Anda di halaman 1dari 24

FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT MEI 2023

UNIVERSITAS HASANUDDIN

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA SIFILIS PRIMER DAN LATEN

DISUSUN OLEH:
Rante Kada, Sindi Wati (C014222138)
Aprillia Akhsanatul Munawaroh (C014222133)
Laurentia Nadia Randa Pongpayung (C014222045)
Revina Raissa Gunawan (C014222121)

Supervisor Pembimbing:
dr. Idrianti Idrus, Sp.KK(K), M.Kes

Residen Pembimbing:
dr. Ghea Anisah

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2023
HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL REFERAT: DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA SIFILIS PRIMER


DAN LATEN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

1. Nama : Rante Kada, Sindi Wati


NIM : C014222138
2. Nama : Aprillia Akhsanatul Munawaroh
NIM : C014222133
3. Nama : Laurentia Nadia Randa Pongpayung
NIM : C014222045
4. Nama : Revina Raissa Gunawan
NIM : C014222121

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen


Dermatologi dan Venerologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar,

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Idrianti Idrus, Sp.KK(K), M.Kes dr. Ghea Anisah

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................1
1.2. Patogenesis..................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................5
2.1. Diagnosis.....................................................................................5
2.1.1. Manifestasi Klinis Stadium Primer dan Laten..........................5

2.1.2. Pemeriksaan Penunjang...............................................................7

2.1.3. Diagnosis Banding......................................................................12

2.2. Tatalaksana..................................................................................14
2.3. Prognosis.....................................................................................16
BAB III KESIMPULAN.........................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sifilis atau yang biasanya dikenal dengan nama “Raja Singa”


merupakan penyakit infeksi seksual yang disebabkan oleh bakteri
Treponema Pallidum subspesies Pallidum dengan manusia sebagai host-
nya.1,2 Treponema Pallidum merupakan bakteri berbentuk spiral dengan
membran fosfolipid luar yang termasuk dalam ordo spirochetal. 3
Treponema Pallidum bersifat sistemik dan kronis sehingga dapat
menyerang seluruh organ tubuh penderita melalui paparan seksual
(didapat) atau transmisi vertikal secara transplasenta selama kehamilan
(kongenital).4,5 Sifilis juga dikenal dengan sebutan “the great imitator”
atau “the great impostor” karena manifestasi klinisnya yang bermacam-
macam dan dapat menyerupai berbagai banyak penyakit.6

Sifilis dapat terjadi di seluruh dunia. Setiap tahun diperkirakan ada 6


juta kasus baru secara global. Insiden banyak terjadi pada orang yang
berusia 15 hingga 49 tahun. Lebih dari 300.000 kematian janin dan
neonatus yang terinfeksi sifilis.7,8 Negara berkembang memiliki angka
kejadian sifilis yang hampir mencapai 90% diseluruh dunia. 9,10 Pada
tahun 2018, menurut laporan dari Kementrian Kesehatan di Indonesia
terdapat 7.055 kasus sifilis baru. Kejadian paling banyak ditemukan pada
kelompok laki-laki penyuka sesama jenis (LSL), perkerja seks komersial
(PSK), dan wanita hamil.11 Pada tahun 2016, World Health Organization
(WHO) membuat program memberantas penyakit infeksi menular
seksual dari tahun 2016 hingga 2021. Meskipun telah banyak dilakukan
upaya membrantas sifilis di berbagai negara-negara, sifilis tetap endemik
di negara-negara perekonomian menengah hingga kebawah.9

1
Penularan penyakit sifilis umumnya sering dihubungkan dengan
perilaku seksual dan keadaan imunitas seseorang. Risiko infeksi ini
meningkat pada orang yang terlibat dalam hubungan seks tanpa kondom,
berhubungan seks dengan banyak pasangan, pasangan seks sesame jenis,
dan pengidap HIV/AIDS.3,12

