Anda di halaman 1dari 26

DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN APRIL 2023


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

SIFILIS

DISUSUN OLEH :
Nur Inayah Bakri (70700122014)
Firyal Najla Rafifah (70700122021)

PEMBIMBING :
Dr. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp.KK., FINS-DV

DIBAWAKAN DALAM RANGKA


TUGAS KEPANITERAAN KLINIK KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul

SIFILIS
Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui
Pada Tanggal April 2023

Oleh :
Pembimbing

Dr. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp. KK., FINS-DV

Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter
UIN Alauddin Makassar

Dr. Azizah Nurdin, Sp.OG, M.Sc


NIP : 19840905 200901 2 00

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua
bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan referat dengan judul “Sifilis” dalam rangka tugas
kepaniteraan klinik Departemen Kulit dan Kelamin Program Pendidikan Profesi
Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.
Keberhasilan penyusunan laporan kasus ini adalah berkat bimbingan, kerja
sama, serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima
penulis sehingga segala rintangan yang dihadapi selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan yang
setinggi-tingginya secara tulus dan ikhlas kepada yang terhormat :
1. Dr. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp.KK., FINS-DV selaku supervisor pembimbing
2. dr. Andi Alifia Ayu Delima, M.Kes selaku dosen pembimbing
3. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, sehingga dengan segala kerendahan hati penulis siap menerima kritik
dan saran serta koreksi yang membangun dari semua pihak.

Makassar, 7 April 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

JUDUL……………………………………………………….…………………….i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2
A. DEFINISI ....................................................................................................... 2
B. EPIDEMIOLOGI ........................................................................................... 2
C. ETIOPATOGENESIS ................................................................................... 3
D. GEJALA KLINIS .......................................................................................... 5
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................................ 13
F. DIAGNOSIS BANDING ........................................................................... 16
G. PENATALAKSANAAN............................................................................. 16
H. PROGNOSIS ............................................................................................... 17
I. EDUKASI .................................................................................................... 18
J. INTEGRASI KEISLAMAN ........................................................................ 18
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Sifilis merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik yang disebabkan


oleh Treponema palidum. Penularan sifilis melalui hubungan seksual. Penularan
juga dapat terjadi secara vertikal dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat
kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar,
kadang-kadang dapat ditularkan melalu alat kesehatan.1

Prevalensi sifilis menurut WHO yaitu sekitar 12 juta kasus di seluruh


dunia dan pada ibu hamil sekitar 1,8 juta kasus. Diseluruh belahan dunia hingga
saat ini sifilis tetap merupakan masalah kesehatan utama. Angka kejadian infeksi
baru (insiden) diperkirakan 112 juta per tahun di seluruh dunia, terutama di
Afrika, Amerika Selatan, China, dan Asia Tenggara. Di Asia Tenggara
diperkirakan terjadi 4 juta infeksi baru per tahun. Kejadiannya akhir-akhir ini
meningkat di negara-negara Eropa terutama pada kelompok Lelaki Suka sama
Lelaki (LSL). Penularan sifilis dari ibu hamil ke bayinya menyebabkan sifilis
kongenital yang merupakan 50% penyebab bayi lahir mati. Tiap tahun
diperkirakan terjadi 500 ribu dan 1,5 juta sifilis kongenital.1

Survey Terbaru Biologi dan Perilaku (STBP) tahun 2020 di Indonesia juga
melaporkan prevalensi sifilis masih cukup tinggi. Pada populasi waria, prevalensi
sifilis sebesar 25%, WPSL (wanita penjaja seks langsung) 10%, LSL (lelaki yang
berhubungan seks dengan lelaki) 9%, warga binaan lembaga pemasyarakatan 5%,
pria berisiko tinggi 4%, WPSTL (wanita penjaja seks tidak langsung) 3% dan
penasun (pengguna narkoba suntik) 3%. 1,2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Penyakit sifilis adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Treponemapallidum (T.pallidum), yang terutama ditularkan melalui
hubungan seksual. Sifilis secara khas ditandai dengan periode aktif yang
disela oleh periode infeksi laten. Tidak seperti penyakit infeksi lainnya,
sifilis jarang didiagnosis berdasarkan penemuan kuman penyebab dari
pemeriksaan langsung. Diagnosis sifilis terutama didasarkan pada reaksi
serologis terhadap treponema. . Sinonim yang umum ialah lues venerea
atau biasanya disebut lues saja. Dalam istilah Indonesia disebut juga raja
singa. Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisita
(didapat).2

