Kolelitiasis atau batu saluran empedu merupakan penyakit yang umumnya
lebih sering ditemukan di negara maju dan jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Namun, dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit kolelitiasis di negara berkembang cenderung mengalami peningkatan.1 Kolelitiasis merupakan salah satu masalah gastrointestinal yang paling sering menyebabkan dilakukannya intervensi bedah. Tiap tahun, dilakukan sekitar 500.000 prosedur kolesistektomi di Amerika Serikat. Kolelitiasis terjadi pada sekitar 10% populasi usia dewasa di Amerika Serikat, dimana batu empedu kolesterol ditemukan pada 70% dari semua kasus dan 30% sisanya terdiri atas batu pigmen dan jenis batu dari sejumlah komposisi lain.2 Angka kejadian batu saluran empedu ini nampak semaking meningkat seiring bertambahnya usia.3 Penelitian menggunakan pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan bahwa 60-80% pasien dengan batu saluran empedu umumnya nampak asimtomatik.4,5,6 Faktor risiko untuk pembentukan batu empedu meliputi obesitas, diabetes melitus, estrogen dan kehamilan, penyakit hemolitik, dan sirosis.3 Manifestasi klinik dari batu empedu dapat berupa nyeri episodik (kolik bilier), inflamasi akut di kandung empedu (kolesistitis akut) atau inflamasi di saluran empedu (kolangitis akut), komplikasi- komplikasi akibat migrasi batu empedu ke dalam koledokus seperti pankreatitis, obstruksi saluran empedu yang dapat mengganggu fungsi hati yakni ikterus obstruktif sampai sirosis bilier.6 Kolesistitis didefinisikan sebagai inflamasi kandung empedu yang paling sering disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus akibat adanya koleitiasis. Sembilan puluh persen kasus kolesistitis terjadi akibat adanya batu duktus sistikus (kolesistitis kalkulosa), sementara 10% sisanya merupakan kasus kolesistitis akalkulosa.7 Dari semua warga Amerika Serikat yang menderita kolelitiasis, sekitar sepertiganya juga menderita kolesistitis akut.8