Individu yang terinfeksi dibagi berdasarkan stadium perjalanan


penyakitnya yaitu stadium primer, stadium sekunder, stadium laten, dan
stadium tersier ≥ 10 tahun. Sifilis stadium primer merupakan timbulnya
lesi primer (chancre) pada daerah genitalia eksterna dan muncul setelah 3
minggu kontak dengan penderita sifilis lainnya. Fokal infeksi dari bakteri
biasanya adalah genital pada pasien heteroseksual tetapi transmisi dari
laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki mungkin terjadi
melalui ekstragenital melalui kontak oral-anal atau genital-anal. Chancre
umumnya sembuh dalam waktu 4-6 minggu.7 Sifilis stadium laten
merupakan stadium yang asimtomatik dan tidak didapat riwayat gejala-
gejala sifilis primer ataupun sekunder. Meskipun bersifat asimptomatik,
tetapi diketahui bahwa tingkat transmisi sifilis melalui kontak seksual
pada fase ini, dapat mencapai 10-60%.13

Diagnosis Sifilis ditegakkan berdasarkan atas hasil anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan didukung pemeriksaan laboratorium yang sesuai.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah deteksi langsung
T.pallidum, pemeriksaan serologi, dan histopatologi.8

Oleh karena masih tingginya angka prevalensi dari penyakit Sifilis ini,
dimana tingkat kompetensi penyakit tersebut adalah 4A. Maka,
diperlukan pengetahuan menyeluruh mengenai sifilis serta tatalaksana
menyeluruh dari penyakit tersebut.

2
1.2. Patogenesis

Bagan 1.2 Patogenesis Sifilis

Penularan bakteri ini biasanya melalui hubungan seksual (membran


mukosa vagina dan uretra), kontak langsung dengan lesi/luka yang
terinfeksi atau dari ibu yang menderita sifilis ke janinnya melalui
plasenta pada stadium akhir kehamilan. Treponema pallidum masuk
dengan cepat melalui membran mukosa yang utuh dan kulit yang lecet,
kemudian ke dalam kelenjar getah bening, masuk aliran darah, kemudian
menyebar ke seluruh organ tubuh. Bergerak masuk ke ruang interstisial
jaringan dengan gerakan corkscrew (seperti membuka tutup botol).
Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik meskipun gejala
klinis dan serologi belum kelihatan pada saat itu. Darah dari pasien yang
baru terkena sifilis ataupun yang masih dalam masa inkubasi bersifat
infeksius. Waktu berkembang biak Treponema pallidum selama masa
aktif penyakit secara invivo 30-33 jam. Lesi primer muncul di tempat
kuman pertama kali masuk, biasa-nya bertahan selama 4- 6 minggu dan
kemudian sembuh secara spontan. Pada tempat masuknya, kuman

3
mengadakan multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya
infiltrat yang terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara
klinis dapat dilihat sebagai papul. Reaksi radang tersebut tidak hanya
terbatas di tempat masuknya kuman tetapi juga di daerah perivaskular
(Treponema pallidum berada diantara endotel kapiler dan sekitar
jaringan), hal ini mengakibatkan hipertrofi endotel yang dapat
menimbulkan obliterasi lumen kapiler (endarteritis obliterans).
Kerusakan vaskuler ini mengakibatkan aliran darah pada daerah papula
tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus dan keadaan ini
disebut chancre.14

Meskipun didalam lesi primer banyak dijumpai Treponema pallidum,


namun kerusakan jaringan tidak cukup luas karena kebanyakan
Treponema pallidum yang berada diluar sel akan terbunuh oleh fagosit,
tetapi terdapat sejumlah kecil Treponema pallidum yang dapat tetap
dapat bertahan di dalam sel makrofag dan di dalam sel lainya yang bukan
fagosit misalnya sel endotel dan fibroblas. Keadaan tersebut dapat
menjadi petunjuk mengapa Treponema pallidum dapat hidup dalam
tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama, yaitu selama masa
asimptomatik yang merupakan ciri khas dari penyakit sifilis.14

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diagnosis
Dalam perjalanan penyakitnya, sifilis dapat dibagi menjadi tiga
stadium, yaitu: stadium primer, sekunder, dan tersier. Tiap stadium ini
terpisah oleh fase laten, fase dimana tidak ditemukan tanda klinis infeksi,
dengan waktu yang bervariasi.14 Interval stadium primer dan sekunder
berkisar dari beberapa minggu hingga beberapa bulan. Interval stadium
sekunder dan tersier umumnya lebih dari satu tahun.15

