UNIVERSITAS HASANUDDIN
DISUSUN OLEH:
Rante Kada, Sindi Wati (C014222138)
Aprillia Akhsanatul Munawaroh (C014222133)
Laurentia Nadia Randa Pongpayung (C014222045)
Revina Raissa Gunawan (C014222121)
Supervisor Pembimbing:
dr. Idrianti Idrus, Sp.KK(K), M.Kes
Residen Pembimbing:
dr. Ghea Anisah
Makassar,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................1
1.2. Patogenesis..................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................5
2.1. Diagnosis.....................................................................................5
2.1.1. Manifestasi Klinis Stadium Primer dan Laten..........................5
2.2. Tatalaksana..................................................................................14
2.3. Prognosis.....................................................................................16
BAB III KESIMPULAN.........................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Penularan penyakit sifilis umumnya sering dihubungkan dengan
perilaku seksual dan keadaan imunitas seseorang. Risiko infeksi ini
meningkat pada orang yang terlibat dalam hubungan seks tanpa kondom,
berhubungan seks dengan banyak pasangan, pasangan seks sesame jenis,
dan pengidap HIV/AIDS.3,12
Oleh karena masih tingginya angka prevalensi dari penyakit Sifilis ini,
dimana tingkat kompetensi penyakit tersebut adalah 4A. Maka,
diperlukan pengetahuan menyeluruh mengenai sifilis serta tatalaksana
menyeluruh dari penyakit tersebut.
2
1.2. Patogenesis
3
mengadakan multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya
infiltrat yang terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara
klinis dapat dilihat sebagai papul. Reaksi radang tersebut tidak hanya
terbatas di tempat masuknya kuman tetapi juga di daerah perivaskular
(Treponema pallidum berada diantara endotel kapiler dan sekitar
jaringan), hal ini mengakibatkan hipertrofi endotel yang dapat
menimbulkan obliterasi lumen kapiler (endarteritis obliterans).
Kerusakan vaskuler ini mengakibatkan aliran darah pada daerah papula
tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus dan keadaan ini
disebut chancre.14
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diagnosis
Dalam perjalanan penyakitnya, sifilis dapat dibagi menjadi tiga
stadium, yaitu: stadium primer, sekunder, dan tersier. Tiap stadium ini
terpisah oleh fase laten, fase dimana tidak ditemukan tanda klinis infeksi,
dengan waktu yang bervariasi.14 Interval stadium primer dan sekunder
berkisar dari beberapa minggu hingga beberapa bulan. Interval stadium
sekunder dan tersier umumnya lebih dari satu tahun.15
5
ekstragenital, seperti pada rongga mulut, jari tangan, payudara,
dan anus.7,11
- Chancres juga dapat ditemukan selain pada daerah genital.
Chancres ekstragenital tersering ditemukan pada cavitas
oropharyngeal, hal ini terjadi karena sifilis dapat ditransmisikan
melalui pelaku atau penerima paparan seks anal.
- 7 hingga 10 hari pasca munculnya papul dengan ulkus,
umumnya diikuti dengan kejadian pembesaran Kelenjar Getah
Bening (KGB) regional, utamanya daerah inguinal medial
unilateral atau bilateral.7 Setidaknya sekitar 80% pasien sifilis
stadium primer disertai dengan limfadenopati.18,19 Kelenjar
tersebut bersifat soliter, indolen, tidak lunak, tidak nyeri, tidak
lunak, berukuran lenticular, dan tidak supuratif. Kulit di atasnya
tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut.
