Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Sifilis merupakan penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang menyebar


cukup mengkhawatirkan di Indonesia. Penyakit sifilis tidak bisa diabaikan,
karena merupakan penyakit berat yang bila tidak terawat dapat menyerang
hampir semua alat tubuh, seperti kerusakan sistem saraf, jantung, tulang, dan
otak. Selain itu wanita hamil yang menderita sifilis dapat juga menularkan
penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang bisa
menyebabkan penyakit bawaan dan kematian. Bahkan pada sifilis stadium
lanjut terdapat suatu lubang (gumma) yang bisa timbul di langit!langit mulut.
Maka istilah untuk penyakit ini yaitu "raja singa” sangat tepat karena
keganasannya
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. DEFINISI

Sifilis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh spirochaete, Treponema


pallidum (T. pallidum) dan merupakan salah satu bentuk infeksi menular seksual.Selain
sifilis, terdapat tiga jenis infeksi lain pada manusia yang disebabkan oleh treponema, yaitu:
non venereal endemic syphilis (telah eradikasi), frambusia (T.pertenue), dan pinta (T.
careteum di Amerika Selatan).
Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi dua: yaitu sifilis kongenital (ditularkan dari ibu
ke janin selama dalam kandungan)dan sifilis yang didapat / acquired (ditularkan melalui
hubungan seks atau jarum suntik dan produk darah
yang tercemar.

B. Epidemiologi

Sejak tahun 1980, di Amerika Serikat terdapat peningkatan yang pesat jumlah kasus
sifilis primer dan sekunder dan mencapai puncaknya pada tahun 1990 yaitu 20,3 kasus per
100 000 populasi. Namun kemudian terjadi penurunan jumlah kasus sifilis primer dan
sekunder mencapai 3,2 kasus per 100.000 populasi pada tahun 1997. Faktor risiko yang
berhubungandengan sifilis maternal adalah usia muda, sosial ekonomi rendah, kurangnya
pemeriksaan selama kehamilan yang adekuat, pernah menderita penyakit menular seksual,
perilaku seksual tinggi, dan pemakai obat narkotika. Transmisi transplasental lebih sering
terjadi pada ibu hamil yang menderita sifillis primer atau sekunder dibandingkan dengan
yang menderita sifilis laten.

Menurut data CDC, tingkat sifilis primer dan sekunder di Amerika Serikat menurun
hingga 90% selama tahun 1990-2000, tetapi angka ini meningkat dari 2000–2004. Kenaikan
tingkat secara keseluruhan selama 2000–2004 hanya diamati pada pria. Pada tahun 2004,
untuk pertama kalinya dalam lebih dari 10 tahun, tingkat sifilis primer dan sekunder di antara
wanita tidak menurun. itu tetap sama antara 2003 dan 2004 pada 0,8 kasus per 100.000
penduduk.
Bila ibu hamil yang terinfeksi sifilis tidak diobati dengan adekuat, maka 67% kehamilan
akan berakhir dengan abortus, lahir mati atau sifilis kongenital pada neonatus. Pencegahan
penularan sifilis dari ibu ke bayi dapat dilakukan dengan deteksi dini melalui skrining pada
ibu hamil dan mengobati ibu yang terinfeksi sifilis dan pasangannya. Pada tahun 2007
dilakukan skrining sifilis dengan menggunakan rapid test di tiga propinsi yang mencakup
empat kabupaten/kota di DKI Jakarta, Kalimantan Barat dan Jawa Barat. Skrining tersebut
dilakukan terhadap 2.332 ibu hamil yang datang pada kunjungan pertama antenatal. Hasilnya
menunjukkan bahwa 24 orang (1,45%) di antara ibu hamil tersebut terinfeksi sifilis.
Prevalensi dan kejadian komplikasi IMS pada saat ini masih cukup tinggi. Meskipun upaya
pengendalian IMS telah dilakukan, prevalensi IMS di Indonesia belum menunjukkan
penurunan yang berarti. Hasil STBP 2011 menunjukkan prevalensi sifilis yang cukup tinggi
di kalangan populasi kunci yaitu 10% pada WPSL, 9% pada LSL, 25% pada waria dan 2%
pada penasun. Prevalensi gonorea juga cukup tinggi, yaitu 38% pada WPSL, 21% pada LSL,
dan 29% pada waria. Prevalensi tersebut masih jauh lebih tinggi dari target pengendalian
IMS, yaitu sifilis kurang dari 1% dan gonorea kurang dari 10% pada populasi.

C. Etiologi

Sifilis disebabkan oleh T pallidum, yang ditularkan melalui kontak langsung dengan lesi
basah infeksius. Treponema melewati selaput lendir utuh atau kulit yang terkelupas. Sepuluh
hingga 90 hari setelah treponemes masuk, lesi primer (chancre) berkembang. Chancre
bertahan selama 1–5 minggu dan kemudian sembuh secara spontan, tetapi mungkin bertahan
dengan tanda-tanda penyakit sekunder. Tes serologi untuk sifilis biasanya tidak reaktif ketika
chancre pertama kali muncul tetapi menjadi reaktif 1-4 minggu kemudian. Dua minggu
sampai 6 bulan (rata-rata, 6 minggu) setelah lesi primer muncul, erupsi kutaneus umum dari
sifilis sekunder dapat muncul. Lesi kulit sembuh secara spontan dalam 2–6 minggu. Tes
serologis hampir selalu positif selama fase sekunder. Sifilis laten mungkin mengikuti tahap
sekunder dan dapat berlangsung seumur hidup, atau sifilis tersier dapat terjadi. Yang terakhir
biasanya menjadi nyata 4-20 tahun atau lebih setelah lesi primer menghilang.
Pada sepertiga dari kasus yang tidak diobati, lesi destruktif sifilis akhir (tersier)
berkembang. Ini melibatkan kulit atau tulang (gummas), sistem kardiovaskular (aortic
aneurysm atau insufisiensi), dan sistem saraf (meningitis, tabes dorsalis, paresis) Komplikasi
sifilis tersier berakibat fatal pada hampir seperempat kasus, tetapi seperempat tidak pernah
menunjukkan efek buruk.
Treponema pallidum berbentuk spiral, Gram negatif dengan panjang kisaran 11 µm
dengan diameter antara 0,09 – 0,18 µm. Terdapat dua lapisan, sitoplasma merupakan lapisan
dalam mengandung mesosom, vakuol ribosom dan bahan nukleoid, lapisan luar yaitu bahan
mukoid.