2.1.1. Manifestasi Klinis Stadium Primer dan Laten


2.1.1.1. Stadium I (Primer atau Akuisita)
- Masa tunas umumnya terjadi selama 10 – 90 hari (rata- rata: 3
minggu).16 Lesi awal sifilis berupa papul lentikuler yang paling
umum muncul dan kemudian membesar pada daerah inokulasi
bakteri, dengan predileksi tersering yaitu daerah genital. Papul
yang berukuran 0,5 – 1,5 cm akan mengalami ulserasi
membentuk ulkus. Ulkus sifilis yang umumnya disebut chancre
berbentuk bulat, soliter, merah, berbatas tegas, dengan dasar
ulkus tidak ditemukan eksudat dan tidak nyeri.7,11,16
Ketidakmunculan presentasi klinis yang khas dari chancre sifilis
umumnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:
jumlah spirochetes yang terinokulasi, status imun pasien,
penggunaan antibiotik bersamaan, dan impetiginisasi. Dasar
chancre banyak mengandung spirochaeta yang dapat dilihat
dengan menggunakan lapangan gelap atau imunofluoresen pada
sediaan kerokan chancre.11,17
- Chancre genital pada laki-laki paling sering ditemukan pada
sulkus koronarius, sedangkan pada wanita di labia minor dan
mayor. Selain itu, chancre dapat juga terjadi pada organ

5
ekstragenital, seperti pada rongga mulut, jari tangan, payudara,
dan anus.7,11
- Chancres juga dapat ditemukan selain pada daerah genital.
Chancres ekstragenital tersering ditemukan pada cavitas
oropharyngeal, hal ini terjadi karena sifilis dapat ditransmisikan
melalui pelaku atau penerima paparan seks anal.
- 7 hingga 10 hari pasca munculnya papul dengan ulkus,
umumnya diikuti dengan kejadian pembesaran Kelenjar Getah
Bening (KGB) regional, utamanya daerah inguinal medial
unilateral atau bilateral.7 Setidaknya sekitar 80% pasien sifilis
stadium primer disertai dengan limfadenopati.18,19 Kelenjar
tersebut bersifat soliter, indolen, tidak lunak, tidak nyeri, tidak
lunak, berukuran lenticular, dan tidak supuratif. Kulit di atasnya
tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut.
- Chancre dapat sembuh sendiri dalam waktu 3 hingga 6 minggu
meskipun tanpa pengobatan. 60-70% kasus Charncre tidak
menimbulkan rasa nyeri, hal ini yang menyebabkan sifilis
primer sering kali tidak disadari oleh penderitanya.11
- Sifilis yang tidak memiliki afek primer, disebut sebagai sifilis
d’emblee.17

Gambar 4.1 Chancre bermanifestasi sebagai ulkus merah bersih,


berbentuk oval, berbatas tegas pada batang penis11

6
2.1.1.2.Stadium Laten
- Masa laten dapat terjadi selama beberapa tahun, bahkan dapat
seumur hidup.7,11,16
- Umumnya pada fase ini, sifilis tidak menular dan tidak
ditemukan gejala klinis pada pasien, namun didapatkan Tes
Serologi Sifilis (TSS) reaktif, baik serologi treponema maupun
nontreponemal.7,11,16
- Sifilis laten dibagi menjadi dua bagian, yaitu sifilis laten dini
dan lanjut. Sifilis laten dini terjadi kurang dalam satu tahun
setelah infeksi, sedangkan sifilis laten lanjut setelah satu tahun
dari infeksi.7,11,16
2.1.2. Pemeriksaan Penunjang

