Anda di halaman 1dari 7

2.

4 Definisi Sifilis

Sifilis adalah suatu Infeksi Menular Seksual (IMS), yang disebabkan oleh bakteri
spirochaeta, yaitu Treponema pallidum. Selain sifilis, terdapat tiga jenis infeksi lain pada
manusia yang disebabkan oleh treponema, yaitu: non-venereal endemic syphilis (telah
dieradikasi), frambusia (T pertenue) dan pinta (T careteum di Amerika Selatan). Sifilis secara
umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sifilis kongenital (ditularkan dari ibu ke janin
selama dalam kandungan) dan sifilis yang didapat/ akuisita yang ditularkan melalui hubungan
seks dan produk darah yang tercemar. (1) Sifilis adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Treponema pallidum subspecies pallidum yang hanya menginfeksi manusia.
(2)

2.4.1 Epidemiologi Sifilis

Meskipun terapi yang adekuat telah tersedia lebih dari 60 tahun namun sifilis masih
merupakan masalah besar bagi ibu dan janin nya. Angka sifilis mencapai nilai terendah
pada tahun 2000 tetapi sejak tahun 2001 sampai 2006 terjadi peningkatan tetap angka
sifilis primer dan sekunder di Amerika Serikat (Centers for Disease Control and
Prevention, 2006)angka sifilis pada tahun 2006 pada kedua jenis kelamin adalah 3,3 kasus
per 100.000 orang, suatu peningkatan 13,8% dari tahun sebelumnya. Pada wanita untuk
tahun yang sama angka sifilis primer dan sekunder adalah 1,0 kasus per 100.000 populasi.
Angka sifilis kongenital adalah 8,5 per 100.000 kelahiran hidup.(4)

Setiap tahun sebanyak 6 juta kasus baru sifilis diperkirakan terjadi secara global pada
kelompok usia 15-49 tahun dan sebanyak 300.000 kasus kematian janin dan bayi yang
disebabkan oleh penyakit sifilis (Rowley dkk, 2016).(5)

Pada tahun 2009, di Amerika Serikat dilaporkan terjadi kasus Sifilis sebanyak 44.828
kasus Sifilis stadium primer dan sekunder. Angka insiden tertinggi ditemukan pada
kisaran umur 20-40 dimana pada perempuan usia 20-24 dan pada laki-laki usia 35-39
tahun. Di Indonesia tidak didapatkan angka pasti namun diperkirakan angka prevalensi
nya pada tahun 2004 sebesar 0,0026%.(6)

2.4.2 Klasifikasi dan manifestasi klinis

Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi dua: yaitu sifilis kongenital(ditularkan dari
ibu ke janin selama dalam kandungan) dan sifilis yang didapat / acquired (ditularkan
melalui hubungan seks atau jarum suntik dan produk darah yang tercemar).(2)

Perjalanan penyakit sifilis bervariasi dan biasanya dibagi menjadi sifilis stadium dini dan
lanjut. Stadium dini lebih infeksius dibandingkan dengan stadium lanjut. Sifilis stadium
dini terbagi menjadi sifilis primer, sekunder dan laten dini. Sifilis stadium lanjut termasuk
sifilis tersier (gumatous, sifilis kardio- vaskular, neurosifilis) dan sifilis laten lanjut.(7)

2.4.2.1 Sifilis kongenital

2.4.2.1.1 Sifilis kongenital dini


Terjadi dari waktu lahir sampai kurang dari 2 tahun. Manifestasi klinis pada sifilis
kongenital dini adalah 70% asimptomatis, terdapat lesi muko kutaneous,
hepatosplenomegali, anemia, osteokondritis.

2.4.2.1.2 Sifilis kongenital lanjut

Terjadi secara persisten lebih dari 2 tahun setelah kelahiran, dengan manifestasi klinis
keratitis interstisial, limfadenopati, hepatosplenomegali, anemia.

