Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria adalah suatu penyakit menular yang ditularkan oleh nyamuk

Anopheles betina, menyerang manusia di seluruh negara dunia. Penyakit malaria

sudah diketahui sejak zaman Yunani, namun penyebabnya baru diketahui pada tahun

1880 oleh Laveran. Ia melihat ada sesuatu yang berbentuk pisang dalam darah

penderita malaria. Penemuan lebih dimaksimalkan hasilnya oleh Ross pada tahun

1897, bahwa malaria ditularkan oleh nyamuk-nyamuk yang hidup di rawa-rawa.

Malaria merupakan salah satu penyakit yang tidak pernah hilang (emerging)

yang menunjukkan kecenderungan meningkatnya kasus di beberapa negara. Kejadian

Luar Biasa (KLB) malaria terjadi hampir di tiap benua dan telah meningkatkan tidak

hanya gangguan kesehatan masyarakat tetapi menimbulkan kematian, menurunnya

produktifitas kerja, dan dampak ekonomi lainnya termasuk menurunnya pariwisata.

Peningkatan penularan malaria sangat terkait dengan iklim baik musim hujan

maupun musim kemarau dan pengaruhnya bersifat lokal spesifik. Pergantian musim

akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap vektor pembawa

penyakit. Pergantian global iklim yang terdiri dari temperatur, kelembaban, curah

hujan, cahaya dan pola tiupan angin mempunyai dampak langsung pada reproduksi

vektor, perkembangannya longevity dan perkembangan parasit dalam tubuh vektor.

Sedangkan dampak tidak langsung karena pergantian vegetasi dan pola tanam

pertanian yang dapat mempengaruhi kepadatan populasi vektor.

Berdasarkan laporan WHO (2000), terdapat lebih dari 2400 juta penduduk

atau 40% penduduk dunia tinggal di daerah endemis malaria. Sementara, prevalensi

penyakit malaria di seluruh dunia diperkirakan antara 300 - 500 juta penduduk setiap

tahun. Dari 300 - 500 juta kasus klinis malaria di dunia, terdapat sekitar 3 juta kasus

1
malaria berat (malaria komplikasi) dan kematian akibat malaria. Kasus paling banyak

disebabkan oleh Plasmodium falciparum, yang menyebabkan angka kesakitan dan

kematian tinggi dan memberi kerugian sosio-ekonomi yang tak terhingga bagi

banyak manusia di dunia.

Kebijakan pembasmian malaria di Indonesia sejak tahun 1959 dilakukan

dengan mendapatkan bantuan dari WHO dan USAID (United State of America Indonesia

Development). Program pembasmian malaria yang diselenggarakan disebut Malaria

Eradication Prorgam (MEP). Pada tahun 1962 dilakukan pencanangan program yang

disebut KOPEM (Komando Operasi Pembasmian Malaria). Dengan keberhasilan

yang dicapai maka upaya dan strategi pembasmian malaria lebih ditekankan pada

kegiatan yang bersifat pembasmian terhadap malaria. Pada tahun 1968 KOPEM

secara resmi dihapuskan, selanjutnya metode penanggulangan diubah menjadi

Program Pemberantasan Malaria (Malaria Control Program).

Angka kesakitan malaria sejak 4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Di

Jawa dan Bali dari 0,12 per 1000 penduduk pada tahun 1977 menjadi 0,52 per 1000

penduduk pada tahun 1999 dan 0,62 per 1000 penduduk pada tahun 2001 dan 0,47

kasus per 1.000 penduduk pada tahun 2002. Di luar Jawa dan Bali dari 16,0 per

1000 penduduk pada tahun 1997 menjadi 25,0 per 1000 penduduk pada tahun 1999

dan 26,2 per 1000 penduduk tahun 2001 dan 19,65 kasus per 1.000 penduduk pada

tahun 2002.

Pada tahun 1997, 20 provinsi di luar Jawa-Bali mempunyai angka API

(Annual Parasite Incidence) berkisar antara 2,43-118.76 per mil (rata-rata 10.06

per mil). Provinsi dengan API >10 per mil adalah Jambi, Sumatera Selatan,

Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara

Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua. Provinsi Nusa Tenggara Timur dan

Papua mempunyai insiden malaria tertinggi (masing-masing 82,37 dan 118,76 per

2
mil).

Sejak tahun 2000 upaya pemberantasan malaria telah dapat menurunkan

angka kejadian (insidens) malaria dari 0,81 per 1.000 penduduk pada tahun 2000

menjadi 0,47 per 1.000 penduduk untuk Jawa-Bali. Sedangkan di luar Jawa-Bali

insidens malaria telah turun dari 31,09 per 1.000 penduduk pada tahun 2000 menjadi

22,3 per 1.000 penduduk pada tahun 2002. Meskipun insidens malaria menurun,

tetapi masih terjadi KLB malaria pada 7 provinsi yang menyerang 35 desa dengan

korban meninggal dunia sebesar 211 orang. KLB terjadi pada daerah yang terjadi

konflik, daerah yang terjadi bencana alam terutama di luar Jawa-Bali dan di daerah

fokus/malaria refrakter di Jawa- Bali.

Di Sulawesi Tengah kasus Malaria pada tahun 2019 berjumlah 179 kasus

( API = 0,04 /1000 pddk). Pada tahun 2020 berjumlah 238 kasus (API= 0,07/1000

pddk), tahun 2021 berjumlah 38 kasus (API= 0.02/1000 pddk). Di Sulawesi Tengah

dari 13 Kabupaten/Kota, ada 6 kabupaten/kota Eliminasi Malaria diantaranya Kota

Palu eliminasi tahun 2014, Kabupaten Buol dan Kabupaten Sigi eliminasi tahun

2017, Kabupaten Banggai eliminasi tahun 2018, Kabupaten Toli toli eliminasi tahun

2019 dan Kabupaten Banggai Laut eliminasi Malaria tahun 2020.

Di Kabupaten Tojo Una Una kasus Malaria pada tahun 2017 berjumlah 103

kasus (API = 0,9/1000 pddk), tahun 2018 penderita Malaria berjumlah 64 kasus (API

= 0,6/1000 pddk), tahun 2019 kasus positif Malaria berjumlah 8 kasus (API =

0,05/1000 pddk), tahun 2020 kasus positif malaria berjumlah 84 kasus (API =

0,5/1000 pddk) dan pada tahun 2021 kasus positif malaria berjumlah 11 kasus (API =

0,07/1000 pddk). (Sumber dari : Data Malaria Dinas Kesehatan Kab. Tojo Una Una).

Kasus Malaria di puskemas Marowo pada tahun 2017 sd tahun 2020 tidak

ditemukan kasus Malaria, tahun 2021 ditemukan 1 kasus Malaria, tahun 2022 dari bulan

Januari s.d Juli terjadi peningkatan kasus berjumlah 26 kasus dengan 2 kematian yang

3
tersebar di beberapa desa yang ada diwilayah kerja puskesmas Marowo.

