HALAMAN JUDUL................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................2
A. DEFINISI......................................................................................................2
B. EPIDEMIOLOGI..........................................................................................2
C. ETIOLOGI....................................................................................................2
D. PATOGENESIS............................................................................................3
E. MANIFESTASI KLINIS..............................................................................5
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG................................................................12
G. DIAGNOSIS BANDING...........................................................................14
H. DIAGNOSIS...............................................................................................17
I. PENATALAKSANAAN............................................................................17
J. PROGNOSIS..............................................................................................18
BAB III..................................................................................................................20
KESIMPULAN......................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Infeksi sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi
biasanya didapatkan melalui hubungan seksual dengan lesi dan cairan tubuh
yang terinfeksi. Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual,
transplasenta dari ibu ke janin, transfusi darah, penggunaan jarum suntik
bergantian. Pada perjalanannya bisa menyerang hampir semua alat tubuh,
dapat menyerupai banyak penyakit.3
B. EPIDEMIOLOGI
Pada awal abad ke 20, 10% dari populasi Amerika Serikat dan Eropa
terinfeksi sifilis. pada tahun 2006, angka insidensi sifilis yang terjadi di
Amerika Serikat sebanyak 36.000 kasus termasuk primer dan sekunder.
Insidensi sifilis meningkat pada penduduknya dengan ras Afrika, Amerika dan
Hispanics. Perbandingan kejadian sifilis pada laki-laki dengan perempuan
sebesar 2:1 sampai 4:1. Separuh kejadia sifilis yang terjadi pada laki-laki di
Amerika disebakan karena memiliki kebiasan berhubungan seksual dengan
sesama jenis kelamin (Male Sex Male). Kejadian sifilis meningkat dikarena
meningkatnya kebiasaan bergonta ganti pasangan dalam berhubungan seksual
dan penggunaan jarum suntik yang bersamaan pada orang yang mengonsumsi
obat-obatan terlarang.3
C. ETIOLOGI
Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum, yang merupakan
bakteri motil, prokariotik, berbentuk spiral dan gerakannya berupa rotasi
sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Berkembang biak
3
D. PATOGENESIS
Penularan bakteri Treponema pallidum biasanya melalui hubungan
seksual yaitu membran mukosa vagina dan kontak langsung dengan lesi/luka
yang terinfeksi atau dari ibu yang menderita sifilis ke janinnya melalui
plasenta pada stadium akhir kehamilan. Treponema pallidum masuk dengan
cepat melalui membran mukosa yang utuh dan kulit yang terluka, kemudian
ke dalam kelenjar getah bening menuju ke aliran darah, kemudian menyebar
ke seluruh organ tubuh. Setelah menyebar ke seluruh organ tubuh bakteri
bergerak masuk ke ruang intersisial jaringan dengan cara gerakan cork-screw
(seperti membuka tutup botol). Beberapa jam setelah terpapar kuman terjadi
infeksi sistemik meskipun belum menunjukkan gejala klinis dan serologi. 17,23
Darah pasien yang baru terkena sifilis ataupun yang masih dalam masa
inkubasi bersifat infeksius. Waktu berkembangbiak Treponema pallidum
4
selama masa aktif penyakit secara invivo 30-33 jam. Lesi primer muncul di
tempat kuman pertama kali masuk, biasanya bertahan selama 4-6 minggu dan
kemudian sembuh secara spontan. Pada tempat masuknya, kuman
mengadakan multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat
yang terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara klinis dapat
dilihat sebagai papul. Reaksi radang tersebut tidak hanya terbatas di tempat
masuknya kuman tetapi juga di daerah perivaskuler (Treponema pallidum
berada di antara endotel kapiler dan sekitar jaringan), hal ini mengakibatkan
hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler
(endarteritis obliterans). Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran darah
pada daerah papul tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus dan
keadaan ini disebut chancre.2,3
Periode inkubasi bervariasi tergantung banyaknya inokulum.