- Chancre dapat sembuh sendiri dalam waktu 3 hingga 6 minggu
meskipun tanpa pengobatan. 60-70% kasus Charncre tidak
menimbulkan rasa nyeri, hal ini yang menyebabkan sifilis
primer sering kali tidak disadari oleh penderitanya.11
- Sifilis yang tidak memiliki afek primer, disebut sebagai sifilis
d’emblee.17
6
2.1.1.2.Stadium Laten
- Masa laten dapat terjadi selama beberapa tahun, bahkan dapat
seumur hidup.7,11,16
- Umumnya pada fase ini, sifilis tidak menular dan tidak
ditemukan gejala klinis pada pasien, namun didapatkan Tes
Serologi Sifilis (TSS) reaktif, baik serologi treponema maupun
nontreponemal.7,11,16
- Sifilis laten dibagi menjadi dua bagian, yaitu sifilis laten dini
dan lanjut. Sifilis laten dini terjadi kurang dalam satu tahun
setelah infeksi, sedangkan sifilis laten lanjut setelah satu tahun
dari infeksi.7,11,16
2.1.2. Pemeriksaan Penunjang
7
dilakukan tiga hari berturut-turut. Treponema akan tampak
berwarna putih pada latar belakang yang gelap. Pergerakan
Treponema yaitu memutar terhadap sumbunya, bergerak
perlahan melintasi lapangan pandang.11
8
respon pengobatan. VDRL dan RPR mulai reaktif setelah 4-5
minggu pasca infeksi dengan sensitivitas mencapai 100% pada
pemeriksaan di minggu 12, dan menjadi nonreaktif pada 25%-30%
kasus sifilis fase laten. Hasil pemeriksaan VDRL akan disajikan
secara kualitatif (reaktif atau non reaktif) dan/atau kuantitatif
(reaktif dengan titer mulai dari 1:1, 1:2, 1:4, 1:8, dan seterusnya).
Hasil pemeriksaan RPR dapat disajikan secara kualitatif dan
kuantitatif, dimana hasil kuantitatif RPR selalu memberikan hasil
positif dengan titer lebih dari sama dengan 1:16. Tingginya kadar
antibody RPR berhubungan dengan aktivitas infeksi sifilis.
Pemeriksaan nontreponemal sangat penting digunakan dalam
pemantauan terhadap respon pengobatan, sehingga setiap orang
yang terdiagnosis sifilis harus diperiksa titer nontreponemalnya
pada hari pengobatan. Tanpa titer tersebut, akan sangat sulit
menafsirkan titer berikutnya untuk menentukan apakah orang
tersebut telah merespon pengobatan yang tepat atau tidak. Terapi
dianggap sukses bila titer serologi nontreponemal menurun empat
kali lipat (dua pengenceran).
9
nontreponemal. Sehingga dalam klinis, hasil tes nontreponemal
yang reaktif, akan dilanjutkan dengan hasil tes treponemal yang
reaktif juga digunakan sebagai dasar penentuan diagnosis sifilis
(dengan pertimbangan hasil anamnesis dan pemeriksaa fisis yang
sesuai). Berikut adalah tabel sensitivitas dan spesifisitas tes
serologi nontreponemal dan treponemal untuk sifilis.
Tabel 1.1.2.2.1 Sensitivitas dan Spesifisitas Beberapa Tes Serologi untuk Sifilis
EIA: enzyme immunoassay; FTA-ABS, fluorescent treponemal antibody absorption assay; MHA-TP,
microhemagglutination assay for Treponema pallidum; RPR, rapid plasma reagin; TPHA, T.pallidum
hemagglutination; TPPA, T.pallidum particle agglutination; VDRL,Veneral Disease Research Laboratory
10
Tabel 2.1.2.2.2 Grafik Pola Umum Reaktivitas Serologis pada Pasien Sifilis
FTA-ABSL, Fluorescent treponemal antibody absorption assay; IgM, immunoglobulin M; RPR, Rapid
Plasma Reagin; TPHA, Treponema pallidum hemagglutination test; VDRL, Veneral Disease Research
Laboratory.
2.1.2.3. Histopatologi
- Umumnya penegakan diagnosis sifilis hanya berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan bila tersedia, mikroskop
lapangan gelap. Namun, dalam beberapa kasus, pemeriksaan
histopatologi dapat digunakan sebagai salah satu pemeriksaan
penunjang sifilis.