Penegakan diagnosis sifilis umumnya berdasarkan manifestasi


klinis disertai dengan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi
infeksi T.pallidum. Namun pada beberapa kasus dengan kecurigaan
klinis untuk sifilis tinggi, dokter tidak harus menunggu hasil
pemeriksaan laboratorium untuk mulai memberikan pengobatan
yang tepat. Terdapat tiga pemeriksaan penunjang yang umum
digunakan dalam membantu penegakan diagnosis sifilis,
pemeriksaan tersebut adalah deteksi langsung T.pallidum,
pemeriksaan histopatologi, dan serologi.11

2.1.2.1.Deteksi Langsung T.pallidum


- Deteksi ini dapat menjadi bukti definitif dari adanya infeksi
T.pallidum, tetapi perlu diingat bahwa, sekitar 30% infeksi
primer sifilis dapat menunjukkan hasil serologi negatif. Salah
satu tes dengan prinsip deteksi langsung T.pallidum adalah
penggunaan mikroskop lapangan gelap.11
- Pemeriksaan T.pallidum ini dilakukan dengan mengambil serum
dari lesi kulit, kemudian mengamati bentuk serta pergerakan
T.pallidum di bawah mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan

7
dilakukan tiga hari berturut-turut. Treponema akan tampak
berwarna putih pada latar belakang yang gelap. Pergerakan
Treponema yaitu memutar terhadap sumbunya, bergerak
perlahan melintasi lapangan pandang.11

Gambar 4.2.1. T.pallidum di bawah mikroskop lapangan gelap11


2.1.2.2.Serologi

Pemeriksaan serologi merupakan pemeriksaan penunjang yang


penting bagi penegakan diagnosis sifilis. mencakup tes
nontreponema (tes regain) dan tes treponemal, dimana tes
nontreponemal hanya mendeteksi antibodi IgG dan IgM terhadap
bahan lipoid yang dilepaskan dari sel host yang rusak dan
T.pallidum, sedangkan tes treponemal mendeteksi antibodi
terhadap antigen T.pallidum. Di Indonesia, skrining dan diagnosis
sifilis dilakukan dengan pemeriksaan non treponema, dilanjutkan
dengan pemeriksaan serologis spesifik treponema.11 Bila hasil
pemeriksaan serologis nontreponemal reaktif, tes treponema akan
dilakukan. Dan jika hasil tes treponema positif, pemeriksaan titer
Rapid Plasma Reagin (RPR) dilakukan untuk menentukan infeksi
sifilis berada di stadium aktif atau laten.

Tes serologi non treponemal yang paling sering digunakan


adalah Tes VDRL (Test Venereal Disease Research Laboratory)
dan RPR (Rapid Plasma Reagin). Kedua tes ini digunakan untuk
mendeteksi infeksi dan reinfeksi sifilis yang aktif, serta mengamati

8
respon pengobatan. VDRL dan RPR mulai reaktif setelah 4-5
minggu pasca infeksi dengan sensitivitas mencapai 100% pada
pemeriksaan di minggu 12, dan menjadi nonreaktif pada 25%-30%
kasus sifilis fase laten. Hasil pemeriksaan VDRL akan disajikan
secara kualitatif (reaktif atau non reaktif) dan/atau kuantitatif
(reaktif dengan titer mulai dari 1:1, 1:2, 1:4, 1:8, dan seterusnya).
Hasil pemeriksaan RPR dapat disajikan secara kualitatif dan
kuantitatif, dimana hasil kuantitatif RPR selalu memberikan hasil
positif dengan titer lebih dari sama dengan 1:16. Tingginya kadar
antibody RPR berhubungan dengan aktivitas infeksi sifilis.
Pemeriksaan nontreponemal sangat penting digunakan dalam
pemantauan terhadap respon pengobatan, sehingga setiap orang
yang terdiagnosis sifilis harus diperiksa titer nontreponemalnya
pada hari pengobatan. Tanpa titer tersebut, akan sangat sulit
menafsirkan titer berikutnya untuk menentukan apakah orang
tersebut telah merespon pengobatan yang tepat atau tidak. Terapi
dianggap sukses bila titer serologi nontreponemal menurun empat
kali lipat (dua pengenceran).