2.4.2.2 Sifilis akuisita (didapat)

2.4.2.2.1 Sifilis stadium primer

Terjadi tiga sampai empat minggu setelah infeksi bakteri Treponema pallidum. Kelainan
kulit dimulai dengan makula letikular kemerahan yang akan menjadi erosi, kemudian
menjadi ulkus. Ulkus biasanya berbentuk oval atau bulat, soliter, dengan tepi teratur,
berbatas tegas, dasarnya bersih dengan jaringan granulasi berwarna merah. Dindingnya
tidak bergaung, kulit disekitar ulkus tidak menunjukkan tanda radang akut dan di sekitar
ulkus akan teraba indurasi dan indolen, maka dari itu ulkus ini disebut ulkus durum salah
satu ciri khas dari penyakit sifilis.(3)(6) Lesi klasik dari sifilis primer disebut dengan
chancre, ulkus yang keras dengan dasar yang bersih, tunggal, tidak nyeri, merah, berbatas
tegas, dipenuhi oleh spirokaeta dan berlokasi pada sisi Treponema pallidum pertama kali
masuk. Chancre dapat ditemukan dimana saja tetapi paling sering di penis, servik,
dinding vagina rektum dan anus.(6)

2.4.2.2.2 Sifilis stadium sekunder

Apabila tidak diobati, gejala sifilis sekunder akan mulai timbul dalam 2 sampai 6 bulan
setelah pajanan, 2 sampai 8 minggu setelah chancre muncul. Sifilis sekunder adalah
penyakit sistemik dengan spirokaeta yang menyebar dari chancre dan kelenjar limfe ke
dalam aliran darah dan ke seluruh tubuh, dan menimbulkan beragam gejala yang jauh dari
lokasi infeksi semula. Sistem yang paling sering terkena adalah kulit, limfe, saluran cerna,
tulang, ginjal, mata, dan susunan saraf pusat. Tanda tersering pada sifilis sekunder adalah
ruam kulit makulopapula yang terjadi pada 50% - 70% kasus, papula 12% kasus, makula
10% kasus, dan papula anula 6% - 14% kasus. Lesi biasanya simetrik, tidak gatal dan
mungkin meluas.(6) Kelainan mukosa pada sifilis stadium sekunder biasanya berupa
plaque muqueuses, berupa papul eritomatosa, letikuler, erosi yang irregular, dengan batas
kemerahan dan nyeri. Kelainan pada mukosa lainnya biasanya terdapat di mulut yang
dapat mengenai lidah, bibir, tonsil, dan epiglottis.

2.4.2.2.3 Sifilis laten dini

Fase laten dini terjadi terjadi kurang dari satu tahun setelah infeksi sifilis fase sekunder.
Fase laten dini merupakan fase tanpa gejala, baik gejala klinis dan kelainan di dalam
tubuh, tetapi infeksi sifilis masih tetap aktif dan dianggap lebih menular daripada sifilis
laten lanjut. (3) (6)

2.4.2.2.4 Sifilis laten lanjut


Sifilis laten lanjut sama seperti sifilis laten dini, yaitu tanpa gejala. Muncul Hanya
beberapa bekas gejala pada sifilis stadium sebelumnya seperti Bekas sikatrik pada
stadium sifilis primer. Sifilis laten lanjut ini bisa terjadi hingga beberapa tahun, bahkan
bisa seumur hidup. Pemeriksaan serologi pada stadium laten lanjut adalah positif, tetapi
penularan secara seksual tidak. (3)(6)

2.4.2.2.5 Sifilis stadium tersier

Sifilis tersier muncul sekitar 3-15 tahun setelah infeksi awal dan dapat dibagi menjadi tiga
bentuk yaitu sifilis gumatous (15%), neurosifilis lanjut (6,5%), dan sifilis
kardiovaskular(10%). Kelainan khas pada sifilis stadium tersier ialah adanya guma. Guma
yaitu infiltrat sirkumkrip kronis, lunak, dan destruktif. Setelah beberapa bulan guma ini
akan mulai melunak dan menunjukan tanda-tanda radang, kulit menjadi eritematosa
kemudian menjadi perforasi dan keluar cairan seropurulent, terkadang dapat juga
sanguinolent disertai jaringan nekrotik kemudian menjadi ulkus. Selain guma kelainan
yang terdapat pada sifilis stadium tersier ini adalah nodus yang hampir mirip seperti
guma. Perbedaan nodus dengan guma yaitu nodus lebih superfisial, kecil, banyak,
bergerombol, berwarna merah hingga kecoklatan.(1), (3), (6), (7)