Kasus malaria di wilayah puskesmas marowo masih mengalami peningkatan dan

belum pernah dilakukan penelitian terkait faktor yang mempengaruhi kejadian Malaria di

daerah tersebut. Hal tersebut menjadikan peneliti ingin mengetahui faktor – faktor yang

berhubungan dengan kejadian Malaria di wilayah kerja Puskesmas Marowo Tahun 2022.

B. Perumusan Masalah

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kasus malaria di wilayah

kerja puskesmas Marowo Kecamatan Ulubongka Kabupaten Tojo Una Una Tahun

2022

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kasus

malaria di wilayah kerja puskesmas Marowo Kecamatan Ulubongka Kabupaten

Tojo Una Una Tahun 2022

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan penggunaan alat pencegahan gigitan nyamuk

dengan kejadian malaria.

b. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan keluar rumah dengan kejadian

malaria

c. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan kejadian malaria

d. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan dengan kejadian malaria

D. Manfaat Penelitian

a. Instansi Pemerintah

Memberikan informasi berharga bagi Kementerian Kesehatan RI, Dinas

Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten dan Puskesmas bagi pelaksanaan

pencegahan dan penanggulangan untuk menanggulangi masalah penyakit

4
diwilayahnya.

b. Masyarakat

Memberikan informasi berharga bagi masyarakat dalam upaya pencegahan

dan penanggulangan penyakit Malaria di wiayahnya

c. Manfaat bagi peneliti

Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang

epidemiologi kesehatan yang dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya dan

Dapat menambah wawasan dan pengalaman bagi penulis dalam mengaplikasikan

ilmunya di masyarakat.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Malaria

Malaria adalah kata yang berasal dari bahasa Italia, yang artinya mal : buruk dan

area : udara, jadi secara harfiah berarti penyakit yang sering timbul di daerah dengan

udara buruk akibat dari lingkungan yang buruk. Selain itu, juga bisa diartikan sebagai

suatu penyakit infeksi dengan gejala demam berkala yang disebabkan oleh parasit

Plasmodium (Protozoa) dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Terdapat banyak

istilah untuk malaria yaitu paludisme, demam intermitens, demam Roma, demam

Chagres, demam rawa, demam tropik, demam pantai dan ague. Dalam sejarah tahun 1938

pada Countess d’El Chincon, istri Viceroy dari Peru, telah disembuhkan dari malaria

dengan kulit pohon kina, sehingga nama quinine digantikan dengan cinchona.

B. Penyebab Malaria

1. Jenis Parasit

a. Malaria Falsiparum (malaria tropika)

Disebabkan oleh infeksi Plasmodium falciparum. Gejala demam timbul

intermiten dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi malaria

berat yang menyebabkan kematian.

b. Malaria Vivaks (malaria tersiana)

Disebabkan oleh infeksi Plasmodium vivax. Gejala demam berulang dengan

interval bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria berat yang

disebabkan oleh Plasmodium vivax.

c. Malaria Ovale

Disebabkan oleh infeksi Plasmodium ovale. Manifestasi klinis biasanya bersifat

ringan. Pola demam seperti pada malaria vivaks.

6
d. Malaria Malariae (malaria kuartana)

Disebabkan oleh infeksi Plasmodium malariae. Gejala demam berulang dengan

interval bebas demam 3 hari.

e. Malaria Knowlesi

Disebabkan oleh infeksi Plasmodium knowlesi. Gejala demam menyerupai

malaria falsiparum.

2. Siklus hidup

Gambar 1. Siklus hidup plasmodium


Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus

seksual) yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang

terdapat pada manusia. Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk

mengisap darah manusia yang terinfeksi malaria yang mengandung plasmodium

pada stadium gametosit (8). Setelah itu gametosit akan membelah menjadi

mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina) (9). Keduanya mengadakan

fertilisasi menghasilkan ookinet (10). Ookinet masuk ke lambung nyamuk

7
membentuk ookista (11). Ookista ini akan 12 membentuk ribuan sprozoit yang

nantinya akan pecah (12) dan sprozoit keluar dari ookista. Sporozoit ini akan

menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya di kelenjar ludah nyamuk. Dengan

ini siklus sporogoni telah selesai. Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus

eksoeritrositik dan siklus eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia

sehat. Sporozoit akan masuk kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk

(1). Sporozoit akan mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel

hati (2) dan akan matang menjadi skizon (3). Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik.

Pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae hanya mempunyai satu

siklus eksoeritrositik, sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale

mempunyai bentuk hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat

berulang. Selanjutnya, skizon akan pecah (4) mengeluarkan merozoit (5) yang akan

masuk ke aliran darah sehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus

eritrositik. Merozoit tersebut akan berubah morfologi menjadi tropozoit belum

matang lalu matang dan membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit

lagi (6). Diantara bentuk tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit (7) dan

gametosit inilah yang nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya

akan berulang-ulang terus. Gametosit tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan

klinik pada 13 penderita malaria, sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan

malaria tanpa diketahui (karier malaria).

C. Diagnosis, treatment dan pencegahan

Pengobatan yang dilakukan berupa pengobatan klinis, diberikan kepada penderita

dengan gejala klinis malaria dan pengobatan radikal dengan menggunakan Fansidar dan

Primaquin diberikan kepada penderita malaria tropica (Plasmodium falcifarum) dan

setelah satu minggu dilakukan pengambilan sediaan darah ulang untuk memastikan

keberadaan plasmodium didalam darah.

8
Mass Fever Survey (MFS) adalah melakukan pencarian penderita dengan gejala

klinis secara massal dengan pengambilan (SD) sebagai konfirmasi penderita, sedangkan

Mass Drug Administration (MSA) adalah pemberian obat secara massal pada suatu

lingkungan tertentu yang mengalami wabah.

Pemberantasan nyamuk meliputi Pemberantasan tempat perindukan, larva dan

nyamuk dewasa. Pemberantasan tempat perindukan dilakukan dengan drainase dan

pengisian/pengurukan lubang-lubang yang mengandung air. Larva diberantas dengan

menggunakan larvisida, memelihara ikan pemangsa larva (predator) atau dengan

menggunakan bakteri misalnya Bacillus thuringiensis. Nyamuk dewasa diberantas dengan

menggunakan insektisida, perbaikan lingkungan, kelambu dipoles dengan insektisida

(permetrin).

D. Faktor-faktor yang Yang Mempengaruhi Kejadian Malaria

1. Faktor Manusia dan Nyamuk (Host)

a. Manusia

1) Umur

Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi malaria. Anak yang bergizi baik

justru lebih sering mendapat kejang dan malaria selebral dibandingkan anak

yang bergizi buruk. Akan tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi

malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi buruk.

2) Jenis Kelamin

Perempuan mermpunyai respon yang kuat dibandingkan laki-laki tetapi

apabila menginfeksi ibu yang sedang hamil akan menyebabkan anemia yang

lebih berat.