B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi sifilis menurut WHO yaitu sekitar 12 juta kasus di
seluruh dunia dan pada ibu hamil sekitar 1,8 juta kasus. Diseluruh
belahan dunia hingga saat ini sifilis tetap merupakan masalah kesehatan
utama. Angka kejadian infeksi baru (insiden) diperkirakan 112 juta per
tahun di seluruh dunia, terutama di Afrika, Amerika Selatan, China, dan
Asia Tenggara. Di Asia Tenggara diperkirakan terjadi 4 juta infeksi baru
per tahun. Kejadiannya akhir-akhir ini meningkat di negara-negara Eropa
terutama pada kelompok Lelaki Suka sama Lelaki (LSL). Penularan sifilis
dari ibu hamil ke bayinya menyebabkan sifilis kongenital yang merupakan
50% penyebab bayi lahir mati. Tiap tahun diperkirakan terjadi 500 ribu
dan 1,5 juta sifilis kongenital. Survey Terbaru Biologi dan Perilaku
(STBP) tahun 2020 di Indonesia juga melaporkan prevalensi sifilis masih
cukup tinggi. Pada populasi waria, prevalensi sifilis sebesar 25%, WPSL
(wanita penjaja seks langsung) 10%, LSL (lelaki yang berhubungan seks
dengan lelaki) 9%, warga binaan lembaga pemasyarakatan 5%, pria

2
berisiko tinggi 4%, WPSTL (wanita penjaja seks tidak langsung) 3% dan
penasun (pengguna narkoba suntik) 3%. 2

C. ETIOPATOGENESIS
T.pallidum merupakan anggota genus Spirochaetasmemiliki 4
spesies yang pathogen terhadap manusia dan hewan. Spesies Leptospira
menyebabkan leptospirosis. Spesies Borella menyebabkan relapsingfever
dan lymedisease. Spesies Brachyspira yang menyebabkan infeksi usus,
serta spesies Treponema yang secara umum menyebabkan segolongan
penyakit yang dsebuttreponematoses. 2
T.pallidumsubspeciespallidum berbentuk spiral tipis, mempunyai
sel yang dibungkus membranetrilaminarcytoplasmi, yang terdiri dari
lapisan peptidoglikan serta lipid- richoutermembrane yang hanya memiliki
sedikit protein sehingga berguna untuk menghindari deteksi sistem imun.
Untuk mobilisasi organisme ini memiliki endoflagella.2
T.pallidum tidak dapat dikultur secara invitro. Memiliki beberapa
gen yang bertanggung jawab pada transport asam amino, karbohidrat dan
elektrolit. Organisme ini memiliki singlecirculargeome yang stabil tanpa
elemen yang mudah berpindah-pindah seperti bakteri lain. Hal ini
menyebabkan organisme ini sulit bermutasi dan mungkin dapat
menjelaskan rendahnya kejadian resistensi antibiotika pada sifilis.2
Saat penularan T.pallidum dapat menembus membran mukosa
mukosa utuh atau kulit dengan mikroabrasi. Dalam beberapa jam pertama
akan memasuki jaringan limfatik dan aliran darah yang akan menimbulkan
gejala infeksi sistemik dan fokus metastatik sebelum timbulnya lesi
primer. T.pallidum membelah diri setiap 30 hingga 33 jam. Darah dari
penderita dalam masa inkubasi dan sifilis stadium awal sangat menular.
Lamanya masa inkubasi berbanding terbalik dengan jumlah
inoculumTreponema. Semakin banyak jumlah Treponema yang
terinokulasi, maka semakin pendek masa inkubasinya. Masa inkubasi rata-
rata berlangsung 3 minggu sejak inokulasi pertama dan jarang berlangsung
sampai lebih dari 6 minggu.2