2.4.3 Etiologi

Penyebab sifilis adalah bakteri Treponema pallidum. Treponema berasal dari Bahasa Yunani
yang berarti benang yang terpuntir. Panjang mikroorganisme ini 5-20 mm dan diameternya
0,092-0,5 mm. Treponema pallidum merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral yang
ramping dengan lebar kira-kira 0,2 μm dan panjang 5-15 μm. Lengkung spiralnya/gelombang
secara teratur terpisah satu dengan lainnya dengan jarak 1 μm, dan rata-rata setiap kuman

terdiri dari 8-14 gelombang. Organisme ini aktif bergerak, berotasi hingga 90 dengan cepat
di sekitar endoflagelnya bahkan setelah menempel pada sel melalui ujungnya yang lancip.
Aksis panjang spiral biasanya lurus tetapi kadang-kadang melingkar, yang membuat
organisme tersebut dapat membuat lingkaran penuh dan kemudian akan kembali lurus ke
posisi semula. Spiralnya sangat tipis sehingga tidak dapat dilihat secara langsung kecuali
menggunakan pewarnaan imunofluoresensi atau iluminasi lapangan gelap dan mikroskop
elektron.(3), (7), (8)

2.4.4 Faktor risiko


2.4.5 Patofisiologi

Penularan bakteri ini biasanya melalui hubungan seksual (membrane mukosa vagina dan
uretra), kontak langsung dengan lesi atau luka yang terinfeksi atau dari ibu yang menderita
sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan. Saat penularan T. pallidum
dapat menembus membrane mukosa utuh atau dengan mikroabrasi. Dalam beberapa jam
pertama akan memasuki jaringan limfatik dan aliran darah yang akan menimbulkan gejala
infeksi sistemik dan focus metastatic sebelum timbulnya lesi primer. Darah dari penderita
dalam masa inkubasi dan sifilis stadium awal sangat menular. Lamanya masa inkubasi
berbanding terbalik dengan jumlah inoculum Treponema. Semakin banyak jumlah
Treponema yang terinokulasi, maka semakin pendek masa inkubasinya. Masa inkubasi rata-
rata berlangsung 3 minggu sejak inokulasi pertama dan jarang berlangsung sampai lebih dari
6 minggu.(9)
Treponema pallidum masuk dengan cepat melalui membran mukosa yang utuh dan kulit yang
lecet, kemudian kedalam kelenjar getah bening, masuk aliran darah, kemudian menyebar ke
seluruh organ tubuh. Bergerak masuk keruang intersisial jaringan dengan cara gerakan cork-
screw (seperti membuka tutup botol). Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik
meskipun gejala klinis dan serologi belum kelihatan pada saat itu. Darah dari pasien yang
baru terkena sifilis ataupun yang masih dalam masa inkubasi bersifat infeksius. Waktu
berkembangbiak Treponema pallidum selama masa aktif penyakit secara invivo 30-33 jam.
Lesi primer muncul di tempat kuman pertama kali masuk, biasa- nya bertahan selama 4-6
minggu dan kemudian sembuh secara spontan. Pada tempat masuknya, kuman mengadakan
multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat yang terdiri atas limfosit,
makrofag dan sel plasma yang secara klinis dapat dilihat sebagai papul. Reaksi radang
tersebut tidak hanya terbatas di tempat masuknya kuman tetapi juga di daerah perivaskuler
(Treponema pallidum berada diantara endotel kapiler dan sekitar jaringan), hal ini
mengakibatkan hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler
(endarteritis obliterans). Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran darah pada daerah
papula tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus dan keadaan ini disebut chancre.
(6),(7)

2.4.6 Komplikasi

Sifilis dapat menimbulkan kondisi cukup parah misalnya infeksi otak (neurosifilis), kecacatan
tubuh (guma). Pada populasi ibu hamil yang terinfeksi sifilis, bila tidak diobati dengan
adekuat, akan menyebabkan 67% kehamilan berakhir dengan abortus, lahir mati, atau infeksi
neonatus (sifilis kongenital). Walaupun telah tersedia teknologi yang relatif sederhana dan
terapi efektif dengan biaya yang sangat terjangkau, sifilis masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang meluas di berbagai negara di dunia. Bahkan sifilis masih
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal di banyak negara.(3)

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit sifilis adalah neurosifilis.Neurosifilis terjadi
pada kurang lebih 60% bayi yang menderita sifilis kongenital. Hal ini ditandai dengan uji
VDRL dari bahan CSS (+), pleositosis, dan peningkatan protein.(8)