Organisme ini akan muncul dalam waktu menit di dalam kelenjar limfe dan
menyebar luas dalam beberapa jam, meskipun mekanisme Treponema
pallidum masuk sel masih belum diketahui secara pasti. Mekanisme
perlekatan Treponema pallidum dengan sel host melalui spesifik ligan yaitu
molekul fibronektin.
Sifat yang mendasari virulensi Treponema pallidum belum dipahami
secara lengkap, tidak ada tanda-tanda kuman bersifat toksigenik, hal ini
dikarenakan di dalam dinding selnya tidak ditemukan eksotoksin ataupun
endotoksin. Meskipun di dalam lesi primer dijumpai banyak kuman namun
tidak ditemukan kerusakan jaringan yang cukup luas karena kebanyakan
kuman yang berada di luar sel akan difagosit, tetapi ada Treponema pallidum
yang dapat tetap bertahan di dalam sel makrofag dan di dalam sel lainnya
yang bukan fagosit misalnya sel endotel dan fibroblas. Keadaan tersebut dapat
menunjukkan bahwa Treponema pallidum dapat hidup dalam tubuh manusia
dalam waktu lama, yaitu selama masa asimtomatik yang merupakan ciri khas
dari penyakit sifilis. Sifat invasif Treponema pallidum memperpanjang daya
tahan kuman di dalam tubuh manusia.2
5
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Sifilis Primer
Gejala pada stadium primer bisa ditemukan lesi pada genital atau
etragenital. Ulkus yang terjadi pada stadium ini tidak terasa nyeri. Ulkus
yang terasa nyeri biasanya terjadi pada ulkus superinfeksi. Masa inkubasi
pada stadium primer ini rata-rata terjadi selama 21 hari.
Lesi pada kulit berupa chancre yang berbentuk tombol seperti
papul yang berkembang pada tempat terjadinya inokulasi menjadi erosi
yang tidak nyeri dan kemudian menjadi ulserasi dengan tepi yang
meninggi dan terdapat sedikit eksudat yang serous. Pada permukaannya
mungkin terdapat krusta. Lesi mempunyai diameter yang berukuran
beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. Ulkus berbentuk bulat, solitar,
dasarnya jaringan granulasi berwarna merah dan bersih. Yang khas pada
ulkus tersebut adalah indolen dan teraba indurasi karena itu disebut dengan
ulkus durum.3
Kelainan ini disebut dengan afek primer dan umumnya terjadi
pada genetalia eksterna. Pada pria tempat yang sering terjadi pada sulkus
koronarius, sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain itu
juga terdapa pada ekstragenetalia misalnya di lidah, tonsil dan anus. Afek
primer ini sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu. Seminggu
setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah bening
regional di inguinalis medialis.2
epiglotis. Pharyngitis juga dapat terjadi berupa kemerahan yang difus pada
pharyng, palatum, dan tonsil. Terkadang juga disertai edema dan erosi.
Keluhan yang timbul biasany suara parau nyeri tenggoran terutama saat
menelan.2,4,5
Kelainan pada rambut yang terjadi pada Sifilis stadium II hanya
satu yaitu alopesia. Pada Sifilis stadium II dini terjadi alopesia yang
bersifat difus dan tidak khas yang disebut alopesia difusa, sedangkan
pada Stadium II lanjut alopesia beripa kerontokan rambut berbentuk
seperti bercak yang menyerupai gigitan ngengat yang disebut
alopesia areolaris.
Kelainan dapat juga terjadi pada kuku yaitu kelainan paronikia,
yaitu radang kronis yang menyebabkan kuku menjadi rusak dan terkadang
lepas, serta onokia dimana terjadi perubahan warna kuku menjadi putih,
kabur, dan bagian distal kuku menjadi hiperkeratolitik.