3
Menandai stadium sifilis primer, muncul lesi primer pada tempat
inokulasi yang disebut canchre. Canchre biasanya bertahan dalam waktu
4-6 minggu dan kemudian sembuh sendiri. Pemeriksaan histopatologis
pada Canchre menemukan infiltrasi masif perivaskular terutama oleh sel
limfosit CD4 dan CD8, sel plasma, serta makrofag. Ditemukan juga
proliferasi endotel kapiler dan obliterasi pembuluh-pembuluh darah kecil.
Gejala-gejala konstitusi dan mukokutan sifilis sekunder muncul antara 6-8
minggu setelah lesi primer menyembuh. Lima belas persen penderita
mengalami sifilis sekunder pada saat lesi primer masih ada. Tetapi pada
beberapa penderita paska lesi primer, sifilis sekunder tidak ditemukan dan
penderita langsung masuk dalam stadium sifilis laten. Gambaran
histopatologis lesi sifilis sekunder meliputi hiperkeratosis epidermis,
proliferasi kapiler disertai dengan pembengkakkan endotel dan infiltrasi
perivaskular oleh limfosit CD4 dan CD8, sel plasma, serta makrofag.
Treponema dapat ditemukan pada jaringan termasuk cairan serebrospinal
dan humor aquespada mata. Invasi Treponema pada susunan saraf pusat
(SSP) terjadi pada minggu pertama infeksi dan kelainan pada SSP
ditemukan pada 40% penderita sifilis sekunder.2,3
Hepatitis dan glomerulonephritis dapat terjadi pada sifilis sekunder
walaupun jarang. Gangguan fungsi hati ditemukan hingga 25% pada
penderita sifilis primer. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
generalisata terjadi pada 85% penderita sifilis sekunder. Lesi sifilis
sekunder biasanya hilang sendiri dalam 2-6 minggu dan sifilis memasuki
stadium laten yang hanya dapat dikenali dengan menggunakan tes
serologis. Stadium laten dapat diselang-seling oleh beberapa episode
kekambuhanmukokutan pada tahun-tahun pertama. Sekitar satu dari tiga
penderita sifilis yang tidak diobati dan melewati masa laten akan
memasuki stadium sifilis tersier. Pada stadium akhir ini manifestasi yang
sering ditemukan adalah gumma, sifilis pada sistem kardiovaskular, dan
neorosifilis lanjut. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sifilis

4
tersier hingga saat ini belum banyak diketahui. Kematian akibat sifilis
terutama terjadi sifilis tersier.3

Gambar 1 Patogenesis Sifilis

Sumber : Calgary guide 2020

D. GEJALA KLINIS
Setelah masa inkubasi antara 2-6 minggu lesi primer muncul,
sering disertai dengan limfadenopati regional. Pada sifilis sekunder, dapat
ditemukan lesi mukokutan dan limfadenopatigeneralisata yang diikuti
dengan periode laten infeksi subklinis yang berlangsung bertahun-tahun.
Keterlibatan SSP dapat terjadi pada saat awal dan dapat asimtomatik atau
simtomatik. Pada kurang lebih 1/3 kasus yang tidak diobati, berlanjut
menjadi stadium 3, yang ditandai dengan gejala destruktif mukokutan,
musculoskeletal atau lesi parenkimal, aortitis atau manifestasi SSP lanjut.