3) Imunitas

Orang yang pernah malaria sebelumnya biasanya terbentuk imunitas dalam

tubuhnya terhadap malaria demikian juga yang tinggal di daerah endemis

9
biasanya mempunyai imunitas alami terhadap penyakit malaria.

4) Ras

Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan

alamiah terhadap malaria, misalnya sickle cell anemia dan ovalositas.

5) Status Gizi

Masyarakat yang gizinya kurang baik dan tinggal di daerah endemis malaria

lebih rentan terhadap infeksi malaria.

b. Nyamuk

Nyamuk termasuk serangga yang melangsungkan siklus kehidupan di air.

Kelangsungan hidup nyamuk akan terputus apabila tidak ada air. Nyamuk dewasa

sekali bertelur sebanyak ± 100-300 butir, besar telur sekitar 0,5 mm. Setelah 1-2

hari menetas menjadi jentik, 8-10 hari menjadi kepompong (pupa), dn 1-2 hari

menjadi nyamuk dewasa.

Umur nyamuk relatif pendek, nyamuk jantan umurnya lebih pendek

(kurang 1 minggu), sedang nyamuk betina lebih panjang sekitar rata-rata 1-2

bulan.

Nyamuk jantan akan terbang di sekitar perindukannya dan makan cairan

tumbuhan yang ada di sekitarnya. Nyamuk betina hanya kawin sekali dalam

hidupnya. Perkawinan biasanya terjadi setelah 24-48 jam setelah keluar dari

kepompong. Makanan nyamuk Anopheles betina yaitu darah, yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan.

Nyamuk Anopheles yang ada di Indonesia berjumlah 80 spesies. Sampai

saat ini di Indonesia telah ditemukan sejumlah 24 spesies yang dapat menularkan

malaria. Tidak semua Anopheles tersebut berperan penting dalam penularan

malaria.

10
2. Faktor Lingkungan

a. Lingkungan Fisik

1) Suhu udara

Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus spororogoni

atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu)

makin pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan sebaliknya makin rendah suhu

makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. Pada suhu 26,7 0C masa inkubasi

ekstrinsik pada spesies Plasmodium berbeda-beda yaitu P. falciparum 10

sampai 12 hari, P. vivax 8 sampai 11 hari, P. malariae 14 hari P. ovale 15

hari. Menurut Chwatt (1980), suhu udara yang optimum bagi kehidupan

nyamuk berkisar 25-300C.

2) Kelembaban udara nyamuk.

Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Kelembaban

mempengaruhi kecepatan berkembangbiak, kebiasaan menggigit, istirahat,

dan lain-lain dari nyamuk. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling

rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang

tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan sering menggigit, sehingga

meningkatkan penularan malaria.

3) Ketinggian

Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah.

Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas

2000 m jarang ada transmisi malaria. Ketinggian paling tinggi masih

memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m di atas permukaan laut.

4) Angin

Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan

saat terbangnya nyamuk ke dalam atau keluar rumah, adalah salah satu faktor

11
yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dengan nyamuk. Jarak

terbang nyamuk dapat diperpendek atau diperpanjang tergantung kepada arah

angin. Jarak terbang nyamuk Anopheles adalah terbatas biasanya tidak lebih

dari 2-3 km dari tempat perindukannya. Bila ada angin kuat nyamuk

Anopheles bias terbawa sampai 30 km.

5) Hujan

Hujan berhubungan dengan perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk

dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan, jumlah hari

hujan, jenis vektor dan jenis tempat perkembangbiakan. Hujan yang diselingi

panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk

Anopheles.

6) Sinar matahari

Sinar matahari memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada spesies

nyamuk. Nyamuk An. Aconitus lebih menyukai tempat untuk

berkembangbiak dalam air yang ada sinar matahari dan adanya peneduh.

Spesies lain tidak menyukai air dengan sinar matahari yang cukup tetapi

lebih menyukai tempat yang rindang.

7) Arus Air

An. Barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/ mengalir lambat,

sedangkan An. Minimus menyukai aliran air yang deras dan An. Letifer

menyukai air yang tergenang.

Beberapa spesies mampu untuk berkembangbiak di air tawar dan air asin

seperti dilaporkan di Kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timur, NTT bahwa

Anopheles Subpictus air payau ternyata di laboratorium mampu bertelur dan

berkembangbiak sampai menjadi nyamuk dewasa di air tawar seperti

nyamuk Anopheles lainnya.

12
8) Tempat perkembangbiakan nyamuk

Tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles adalah genangan-genangan

air, baik air tawar maupun air payau, tergantung dari jenis nyamuknya. Air

ini tidak boleh tercemar harus selalu berhubungan dengan tanah.

9) Keadaan dinding

Keadaan rumah, khususnya dinding rumah berhubungan dengan kegiatan

penyemprotan rumah (indoor residual spraying) karena insektisida yang

disemprotkan ke dinding akan menyerap ke dinding rumah sehingga saat

nyamuk hinggap akan mati akibat kontak dengan insektisida tersebut.

Dinding rumah yang terbuat dari kayu memungkinkan lebih banyak lagi

lubang untuk masuknya nyamuk.

10) Pemasangan kawat kasa

Pemasangan kawat kasa pada ventilasi akan menyebabkan semakin kecilnya

kontak nyamuk yang berada di luar rumah dengan penghuni rumah, dimana

nyamuk tidak dapat masuk ke dalam rumah. Menurut Davey (1965)

penggunaan kasa pada ventilasi dapat mengurangi kontak antara nyamuk

Anopheles dan manusia.

b. Lingkungan Kimia

Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari

tempat perkembangbiakan. Sebagai contoh An. Sundaicus tumbuh optimal pada

air payau yang kadar garamnya berkisar antara 12-18% dan tidak dapat

berkembangbiak pada kadar garam 40% ke atas, meskipun di beberapa tempat di

Sumatera Utara An. sundaicus sudah ditemukan pula dalam air tawar. An. letifer

dapat hidup di tempat yang asam/pH rendah.

c. Lingkungan Biologi

Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat

13
mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau

melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan

pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax spp), gambusia, nila, mujair

dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Selain itu

adanya ternak besar seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah

gigitan nyamuk pada manusia, apabila ternak tersebut dikandangkan tidak jauh

dari rumah.

d. Lingkungan Sosial Ekonomi dan Budaya

1) Kebiasaan keluar rumah

Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya

bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk.

Kebiasaan penduduk berada di luar rumah pada malam hari dan juga tidak

berpakaian berhubungan dengan kejadian malaria.

2) Pemakaian kelambu

Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemakaian kelambu secara teratur

pada waktu tidur malam hari mengurangi kejadian malaria. Menurut

penelitian Piyarat (1986), penduduk yang tidak menggunakan kelambu secara

teratur mempunyai resiko kejadian malaria 6,44 kali dibandingkan dengan

yang menggunakan kelambu.

