata
seperti googles. Walaupun trauma akibat pembedahan jarang terjadi, pencegahan dengan
menggunakan acetazolamid intravena dan manitol perlu dilakukan apabila terdapat peningkatan
TIO atau pasien dengan anestesia umum. Hal ini diharapkan bisa mencegah hifema intra dan
post-operatif. Untuk menghindari kemungkinan perdarahan ulang, perlu diberikan pengobatan
antifibrinolitik dan steroid sistemik pada kasus-kasus tertentu.
1,7

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Sheppard JD. Hyphema. Diakses dari


http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview pada
tanggal 14 Januari 2013 pukul 16.00
Anonim. Traumatic hyphema. Diakses dari
http://www.uptodate.com/contents/traumatic-hyphema-epidemiologyanatomy-and-pathophysiology pada tanggal 14 Januari 2013 pukul
19.00.
Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophtalmology.
17th ed. USA : McGraw-Hill. [e-book]
Anonim. Hyphema. Diakses dari
http://cms.revoptom.com/handbook/sect4f.htmpada tanggal 14 Januari
2013 pukul 20.00.
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Ed.4. 2012. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hal.268-269.
Swenson R. Basic human anatomy. Diakses dari
http://www.dartmouth.edu/~humananatomy/figures/chapter_46/4610.HTM pada tanggal 14 Januari 2013 pukul 20.30.
Irak-Dersu I. Hyphema glaucoma. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1206635-overviewpada tanggal
14 Januari 2013 pukul 21.00.
Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan dasar mata. 2011.
Jakarta : Badan Penerbit FKUI. Halaman 99-107.
I Sidarta et al. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan
mahasiswa kedokteran. Ed.2. 2012. Jakarta : Sagung Seto. Hal. 266.

Anda mungkin juga menyukai