D. Klasifikasi

1. Sifilis primer
Chancre (Gambar 41-3) adalah papula atau ulkus yang tidak beraturan, kaku, tidak nyeri
dengan batas yang naik. Kelenjar getah bening pangkal paha dapat membesar, keras, dan
tidak nyeri. Lesi genital biasanya tidak terlihat pada wanita kecuali terjadi pada genitalia
eksterna. Namun, pemeriksaan yang cermat dapat mengungkapkan lesi servikal atau vagina
yang khas. Lesi primer dapat terjadi pada setiap selaput lendir atau daerah kulit tubuh
(hidung, payudara, perineum), dan pemeriksaan lapangan gelap diperlukan untuk semua lesi
yang dicurigai. Tes serologis harus dilakukan setiap minggu selama 6 minggu atau sampai
positif.
2. Sifilis sekunder
Tanda-tanda infeksi sistem difus menjadi jelas ketika spiroket menyebar secara
hematogen. Presentasi "sindroma virus", seringkali dengan limfadenopati difus, tidak jarang.
Dermatitis karakteristik muncul sebagai lesi difus, bilateral, simetris, papulosquamous yang
sering melibatkan telapak tangan dan telapak kaki. Lesi juga dapat menutupi batang dan
menjadi makula, makulopapular, papular, atau pustular. Manifestasi sistemik lainnya
termasuk alopecia tambal sulam, hepatitis, dan nefritis. Lembab papula dapat dilihat di
daerah perineum (kondiloma lata). Bercak mukosa juga bisa terlihat; seperti kondiloma lata,
mereka adalah lesi positif, lesi menular gelap. Tes serologi untuk sifilis selalu reaktif dalam
tahap ini.
3. Sifilis laten
Dengan resolusi lesi infeksi primer dan sekunder atau penemuan tes serologi reaktif tanpa
riwayat terapi, pasien mengalami latensi. Orang menular dalam 1-2 tahun pertama latensi,
dengan kambuh klinis menyerupai tahap kedua terjadi pada sekitar 25% kasus pada tahun
pertama. Dinas Kesehatan Umum AS mendefinisikan sifilis laten dini sebagai penyakit
dengan durasi kurang dari 1 tahun dan memasukkannya dalam kategori "sifilis dini atau
infeksius, dengan lues primer dan sekunder. "Sifilis laten terlambat adalah infeksi yang tidak
tentu atau lebih dari 1 tahun lamanya; pertimbangan harus diberikan untuk kemungkinan
neurosifilis tanpa gejala pada pengaturan ini, dan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF)
dianjurkan.
4. Neurosifilis
Meskipun sistem saraf pusat selalu rentan terhadap T pallidum, itu paling sering terinfeksi
selama sifilis laten. Keterlibatan neurologik dari sistem mata dan pendengaran dapat
dideteksi. Tanda-tanda kelumpuhan saraf kranial dan meningeal harus dievaluasi pada
pemeriksaan fisik. Semua pasien memerlukan pengambilan sampel CSF dengan pengujian
laboratorium untuk jumlah sel, protein, Penelitian Penyakit Penyakit (VDRL), dan
fluorescent treponemal antibody absorption (FTA-ABS). FTA-ABS kurang spesifik tetapi
sangat sensitif ketika mendiagnosis neurosifilis.

a) tes serologi positif untuk sifilis.


b) Stigmata sifilis kongenital (misalnya, perubahan x-ray tulang, hepatosplenomegali,
ikterus, anemia).
c) Pemeriksaan normal atau tanda-tanda infeksi intrauterin.
d) Sering lahir mati atau prematur.
e) Sejarah sifilis ibu.
f) Plasenta yang lunak dan membesar

5. Sifilis dalam kehamilan

Perjalanan sifilis tidak berubah oleh kehamilan, tetapi kesalahan diagnosis sering terjadi.
Chancre sering tidak diperhatikan atau internal dan tidak dibawa ke perhatian medis.
Chancres, bercak mukosa, dan kondiloma lata sering dianggap sebagai herpes genitalis.
Dermatosis dapat menyelesaikan sebelum diagnosis, atau mereka mungkin salah didiagnosis.
Efek sifilis pada hasil kehamilan bisa sangat mendalam. Risiko infeksi janin tergantung pada
tingkat spirochetemia ibu (lebih besar pada tahap sekunder daripada di tahap primer atau
laten) dan usia kehamilan janin. Treponema dapat melintasi plasenta pada semua tahap
kehamilan, tetapi keterlibatan janin jarang terjadi sebelum 18 minggu karena
ketidakmampuan kekebalan janin. Setelah 18 minggu, janin mampu memasang respons
imunologi, dan kerusakan jaringan dapat terjadi. Semakin awal kehamilan janin terpapar,
semakin parah infeksi janin dan semakin besar risiko persalinan prematur atau lahir mati.
Infeksi antepartum pada kehamilan lanjut tidak selalu menyebabkan infeksi kongenital,
karena hanya 40-50% bayi yang memiliki infeksi kongenital tertentu. Infeksi plasenta dapat
terjadi dengan endarteritis yang dihasilkan, hiperplasia stroma, dan villi yang belum matang.
Secara kasar, plasenta terlihat hidropik (kuning pucat, berlilin, dan membesar). Karena
hidramnion sering dikaitkan dengan infeksi kongenital simptomatik, janin secara
ultrasonografi diikuti selama kehamilan.