Beberapa contoh tes serologi treponema adalah T.pallidum


particle agglutination (TPPA) tes, the micro-hemagglutination
assay for T.pallidum (MHA-TP), the fluorescent treponemal
antibody absorption assay (FTA-ABS), the T.pallidum
hemagglutination test (TPHA), berbagai enzim treponema
immunoassay (EIA), dan ummunochemiluminescence assays.
Semua pemeriksaan ini menggunakan keseluruhan atau sebagian
fragmen antigen T.pallidum dan mendeteksi adanya antibodu
terhadap T.pallidum. Bila dibandingkan dengan pemeriksaan
serologi nontreponemal, sebagian besar pemeriksaan serologis
treponemal (selain EIA) memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang
lebih tinggi pada fase primer-tersier dibandingkan tes

9
nontreponemal. Sehingga dalam klinis, hasil tes nontreponemal
yang reaktif, akan dilanjutkan dengan hasil tes treponemal yang
reaktif juga digunakan sebagai dasar penentuan diagnosis sifilis
(dengan pertimbangan hasil anamnesis dan pemeriksaa fisis yang
sesuai). Berikut adalah tabel sensitivitas dan spesifisitas tes
serologi nontreponemal dan treponemal untuk sifilis.

Tabel 1.1.2.2.1 Sensitivitas dan Spesifisitas Beberapa Tes Serologi untuk Sifilis

EIA: enzyme immunoassay; FTA-ABS, fluorescent treponemal antibody absorption assay; MHA-TP,
microhemagglutination assay for Treponema pallidum; RPR, rapid plasma reagin; TPHA, T.pallidum
hemagglutination; TPPA, T.pallidum particle agglutination; VDRL,Veneral Disease Research Laboratory

10
Tabel 2.1.2.2.2 Grafik Pola Umum Reaktivitas Serologis pada Pasien Sifilis

FTA-ABSL, Fluorescent treponemal antibody absorption assay; IgM, immunoglobulin M; RPR, Rapid
Plasma Reagin; TPHA, Treponema pallidum hemagglutination test; VDRL, Veneral Disease Research
Laboratory.

2.1.2.3. Histopatologi
- Umumnya penegakan diagnosis sifilis hanya berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan bila tersedia, mikroskop
lapangan gelap. Namun, dalam beberapa kasus, pemeriksaan
histopatologi dapat digunakan sebagai salah satu pemeriksaan
penunjang sifilis.
- Hasil pemeriksaan histopatologi yang utama ditemukan pada
sifilis adalah proliferasi sel-sel endotel, terutama terdiri atas
infiltrate perivascular yang tersusun oleh sel-sel limfoid dan sel-
sel plasma. Pada Stadium sekunder dan tersier, akan didapatkan
infiltrate granulomatosa, yang terdiri dari epiteloid dan sel-sel
raksasa.16

11
2.1.3. Diagnosis Banding
Limfogranuloma
Herpes Venerum (L.G.V)
Scabies17 Ulkus mole17
Simpleks17 afek primer17

 Vesikel  Gatal pada malam  Limfadenitis  Ulcus di tempat


berkelompok hari regional masuk kuman
di atas kulit  Mengenai  Disertai tanda  Ulcus disertai
yang sembab sekelompok orang radang akut, supurasi kelenjar
dan (seluruh keluarga, supurasi tidak getah bening
eritematosa di asrama atau serentak regional
pada daerah pondokan)  Disertai gejala  Lesi mudah terluka
dekat  Ada terowongan konstitusi pada waktu
Gejala dan mukokutan (kunikulus) pada (demam, malese, melakukan
Tanda khas  Dapat tempat predileksi artralgia) aktivitas seksual
disertai rasa yang berwarna  Lesi awal berupa  Ulkus multiple
gatal/nyeri ptuih atau keabuan papul atau nodul kadang
 Jika pecah  Ditemukan tungau, subkutan yang membentuk
tampak serta telur dan kemudian menjadi kissing lesions
kelompok kotorannya ulcer (beefy-red
erosi, sering ulvers) dan
berkonfluens membesar secara
i dan bertahap
polisiklik membentuk
 Tzanck test: kissing lesions
positif