5
Pada penderita HIV, gejala dan tanda-tanda di bawah ini menjadi tidak
jelas . Gejala dan tanda sifilis dewasa ditunjukkan pada tabel 1. 4

Tabel 1 Manifestasi Klinis Sifilis

Sumber : Kemenkes RI 2019

a. Sifilis Primer
Munculnya chancre menandai stadium sifilis primer. Chancre
timbul pada tempat inokulasi pertama T.pallidum. Pada pria LSL,
chancredapat ditemukan pada penis, rectum atau mulut. Pada wanita
chancre bisa ditemukan pada labia dan serviks. Hal ini menyebabkan
sifilis primer pada wanita dan pria LSL lebih sulit ditemukan daripada
pada pria heteroseksual. Chancre biasanya berupa papula tunggal
yang tidak nyeri, cepat terkikis dan berindurasi. Dasar
chancrebiasanya halus, pinggirnya lebih tinggi dan teraba kenyal.
Tanpa infeksi sekunder, chancre tampak bersih tanpa eksudat.4,5
Variasi bentuk lesi tergantung dari status imunologis penderita
terhadap Treponema dan jumlah Treponema yang berinokulasi.

6
Inokulum berjumlah besar akan menyebabkan lesi ulseratif pada
pederita yang nonimun, tetapi dapat menyebabkan lesi
papulaasimtomatik pada penderita yang telah berada pada stadium
laten sifilis. Inokulum kecil dapat hanya menimbulkan lesi berbentuk
papula pada penderita yang nonimun. Oleh karena itu, sifilis tetap
harus dipertimbangkan pada lesi genital yang tidak khas. Diagnosis
banding lesi primer sifilis meliputi lesi yang disebabkan infeksi virus
herpes simpleks, chancroid, regional (inguinal) biasa terjadi dalam 1
minggu pertama timbulnya chancre. Chancre hilang sendiri dalam
waktu 4-6 minggu (rentang 2-12 minggu) tetapi limfadenopati dapat
bertahan hingga beberapa bulan.5

Gambar 2 Ulkus Sifilis Primer di area anorectal dan labia mayora

Gambar 3 Ulkus Sifilis Primer di Penis

7
b. Sifilis Sekunder
Manifestasi sifilis sekunder adalah lesi mukokutan dan
limfadenopatigeneralisata yang tidak terasa nyeri. Pada 15% kasus,
kejadian sifilis sekunder overlapping dengan sifilis primer, terutama
pada penderita HIV. Lesi mukokutaneus dapat berupa ruam yang
berbentuk makula, papula, papulaskuamosa atau pustularsyphilides.
Beberapa bentuk dapat terjadi bersamaan. Ruam yang ringan kadang
tidak disadari penderita dapat ditemukan hingga 25%. Makula muncul
pertama kali pada tubuh dan ekstremitas proksimal, berwarna merah
atau merah muda yang tidak terasa gatal. Makula ini kemudian
berubah menjadi papula yang tersebar keseluruh tubuh termasuk
telapak tangan dan kaki. Lesi nekrotik yang dikenal sebagai lues
maligna sering juga ditemukan pada penderita HIV. Penyebaran lesi
sekunder pada folikel rambut menyebabkan kebotakan pada rambut,
alis ataupun jenggot pada 5% kasus.6
Pada daerah lipatan kulit yang lembab dan hangat seperti daerah
perianal, vulva dan skrotum, papula dapat membesar hingga
berbentukpapula lebar yang lembab berwarna merah muda atau putih
keabu-abuan yang disebut condyloma lata. Condyloma lata sangat
menular dan terjadi pada 10% penderita sifilis sekunder. Erosi mukosa
superfisial atau mucouspatches terjadi pada 10-15% kasus dan
terutama terjadi pada mukosa oral dan genital. Mucouspatches
berwarna abu-abu dan pinggir yang kemerahan dan tidak terasa nyeri.6
Gejala-gejala konstitusional dapat mendahului atau menyertai
sifilis sekunder, diantaranya adalah nyeri menelan (15-30%), demam
(5-8%), penurunan berat badan (2-20%), lemah badan (25%),
anoreksia (2-10%), nyeri kepala (10%), dan meningismus (5%).
Meningitis akut ditemukan pada 1-2% kasus, tetapi kelainan cairan
SSP dapat ditemukan hingga 40%. T.pallidum dapat ditemukan pada
cairan SSP penderita sifilis primer dan sekunder hingga 30%. Gejala
dan tanda yang lebih jarang ditemukan pada sifilis sekunder meliputi