Kelainan lainnya yang sering menyertai Sifilis stadium II adalah
pembersaran kelenjar getah bening superfisisal. Pada mata juga dapat
terjadi uveitis anterior lebih sering terjadi pada Sifilis stadium
rekuren. Dapat terjadi hepatitis, hepar membesar dan menyebabkan ektirus
ringan tetapi jarang. Sendi dan tulang jarang terinfeksi, tetapi kadang –
kadang dapat terbentuk efusi. Kelainan berupa pembengkakan, tetapi tidak
nyeri dan pergerakan tidak terganggu. Abnormalitas pada cairan
intrakranial dapat menyebabkan gejala berupa sakit kepala, mual,
muntah, odem papli dapat terjadi bila terdapat kelainan neurologis.2
terjadi osteoperostitis pada tengkorak dan tibia, selain itu pada kedua sendi
lutut dapat terjadi pembengkakan, nyeri disertai efusi, keratitis interstisial
merupakan gejala yang paling umum yang dapat menyebabkan kebutaan
selain itu kelainan pada saraf pada Sifilis kongenital stadium lanjut
berbentuk paralisis generalisata.
2. Infeksi Fetal
Spirosit dapat melewati plasenta dan menginfeksi janin sekitar 14
minggu kehamilan, dan risiko infeksi janin meningkat seiring
bertambahnya usia kehamilan. ManifestasiSifilis kongenitaldipengaruhi
oleh usia gestasi, tahap sifilis ibu, perawatan ibu, dan respon imunologis
janin. Sifilis kongenital dapat menyebabkan aborsi spontan, biasanya
setelah trimester pertama, atau kelahiran mati pada usia lanjut dalam 30
sampai 40 persen kasus atau persalinan prematur atau jangka panjang
pada bayi hidup yang mungkin memiliki tanda infeksi yang jelas atau
asimtomatik (kira-kira dua pertiga dari kasus lahirmati). Infeksi plasenta
dan penurunan aliran darah ke janin adalah penyebab paling umum
kematian janin. Seorang wanita yang tidak diobati memiliki sekitar 70%
kemungkinan infeksi janin selama 4 tahun pertama penyakit. Pada 35%
kasus, janin yang terinfeksi lahir hidup dengan Sifilis kongenital. Bobot
lahir rendah bisa menjadi satu-satunya tanda infeksi. Sebenarnya sekitar
60% liveborns asimtomatik saat lahir.
Sifilis kongenital telah dikelompokkan secara tradisional menjadi
sifilis kongenital awal dan sifilis kongenital akhir. Pada tanda sifilis
kongenital awal muncul dalam 2 tahun pertama kehidupan sementara pada
tanda sifilis kongenital akhir muncul selama 2 dekade pertama.
Manifestasi klinis sifilis kongenital awal adalah hasil dari infeksi aktif dan
peradangan sementara manifestasi klinis sifilis kongenital akhir adalah
malformasi atau stigmata yang mewakili bekas luka yang diinduksi oleh
lesi awal sifilis kongenital awal atau dapat merupakan hasil dari
peradangan kronis. Setelah infeksi janin terjadi, sistem organ apapun bisa
menjadi salah karena diseminasi spirochetal yang meluas.
3. Penatalaksanaan
Terapi yang adekuat pada infeksi maternak sangat efektif untuk
mencegah penularan dari ibu ke janin dan untuk mengobati infeksi janin.
