Oleh :
Riska Handayani (1611011004)
Faik Nuris Syamsiah (1611011008)
Balqis Rahmania Surya (1611011009)
Intan Faratiti Dewi W (1611011011)
Kanza Al Qorina Imami (1611011012)
Okta Savira Devi N (1611011017)
Mohammat Gafur (1611011018)
Gladys Tiara S (1611011024)
Nunik Nurhidayatul M (1611011026)
Lubbul Fuad A F (1611011028)
Rani Desvin Veronica (1611011032)
Nuril Lailia (1611011035)
Ahmad Gufron (1611011036)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul ini “Aplikasi Keperawatan
Transkultural dalam Berbagai Masalah Kesehatan Pasien Perspektif Keperawatan
Trans-Budaya : Budaya Tradisional Masyarakat dan Perawat Terhadap Penyakit
Kusta dengan Pendekatan Model Keperawatan Transkultural di Kabupaten
Tuban”. Untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu
Psikososial dan Budaya Ns. Resti Utami, M.Kep. Meskipun banyak hambatan yang
penulis alami dalam proses pengerjaannya, tetapi penulis berhasil menyelesaikan
Makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih
kepada dosen pembimbing mata kuliah Epidemiologi yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan Makalah yang disusun. Serta rekan-rekan mahasiswa
yang telah membantu mendukung terselesainya Makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam membuat Makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya Makalah ini. Penulis berharap semoga
Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Desember , 2018
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Atas dasar hal tersebut diatas maka perlu diteliti mengenai faktor-faktor
yang melatarbelakangi penderita terhadap stigma penyakit kusta. Secara umum
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang
melatarbelakangi persepsi penderita kusta terhadap stigma penyakit kusta. Rasa
takut yang berlebihan terhadap penyakit kusta (leprophobia) dan pengertian
yang keliru terhadap penyakit kusta juga akan memperberat penemuan dan
penyembuhan penderita penyakit kusta. Hambatan lainnya yaitu masih
banyaknya permasalahan kesehatan, serta dana dari pemerintah untuk
pemberantasan penyakit kusta juga sangat terbatas karena banyaknya
permasalahan kesehatan dengan prioritas tinggi di bidang kesehatan (Depkes
RI, 2007).
1.2 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus
dibiasakan dengan belajar, beserta keselurahan hasil budi dan karyanya dan
sebuah rencana untuk melakukan kegiatan tertentu (Leininger, 1991).
Menurut konsep budaya Leininger (1978, 1984), karakteristik budaya dapat
digambarkan sebagai berikut : (1) Budaya adalah pengalaman yang bersifat
universal sehingga tidak ada dua budaya yang sama persis, (2) budaya yang
bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya tersebut diturunkan
kepada generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan, (3) budaya
diisi dan ditentukan oleh kehidupan manusianya sendiri tanpa disadari.
b) Nilai budaya
Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu
tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan.
c) Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan
Bentuk yang optimal daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada
kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk
memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu,
kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari
individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger,
1985).
d) Etnosentris
Persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya
adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
e) Etnik
Seperangkat kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu
(kelompok etnik). Sekelompok etnik adalah sekumpulan individu yang
mempunyai budaya dan sosial yang unik serta menurunkannya ke generasi
berikutnya (Handerson, 1981).
4
f) Ras
Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal
muasal manusia Ras merupakan sistem pengklasifikasian manusia
berdasarkan karakteristik fisik pigmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah,
bulu pada tubuh dan bentuk kepala. Ada tiga jenis ras yang umumnya
dikenal, yaitu Kaukasoid, Negroid, Mongoloid. Budaya adalah keyakinan
dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan manusia kepada generasi
berikutnya (Taylor, 1989).
g) Etnografi
Ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian
etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang
tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi
untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan
timbal balik diantara keduanya.
h) Care
Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan
kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
i) Caring
Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan
mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata
atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
j) Cultural Care
Berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui
nilai,kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing,
mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok
untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup,
hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
5
k) Culturtal imposition
Berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan
kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya
bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.
6
pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir
tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.
Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat
yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti
struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan
simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan
individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup,
bahasa dan atribut yang digunakan.
4) Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar
belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan
individu sesuai dengan budaya klien.
7
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien
tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini
2) Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical
factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat
realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang
sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama
yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap,
nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status,
tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan
klien dengan kepala keluarga.
4) Faktor Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life
ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya
adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada
penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan
kebiasaan membersihkan diri.
8
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal
factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu
dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan
dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
6) Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga.
7) Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-
bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien,
jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif
mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
a) jangan menggunakan asumsi
b) jangan membuat streotip bisa terjadi konflik misal: orang padang
pelit, orang jawa halus
c) menerima dan memahami metode komunikasi
d) menghargai perbedaan individual
e) mengahargai kebutuhan personal dari setiap individu
9
f) tidak beleh membeda-bedakan keyakinan klien
g) menyediakn ptivacy terkait kebutuhan pribadi
10
proses melahirkan dan perawatan bayi
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan
klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan
perawat
b) Cultual care repartening reconstruction / Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya
Klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang
dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik
c) Cultual care repartening reconstruction / Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya
Klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang
dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
11
Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-
masing melalui proses akulturasi , yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya
budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien
maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik
antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya
klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan
perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
2.4.4 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan
terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang
sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai
dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin
sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui
evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar
belakang budaya klien.
12
TELAAH JURNAL
PADA KASUS PERSPEKTIFKEPERAWATAN TRANS-BUDAYA:
BUDAYA TRADISIONAL MASYARAKAT DAN PERAWAT TERHADAP
PENYAKIT KUSTA DENGAN PENDEKATAN MODEL
KEPERAWATAN TRANSKULTURAL DI KABUPATEN TUBAN
A. Penyakit Kusta
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang
menimbulkan berbagai masalah yang sangat kompleks, bukan hanya dari
segi medis saja tetapi juga dari segi mental dan sosial bagi penderitanya.
.Kecacatan yang ditimbulkan sebagai akibat lanjut dari penyakit kusta akan
membawa dampak sosial yang negatif terhadap penderita maupun
masyarakat, sehingga leprophobia akan sulit dihilangkan. Leprophobia
adalah rasa takut yang berlebihan terhadap kusta. Leprophobia masih tetap
ada dalam seluruh lapisan masyarakat karena dipengaruhi oleh segi agama,
sosial, budaya dan dihantui kepercayaan tahayul.
B. Deskripsi Singkat Kabupaten Tuban
Upaya penanggulangan penyakit kusta di Kabupaten Tuban telah
dilaksanakan sejak tahun 1991 dengan pencarian penderita secara pasif dan
aktif.Sarana pelayanan kesehatan sebanyak 32 Puskesmas induk dan 52
Puskesmas pembantu. Jumlah puskesmas dengan penderita kusta (tahun
2002) yakni 32 Puskesmas. Sementara itu jumlah petugas belum dilatih
60 % dan jumlah petugas yang terlatih baru mencapai 40 %.
C. Tinjuan Proses Keperawatan Transbudaya Penyakit Kusta
Berdasarkan analisis dengan pendekatan keperawatan transbudaya
penyakit kusta di Tuban ditemukan data-data sebagai berikut:
1. Culture Care
Keyakinan masyarakat terhadap penderita penyakit kusta di daerah
Tuban masih tradisional. Artinya, mereka menganggap bahwa penyakit
kusta merupakan penyakit yang ditimbulkan akibat hubungan suami
isteri yang dalam keadaan menstruasi, dianggap penyakit kotor dan
menjijikkan atau akibat kutukan.
13
2. World View
Kabupaten Tuban merupakan daerah kantong penyakit kusta di
Propinsi Jawa Timur (high prevalence) dengan jumlah penderita baru
setiap tahun rata-rata 300 orang. Wilayah geografi Kabupaten Tuban
berupa dataran dan pegunungan dengan luas wilayah + 13.648 km².
Jumlah Penduduk 1.084.024 jiwa serta mata pencaharian penduduk
penduduk sebagian besar sebagai petani, buruh, dan pegawai.
3. Culture and Social Structure Dimention
Dalam pandangan (stigma) masyarakat Tuban penyakit kusta
merupakan penyakit yang disebabkan oleh kutukan Tuhan.
4. Generic Care System
Anggota masyarakat yang menderita penyakit kusta akan mendapat
tekanan sosial berupa dijauhi (dikucilkan), memagari halaman
penderita bahkan sampai mengusir penderita keluar dari desanya.
5. Profesional system
Petugas Puskesmas berusaha dengan keras untuk menemukan kasus
baru dan merawat penderita lama dengan cara mengirimkan obat ke
rumah penderita. Tetapi ada fenomena bahwa tidak semua petugas
terlibat dalam memberikan perawatan kepada penderita kusta. Mereka
beranggapan bahwa hanya petugas yang memiliki program kusta saja
yang bertanggung jawab. Dengan minimnya sumber daya perawat
maka usaha untuk memberikan pendidikan dan health promotion
menjadi terhambat.
6. Culture Care Preservation
Petugas merahasiakan identitas penderita kusta dengan tujuan
melindungi penderita dari kecaman masyarakat dan tidak dikucilkan
masyarakat. Disamping itu juga bermaksud untuk menjaga perasaan
penderita kusta.
7. Culture Care Acomodation
Teknik negosiasi yang dilakukan oleh petugas penanggung jawab
program kusta dengan cara mendatangi rumah penderita, selanjutnya
berdiskusi dan menganjurkan penderita atau keluarga untuk datang ke
14
Puskesmas guna melakukan pemeriksaan, penyuluhan, dan
pengobatan. Kenyataannya mayoritas penderita kusta tidak mau datang
ke Puskesmas.