6. Sifilis kongenital
Antara 2003 dan 2004, tingkat keseluruhan sifilis kongenital menurun 17,8% di Amerika
Serikat, dari 10,7 hingga 8,8 kasus per 100.000 kelahiran hidup, yang mencerminkan
penurunan keseluruhan pada sifilis primer dan sekunder pada wanita selama dekade terakhir.
Sebagian besar bayi dengan sifilis kongenital dilahirkan untuk wanita dengan status sosial
ekonomi rendah dengan perawatan pranatal yang tidak adekuat atau tidak. Entah neonatus ini
dapat terpengaruh saat lahir dari infeksi intrauterin (hepatosplenomegali, osteochondritis,
ikterus, anemia, lesi kulit, rinitis, limfadenopati, keterlibatan sistem saraf), atau gejala dapat
berkembang beberapa minggu atau bulan kemudian. Spektrum klinis infeksi kongenital
analog dengan penyakit sekunder dewasa, karena penyakit ini sistemik dari onset karena
inokulasi hematokransplasen.
Karena antibodi dari kompartemen ibu adalah dari kelas imunoglobulin (Ig) G, mereka
bebas melintasi plasenta, memberikan neonatus tes serologi reaktif jika tes ibu reaktif.
Dengan infeksi neonatal yang bergejala, seringkali tes serologi darah tali pusat akan lebih
tinggi pada titer daripada tes ibu. Tidak ada tes serologi IgM neonatal yang tersedia secara
klinis. Alat bantu diagnostik lainnya termasuk survei tulang panjang dan pungsi lumbal, yang
dapat membantu mendiagnosis infeksi sistemik tanpa gejala yang membutuhkan terapi yang
lebih intens.
Bayi baru lahir mungkin mengalami limfadenitis dan pembesaran hati dan limpa. Tulang
biasanya menunjukkan tanda-tanda osteochondritis dan titik epiphyseal yang tidak teratur
pada x-ray. Mata, struktur sistem saraf pusat, dan organ lain dapat mengungkapkan kelainan
saat lahir, atau cacat dapat berkembang di kemudian hari dalam kasus yang tidak diobati.
Setiap bayi dengan stigmata sifilis harus ditempatkan dalam isolasi sampai diagnosis yang
pasti dapat dilakukan dan pengobatan diberikan.
Bayi yang baru lahir dengan sifilis kongenital mungkin tampak sehat saat lahir tetapi
sering mengalami gejala beberapa minggu atau bulan kemudian. Periksa tubuh untuk
stigmata sifilis dengan interval 3 minggu hingga 4 bulan. Jika tes serologi ibu positif saat
persalinan, tes bayi juga akan positif. Dapatkan tes serologis kuantitatif serial darah bayi
selama 4 bulan. Titer meningkat menunjukkan sifilis kongenital, dan pengobatan
ditunjukkan.
1) Sifilis kongenital awal
Diagnosis sifilis kongenital awal biasanya dicurigai berdasarkan tes serologi
maternal, yang secara rutin dilakukan pada awal kehamilan, dan sering diulang pada
trimester ke-3 dan saat persalinan. Neonatus dari ibu dengan bukti serologis sifilis
harus memiliki pemeriksaan menyeluruh, mikroskop darkfield atau pewarnaan
immunofluorescent dari setiap kulit atau lesi mukosa, dan uji serum nontreponemal
kuantitatif (misalnya, reagin plasma cepat [RPR], Penelitian Penyakit Penyakit Sereal
[VDRL]) ; Darah tali pusat tidak digunakan untuk pengujian serum karena hasilnya
kurang sensitif dan spesifik. Plasenta atau tali pusat harus dianalisis menggunakan
mikroskop darkfield atau pewarnaan fluoresen antibodi jika tersedia.
Bayi dan anak-anak muda dengan tanda-tanda klinis penyakit atau hasil tes
serologis sugestif juga harus memiliki tusukan lumbal dengan analisis CSF untuk
jumlah sel, VDRL, dan protein; CBC dengan jumlah trombosit; tes fungsi hati; sinar-X
tulang panjang; dan tes lain sebagai indikasi klinis (evaluasi mata, rontgen dada,
neuroimaging, dan respon batang otak pendengaran).
Sifilis dapat menyebabkan banyak kelainan berbeda pada rontgen tulang panjang,
termasuk

(a) Periosteal reactions


(b) Diffuse or localized osteitis
(c) Metaphysitis

Osteitis kadang-kadang digambarkan sebagai "perubahan-perubahan batang yang


terdampar pada ngengat." Metaphysitis umumnya muncul sebagai band-band lebat
atau padat yang dapat bergantian untuk memberikan penampilan seledri sandwich
atau seledri. Tanda Wimberger adalah erosi simetris dari tibia atas tetapi bisa juga
terjadi erosi pada metafisis tulang panjang lainnya.
Pembentukan kalus yang berlebihan di ujung tulang panjang telah dijelaskan.
Banyak bayi yang terkena memiliki lebih dari satu temuan ini.