3) Obat anti nyamuk

Penggunaan obat nyamuk bakar, semprot, oleh maupun secara elektrik

seluruhnya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat. Penelitian Subki (2000),

menyatakan bahwa ada hubungan antara penggunaan obat anti nyamuk

dengan kejadian malaria.

4) Pekerjaan

Hutan merupakan tempat yang cocok bagi peristirahatan maupun

14
perkembangbiakan nyamuk (pada lubang di pohon-pohon) sehingga

menyebabkan vector cukup tinggi. Menurut Manalu (1997), masyarakat yang

mencari nafkah ke hutan mempunyai risiko untuk menderita malaria karena

suasana hutan yang gelap memberikan kesempatan nyamuk untuk menggigit.

Penelitian Subki (2000), menyebutkan ada hubungan bermakna antar

pekerjaan yang berisiko (nelayan, berkebun) dengan kejadian malaria sebesar

2,51 kali dibandingkan yang tidak berisiko (pegawai, pedagang).

5) Pendidikan

Tingkat pendidikan sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap kejadian

malaria tetapi umumnya mempengaruhi jenis pekerjaan dan perilaku

kesehatan seseorang.

E. Program Pemberantasan Malaria di Indonesia

Upaya pemberantasan malaria saat ini ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan

dan kematian melalui:

1. Pengobatan terhadap tersangka malaria atau penderita yang telah terbukti positif

malaria secara laboratorium.

2. Pemberantasan nyamuk malaria melalui perbaikan lingkungan, penggunaan kelambu,

penyebaran ikan pemakan jentik dan upaya lain untuk menekan penularan atau

mengurangi gigitan nyamuk.

Program Pemberantasan Malaria di Indonesia dibedakan antara Pemberantasan

Malaria di Jawa-Bali, Barelang-Binkar dan Pemberantasan Malaria di luar Pulau Jawa-

Bali. Perbedaan yang paling nyata adalah pada upaya penemuan dan pengobatan

penderita malaria Di Jawa-Bali penemuan dan pengobatan malaria dilaksanakan secara

aktif (Active case detection). Sedangkan di luar Jawa-Bali dilaksanakan secara pasif

(Passive case detection).

15
F. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini dirangkum berdasarkan tinjauan teori yang ada,

khususnya mengenai hubungan antar satu faktor risiko dengan faktor risiko yang lain

yang mempengaruhi terjadinya malaria.

Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya malaria adalah faktor

karakteristik (meliputi : umur, jenis kelamin, suku), faktor lingkungan fisik luar rumah

dan dalam rumah (meliputi : jarak rumah dengan breeding place, suhu, sinar matahari,

kelembaban, pencahayaan, tempat istirahat, genangan air, dinding rumah, ventilasi,

penggunaan kawat kasa, dan lantai rumah), faktor lingkungan kimia (meliputi : air tawar,

air payau, dan air garam), faktor lingkungan biologi (meliputi : keberadaan kandang

hewan besar), faktor sosial ekonomi (meliputi : pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan),

faktor perilaku (meliputi : kebiasaan menggunakan obat nyamuk, kebiasaan keluar rumah

pada malam hari, penggunaan kelambu). faktor pelayanan kesehatan (meliputi:

penyuluhan, penyemprotan, pengobatan), faktor lain (meliputi vektor, imunitas, status

gizi, kepadatan nyamuk, dan angin).

Kerangka teori dapat dilihat pada bagan berikaut:

LINGKUNGAN FISIK Imunitas Status


Luar Rumah
- Jarak rmh dg breeding
place Acquired

- Suhu
- Sinar Matahari VEKTOR Imunitas
- Kelembaban Angin
-LINGKUNGAN
Pencahayaan KIMIA
Kepadatan AGENT
- Tempat
Air tawarIstirahat KEJADIAN
Nyamuk Gigitan
Genangan
- Air payau Air
LINKUNGAN BIOLOGI MALARIA
nyamuk
Dalam Rumah
- Kandang hewa besar YANKES yang
SOSIAL EKONOMI - Penyuluhan mengandu
- Pekerjaan - Penyemprotan
- Pendidikan - Pengobatan

PERILAKU DEMOGRAFI
16
- Kebiasaan - Umur
G. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka yang akan diteliti dari kerangka

teori. Semua variabel yang tercantum dalam kerangka teori dilakukan pengukuran

penelitian, peneliti hanya memilih beberapa faktor yang fisibel (dapat dilakukan) untuk

diteliti sebagai variabel penelitian.

Variabel bebas yang akan diteliti adalah faktor lingkungan fisik yaitu: suhu,

genangan air, jarak rumah dengan breeding place, pencahayaan, penggunaan kawat kasa,

ventilasi, dan dinding rumah. Faktor lingkungan biologi yaitu: keberadaan kandang

hewan besar. Faktor sosial ekonomi yaitu: pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan.

Faktor perilaku yaitu: kebiasaan menggunakan obat nyamuk, kebiasaan keluar rumah

pada malam hari, penggunaan kelambu. Faktor pelayanan kesehatan yaitu: penyuluhan,

penyemprotan, pengobatan.

Kerangka konsep yang lebih sistematis dalam penelitian ini dapat dilihat pada

bagan berikut.

Faktor yang berperan dalam terjadinya malaria tidak semuanya diteliti dalam

penelitian ini. Adapun alasan tidak melalukan pengukuran data dan analisis terhadap

beberapa faktor berikut:

1. Suku tidak diteliti karena malaria dapat menginfeksi sumua suku yang berada di

wilayah kerja Puskesmas Marowo.

2. Sinar matahari dan kelembaban menunjukkan faktor lingkungan fisik yang

berpengaruh pada umur nyamuk dan pertumbuhan nyamuk, dan karena keterbatasan

waktu dan biaya sehingga tidak dapat diteliti.

17
3. Ventilasi dan lantai rumah, faktor ini diperkirakan pengaruhnya masih sangat jauh

untuk terserang malaria dan belum ada tinjauan yang mendorong untuk perlunya

dianalisis.

4. Imunitas tidak diteliti karena memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan

pengukuran data yang sulit membuktikan imunitas selama berada di daerah endemik.

5. Status gizi tidak diteliti karena telah diketahui bahwa masyarakat yang tinggal di

daerah endemis lebih rentan terkena malaria.

6. Air garam karena lokasi penelitian dekat dengan laut, yang memiliki kadar garam.

7. Tempat istirahat nyamuk tidak diteliti karena keterbatasan waktu dan biaya sehingga

tidak dapat di teliti.

8. Keberadaan kandang hewan besar tidak diteliti karena tidak memiliki kandang

sebagai tempat penularan.