8
hepatitis, nefropati, keterlibatan gastrointestinal, artritis, dan
periostitis. Gangguan mata yang dapat ditemukan adalah kelainan
pupil dan neuritis optic selain iritis dan uveitis. Uveitis anterior
ditemukan pada 5-10% kasus dengan sifilis sekunder dan T.pallidum
dapat ditemukan pada cairan aqueos. Hepatitis biasanya asimtomatik,
glomerulonephritis terjadi akibat deposit kompleks imun dan
menyebabkan proteinuria yang dapat berujung pada sindromanefrotik.
Seperti juga sifilis primer, manifestasi sifilis sekunder menghilang
sendiri dalam waktu 1-6 bulan. 6

Gambar 4 sifilis sekunder rush pada telapak tangan dan kaki

Gambar 5 Mukus patch pada lidah di fase sifilis sekunder

Gambar 6 Perivulvar dan perianal kondiloma latum pada


sifilis sekunder

9
c. Neurosifilis
Neurosifilis mempunyai 3 bentuk simtomatik yaitu meningeal,
meningovaskular dan sifilis parenkimal. Paraplegia (Erb’sparalysis)
dan tabesdorsalis termasuk kelompok yang terakhir. Sifilis
meningovaskular terjadi setelah 10 tahun, dan tabesdorsalis terjadi
setelah 25 tahun. Dengan kemajuan pengobatan, gambaran neurosifilis
tidak lagi khas.6
Sifilis meningeal mempunyai manifestasi sakit kepala, mual, dan
muntah, kaku kuduk, kelumpuhan syaraf kranial, kejang dan
perubahan status mental. Sifilis meningeal dapat terjadi berbarengan
dengan sifilis sekunder. Penderita sifilis dengan uveitis, iritis atau
gangguan pendengaran sering juga mengalami sifilis meningeal.
Sifilis meningovaskular adalah meningitis yang disertai vaskulitis
pada pembuluh darah otak kecil sampai besar. Gambaran klinis yang
paling sering ditemukan adalah stroke yang melibatkan pembuluh
darah otak pada dewasa muda. Berbeda dengan stroke akibat trombus
atau emboli yang berlangsung mendadak, stroke akibat sifilis
meningovaskular sering didahului oleh keluhan sakit kepala, vertigo,
insomnia dan gangguan psikologis yang diikuti oleh gejala vaskular
yang progresif.6

10
Kerusakan parenkim yang luas akibat neurosifilis lanjut akan
menyebabkan gejala kelumpuhan umum dan termasuk di dalamnya
adalah paresismneumonik perilaku, afektif, reflex hiperaktif, mata
(ArgyllRobertsonpupils, pupil kecil irregular), sensorium (delusi, ilusi,
halusinasi), intelektual (penurunan memori dan kapasitas untuk
orientasi, kalkulasi, judgement dan insight), dan kemampuan
berbicara. Tobesdorsalis adalah maifestasi lanjut akibat
demielinisasikoluma posterior, dorsal root dan ganglia dorsal root.
Gejalanya berupa gait lebar dan foot drop, paresthesia, gangguan
miksi, impotensi, areflexia dan kehilangan sensasi posisi, nyeri dalam
dan suhu. Degenerasi sendi (Charcoat’sjoint) dan ulkus pada tungkai
dapat terjadi akibat kehilangan sensasi nyeri. 6,7
d. Sifilis pada Sistem Kardiovaskular
Sifilis kardiovaskular yang terjadi 10-40 tahun setelah infeksi,
diakibatkan oleh endarteresisobliterans pada vasavasorum yang
memberi aliran darah pada pembuluh darah besar. Keterlibatan
kardiovaskular dapat berbentuk aortitis, aorticregurgitation,
saccularaneurisma pada aorta ascendens atau stenosis arteri coroner. 7
e. Sifilis Kongenital
Sifilis mongenital yang terjadi akibat transmisi T.pllidum pada saat
kehamilan dapat mempunyai beberapa manifestasi yaitu: (1)
manifestasi dini pada 2 tahun pertama yang menular dan menyerupai
sifilis sekunder pada orang dewas; (2) manifestasi lanjut setelah 2
tahun yang tidak menular; (3) stigmata residual yang berbentuk klasik
seperti Hutchinson’steeth, mulberrymollars, saddlenose, dan
sobershin.7