Diagnosis ditegakkan dengan visualisasi mikroskopis spirochetes pada sampel


dari neonatus atau plasenta. Diagnosis berdasarkan tes serologi neonatal dipersulit
oleh transfer transplasental antibodi IgG maternal, yang dapat menyebabkan tes
positif tanpa adanya infeksi. Namun, titer antibodi nontreponemal neonatal> 4 kali
titer ibu tidak akan umumnya hasil dari transfer pasif, dan diagnosis dianggap
dikonfirmasi atau sangat mungkin.
Penyakit ibu yang didapat pada akhir kehamilan dapat ditularkan sebelum
perkembangan antibodi. Dengan demikian, pada neonatus dengan titer yang lebih
rendah tetapi manifestasi klinis yang khas, sifilis juga dianggap sangat mungkin. Pada
neonatus tanpa tanda-tanda penyakit dan titer serologi rendah atau negatif, sifilis
dianggap mungkin; pendekatan berikutnya tergantung pada berbagai faktor ibu dan
bayi. Utilitas tes fluorescent untuk IgM anti treponemal, yang tidak ditransfer
melintasi plasenta, kontroversial, tetapi tes tersebut telah digunakan untuk mendeteksi
infeksi neonatal. Setiap tes nontreponemal positif harus dikonfirmasi dengan uji
treponemal spesifik untuk menyingkirkan hasil positif palsu, tetapi pengujian
konfirmasi tidak boleh menunda pengobatan pada bayi simptomatik atau bayi yang
berisiko tinggi terinfeksi.
2) Sifilis kongenital lanut
Diagnosis sifilis kongenital lanjut adalah berdasarkan riwayat klinis, tanda-tanda

fisik yang khas, dan tes serologi positif. Trio Hutchinson keratitis interstisial, gigi seri
Hutchinson, dan tuli saraf kranial 8 adalah diagnostik. Kadang-kadang tes serologi
nontreponemal standar untuk sifilis negatif, tetapi tes penyerapan antibodi treponemal
fluoresen (FTA-ABS) positif.

E. Cara penularan
Sifilis dapat melalui cara sebagai berikut :
1. Kontak langsung :
a. sexually tranmited diseases (STD)
b. non-sexually
c. Transplasental, dari ibu yang menderita sifilis ke janin yang dikandungnya.
2. Transfusi : Syphilis d‟ emblee, tanpa primer lesi

F. Patofisiologi
Patofisiologi Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir
semua alat tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita
hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan
sifilis kongenital yang dapat menyebabkan kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat
terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati,
sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat
kelamin. Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan lesi yang mengandung treponema
pallidum. Treponema dapat masuk melalui selaput lendir yang utuh atau kulit dengan lesi,
kemudian masuk ke perdarahan darah dan semua organ dalam tubuh. Infeksi bersifat sistemik
dan manifestasinya akan tampak kemudian. Perkembangan penyakit sifilis berlangsung dari
satu stadium ke stadium berikutnya. 10 sampai 90 hari (umumnya 3-4 minggu) setelah terjadi
infeksi. Pada tempat masuk T. Pallidum timbul lesi primer yang bertahan 1-5 minggu dan
kemudian hilang sendiri. Kurang lebih 6 minggu (2-6 minggu). Setelah lesi primer terdapat
kelainan kulit dan selaput lendir yang pada permulaan menyeluruh, kemudian mengadakan
konfluensi dan berbentuk khas. Kadang-kadang kelainan kulit hanya sedikit atau sepintas
lalu. e. Dampak terhadap ibu dan janin Pengaruh sifilis terhadap kehamilan sangat besar
karena menyebabkan persalinan kurang bulan, kematian anak dalam rahim, atau anak lahir
dengan lues kongenital. Sifilis masih merupakan penyebab yang penting dari kematian anak.
Infeksi paling dini terjadi pada bulan kelima kehamilan. Apabila infeksi terjadi tidak lama
sebelum persalinan (< 6 minggu), anak lahir sehat. Akan tetapi, sebaliknya makin jauh
infeksi ibu terjadi makin baik prognosis bagi anak.
Treponema palidum masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit yang mengalami
abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk ke dalam pembuluh darah, dan diedarkan ke
seluruh tubuh. Setelah beredar beberapa jam, infeksi menjadi sistemik walaupun tanda-tanda
klinis dan serolois belum jelas. Kisaran satu minggu setelah terinfeksi Treponema palidum,
ditempat masuk timbul lesi primer berupa ulkus. Ulkus akan muncul selama satu hingga lima
minggu, kemudian menghilang.

G. Manifestasi gejala
Manifestasi sifilis diklasifikasikan sebagai awal kongenital (lahir sampai usia 2 thn) dan
terlambat kongenital (setelah usia 2 thn).
Tanda dan Gejala Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi;
rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan
kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum
berkembang melalui 4 tahapan adalah sebagai berikut:
1. Fase Primer
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang
tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum,
bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya
penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus. Cangker
berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan berubah menjadi
suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah,
tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah
bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri. Luka tersebut hanya
menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan. Luka biasanya membaik
dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat secara keseluruhan.
2. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-12
minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa
bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan
kemudian akan muncul ruam yang baru. Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut.
Sekitar 50% penderita memiliki pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan
sekitar 10% menderita peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan
gejala, tetapi kadang terjadi pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri.
Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan hati
bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita mengalami peradangan
pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan
ketulian. Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa
terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius (menular) dan
bisa kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami
kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti digigit
ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan,
mual, lelah, demam dan anemia.
3. Fase Laten
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten dimana
tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-
puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang
infeksi kembali muncul.
4. Fase Tersier
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai ringan
sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :

b. Sifilis tersier jinak.


Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di berbagai organ;
tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan jaringan parut.
Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah
pada kaki dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga bisa
terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang biasanya semakin memburuk
di malam hari.
c. Sifilis kardiovaskuler.
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta atau
kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau kematian.
Neurosifilis adalah Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak
diobati. 3 jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis
paretik dan neurosifilis tabetik. Sifilis disebabkan oleh spiroketa Treponema pallidum. Sifilis
primer biasanya mempunyai masa inkubasi antara 10-90 hari, tetapi biasanya kurang dari 6
minggu. Kehamilan tidak mempengaruhi jalannya sifilis. Namun sebaliknya, pengaruh sifilis
terhadap kehamilan sangat besar karena menyebabkan persalinan kurang bulan, kematian
anak dalam rahim, atau anak lahir dengan lues kongenital. Sifilis masih merupakan penyebab
yang penting dari kematian anak. Infeksi paling dini terjadi pada bulan kelima kehamilan.
Apabila infeksi terjadi tidak lama sebelum persalinan (< 6 minggu), anak lahir sehat. Akan
tetapi, sebaliknya makin jauh infeksi ibu terjadi makin baik prognosis bagi anak. Plasenta
dari sifilis sering lebih besar dari biasa dan banyak infarknya.

Plasenta dari bayi yang menderita sifilis kongenital dapat mengalami plasentomegali
yang didefinisikan oleh Hoddick dkk sebagai penebalan plasenta yang melebihi + 2 SD (
deviasi standar) disesuaikan dengan usia kehamilan. Kematian janin atau perinatal terjadi
pada 40% bayi yang terinfeksi. Persalinan preterm dan pertumbuhan janin terhambat juga
telah dilaporkan.

Pada bayi yang tetap hidup, manifestasi klinis dibagi dalam stadium dini dan stadium
lanjut. Stadium dini terjadi dalam dua tahun pertama kehidupan, sedangkan stadium lanjut
terjadi setelah usia dua tahun. Kurang lebih dua pertiga bayi tidak menunjukkan gejala klinis
saat dilahirkan, tetapi jika tidak diobati gejala akan muncul dalam beberapa minggu atau
bulan. Manifestasi klinis bervariasi dan dapat mengenai beberapa organ. Organ yang sering
terkena adalah hati dan limpa berupa pembesaran (hepatosplenomegali), ikterik yang
menetap dan peningkatan enzim hati. Limfadenopati bersifat difus dan sembuh dengan
sendirinya. Kelainan kulit dapat berupa eritematosa makulopapular atau lesi bula diikuti oleh
deskuamasi pada telapak tangan dan kaki. Dapat pula ditemukan lesi kondiloma yang khas
pada membran mukosa dan rinitis. Bila terdapat os- teokondritis, akan terasa nyeri yang dapat
menyebabkan bayi menjadi sensitif dan tidak mau menggerakkan tungkainya
(pseudoparalisis Parrot). Kelainan susunan saraf pusat, gagal tumbuh, korioretinits, nefritis,
dan sindrom nefrotik dapat juga ditemukan. Manifestasi klinis yang mengenai ginjal dapat
berupa hipertensi, hematuria, proteinuria, hipoproteinemia dan hiper- kolesterolemia. Hal ini
diakibatkan oleh deposit kompleks imun di glomerulus. Gambaran klinis yang jarang dapat
berupa gastroenteritis, peritonitis, pankreatitis, pneumonia, kelainan mata (glaukoma dan
korioretinitis), hidrops, dan masa pada testis. Manifestasi lanjut merupakan akibat inflamasi
kronis pada tulang, gigi, dan susunan saraf pusat. Perubahan tulang akibat periostitis yang
menetap atau berulang dan berhubungan dengan penebalan tulang dapat berupa frontal
boosing, penebalan sternoklavikula yang unilateral atau bilateral, bagian tengah tibia yang
melengkung ke depan (Saber shins), dan skapula skapoid. Kelainan hidung berupa saddle
nose akibat rinitis yang menghancurkan tulang sekitarnya. Manifestasi stadium lanjut dapat
berupa keratitis interstitialis yang unilateral atau bilateral dengan gejala fotofobi dan
lakrimasi, diikuti opaksifikasi kornea yang mengakibatkan kebutaan pada beberapa minggu
sampai dengan beberapa bulan.