 Daerah  Lipatan kulit yang  Genitalia,  Kulit genitalia dan


sekitar tipis, hangat, dan perianal, dan sekitarnya,
Predileksi
mukokutan lembab inguinal permukaan
(orofasial, mukosa, kelenjar
genital) getah bening
regional

 Vesikel,  Papul, nodul, dan  Papul, vesikel,  Papul yang


pustule, ulcer plak eritem pustule, ulkus berkembang
eritem  Skuama yang cepat hilang menjadi ulcus
 Bisa disertai  Ulcus multiple,
ekskoriasi dan dangkal, tidak
pustul terdapat indurasi,
Efflorosensi sangat nyeri, tepi
bergaung, rapuh,
tidak rata, kulit

12
atau mukosa
sekeliling ulkus
eritem
 Ulcus dapat
ditutupi oleh
eksudat berwarna
kuning keabuan

Gambar
11
11
11

11

- Sifilis Laten:

Sifilis Primer Sifilis Sekunder Gonore

 Lesi awalnya berupa  Umumnya disertai  Ureteritis, servisitis


makula berwarna dusty red dengan limfadenopati  Sekret keruh atau
berubah menjadi papul, generalisata bernanah keluar dari
kemudian menjadi ulcer  Lesi mucocutaneus yang meatus
bulat-oval (Chancre) terlokalisasi atau difus  Membran mucola
 Chancre berukuran kecil inflamasi
(<2cm) dengan batas lesi  Rasa nyeri berkemih
yang jelas dan meninggi
Gejala dan pada tepi.
Tanda khas  Dasar ulcer bersih dan
umumnya tidak nyeri.

 glans penis, sulcus coronal,  Mukokutaneus  Mukosa epitel kuboid


anus, vagina, cervix,labia  Wajah atau epitel gepeng
Predileksi
mayora, labia minor,  Truncus pada tractus
uretra, perineum, atau  Telapak tangan dan genitourinaria, anus,
cavitas oral telapak kaki rectum, dan orofaring

 Makula dusty red, papul,  Makula eritematosus  Makula eritem pada


ulcer berbatas tegas dan (roseola syphilitica) atau penis, labia mayor,
maculopapular tersebar

13
peninggian pada tepi secara simetris pada labia minor
truncus dan extremitas  Necrotic pustul
 Dapat juga ditemui papul,
Efflorosensi papulosquamous, atau
likenifikasi

Gambar

1 11
1

2.2. Tatalaksana

Berdasarkan data dari kasus, uji klinis dan pengalaman klinis yang
panjang, penisilin adalah pengobatan yang dianjurkan untuk semua tahap
sifilis, dengan persiapan, dosis, dan lama pengobatan tergantung
manifestasi klinis, stadium penyakit, dan usia pasien. Benzatin penisilin
G, Persiapan penisilin yang direkomendasikan untuk sebagian besar
tahapan sifilis, memiliki waktu paruh yang panjang, yang sangat penting
secara terapeutik karena waktu pembelahan T. pallidum yang lambat.11

Pilihan formulasi penisilin penting dalam memastikan perawatan yang


memadai. Di Amerika Serikat, satu-satunya produk penisilin yang sesuai
untuk pengobatan sifilis primer, sekunder, atau laten adalah Bicillin L-A,
yang hanya mengandung benzatin penisilin G. Produk kemasan serupa
lainnya, Bicillin C-R, mengandung prokain penisilin G selain benzatin
penisilin G dan bukan pengobatan yang tepat.11

Orang yang alergi penisilin seperti wanita yang tidak hamil dan tidak
memiliki neurosifilis diobati dengan doksisiklin. Wanita hamil yang alergi
penicillin harus peka terhadap dan diobati dengan penisilin, yang

14
merupakan satu-satunya obat yang diketahui untuk mencegah penularan
dari ibu dan mengobati infeksi pada janin.11

Rekomendasi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit untuk


Perawatan dan Tindak Lanjut Orang Dewasa dengan Sifilis Primer,
Sekunder, Laten Dini, atau Laten Lanjut.11