LINGKUNGAN FISIK
YANKES
Luar Rumah
- Penyuluhan
- Jarak rmh dg breeding
-
place
Penyemprotan
- Suhu
- Sinar Matahari
- Kelembaban AGENT
Gigitan KEJADIAN
- Pencahayaan
nyamuk MALARIA
-LINGKUNGAN
Tempat Istirahat
KIMIA
-- Genangan VEKTOR yang
Air tawar Air
Dalam Rumah mengandu
- Air payau
LINKUNGAN BIOLOGI
- Kandang hewa besar
SOSIAL EKONOMI
- Pekerjaan
- Pendidikan
PERILAKU
- Kebiasaan keluar pada Keterangan:
malam hari Variabel Terikat
Variabel Bebas
Variabel yang tidak
diteliti 18
Alasan yang mendasari pemilihan variabel penelitian sosial ekonomi dan perilaku

adalah :

1. Variabel tersebut dapat ditanyakan langsung pada responden.

2. Biaya murah, lebih mudah.

3. Mudah menelusuri kebenaran data karena yang dijadikan sampel adalah responden

yang menderita malaria saat penelitian.

H. Hipotesis Penelitian

1. Faktor lingkungan sosial ekonomi

a. Pekerjaan merupakan faktor risiko malaria.

b. Pendidikan yang rendah merupakan faktor risiko malaria.

2. Faktor perilaku

a. Kebiasaan tidak menggunakan kelambu merupakan faktor risiko malaria.

b. Kebiasaan tidak menggunakan obat nyamuk merupakan faktor risiko malaria.

c. Kebiasaan keluar rumah pada malah hari tanpa pelindung merupakan faktor risiko

malaria.

19
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancanngan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian observasional dengan

mengggunakan Case Control. Desain tersebut dipilih karena sesuai dengan tujuan

penelitian yaitu “ Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kasus malaria di

Wilayah kerja Puskesmas Marowo, Kecamatan Ulubongka, Kabupaten Tojo Una-

una, Sulawesi Tengah Periode Januari sampai Juli 2022. Penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui factor-faktor yang ada hubungannya dengan penggunaan alat

pencegahan gigitan nyamuk, kebiasaan keluar rumah, Pendidikan dan pekerjaan

terhadap kejadian kasus malaria. Kelompok kasus meliputi orang yang sakit malaria

ditandai dengan hasil pemeriksaan sediaan darah (SD) positif. Kelompok kontrol

meliputi orang-orang yang tidak sakit malaria ditandai dengan hasil pemeriksaan

sediaan darah (SD) negatif.

Rancangan penelitian kasus kontrol yang dilakukan dapat dilihat pada bagan di bawah ini

Bagan 3.1 : Rancangan Penelitian Kasus Kontrol

Faktor Risiko (+) Faktor Risiko (-) Faktor Risiko (+) Faktor Risiko (-)

Malaria (+) (Kasus) Malaria (–) (Kontrol)

20
Sumber : Gordis L dengan modifikasi

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Marowo, Kec. Ulubongka

yang telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

a. Populasi Target

Semua penderita malaria yang berada di Wilayah Puskesmas Marowo,

Kecamatan Ulubongka.

b. Populasi Studi

1. Populasi kasus

Semua orang yang dalam sediaan darahnya ditemukan Plasmodium

berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium di Puskesmas Marowo, Kec,

Ulubongka Kab. Tojo Una-una, data diambil dari bulan Januari - Juli 2022.

2. Populasi Kontrol

Semua orang yang dinyatakan negatif malaria berdasarkan hasil

pemeriksaan laboratorium di Puskesmas Marowo, Kec. Ulubongka, Kab.

Tojo Una-una. Data diambil dari bulan Januari – Juli 2022.

3. Populasi Studi

a. Populasi Kasus

Semua orang yang dalam sediaan darahnya ditemukan Plasmodium

berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium di Puskesmas Marowo, Kec,

Ulubongka Kab. Tojo Una-una, data diambil dari bulan Januari - Juli

21
2022.

b. Populasi Kontrol

Semua orang yang dinyatakan negatif malaria berdasarkan hasil

pemeriksaan laboratorium di Puskesmas Marowo, Kec. Ulubongka,

Kab. Tojo Una-Una. Data diambil dari bulan Januari – Juli 2022.

2. Sampel

Sampel adalah populasi studi yang terpilih untuk menjadi subyek

penelitian.

Perhitungan besar sampel menggunakan rumus sebagai berikut :

(Z √2PQ + Zβ √P1Q2 + P2Q2)2


n=
(P1 – P2)2
(1,96 √2x0,539x0,461 + 0,842 √0,688x0,312 +
0,391x0,609)2
n=
(0,688 – 0,609)2

(1,96 √2x0,539x0,461 + 0,842 √0,215 + 0,238)2


n=
(0,688 – 0,0,391)2

(1,96 x 0,705 + 0,842 x 0,673)2


n=
(0,088)

(1,382 + 0,567)2
n= = 23
(0,688 – 0,609) 2

keterangan :

n = besar sample Z = 1,96

Z β = 0,842

P1 = OR x P2

(1 – P2) + (OR x P2)

P2 = Proporsi terpapar pada kelompok control yang diketahui

22
P1 = 3,432 x 0,391

(1 – 0,609) + (3,432 x 0,391)

P1 = 1,342

1,951

= 0,688

P = ½ (0,688+ 0,391) = 0,539

Q1 = 1 – P1 = 1-0,688
= 0,312

Q2 = 1 – P2 = 1-
0,391 = 0,609

Q = 1 – P = 1- 0,539
= 0,461

Nilai odds ratio berbagai faktor risiko berdasarkan hasil penelitian

sebelumnya adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 : Nilai Odds Ratio Faktor Risiko Malaria

No. Paparan / Faktor Risiko OR N


1 Penggunaan alat pencegahan gigitan 2,710 20
Nyamuk
2 Pendidikan 2,15 18
3 Pekerjaan 2,778 21
4 Kebiasaan keluar pada malam hari 3,432 23

Dari perhitungan besar sampel menggunakan rumus yang telah disebutkan di atas

dengan hipotesis 1 ekor dan OR 2,15 – 3,432, diperoleh sampel terkecil 18 dan

sampel terbesar 23. Dengan demikian, responden penelitian ini sebanyak 23

kasus dan 23 kontrol. Total responden dalam penelitian adalah 46 orang.

3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi

1) Kriteria Inklusi Kasus

a) Bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

23
b) Tercatat sebagai penderita malaria positif RDT.

c) Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Marowo.

b. Kriteria Inklusi Kontrol

1) Diutamakan berdomisili dekat dengan kasus.

2) Hasil pemeriksaan RDT negatif

3) Belum pernah menderita sakit malaria.

4) Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Marowo

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen

Kasus Malaria

2. Variabel Independen

- Penggunaan alat pencegah gigitan

- Kebiasaan keluar rumah

- Pendidikan

- Pekerjaan

E. Definisi Operasional, Cara Pengukuran, dan Alat Ukur

Definisi operasional masing-masing variabel penelitian ditampilkan dalam tabel :


Tabel 4.2 : Definisi Operasional
Indikator
No. Variabel Alat Ukur Skala Klasifikasi
Variabel
Penderita
Malaria 1.  Plasmodium (+)
Kasus
Berdasarkan Nomina
1 Malaria RDT
pemeriksaan l
Konfirmasi 2.  Plasmodium (-)
RDT Malaria

Salahsatu alat
Penggunaan
pencegah
Alat 1. Ya
2 gigtan Kuesioner Nominal
pencegah 2. Tidak
Nyamuk
gigitan
(Kelambu)
Kebiasaan Pendidikan
1. Ya
3 keluar terakhir Kuesioner Nominal
2. Tidak
rumah Responden

24
1. Tidak sekolah
Pendidikan 2. SD
4 Pendidikan terakhir Kuesioner Ordinal 3. SLTP/Sederajat
Responden 4. SLTA/Sederajat
5. S I

1. Tidak Bekerja
Aktifitas 2. Petani
5 Pekerjaan Kuesioner Nominal
Responden 3. Pelajar
4.TNI/POLRI

F. Sumber Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa :

a. Data sekunder, berupa penetapan subyek penelitian (kasus dan kontrol) diperoleh

dari data rekam medis Puskesmas Marowo. Demikian pula hasil pemeriksaan

laboratorium dan penunjang lain diperoleh dari tempat yang sama.

b. Data primer, untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh diperoleh melalui

wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner yang

telah disiapkan oleh peneliti sesuai tujuan penelitian

G. Pengumpulan Data

Instrumen untuk mengumpulkan data responden ialah dengan menggunakan

kuesioner. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Wawancara

Wawancara dengan menggunakan kuesioner, diusahakan sebisa mungkin berlangsung

dalam suasana yang akrab sehingga wawancara dapat berjalan lancar dan berhasil

mendapatkan informasi yang diharapkan.

b. Survei Dokumen

Survei dokumen dilakukan dengan melihat dokumen pasien yang datang ke Puskesmas

Marowo.

H. Pengolahan Data

a. Cleaning, yaitu data yang telah diperoleh dikumpulkan untuk dilakukan

25
pembersihan data yaitu mengecek data yang benar saja yang diambil sehingga

tidak terdapat data yang meragukan atau salah.

b. Editing, yaitu memeriksa hasil wawancara yang telah dilaksanakan untuk

mengetahui kesesuaian jawaban responden.

c. Coding, yaitu pemberian tanda atau kode untuk memudahkan analisa.

d. Tabulating, menyusun dan menghitung data hasil pengkodean untuk disajikan

dalam tabel.

e. Entry, yaitu data yang sudah diseleksi dimasukkan ke dalam komputer untuk

dilakukan pengolahan lebih lanjut.

26
BAB IV

HASIL PENELITIAN

B. Keadaan Umum Daerah Penelitan

1. Kondisi Geografis

Kecamatan Ulubongka terletak di sebelah Barat Kabupaten Tojo Una Una.

Ketinggian wilayah Kecamatan Ulubongka yaitu 5 meter dari permukaan laut.

Jumlah desa di Kecamatan Ulubongka sebanyak 18 desa dengan luas 1.767,11

Km2. Jarak Kecamatan Ulubongka ke Ibukota Kabupaten Tojo Una Una 22 Km2.

Kondisi iklim di wilayah Kabupaten Tojo Una Una adalah suhu udara

rata- rata 19,2oC – 34,0oC. Kelembaban udara berkisar antara 41-98 persen,

sedang curah hujan tertinggi pada bulan Maret 2021 yaitu 368,0 mm dan terendah

bulan Desember 2021 yaitu 82,2 mm.

Tabel 5.1
Curah hujan dan hari hujan
di Wilayah Kabupaten Tojo Una Una tahun 2021

No. Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan


1. Januari 176,4 13
2. Februari 232,7 13
3. Maret 168,5 11
4. April 82,2 14
5. Mei 347,5 17
6. Juni 196,0 11
7. Juli 182,5 16
8 Agustus 147,0 17
9. September 181,5 16
10. Oktober 196,5 11
11. November 368,0 17
12. Desember 164,5 15

27
Sumber : Kabupaten Tojo Una Una Dalam Angka Tahun 2022

Wilayah Puskesmas Marowo terdiri dari 10 desa binaan dengan luas wilayah 24,7

Km2. Wilayah Puskesmas Marowo berbatasan dengan :

Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Gunung

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kel. Malotong

Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Podi

2. Kondisi Demografis

Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Marowo tahun 2021 sebanyak

12.708 jiwa ( laki-laki 6.592 jiwa, perempuan 6.116 jiwa )

Tabel 5.2
Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Marowo, Kecamatan Ulubongka,
Kabupaten Tojo Una Una Tahun 2021

No Desa Jumlah %
1. Marowo 2009 15,81
2. Bonevoto 1776 13,98
3. Cempa 628 4,94
4. Tampanombo 637 5,01
5. Bonebae II 741 5,83
6. Bongka Koy 538 4,23
7. Borneang 1505 11,84
8. Bongka Makmur 1421 11,18
9. Takibangke 1695 13,34
10. Uematopa 1758 13,83
Total 12.708 100,00
Sumber data : Profil Puskesmas Marowo Tahun 2021

C. Gambaran Karakteristik Responden

Distribusi responden berdasarkan Golongan Umur dan Jenis Kelamin diwilayah

kerja Puskesmas Marowo, Kec. Ulubongka, Kab. Tojo Una Una.

Tabel. V.1. Distribusi berdasarkan golongan umur diwilayah kerja puskesmas Marowo,
Kecamatan Ulubongka, Kabupaten Tojo Una Una Tahun 2021

Golongan Kasus Kontrol


Umur n % n %
0-5 5 15,63 5 15,63
6-9 2 6,25 1 3,13
10-14 8 25 7 21,88

28
15-19 5 15,63 7 21,88
20-24 3 9,38 4 12,50
25-29 1 3,13 0 0,00
30-34 1 3,13 1 3,13
35-39 1 3,13 2 6,25
40-44 4 12,5 0 0,00
>45 2 6,25 5 15,63
Total 32 100 32 100
Sumber data : Data Primer

Berdasarkan tabel V.1. Diatas menunjukkan bahwa kelompok kasus terbanyak pada

golongan umur 10-14 thn yaitu sebesar 25% dan terendah pada golongan umur 25-29, 30-

34 dan 35-39 tahun memiliki jumlah persentase yang sama yaitu sebesar 3,13%.

sedangkan pada kelompok kontrol terbanyak pada golongan umur 10-14 dan 15-19 tahun

mempunyai persentase yang sama yaitu sebesar 21,88% dan terendah pada golongan

umur 25-29 dan 40-44 tahun dengan persentase 0%.

Tabel. V.2. Distribusi berdasarkan jenis kelamin diwilayah kerja puskesmas Marowo.

Kasus   Kontrol  
Jenis Kelamin
n % n %
Laki-laki 16 50 16 50
Perempuan 16 50 16 50
Total 32 100 32 100

Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel. V.2 Diatas menunjukkan bahwa pada kelompok kasus dan kontrol

berjenis kelamin laki-laki dan perempuan mempunyai persentase yang sama yaitu sebesar

50%.