H. Pengobatan
Penanganan Kegawatdaruratan Terapi Infeksi Sifilis Pada Kehamilan Tingkat Penyakit
Alternatif Terapi Dasar Terapi Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM Eritromisin PO 500
mg/ 4 kali/ selama 15 hari Cefriaxone IM 250 mg/ 4 kali selama 15 hari Sifilis laten lebih dari
1 tahun Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalm seminggu Eritromisin 500 mg/ 4 kali/
hari selama 30 hari Kardiovasculer atau neuro sifilis Pinisilin cristal G 2,4 juta unit setiap 4
hari selama 10 sampai 14 hari diikuti pinisilin G Benzathin secara IM 2,4 juta unit Penisilin
procain G secara IM setiap hari 2,4 juta unit ditambah probenecid 500 mg sebanyak 4 kali/
hari selama 10-14 hari kemudian diikuti penisilin G Benzatin sebanyak 2,4 juta unit secara
IM Sebenarnya penisilin merupakan obat pilihan Anjuran pengobatan sifilis yang harus
dilakukan pada ibu hamil stadium primer, sekunder, atau laten durasi kurang dari 1 tahun
dapat diberikan pengobatan utama yaitu penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM. Tetapi
jika ibu mengalami alergi dapat diganti dengan Eritomisin 500 ng PO selama 15 hari serta
setriakson 250 mg secara IM selama 10 hari. Sedangkan pada Sifilis laten durasi lebih dari 1
tahun atau sifilis kardiovasculer diberikan obat utama penisilin G Benzathin 2,4 juta unit
secara IM setiap minggu 3x, tetapi jika ibu mengalami alergi penisilin dapat diganti dengan
Eritromicin 500 ng PO selama 30 hari. Sedangkan pada Neurosifilis diberikan pengobatan
utama pinisilin G akueous kristalin 2,4 juta unit 4x selama 10-14 hari diikuti dengan penisilin
G Benzethin 2,4 juta unit secara IM. Atau dapat diberi pinisilin G akueous prokain 2,4 juta
unit IM setiap hari dengan probenesid 500 mg PO selama 10-14 hari, kemudian diikuti
dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta secara IM.
Bayi yang lebih tua dan anak-anak dengan sifilis kongenital yang baru didiagnosis.
CSF harus diperiksa sebelum perawatan dimulai. CDC merekomendasikan bahwa setiap anak
dengan sifilis kongenital akhir diterapi dengan penisilin kristal cair G 50.000 unit / kg IV q 4-
6 jam selama 10 hari. Dosis tunggal benzathine penicillin G 50.000 unit / kg IM juga dapat
diberikan saat selesainya terapi IV. Sebagai alternatif, jika evaluasi penuh benar-benar negatif
dan anak tidak menunjukkan gejala, benzathine penicillin G 50.000 unit / kg IM sekali /
minggu untuk 3 dosis dapat digunakan.
Banyak pasien tidak kembali ke seronegatifitas tetapi memiliki penurunan 4 kali lipat
titer reagin (misalnya, VDRL) antibodi. Pasien harus dievaluasi secara berkala untuk
memastikan respon serologis yang tepat terhadap terapi telah terjadi dan tidak ada indikasi
kambuh.
Keratitis interstitial biasanya diobati dengan tetes kortikosteroid dan atropin dalam
konsultasi dengan dokter spesialis mata. Pasien dengan gangguan pendengaran sensorineural
mungkin mendapat manfaat dari penicillin ditambah kortikosteroid seperti prednison 0,5 mg /
kg po satu kali / hari selama 1 minggu, diikuti oleh 0,3 mg / kg sekali / hari selama 4 minggu,
setelah itu dosis secara bertahap dikurangi lebih dari 2 sampai 3 mo. Kortikosteroid belum
dievaluasi secara kritis dalam kondisi ini.
Penanganan Secara Umum Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin,
sebaiknya sebelum hamil atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin.
Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu
diobati dangan terapi penisilin G injeksi. Penting untuk diketahui dalam pemilihan obat-
obatan untuk ibu hamil perlu memperhatikan pengaruh buruk yang akan terjadi pada janinya.
Sedangkan jenis pinisilin dan eritrosin merupakan obat untuk ibu hamil yang tidak
memberikan efek atau pengaruh buruk terhadap janinnya. Berikut ini adalah table terapi atau
pengobatan Sifilis pada ibu yang sedang hamil. Infeksi Primer Infeksi Sekunder Fase Laten
kurang dari 1 tahun i. Tindak Lanjut Pengobatan pilihan pertama untuk semua manifestasi
sifilis tetap penisilin dalam bentuk penisilin G. Efek penisilin pada sifilis secara luas dikenal
sebelum uji klinis acak digunakan, sebagai akibatnya, pengobatan dengan penisilin sebagian
besar didasarkan pada kasus, ahli seri pendapat, dan tahun pengalaman klinis. Parenteral
penisilin G adalah satu-satunya terapi dengan efek didokumentasikan selama kehamilan.
Untuk sifilis awal, satu dosis penisilin sudah cukup. Non-hamil individu yang memiliki reaksi
alergi yang parah terhadap penisilin (misalnya, anafilaksis) dapat efektif diobati dengan
tetrasiklin oral atau doksisiklin, namun, data untuk mendukung ini terbatas. Ceftriaxone dapat
dianggap sebagai terapi alternatif, meskipun dosis optimal belum didefinisikan. Namun,
cross- reaksi dalam penisilin-alergi pasien dengan sefalosporin seperti ceftriaxone yang
mungkin. Azitromisin disarankan sebagai alternatif. Namun, ada laporan kegagalan
pengobatan karena perlawanan di beberapa daerah. Jika kepatuhan dan tindak lanjut tidak
dapat dipastikan, CDC merekomendasikan desensitisasi dengan penisilin yang diikuti dengan
pengobatan penisilin. Semua wanita hamil dengan sifilis harus peka dan diperlakukan dengan
penisilin. Tindak lanjut meliputi evaluasi klinis pada 1 sampai 2 minggu diikuti dengan