11
Tabel 2 Tanda dan Gejala Sifilis Kongenital

Gambar 7 Gigi Hutchinson dan lesi mukokutaneus


pada sifilis kongenital

12
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tes non-treponema
Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid Plasma
Reagin) dan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) . Tes
serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi
imunoglobulin yang merupakan antibodi terhadap bahan-bahan lipid
sel-sel T. Pallidum yang hancur. Antibodi ini dapat timbul sebagai
reaksi terhadap infeksi sifilis. Namun antibodi ini juga dapat timbul
pada berbagai kondisi lain, yaitu pada infeksi akut (misalnya: infeksi
virus akut) dan penyakit kronis (misalnya: penyakit otoimun kronis).
Oleh karena itu, tes ini bersifat non-spesifik, dan bisa menunjukkan
hasil positif palsu. Tes non-spesifik dipakai untuk mendeteksi infeksi
dan reinfeksi yang bersifat aktif, serta memantau keberhasilan terapi.
Karena tes non spesifik ini jauh lebih murah dibandingkan tes spesifik
treponema, maka tes ini sering dipakai untuk skrining. Jika tes non
spesifik menunjukkan hasil reaktif, selanjutnya dilakukan tes spesifik
treponema, untuk menghemat biaya. 7

b. Tes spesifik treponema


Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA (Treponema
Pallidum Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema Pallidum
Rapid), TP-PA (Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay),
FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption). Tes
serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi antibodi
yang bersifat spesifik terhadap treponema. Oleh karena itu, tes ini
jarang memberikan hasil positif palsu.Tes ini dapat menunjukkan hasil
positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi sifilis telah berhasil .Tes
jenis ini tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi aktif
dan infeksi yang telah diterapi secara adekuat.Tes treponemal hanya
menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun
tidak dapat menunjukkan apakah seseorang sedang mengalami infeksi

13
aktif.Tes ini juga tidak dapat membedakan infeksi T pallidum dari
infeksi treponema lainnya. Anamnesis mengenai perilaku seksual,
riwayat pajanan dan riwayat perjalanan ke daerah endemis
treponematosis lainnya dibutuhkan untuk menentukan diagnosis
banding. 7,8

c. Tes Cepat Sifilis (Rapid test Syphilis)


Akhir-akhir ini, telah tersedia rapid test untuk sifilis yaitu TP
Rapid (Treponema Pallidum Rapid). Penggunaan rapid test ini
sangat mudah dan memberikan hasil dalam waktu yang relatif
singkat (10 – 15 menit). Jika dibandingkan dengan TPHA atau
TPPA, sensitivitas rapid test ini berkisar antara 85% sampai 98%,
dan spesifisitasnya berkisar antara 93% sampai 98%.7

Rapid test sifilis yang tersedia saat ini TP Rapid termasuk


kategori tes spesifik treponema yang mendeteksi antibodi spesifik
terhadap berbagai spesies treponema (tidak selalu T pallidum),
sehingga tidak dapat digunakan membedakan infeksi aktif dari
infeksi yang telah diterapi dengan baik. TP Rapid hanya
menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema,
namun tidak dapat menunjukkan seseorang sedang mengalami
infeksi aktif.7

TP Rapid dapat digunakan hanya sebagai pengganti


pemeriksaan TPHA, dalam rangkaian pemeriksaan bersama dengan
RPR. Penggunaan TP Rapid tetap harus didahului dengan
pemeriksaan RPR. Jika hasil tes positif, harus dilanjutkan dengan
memeriksa titer RPR, untuk diagnosis dan menentukan pengobatan.
Pemakaian TP Rapid dapat menghemat waktu, namun harganya
jauh lebih mahal dibandingkan dengan TPHA. Bagi daerah yang
masih mempunyai TPHA konvensional/bukan rapid masih bisa
digunakan. 8