2.4.7 Pemeriksaan Penunjang

2.4.7.1 Tes serologi sifilis

1. Tesnon-Treponema
Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid Plasma Reagin) dan VDRL
(Venereal Disease Research Laboratory). Tes serologis yang termasuk dalam
kelompok ini mendeteksi imunoglobulin yang merupakan antibodi terhadap bahan-
bahan lipid sel-sel T. pallidum yang hancur. Antibodi ini dapat timbul sebagai reaksi
terhadap infeksi sifilis. Namun antibodi ini juga dapat timbul pada berbagai kondisi
lain, yaitu pada infeksi akut (misalnya: infeksi virus akut) dan penyakit kronis
(misalnya: penyakit auttoimun kronis). Oleh karena itu, tes ini bersifat non-spesifik,
dan bisa menunjukkan hasil positif palsu. Tes non-spesifik dipakai untuk mendeteksi
infeksi dan reinfeksi yang bersifat aktif, serta memantau keberhasilan terapi. Karena
tes non spesifik ini jauh lebih murah dibandingkan tes spesifik Treponema, maka tes
ini sering dipakai untuk skrining. Jika tes non spesifik menunjukkan hasil reaktif,
selanjutnya dilakukan tes spesifik Treponema, untuk menghemat biaya.(3), (8)

2. Tes spesifik Treponema

Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA (Treponema pallidum


Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema pallidum Rapid), TP-PA
(Treponema pallidum Particle Agglutination Assay), FTA-ABS (Fluorescent
Treponemal Antibody Absorption). Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini
mendeteksi antibodi yang bersifat spesifik terhadap Treponema. Oleh karena itu, tes
ini jarang memberikan hasil positif palsu. Tes ini dapat menunjukkan hasil
positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi sifilis telah berhasil .Tes jenis ini tidak
dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah
diterapi secara adekuat.Tes Treponema hanya menunjukkan bahwa seseorang pernah
terinfeksi Treponema, namun tidak dapat menunjukkan apakah seseorang sedang
mengalami infeksi aktif. Tes ini juga tidak dapat membedakan infeksi T pallidum dari
infeksi Treponema lainnya. Anamnesis mengenai perilaku seksual, riwayat pajanan
dan riwayat perjalanan ke daerah endemis treponematosis lainnya dibutuhkan untuk
menentukan diagnosis banding.(3), (9)

2.4.7.2 Pemeriksaan Menggunakan Mikroskop Lapangan Gelap

Pemeriksaan ini mengambil sampel dari serum lesi kulit dan dilihat bentuk
dan pergerakannya dengan mikroskop lapangan gelap. Bakteri Treponema
pallidum terlihat sebagai organisme berwarna putih, berbentuk spiral seperti ulir
skrup. Memiliki lebar kira –kira 0,10μm –0,18μm dan panjang 6μm –15μm.
Spiralnya melingkar bertaruran dengan jarak kira –kira 1μm dengan yang
lainnya dan terdiri 6 –14 gulungan. Pergerakannya berputar dan secara perlahan –
lahan melintasi lapang pandang. Pemeriksaan ini biasanya digunakan untuk
mendiagnosis Sifilis stadium I dan II, dimana pemeriksaannya cukup mudah
dan cukup valid untuk membukatikan adanya bakteri Treponema pallidum
sebagai penyebab lesi.(6)