evaluasi klinis dan serologi pada 3, 6, 9, 12, dan 24 bulan setelah pengobatan. Azitromisin
telah digunakan untuk mengobati sifilis di masa lalu karena mudah sekali hanya dosis.
Namun, dalam satu penelitian di San Francisco, azitromisin-resistensi harga di sifilis, yang
0% pada tahun 2000, adalah 56% pada tahun 2004.
I. Pencegahan
Wanita hamil harus secara rutin diuji untuk sifilis pada trimester pertama dan diuji jika
mereka mendapatkan penyakit menular seksual lainnya selama kehamilan. Dalam 99% kasus,
perawatan yang memadai selama kehamilan menyembuhkan ibu dan janin. Namun, dalam
beberapa kasus, pengobatan sifilis pada akhir kehamilan menghilangkan infeksi tetapi tidak
ada tanda-tanda sifilis yang muncul saat lahir. Perawatan ibu <4 minggu sebelum persalinan
tidak dapat membasmi infeksi janin.
Pencegahan yang efektif dan deteksi sifilis kongenital tergantung pada identifikasi sifilis
pada wanita hamil dan, oleh karena itu, pada pemeriksaan serologi rutin ibu hamil selama
kunjungan prenatal pertama.
Tes tambahan pada kehamilan 28 minggu dan lagi saat melahirkan dibenarkan untuk wanita
yang berisiko tinggi atau tinggal di komunitas dengan peningkatan prevalensi infeksi sifilis.
Selain itu, sebagai bagian dari manajemen ibu hamil yang menderita sifilis, informasi
mengenai perilaku berisiko yang sedang berlangsung dan pengobatan pasangan seks harus
diperoleh untuk menilai risiko infeksi ulang. Skrining rutin serum bayi baru lahir atau darah
tali pusat tidak dianjurkan, karena diagnosis saat ini tidak mencegah gejala sifilis kongenital
pada beberapa bayi baru lahir. Tidak ada ibu atau bayi yang baru lahir harus meninggalkan
rumah sakit tanpa status serologi ibu yang telah didokumentasikan setidaknya sekali selama
kehamilan, dan sebaiknya lagi pada saat melahirkan jika berisiko.
Ketika sifilis kongenital didiagnosis, anggota keluarga lainnya harus diperiksa untuk
bukti fisik dan serologis infeksi. Pemulihan ibu pada kehamilan berikutnya diperlukan hanya
jika titer serologis menunjukkan kekambuhan atau reinfeksi. Wanita yang tetap seropositif
setelah perawatan yang adekuat mungkin telah terinfeksi ulang dan harus dievaluasi. Seorang
ibu tanpa lesi yang seronegatif tetapi yang memiliki paparan kelamin pada orang yang
diketahui menderita sifilis harus diobati, karena ada kemungkinan 25-50% bahwa dia
memperoleh sifilis.
Jika pasien diketahui telah terkena sifilis, jangan menunggu penyakit tersebut berkembang
ke tahap serologis klinis atau reaktif sebelum memberikan pengobatan pencegahan. Meski
begitu, setiap upaya harus dilakukan untuk mencapai diagnosis, termasuk pemeriksaan fisik
lengkap, sebelum memberikan perawatan pencegahan. Disarankan bahwa setiap pasien yang
terkena dan menjadi gejala dalam 90 hari kontak seksual dan seronegatif masih harus diobati.
Juga, jika eksposur terjadi lebih dari 90 hari sebelumnya dan seroconversion terjadi, orang
yang terkena harus diperlakukan. Akhirnya, jika durasi sejak paparan tidak diketahui dan titer
antibodi nontreponemal lebih besar dari 1:32, pengobatan ditunjukkan.
Perawatan prenatal sering kurang dimanfaatkan atau tidak tersedia di daerah geografis di
mana sifilis kongenital terjadi. Pendidikan tentang nilai pencegahan perawatan pranatal
dalam kelompok sosioekonomi berisiko tinggi dan rendah sangat penting. Semua wanita
hamil harus menjalani tes serologi rutin untuk sifilis pada kunjungan pertama. Tes harus
diulang antara 28 dan 32 minggu kehamilan di daerah berisiko tinggi. Jika hasil tes positif,
perhatian harus diberikan kepada tes serologi pasien sebelumnya dan terapi (jika ada) untuk
sifilis. Jika ada keraguan apakah pasien memiliki sifilis aktif, terapi ulang jauh lebih baik
daripada risiko sifilis kongenital.
Sifilis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Mengajar anak-anak
muda tentang penyakit dan konsekuensinya masih merupakan metode pengendalian yang
terbaik. Penggunaan kondom, bersama dengan dekontaminasi sabun dan air setelah koitus,
akan mencegah sebagian besar kasus. Jika lesi berkembang, dokter harus diberitahu
sekaligus. Semua orang yang terkena harus dicari dan diobati dan kasusnya dilaporkan ke
layanan penyakit menular di kota atau negara bagian.
United States Preventive Services Task Force (USPSTF) memperbarui pedoman skrining
sifilis pada tahun 2004. Bukti lebih lanjut ditemukan untuk mendukung strategi skrining
semua wanita hamil dan orang-orang yang berisiko lebih tinggi untuk memperoleh sifilis
(pria yang berhubungan seks dengan pria yang terlibat dalam perilaku berisiko tinggi, pekerja
seks komersial, orang-orang yang bertukar seks untuk narkoba, dan mereka di fasilitas
pemasyarakatan dewasa. Beberapa tes skrining baru saat ini sedang dipelajari, termasuk strip
immunochromatographic (ICS), garis immunoassay (LIA), uji immunosorbent assay terkait
enzim (ELISA), kartu plasma cepat (RPR), dan tes sifilis cepat (RST. Tes skrining baru yang
saat ini sedang dipelajari untuk digunakan pada wanita hamil dan bayi termasuk
imunoblotting IgM dan uji PCR serum dan CSF untuk infeksi sistem saraf pusat pada bayi,
histopatologi plasenta, dan tes darah tali pusat.