1. Distribusi berdasarkan penggunaan alat pencegahan gigitan nyamuk diwilayah

puskesmas Marowo Kec. Ulubongka Kab. Tojo Una Una.

Tabel. V.3. Distribusi berdasarkan penggunaan alat pencegahan gigitan nyamuk


diwilayah kerja puskesmas Marowo.

Penggunaan Kasus Kontrol


Alat
n % n %
Pencegahan
Gigitan

29
Nyamuk
Ya 11 34,38 19 59,38
Tidak 21 65,63 13 40,63
Total 32 100 32 100
Sumber data : Data Primer

Berdasarkan tabel. V.3. diatas menunjukkan bahwa pada kelompok kasus terbanyak

tidak menggunakan alat pencegahan gigitan nyamuk yaitu sebesar 65,63% sedangkan

kelompok kontrol terbanyak menggunakan alat pencegahan gigitan nyamuk yaitu

sebesar 59,38%.

2. Distribusi berdasarkan Aktifitas diluar rumah diwilayah kerja puskesmas Marowo,

Kec. Ulubongka, Kab. Tojo Una Una.

Tabel. V.4. Distribusi responden berdasarkan Aktifitas diluar rumah diwilayah kerja
puskesmas Marowo.

Aktifitas Kasus Kontrol


Diluar
Rumah n % n %
34,3
Ya 22 68,75 11 8
65,6
Tidak 10 31,25 21 3
Total 32 100 32 100
Sumber data : Data Primer

Berdasarkan tabel. V.4. diatas menunjukkan bahwa pada kelompok kasus terbanyak

beraktifitas diluar rumah yaitu sebesar 68,75% sedangkan kelompok kontrol

terbanyak tidak beraktifitas diluar rumah yaitu sebesar 65,63%.

3. Distribusi responden berdasarkan pendidikan diwilayah kerja puskesmas Marowo

Kec. Ulubongka Kab. Tojo Una Una.

Tabel. V.5. Distribusi berdasarkan pendidikan diwilayah kerja puskesmas Marowo.

Kasus Kontrol Jumlah


Pendidikan
n % n % N %

30
Tidak Sekolah 5 15,63 5 15,63 10 15,63
SD 15 46,88 12 37,50 27 42,19
SLTP/Sederajat 8 25,00 11 34,38 19 29,69
SLTA/Sederajat 4 12,50 4 12,50 8 12,50
Total 32 100 32 100 64 100

Sumber data : Data Sekunder

Berdasarkan tabel V.5. Diatas menunjukkan bahwa pada kelompok kasus terbanyak

berpendidikan Sekolah Dasar yaitu sebesar 46,88% dan terendah berpendidikan

SLTA/Sederajat yaitu sebesar 12,5% sedangkan pada kelompok kontrol terbanyak

berpendidikan Sekolah Dasar yaitu sebesar 37,50% dan terendah berpendidikan

SLTA/Sederajat sebesar 12,50%.

4. Distribusi responden berdasakan pekerjaaan diwilayah kerja puskesmas Marowo

Kec. Ulubongka Kab. Tojo Una Una.

Tabel. V.6. Distribusi responden berdasarkan pekerjaan diwilayah kerja puskesmas


Marowo.

Kasus Kontrol Jumlah


Pekerjaan
n % n % N %
Tidak Kerja 13 40,63 11 34,38 24 37,5
Pelajar 7 21,88 8 25,00 15 23,44
Petani 11 34,38 12 37,50 23 35,94
Wiraswasta 1 3,13 1 3,13 2 3,13
Jumlah 32 100 32 100 64 100

31
Sumber Data : Data Sekunder

Berdasarkan tabel. V.6. Diatas menunjukkan bahwa pada kelompok kasus terbanyak

yang tidak bekerja yaitu sebesar 40,63% dan terendah pada kelompok Wiraswasta

yaitu sebesar 3.13% sedangkan kelompok kontrol terbanyak pada petani yaitu

sebesar 37,50% dan terendah pada kelompok Wiraswasta sebesar 3.13%.

D. Analisis Bivariat

Dalam penelitian ini jumlah sampel yaitu 64 orang dengan jumlah kasus 32 orang

dan kontrol 32 orang. Penelitian dilakukan diwilayah kerja puskesmas Marowo. Analisis

bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dan besarnya nilai odds ratio antara

faktor-faktor risiko (variabel independent) dengan kejadian malaria (variabel dependent),

dengan tingkat kemaknaan 95%. Adanya hubungan antara faktor risiko dengan kejadian

malaria ditunjukkan dengan nilai p < 0,05, OR > 1 dan 95% tidak mencakup nilai 1.

1. Penggunaan Alat Pencegahan Gigitan Nyamuk


Hubungan penggunaan alat pencegahan gigitan nyamuk dengan kejadian malaria
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 0.0: Distribusi penggunaan alat pencegahan gigitan nyamuk pada kelompok
kasus dan kontrol di wilayah kerja puskesmas Marowo
Penggunaan alat
Kasus Kontrol
No pencegahan Nilai P OR 95% CI
N (%) N (%)
gigitan nyamuk
0,08 2,79 0,01-0,98
a. Tidak 21(65,63) 13(40,63)
b. Ya 11(34,38) 19(59,38)
Jumlah 32 (100,0) 32(100,0)

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan alat

pencegahan gigitan nyamuk dengan kejadian malaria (p= 0,08). Dengan demikian,

penggunaan alat pencegahan gigitan nyamuk bukan merupakan faktor risiko kejadian

malaria.

2. Kebiasaan Keluar Rumah Pada Malam Hari

Hubungan kebiasaan keluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria dapat di

32
lihat pada tabel berikut:

Tabel 0.0: Distribusi kebiasaan keluar rumah pada malam hari pada kasus dan kontrol di
wilayah kerja puskesmas Marowo

Kebiasaan
keluar rumah Kasus Kontrol
No Nilai P OR 95% CI
pada malam N (%) N (%)
hari
0,01 4,2 1,47-11,93
a. Tidak 10(31,25) 21(65,63)
b. Ya 22(68,75) 11(34,38)
Jumlah 32 (100,0) 32(100,0)

Kebiasaan responden keluar rumah pada malam hari sering dilakukan oleh kelompok

kasus (68,75%) dibandingkan kelompok kontrol (34,38%). Hasil analisis bivariat

menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara responden yang biasa keluar

rumah pada malam hari dengan kejadian malaria (p=0,01). Orang yang biasa keluar

rumah pada malam hari mempunyai risiko 4,2 kali menderita malaria daripada orang

yang tidak pernah keluar rumah pada malam hari (OR: 4,2; 95% CI: 1,47-11,93).