2.4.8 Terapi

Penggunaan antibiotik yang terprogram dengan baik merupakan kunci pengobatan


penyakit sifilis. Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
Guidelines 2015, antibiotik utama yang digunakan untuk mengobati sifilis yaitu
antibiotik penisilin G. Pemberian antibiotik penisilin pada berbagai tingkatan
diberikan dengan dosis yang berbeda. Pada tingkat primer dan sekunder benzathine
penicillin G diberikan dengan dosis tunggal 2,4 juta unit secara intamuskular untuk
orang dewasa dan 50.000 unit/kg secara intramuskular untuk anak-anak dan bayi.
Penggunaan penisilin ini jarang dilaporkan terjadi adanya resistensi sehingga penisilin
dijadikan antibiotik utama untuk pengobatan sifilis. Namun, dalam beberapa kasus
seperti pada pasien dengan alergi penisilin non hamil dan HIV, penisilin tidak dapat
diberikan sehingga digunakan antibiotik alternatif seperti doxycycline, tetracycline,
ceftriaxone dan beberapa golongan makrolida seperti azithromycin (CDC, 2015).
Antibiotik golongan makrolida digunakan karena memiliki waktu hidup yang lama pada
jaringan dan dapat diberikan secara oral (Lukehart dkk, 2004). Golongan makrolida
juga bersifat efektif pada pengobatan sifilis dengan model kelinci (Lukehart dkk,
1990) dan studi kecil pada manusia. Namun, saat ini CDC sudah tidak
merekomendasikan penggunaan makrolida ini diakibatkan adanya kasus resistensi
makrolida pada bakteri Treponema pallidum di beberapa daerah di dunia (Katz dan
Kausner, 2008).(3),(5)

2.4.9 Pencegahan

Pencegahan terhadap menularnya penyakit Sifilis dapat dilakukan dengan berbagai


macam cara salah satunya dengan cara pemberian memberikan penyuluhan dan
edukasi mengenai penyakit Sifilis pada seluruh lapisan masyarakat agar informasi
dapat diterima secara merata dan di ketahui oleh masyarakat dengan
pendidikan kurang. Sehingga masyarakat dapat langsung datang ke puskesmas jika
ada gejala penyakit ini untuk segera ditindak lanjuti. Sebenarnya cara yang paling
efektif dalam mencegah Sifilis adalah dengan pemberian vaksin, namun hingga
saat ini belum dapat dilakukan, karena belum di temukan vaksin yang dapat
mencegah infeksi dari bakteri Treponema pallidum. Karena penyakit ini adalah
salah satu penyakit menular seksual dan dapat di tularkan dari ibu kepada anaknya,
maka melakukan pencegahan penularan penyakit ini dari orang yang beresiko
tinggi terjangkit penyakit menular seksual harus ditingkatkan. Salah satu
caranya dengan penggunaan kondom saat berhubungan seksual, selain itu skrining
pada ibu hamil juga perlu dilakukan agar tidak terjadi penularan vertical dari ibu
kepada anaknya.(3), (8)

2.4.10 Prognosis

Dengan adanya penisilin dan berbagai macam antibiotik lainya prognosis


Sifilis menjadi lebih baik. Sembuh dari penyakit Sifilis ini berarti sembuh klinis
menyeluruh tanpa adanya pengulangan, tidak menular kepada orang lain, hasil
pemeriksaan serologi pada darah dan likuor serebrospinalis selalu negatif. Hal ini di
karenakan tidak bisanya membunuh semua bakteri Treponema pallidum di seluruh
tubuh. Namun jika Sifilis ini tidak mendapat pengobatan dan terapi dengan baik
dapat terjadi kekambuhan, dan dapat mengarah kepada stadium yang lebih
lanjut sehingga menimbulkan banyak gejala klinis lainnya dan makin merusak
jaringan tubuh. Kegagalan terapi dari penyakit ini jarang dan angka kesembuhan
pada Sifilis stadium dini yang diobati sangat tinggi.(6), (8)
DAFTAR PUSTAKA

1. Siha kemenkes pedoman pelaksanaan pencegahan penularan HIV dan sifilis dari ibu
ke anak bagi tenaga kesehatan.
2. Krismi A, Brahmanti H, dkk. Multiple sexually transmited disease in 2nd trimester
pregnancy. Volume 01. 2015. Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta
3. Siha kemenkes pedoman tata laksana sifilis untuk pengendalian sifilis di layanan
kesehatan dasar
4. Buku William
5. Rachmawati F. Treponema pallidum resisten makrolida: review. Vol 1. 2019. Institut
Teknologi Bandung
6. Karakteristik kunjungan penderita sifilis di poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Sanglah Denpasar Periode 2011-2013.
7. Efrida, elvinawaty. Imunopatogenesis Treponema pallidum dan Pemeriksaan
Serologi. Jurnal kesehatan Andalas. 2014.
8. Siagian M, Rinawati. Diagnosis dan tatalaksana sifilis kongenital. Sari pediatric. Vol
5. No. 2. 2003.
9. Neny T, Endang. Sifilis. Sumatera Utara: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2016.

Anda mungkin juga menyukai