Jadwal Untuk
Alternatif Tindak Lanjut
Stadium Sifilis Status HIV Pengobatan
Untuk Alergi Setelah
Penicillin Perawatan

Benzathine Doksisiklin PO 6 dan 12 bulan


penicillin G, 2.4 2 x 100 mg
Tidak terinfeksi
juta Unit IM sehari selama 14
HIV
dosis tunggal hari

Sifilis Primer
Benzathine Doksisiklin PO 3, 6, 9, 12, dan
dan Sekunder
penicillin G, 2.4 2 x 100 mg 24 bulan
Terinfeksi HIV
juta Unit IM sehari selama 14
dosis tunggal hari

Benzathine Doksisiklin PO 6, 12, dan 24


penicillin G, 2.4 2 x 100 mg bulan setelah
Tidak terinfeksi
juta Unit IM sehari selama 14 perawatan
HIV
dosis tunggal hari

Benzathine Doksisiklin PO 6, 12, 18, dan


Laten Dini penicillin G, 2.4 2 x 100 mg
Terinfeksi HIV 24 bulan
juta Unit IM sehari selama 14

15
dosis tunggal hari

Benzatin Doksisiklin PO 6, 12, dan 24


penisilin G:3 2 x 100 mg bulan setelah
dosis 2,4 juta sehari selama 28 perawatan
hari
unit IM
Tidak terinfeksi diberikan pada 1
HIV minggu

interval

Laten Lanjut Benzatin Doksisiklin PO 6, 12, 18, dan


penisilin G:3 2 x 100 mg 24 bulan
(> 1Tahun)
dosis 2,4 juta sehari selama 28
unit IM hari
diberikan pada 1
Terinfeksi HIV
minggu interval

2.3. Prognosis
Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih
baik. Untuk menentukan penyembuhan mikrobiologik, yang berarti
bahwa semua T. Pallidum di badan terbunuh tidaklah mungkin.
Penyembuhan berarti sembuh klinis seumur hidup, tidak menular ke
orang lain, T.S.S. Pada darah dan likuor serebrospinalis selalu negatif.
Jika sifilis tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5%
akan mendapat S III, 10% mengalami sifilis kardiovaskular, neuro-sifilis
pada pria 9% dan pada wanita 5%, 23% akan meninggal.7

16
Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%.
Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah
bening akan menetap berminggu-minggu.7

Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Kambuh klinis


umumnya terjadi setehun sesudah terapi, berupa lesi menular pada mulut,
tenggorok, dan regio perianal. Di samping itu dikenal pula kambuh
serologik, yang berarti T.S.S. yang negatif menjadi positif atau yang
telah positif menjadi makin positif. Rupanya kambuh serologik ini
mendahului kambuh klinis. Kambuh klinis pada wanita juga dapat
bermanifestasi pada bayi berupa sifilis kongenital.7

Pada sifilis laten lanjut prognosisnya baik, prognosis pada sifilis


gumatosa bergantung pada alat yang dikenal dan banyaknya kerusakan.
Dengan melihat hasil T.S.S. pada sifilis lanjut sukar ditentukan
prognosisnya. T.S.S. yang tetap positif lebih daripada 80%, meskipun
telah mendapat terapi yang adekuat. Umumnya titer akan menurun, jika
meningkat menunjukkan kambuh dan memerlukan terapi ulang.7

17
BAB III
KESIMPULAN

Sifilis adalah infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum


subspecies pallidum. Sifilis ditransmisikan melalui hubungan seksual (membran
mukosa vagina dan uretra), kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau
dari ibu yang menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir
kehamilan. Dalam perjalanan penyakitnya, sifilis dapat dibagi menjadi tiga
stadium, yaitu: stadium primer, sekunder, dan tersier. Tiap stadium ini terpisah
oleh fase laten, fase dimana tidak ditemukan tanda klinis infeksi, dengan waktu
yang bervariasi. Penegakan diagnosis sifilis umumnya berdasarkan manifestasi
klinis disertai dengan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi infeksi
T.pallidum. Terdapat tiga pemeriksaan penunjang yang umum digunakan dalam
membantu penegakan diagnosis sifilis, pemeriksaan tersebut adalah deteksi
langsung T.pallidum, pemeriksaan histopatologi, dan serologi. Pemberian
antibiotik untuk pengobatan berdasarkan stadium sifilis. Antibiotik yang
digunakan adalah antibiotik golongan penisilin, namun pada pasien dengan alergi
penisilin dapat menggunakan antibiotik golongan lain sebagai alternatif.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Effendi, I. (2019). Pemeriksaan Molekular Treponema pallidum. Jurnal