14
d. Interpretasi Hasil Tes Serologis Sifilis8

15
F. DIAGNOSIS BANDING 9
Diagnosa banding untuk sifilis
Sifilis primer
Penyebab ulkus genital dipertimbangkan:
• Herpes genital
• Trauma genital
• Fixed drug eruption
• Karsinoma ulkus genital
• Chancroid (ulkus mole)
• Limfogranuloma
Sifilis sekunder
Kutaneus : pitiriasi rosea, psoriasis gutata, liken planus, drug eruption,
folikulitis
Mukus membrana : liken planus, penyakit mulut, tangan dan kaki,
perleche
Sifilis tertiar
Kutaneus : lupus vulgaris, lupus eritematos, tumor, ulkus venous

G. PENATALAKSANAAN
a. Obat Pilihan
Benzil benzatin penisilin G (BBPG), dengan dosis: 10,11
• Stadium primer dan sekunder :2,4 juta Unit,injeksi
intramuskular,dosis tunggal. Cara: satu injeksi 2,4 juta Unit IM
pada 1 bokong, atau 1,2 juta Unit pada setiap bokong.
• Stadium laten: 2,4 juta Unit injeksi intramuskular, setiap minggu,
pada hari ke- 1, 8 dan 15. Sesudah diinjeksi, pasien diminta
menunggu selama 30 menit.

16
b. Obat Alternatif
bila alergi terhadap penisilin atau pasien menolak injeksi atau tidak
tersedia BBPG: 12
• Doksisiklin 2x100 mg oral selama 14 hari untuk stadium
primer dan sekunder atau selama 28 hari untuk sifilis laten.
• Doksisiklin 2x100 mg oral selama 30 hari untuk stadium
primer dan sekunder atau lebih dari 30 hari untuk sifilis laten.
• Eritromisin4x500mgoralselama14hariuntukibuhamildengansifil
isstadium primer dan sekunder, atau 30 hari untuk sifilis laten
(very low quality evidence, conditional recommendation.
• Eritromisin 4x500 mg oral selama 30 hari untuk ibu hamil
dengan sifilis stadiu primer dan sekunder,atau lebih dari 30 hari
untuk sifilis laten.

H. PROGNOSIS
Prognosis sifilis baik sejak ditemukan penicilin, jika sifilis tidak
diobati, seperempat kasus akan kambuh, 5% akan menjadi sifilis tersier,
10% akan menjadi sifilis kardiovaskular, neurosifilis pada pria 9% dan
wanita 5%, dan 23% meninggal. Pada sifilis dini yang diobati, angka
penyembuhan mencapai 95%.13

17
I. EDUKASI
Konseling bagi pasien IMS merupakan peluang penting untuk
dapat sekaligus memberikan edukasi tentang pencegahan infeksi HIV pada
seseorang yang berisiko terhadap penyakit tersebut. Beberapa pesan
tentang IMS yang perlu disampaikan:14
a. Mengobati sendiri cukup berbahaya
b. IMS umumnya ditularkan melalui hubungan seksual
c. IMS adalah ko-faktor atau faktor risiko dalam penularan HIV
d. IMS harus diobati secara paripurna dan tuntas
e. Pasangan seksual perlu diperiksa dan diobati
f. Kondom dapat melindungi diri dari infeksi IMS dan HIV
g. Tidak dikenal adanya pencegahan primer terhadap IMS dengan obat
h. Komplikasi IMS dapat membahayakan pasien

J. INTEGRASI KEISLAMAN

Al-Qur’an merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi


Muhammad SAW, yang mana didalamnya terdapat berbagai acuan dalam
seluruh aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam hal kesehatan. Dalam Al-
Qur’an dikisahkan cerita Nabi Ayub AS pada saat beliau terkena penyakit
kulit. 15 Dalam QS Al-Anbiya ayat 83:

Terjemahannya :
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya, “(Ya Tuhanku),
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang
Maha Penyayang di antara semua penyayang.”