8. Cultural Care Repattering.
Pada akhirnya petugas tetap melakukan kebiasaan yang lama yaitu
dengan mendatangi rumah penderita kusta. Hal inilah yang menjadikan
kendala bagi perawat pemegang program untuk menjalankan tugasnya
karena sedikitnya tenaga dan kondisi geografis.
9. Culture Congruent / Nursing Care
Belum terdapatnya suatu wadah (peer groups) untuk penderita kusta di
daerah Tuban. Sehingga penderita masih sendiri-sendiri dalam
menghadapi masalahnya.
Berikut ini disajikan beberapa faktor yang terkait dengan
penyakit kusta di Tuban dengan pendekatan keperawatan transbudaya.
1. Faktor Teknologi (Technological Factors)
Penderita sudah memanfaatkan fasilitas Puskesmas lengkap
dengan petugas dan obat yang telah disediakan secara gratis.
Namun demikian masih ada kendala pemanfaatan fasilitas berupa:
a. Persepsi penderita terhadap penyakitnya merupakan menyakit
yang memalukan.
b. Stigma negatif masyarakat terhadap penderita kusta.
c. Penderita tidak merasakan penyakitnya dan baru berobat ketika
panyakitnya sudah pada tahap lanjut.
d. Pengobatan alternatif masih menjadi kebiasaan penderita kusta
dengan pergi ke dukun.
15
tidak bisa disembuhkan dan mereka hanya bisa pasrah dan
menerima keadaan.
3. Faktor sosial dan keterikatan kekeluargaan (Kinship & Social
Factors)
Anggota masyarakat yang menderita penyakit kusta akan
mendapat tekanan sosial dari lingkungannya berupa dijauhi
(dikucilkan), memagari halaman penderita bahkan sampai
mengusir penderita keluar dari desanya.
4. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural values &
Lifeways)
Sebagian besar petugas kesehatan mengalami lepropobi terhadap
penyakit kusta, karena mereka merasa jijik dan takut tertular. Hal
ini disebabkan oleh karena penderita kusta baru ditemukan sudah
dalam keadaan cacat. Selain itu pengetahuan petugas kesehatan
sendiri untuk mengenal gejala dan deteksi dini masih sangat
kurang. Tetapi ada fenomena bahwa tidak semua petugas terlibat
dalam memberikan perawatan kepada penderita kusta. Mereka
beranggapan bahwa hanya petugas yang memiliki program kusta
saja yang bertanggung jawab.
5. Faktor kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku
(Political and Legal Factors)
Pemerintah telah berusaha untuk memberantas penyakit kusta
dengan mencanangkan bahwa penderita kusta di tahun 2005 akan
dieliminasi. Artinya tidak ditemukan kasus baru dengan prevalensi
kurang dari 1 promil. Pemerintah telah mengalokasikan dana untuk
program pemberantasan penyakit kusta dengan memberikan
pengobatan gratis dan kegiatan health promotion.
6. Faktor ekonomi (economical factors)
Dengan adanya program dari pemerintah berupa pengobatan gratis
sebenarnya tidak memberatkan bagi penderita. Tetapi karena
adanya persepsi dan stigma masyarakat yang masih negatif, maka
banyak kendala yang ditemukan untuk mengatasi masalah ini.
16
Sebagian penderita berada dalam kategori golongan ekonomi
bawah, mata pencaharian sebagian besar petani dan buruh.
7. Faktor pendidikan (educational factors)
Proporsi tingkat pendidikan sebagai berikut; SD ( 34,82%), SMP
( 32,76%), dan yang buta huruf sebesar 1,76%.
17
prioritas karena karakteristik masyarakat Tuban yang religius dan
sangat menghormat figur ulama.
3. Cultural care repartterning/restructuring
Nilai-nilai budaya dimasyarakat, penderita, dan petugas yang
menghambat dan menimbulkan keyakinan kesehatan yang
tradisional diupayakan untuk dirubah dengan memperbanyak
informasi yang terkait dengan penyakit kusta. Pemberdayaan
penderita kusta di lingkungan masyarakat dioptimalkan dengan
melibatkan penderita dalam kegiatan-kegiatan sosial. Restruktur
juga diperlukan dalam kaitannya dengan strategi program yang
terkesan masih kurang kompak antara petugas kesehatan.
Diperlukan adanya kebijakan dari pemerintah dinas kesehatan
setempat untuk memberdayakan petugas yang lain. Hal ini dapat
diwujudkan dengan melakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan
tentang penyakit kusta bagi petugas kesehatan.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
19
DAFTAR PUSTAKA
Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd
Ed, Philadelphia, JB Lippincot Company
Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transcultural Nursing : Assessment and
Intervention, 2nd Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc
20
21