Kedokteran Meditek, 24(68).
https://doi.org/10.36452/jkdoktmeditek.v24i68.1706
2. James WD, Elston DM, Treat JR, Rosenbach MA. Andrews’ Diseases of
the Skin: Clinical Dermatology. Elsevier Health Sciences; 2019. 1109 p. 
3. Tudor ME, Al Aboud AM, Leslie SW, dkk. Sipilis. [Diperbarui 2022 Nov
28]. Di dalam: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): Penerbitan
StatPearls; 2023 Jan-.
4. Iskandar, M. D. R. (2022). Sifilis pada Kemahilan.
5. Dermatology: 2-Volume Set - 4th Edition [Internet]. [cited 2023 Mar 28].
Available from: https://www.elsevier.com/books/dermatology-2-volume-
set/bolognia/978-0-7020-6275-9
6. Koundanya VV, Manifestasi Mata Tripathy K. Sifilis. [Diperbarui 2023
Feb 22]. Di dalam: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): Penerbitan
StatPearls; 2023 Jan-. Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558957/?report=classic
7. Djuanda Adhi. Sifilis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UI Edisi ke7.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2019: 455-20.6. Kojima, N., &
Klausner, J. D. (2018). An Update on the Global Epidemiology of
Syphilis. Current epidemiology reports, 5(1), 24–38.
https://doi.org/10.1007/s40471-018-0138-z
8. Kojima, N., & Klausner, J. D. (2018). An Update on the Global
Epidemiology of Syphilis. Current epidemiology reports, 5(1), 24–38.
https://doi.org/10.1007/s40471-018-0138-z
9. Zein, A., & Marpaung, W. (2022). Perilaku Seksual Pekerja Seks
Komersial; Perspektif Islam dan Kesehatan. Penularan: Jurnal Ilmiah
Berkala Kesehatan Masyarakat dan Kesehatan Pesisir , 4 (2), 153-160.

19
10. Suparyati, T., & Lestari, EA (2022). Gambaran Hasil Pemeriksaan Sifilis
Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan. Jurnal
Medika Husada , 2 (1), 7-12.
11. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ,
Orringer JS. Fitzpatrick's Dermatology 9th Edition. Vol. 1. 2019.
12. Tiecco G, Degli Antoni M, Storti S, Marchese V, Focà E, Torti C, Castelli
F, Quiros-Roldan E. A 2021 Update on Syphilis: Taking Stock from
Pathogenesis to Vaccines. Pathogens. 2021
13. Janier M, Unemo M, Dupin N, Tiplica GS, Potočnik M, Patel R. 2020
European guideline on the management of syphilis. J Eur Acad Dermatol
Venereol. 2021 

14. Radolf JD, Kumar S. The Treponema pallidum Outer Membrane. Curr
Top Microbiol Immunol. 2018

15. Pratiwi D. PREVALENSI HASIL POSITIF SIFILIS DENGAN METODE


PEMERIKSAAN ELISA DAN CLIA DI UDD PMI KOTA DENPASAR
PERIODE MEI-DESEMBER 2021.

16. Ulumiya N. Laskar bakteri patogen. UMSurabaya Publishing; 2022 Jul 20.

17. Widaty S, Soebono H, Nilasari H, dkk. Panduan Praktik Klinis bagi


Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia; 2017. h.372-2.
18. Fiqri A, ES EY. Koinfeksi Sifilis Sekunder, Condyloma Acuminata dan
Human Immundeficiency Virus (HIV) pada Pria Homoseksual.
MEDICINUS. 2022 Aug 1;35(2):20-30.

20
21

Anda mungkin juga menyukai