Penicillin G yang diberikan secara parenteral merupakan obat pilihan
14
d. Psoriasis
Persamaannya dengan S II : terdapat eritema dan skuama. Pada
psoriasis tidak didapati limfadenitis generalisata; skuama berlapis-
lapis serta terdapat tanda tetesan lilin dan Auspitz.2
e. Dermatitis seboroika
Persamaannya dengan S II ialah terdapatnya eritema dan
skuama. Perbedaannya pada dermatitis seboroik; tempat predileksinya
pada tempat seboroik, skuama berminyak dan kekuning-kuningan,
tidak disertai limfadenitis generalisata.2
f. Kondiloma akuminatum
Penyakit ini mirip kondiloma lata, kedua-duanya berbentuk
papul. Perbedaannya: pada kondiloma akuminata biasanya
permukaannya runcing-runcing, sedangkan papul pada kondiloma lata
permukaannya datar serta eksudatif.2
g. Alopesia areata
Kebotakan setempat; penyakit ini mirip alopesia areolaris pada
S II. Perbedaannya: pada alopesia areata lebih besar (numular) dan
hanya beberapa, sedangkan alopesia areolaris lebih kecil (lentikular)
dan banyak serta seperti digigit ngengat.2
3. Sifilis Tersier (S III)
Kelainan kulit yang utama pada S III ialah guma. Guma juga
terdapat pada penyakit lain: tuberkulosis, frambusia, dan mikosis
profunda. Tes serologik pada S III dapat negatif atau positif lemah, karena
itu yang penting ialah anamnesis, apakah penderita tersangka menderita S
I atau S II dan pemeriksaan histopatologik.2
Mikosis dalam yang dapat menyerupai S III ialah sporotrikosis dan
aktinomikosis. Perbedaannya: pada sporotrikosis berbentuk nodus yang
terletak sesuai dengan perjalanan pembuluh getah bening, dan pada
pembiakan akan ditemukan jamur penyebabnya. Aktinomikosis sangat
jarang di Indonesia. Penyakit ini juga terdiri atas infiltrat yang melunak
seperti guma S III. Lokalisasinya khas yakni di leher, dada, dan abdomen.
20
I. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti
ditegakkan berdasarkan hasil pemerikasan laboratorium dan pemeriksaan
fisik.4
Pada fase primer atau sekunder, diagnosis sifilis ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis terhadap cairan dari luka di kulit
atau mulut. Bisa juga digunakan pemeriksaan antibodi pada contoh darah.4
Untuk neurosifilis, dilakukan pungsi lumbal guna mendapatkan contoh
cairan serebrospinal. Pada fase tersier, diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala dan hasil pemeriksan antibodi.4
J. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
P
ada umumnya penisilin merupakan obat pilihan utama dalam
pengobatan Sifilis., namun dapat juga menggunakan antibiotik lain.
Pengobatannya dibagi menjadi dua pada Sifilis dini dan pada Sifilis
lanjut. Pada Sifilis pada Sifilis dini baik stadium I, stadium II, laten
5
dini atau Sifilis laten yang kurang dari dua tahun dapat digunakan:
1. Singel dose Penisilin G benzatin 2,4juta unit, I.M.
21
2. Penisilin G prokain 600 – 900 mg, I.M sehari sekali selama 10 hari.
Jenis penisilin G prokain ada dua penisilin G prokain dalam akua
dan penisilin prokain dalam minyak dengan aluminium,.
Apa bi 8
la alergi terhadap penisilin dapat diberikan:
1. Tetracyclin hidrochloride 500mg, oral 3kali sehari selama 15 hari
2. Doxycyciline 100mg, oral 2 kali sehari selama 15 hari.
3. Erythromycin 500mg, oral 2 kali sehari selama 15 hari.
4. Ceftriaxone 1g, intramuskular satu kali sehari selama 10 hari.
Sedangkan untuk Sifilis lanjut atau Sifilis laten yang lebih
dari dua tahun dapat diberikan:
2. Penisilin G prokain 600 – 900 mg, I.M satu kali sehari selama
15 hari. Jenis penisilin G prokain ada dua penisilin G prokain
dalam akua dan penisilin G prokain dalam minyak dengan
aluminium, dapat diberikan salah satunya.
Apa bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan:
1. Tetracyclin hidrochloride 500mg, oral 3kali sehari selama 30
hari
2
2. Doxycyciline 100mg, oral 2kali sehari selama 30 hari.
Untuk Sifilis kongenital obat yang didapat diberikan:
1. Penisilin sodium benzyl 100-1500 mg, I.M perhari, dimana dosis
diberikan secara bertahap 50 mg 2 kali sehari selama 7 hari
pertama kemudian 3 kali sehari setelahnya dimana obat ini di
berikan selama 10 hari.
2. Penisilin prokain 50 mg, I.M perhari selama 10 hari
K. PROGNOSIS
22
20
DAFTAR PUSTAKA
21