- Hasil pemeriksaan histopatologi yang utama ditemukan pada
sifilis adalah proliferasi sel-sel endotel, terutama terdiri atas
infiltrate perivascular yang tersusun oleh sel-sel limfoid dan sel-
sel plasma. Pada Stadium sekunder dan tersier, akan didapatkan
infiltrate granulomatosa, yang terdiri dari epiteloid dan sel-sel
raksasa.16
11
2.1.3. Diagnosis Banding
Limfogranuloma
Herpes Venerum (L.G.V)
Scabies17 Ulkus mole17
Simpleks17 afek primer17
12
atau mukosa
sekeliling ulkus
eritem
Ulcus dapat
ditutupi oleh
eksudat berwarna
kuning keabuan
Gambar
11
11
11
11
- Sifilis Laten:
13
peninggian pada tepi secara simetris pada labia minor
truncus dan extremitas Necrotic pustul
Dapat juga ditemui papul,
Efflorosensi papulosquamous, atau
likenifikasi
Gambar
1 11
1
2.2. Tatalaksana
Berdasarkan data dari kasus, uji klinis dan pengalaman klinis yang
panjang, penisilin adalah pengobatan yang dianjurkan untuk semua tahap
sifilis, dengan persiapan, dosis, dan lama pengobatan tergantung
manifestasi klinis, stadium penyakit, dan usia pasien. Benzatin penisilin
G, Persiapan penisilin yang direkomendasikan untuk sebagian besar
tahapan sifilis, memiliki waktu paruh yang panjang, yang sangat penting
secara terapeutik karena waktu pembelahan T. pallidum yang lambat.11
Orang yang alergi penisilin seperti wanita yang tidak hamil dan tidak
memiliki neurosifilis diobati dengan doksisiklin. Wanita hamil yang alergi
penicillin harus peka terhadap dan diobati dengan penisilin, yang
14
merupakan satu-satunya obat yang diketahui untuk mencegah penularan
dari ibu dan mengobati infeksi pada janin.11
Jadwal Untuk
Alternatif Tindak Lanjut
Stadium Sifilis Status HIV Pengobatan
Untuk Alergi Setelah
Penicillin Perawatan
Sifilis Primer
Benzathine Doksisiklin PO 3, 6, 9, 12, dan
dan Sekunder
penicillin G, 2.4 2 x 100 mg 24 bulan
Terinfeksi HIV
juta Unit IM sehari selama 14
dosis tunggal hari
15
dosis tunggal hari
interval
2.3. Prognosis
Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih
baik. Untuk menentukan penyembuhan mikrobiologik, yang berarti
bahwa semua T. Pallidum di badan terbunuh tidaklah mungkin.
Penyembuhan berarti sembuh klinis seumur hidup, tidak menular ke
orang lain, T.S.S. Pada darah dan likuor serebrospinalis selalu negatif.
Jika sifilis tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5%
akan mendapat S III, 10% mengalami sifilis kardiovaskular, neuro-sifilis
pada pria 9% dan pada wanita 5%, 23% akan meninggal.7
16
Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%.
Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah
bening akan menetap berminggu-minggu.7
17
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19
10. Suparyati, T., & Lestari, EA (2022). Gambaran Hasil Pemeriksaan Sifilis
Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan. Jurnal
Medika Husada , 2 (1), 7-12.
11. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ,
Orringer JS. Fitzpatrick's Dermatology 9th Edition. Vol. 1. 2019.
12. Tiecco G, Degli Antoni M, Storti S, Marchese V, Focà E, Torti C, Castelli
F, Quiros-Roldan E. A 2021 Update on Syphilis: Taking Stock from
Pathogenesis to Vaccines. Pathogens. 2021
13. Janier M, Unemo M, Dupin N, Tiplica GS, Potočnik M, Patel R. 2020
European guideline on the management of syphilis. J Eur Acad Dermatol
Venereol. 2021
14. Radolf JD, Kumar S. The Treponema pallidum Outer Membrane. Curr
Top Microbiol Immunol. 2018
16. Ulumiya N. Laskar bakteri patogen. UMSurabaya Publishing; 2022 Jul 20.
20
21