18
Ayat ini menerangkan mengenai kisah hidup Nabi Ayub AS ketika
diuji dengan penyakit kulit. Namun, apa yang ingin ditekankan dalam ayat
ini adalah bagaimana dengan sabarnya beliau menghadapi ujian dengan
penuh ketabahan. Nabi Ayub AS menyerahkan seluruh keadaannya dan
yakin bahwa Allah SWT yang paling mengerti. Oleh karena itu, Allah
SWT mengabulkan doanya dan dicurahkan rahmat-Nya sehingga penyakit
tersebut diangkat. 15

Kisah ini tercantum dalam QS Al-Anbiya ayat 84.

Terjemahannya:
“Maka Kami kabulkan (doa)nya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada
padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan (Kami lipat
gandakan jumlah mereka) sebagai suatu rahmat dari Kami, dan untuk
menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Kami.”

19
BAB III

KESIMPULAN

Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan


oleh bakteri Treponema pallidum, sangat kronis dan bersifat sistemik. Pada
perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai
banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.
T.pallidum penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain
melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks
oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama
masa kehamilan. Jika tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh,
pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kegagalan
terapi sebanyak 5% pada S I danS II. Kambuh klinis umumnya terjadi setahun
sesudah terapi, berupa lesi menular pada mulut, tenggorok, dan regio perianal.
Diagnosis ditegakkan secara sempurna dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang seperti Serologi Tes Sifilis (STS) sehingga dapat diberikan antibiotik
yang sesuai dan tepat. Antibiotik yang biasa dipakai dalam penatalaksanaan Sifilis
ialah Penisilin.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.


Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2021.
2. Fitzpatrick, Freedeberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz
St. 2019. Dermatology in General Medicine. Edisi 6. New York. The Mc Graw-
Hill Companies Inc.
3. G.R. Kinghorn. Syphilis and Bacterial Sexually Transmitted Infections. In:
DA Burns, SM Breathnach, NH Cox, CEM Griffiths (Eds.) Rook's
Textbook of Dermatology, 8th edition. Sheffield, UK: Blackwell
Publishing Ltd; 2019. p.34.1-34.25.
4. A.L. Sheila. Syphilis. In: L.K. Dennis, B. Eugene (eds.) Harrison's
Principles of Internal Medicine, 16th edition. United States of Amerika:
McGraw-Hill Companies; 2021. p.977-985.
5. S. Angelika. Sexually Transmitted Infections. In: L.B. Jean, L.J. Joseph
(eds.) Dermatology, 2nd edition. USA: Mosby Elsevier Limited; 2018.
p.1239-1250.
6. L.H. Emily, A.L. Sheila. Syphilis: using modern approaches to understand
an old disease. J Clin Invest. 2018;121(12): 4584-4592.
7. Daili SF, dkk, Pedoman Tata Laksana Sifilis UntukPengendalian Sifilis Di
Layanan Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan PenyehatanLingkungan,
2020
8. Peterman TA, Collins DE, Aral SO. Responding to the epidemics of
syphilis among men who have sex with men. Introduction to the special
issue. Sex Transm Dis 2019; 32: S1-3
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2018.
10. Peterman TA, Heffelfinger JD, Swint EB, Groseclose SL. The changing
epidemiology of syphilis. Sex Transm Dis 2019: 32: S4-10

21
11. WHO Guidelines For The Treatment of Treponema pallidum (syphilis),
2019
12. Workowski KA, Bolan GA, Centers for Disease Control and Prevention.
Sexually transmitted diseasestreatment guidelines. MMWR Recomm Rep
2019; 64:1.
13. American Academy of Pediatrics. Syphilis. In: Red Book: 2015 Report of
the Committee on InfectiousDiseases, 30th ed, Kimberlin DW (Ed),
American Academy of Pediatrics, Elk Grove Village, IL 2020. p.755.
14. Hicks CB, syphilis : treatment and monitoring, available at
www.uptodate.com, 2022.
15. Zahari H, Liyana N, Sanadi FH. Tafsiran Virus dan Penyakit dalam Al-
Quran dan Hadith: Satu Analisis. Proceeding the 3rd ICDIS 2021.

22

Anda mungkin juga menyukai