3. Pendidikan

Hubungan pendidikan dengan kejadian malaria selengkapnya dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 0.0: Distribusi pendidikan pada kelompok kasus dan kontrol di wilayah kerja
puskesmas Marowo

Kasus Kontrol
No Pendidikan Nilai P OR 95% CI
N (%) N (%)
1 1 0,22-4,40
a. <=SLTP 28(87,50) 28(87,50)
b. >SLTP 4(12,50) 4(12,50)
Jumlah 32 (100,0) 32(100,0)

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan

kejadian malaria (p= 1). Dengan demikian, pendidikan bukan merupakan faktor

risiko kejadian malaria.

4. Pekerjaan
Hubungan pekerjaan dengan kejadian malaria dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 0.0: Distribusi pekerjaan pada kelompok kasus dan kontrol di wilayah kerja
puskesmas Marowo

33
Kasus Kontrol
No Pekerjaan Nilai P OR 95% CI
N (%) N (%)
1 1,14 0,41-3,11
a. Bekerja 12(37,50) 13(40,63)
b. Tidak 20(62,50) 19(59,38)
Bekerja
Jumlah 32 (100,0) 32(100,0)

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan

kejadian malaria (p= 1). Dengan demikian, pekerjaan bukan merupakan faktor risiko

kejadian malaria.

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Penggunaan Alat Pencegah Gigitan Nyamuk

Kebiasaan menggunakan alat pencegahan gigitan nyamuk tidak ada hubungan

dengan bukan merupakan faktor risiko terjadinya malaria. Hal ini disebabkan karena

kebiasaan masyarakat di wilayah tersebut penggunaan alat pencegahan tidak rutin di

pakai. Penelitian ini sejalan dengan Sri Wantini (2013), manyatakan bahwa penggunaan

alat pencegah gigitan nyamuk (kelambu) tidak berhubungan dengan kejadian malaria.

Penelitian ini juga sejalan dengan Ikrayama Babba (2007), menyatakan bahwa

penggunaan alat pencegah gigitan nyamuk (obat anti nyamuk) tidak berhubungan dengan

kejadian malaria.

B. Kebiasaan Keluar Rumah Pada Malam Hari

Kebiasaan keluar rumah pada malam hari merupakan fektor risiko kejadian malaria

di wilayah kerja Puskesmas Marowo. Hal ini disebabkan karena nyamuk penyebab

malaria aktif menggigit pada malam hari. Dan orang-orang yang beraktifitas di luar

rumah pada malam hari tidak menggunakan alat pencegahan.

34
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Winandi yang menyatakan bahwa kebiasaan

keluar rumah pada malam hari mempunyai risiko terkena malaria sebesar 6,65 kali

dibandingkan dengan yang tidak keluar rumah pada malam hari.

Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ikrayama Babba

(2007), menyatakan bahwa kebiasaan keluar rumah pada malam hari berpeluang terkena

malaria 5,54 kali dibandingkan orang yang tidak keluar rumah pada malam hari.

C. Pendidikan

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan

dengan kejadian malaria. Jika dilihat dari Pendidikan formal masyarakat di wilayah

tersebut memiliki perbedaan tingkatan pendidikan, namun dari Pendidikan informal

pengetahuan masyarakat hampir setara pengetahuannya tentang malaria, hal ini

disebabkan karena seringnya penyuluhan tentang penyakit malaria oleh petugas

puskesmas. Selain itu penyuluhan dilakukan dengan cara kunjungan ke rumah-rumah

warga saat melakukan kegiatan malaria blood survey (MBS), sehingga responden

mengetahui penyakit malaria, seperti cara penularannya, pengobatannya, dan

pencegahannya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sri Wantini (2013),

manyatakan bahwa pendidikan tidak berhubungan dengan kejadian malaria, hasil uji

statistik pada variabel pendidikan didapatkan nilai p value lebih besar dari 0,05 yaitu

0,576.

D. Pekerjaan

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan

dengan kejadian malaria. Hal ini disebabkan karena responden dari kelompok kasus dan

kontrol adalah anak-anak yang masih sekolah. Serta masyarakat di wilayah tersebut

bekerja pada siang hari. Hampir semua responden baik kasus maupun kontrol memiliki

pekerjaan yang tidak beresiko.

35
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yawan (2006)

menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian

malaria. hasil uji statistik pada variabel pekerjaan didapatkan nilai p value lebih besar

dari 0,05 yaitu 0,063.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada hubungan antara kebiasaan keluar rumah pada malam hari dengan kejadian

malaria di wilayah kerja puskesmas marowo. Tidak ada hubungan antara penggunaan alat

pencegahan gigitan nyamuk, Pendidikan dan pekerjaan dengan kejadian malaria di

wilayah kerja puskesmas marowo.

B. Saran

untuk petugas kesehatan agar lebih mengintensifkan tindakan pencegahan

penyakit malaria dengan selalu melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat dan

peningkatan penyebarluasan informasi mengenai penanggulangan malaria oleh instansi

terkait. Untuk masrakat agar mengubah perilaku untuk tidak sering keluar rumah pada

malam serta menjaga diri dari gigitan nyamuk saat keluar rumah pada malam hari.

36
DAFTAR PUSTAKA
Babba, I, etal. (2007) Faktor-faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Malaria, Studi
Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura. Tesis Universitas
Diponegoro.

Depkes RI (1999) Penemuan dan Pengobatan Penderita, Direktorat Jenderal P2M dan PLP,
Depkes RI, Jakarta

Dinkes Provinsi NTT (2008) Profil Kesehatan Provinsi NTT, 2008. Dinas Kesehatan NTT.
httpildinkes.NTT.go.id (diakses 3 februari 2014).

Sri Wantini: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dngan Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Rajabasa Jurnal Analis Kesehatan: Volume 3, No. 1, Maret
2014

Yawan, SF, 2006. Analisis Faktor Resiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas
Bosnik Kecamatan Biak Timur Kabupaten Biak-NumforPapua, Tesis, Program
Pasca Sarjana Universitas Diponogoro, Semarang.
Depkes RI, Program Pemberantasan Malaria, Direktorat Jenderal P2M dan PLP, Depkes RI,
1993

37
Departemen Kesehatan RI, 2009. Menuju Indonesia Bebas Malaria.

DirektoratJenderal PP dan PL Direktorat Pengendalian Penyakit BersumberBinatang. Jakarta.

Eli Winandi, Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria di Kecamatan


Selebar Kota Bengkulu, Tesis, Universitas Indonesia, 2004

CDC, Malaria: Anopheles Masquitoes, National Center for Infectious Diseases, Division of
Parasitic Diseases, 2004

CDC, Life Cycle of the Malaria Parasite, http://www.encarta.msn.com, diakses tanggal 10


Juli 2006

Depkes RI, Ekologi Vektor dan Beberapa Aspek Perilaku, Direktorat jenderal PPM dan PLP,
Departemen Kesehatan RI, 1987

Depkes RI, Vektor Malaria di Indonesia, Ditjen P2M dan PLP, Jakarta, 1985
Depkes RI, Modul Epidemiologi Malaria, Direktorat Jenderal Pemberantasan

Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Depkes RI,

Jakarta, 1999

38

Anda mungkin juga menyukai