J. Komplikasi
Komplikasi Pada Janin Dan Bayi Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus
dan partus premature. Bayi dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi,
penglihatan, pendengaran, gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu,
setiap wanita hamil sangat dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang
dikandungnya. Karena pengobatan yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya
penularan penyakit dari ibu ke janin. 2. Komplikasi Terhadap Ibu Menyebabkan kerusakan
berat pada otak dan jantung, Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih
besar, pucat, keabu-abuan dan licin, Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian
janin Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan menimbulkan cacat. f.
Deteksi Dini Sama seperti penyakit menular seksual lainnya, sifilis dapat di cegah dengan
cara melakukan hubungan seksual secara aman misalkan menggunakan kondom. Banyak hal
yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit sifilis. Hal-hal
yang dapat dilakukan antara lain : Tidak berganti-ganti pasangan o Berhubungan seksual
yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan „protective sex‟. o Menghindari
penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah terinfeksi.

K. Diagnosis
Diagnosis sifilis kongenital ditegakkan berdasarkan anamnesis riwayat ibu yang
menderita sifilis tanpa pengobatan yang adekuat, atau uji serologis positif, atau pada
pemeriksaan mikroskop lapangan pandang gelap ditemukan bakteri Treponema pallidum
dalam cairan tubuh. Pada pemeriksaan fisis didapatkan ikterik, hepatosplenomegali, anemia,
trombo-sitopenia, kelainan gambaran radiologis tulang panjang, dan kelainan pada cairan
serebro spinalis. Pada bayi usia 3-12 minggu dapat ditemukan rinitis, kelainan kulit
makulopapular, lesi mukokutan, dan pseudoparalisis. Gambaran khas sifilis kongenital dini
adalah saddle nose, gigi Hutchinson, keratitis interstitialis, Saber shins, serta gumma pada
hidung dan palatum.

Evaluasi dan Perawatan Neonatus (Bayi Berumur <30 Hari). Diagnosis sifilis kongenital
bisa sulit, karena antibodi IgG nontreponemal dan treponemal ibu dapat ditransfer melalui
plasenta ke janin, mempersulit interpretasi tes serologi reaktif untuk sifilis pada neonatus.
Oleh karena itu, keputusan pengobatan sering harus dibuat atas dasar 1) identifikasi sifilis
pada ibu; 2) kecukupan perawatan ibu; 3) adanya bukti klinis, laboratorium, atau radiografi
sifilis pada neonatus; dan 4) perbandingan maternal (saat melahirkan) dan titer serologis
nontreponemal neonatal menggunakan tes yang sama, sebaiknya dilakukan oleh laboratorium
yang sama. Setiap neonatus yang berisiko sifilis kongenital harus menerima evaluasi penuh
dan pengujian untuk infeksi HIV.

Semua neonatus yang lahir dari ibu yang memiliki hasil tes nontreponemal dan
treponemal reaktif harus dievaluasi dengan tes serologi nontreponemal kuantitatif (RPR atau
VDRL) yang dilakukan pada serum neonatus, karena darah tali pusat dapat terkontaminasi
dengan darah ibu dan menghasilkan hasil positif palsu. , dan jeli Wharton di tali pusat dapat
menghasilkan hasil negatif palsu. Melakukan tes treponema (yaitu, TP-PA, FTA-ABS, EIA,
atau CIA) pada serum neonatal tidak dianjurkan karena sulit untuk ditafsirkan. Tidak ada tes
immunoglobulin (IgM) yang tersedia secara komersial yang dapat direkomendasikan. Semua
neonatus yang lahir dari wanita yang memiliki tes serologis reaktif untuk sifilis harus
diperiksa secara menyeluruh untuk bukti sifilis kongenital (misalnya hidrops nonimmun,
ikterus, hepatosplenomegali, rinitis, ruam kulit, dan pseudoparalysis ekstremitas).
Pemeriksaan patologis plasenta atau tali pusat menggunakan pewarnaan khusus (misalnya,
perak) atau tes PCR T. pallidum menggunakan tes yang divalidasi CLIA harus
dipertimbangkan; Reagen DFA-TP tidak tersedia.

Pemeriksaan mikroskopis Darkfield atau tes PCR dari lesi yang mencurigakan atau cairan
tubuh (misalnya, ruam bulosa dan cairan hidung) juga harus dilakukan. Selain tes ini, untuk
bayi yang lahir mati, survei tulang yang menunjukkan lesi osseus khas mungkin membantu
diagnosis sifilis kongenital.
a) Pemeriksaan laboratorium
T pallidum biasanya dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan lapangan gelap dari
spesimen dari lesi kulit, tetapi periode pemulihan dari treponemenya singkat; dalam banyak
kasus, diagnosis tergantung pada riwayat dan tes serologi. Teknik imunofluoresensi sekarang
tersedia untuk apusan kering. Pewarnaan perak untuk T pallidum spesimen biopsi, bagian
plasenta, atau bahan otopsi dapat mengkonfirmasi diagnosis pada kasus yang sulit.
Spirochetes motil dapat diidentifikasi dalam cairan amnion yang diperoleh secara
transabdominal pada wanita dengan sifilis dan kematian janin. PCR sangat spesifik untuk
mendeteksi T pallidum dalam cairan ketuban dan serum neonatal dan cairan tulang belakang.
Teknik baru yang melibatkan metode molekuler sekarang digunakan untuk mendiagnosis
sifilis dini. PCR multipleks adalah suatu pengujian yang dapat secara bersamaan mendeteksi
T pallidum, H ducreyi, dan herpes simplex tetapi belum tersedia secara komersial.
b) Pemeriksaan serologi
Tes diagnostik setelah lesi basah primer atau sekunder hilang sebagian besar terbatas pada
pengujian serologis. Tes serologis menjadi positif beberapa minggu setelah lesi primer
muncul.
c) Tes Nontreponemal
Ini mengukur antibodi reaginik yang dideteksi oleh antigen cardiolipin-lecithin yang
sangat murni. Tes Nontreponemal terutama untuk sifilis skrining, tetapi mereka relatif
spesifik, tidak dapat disesuaikan untuk sifilis, dan reaksi positif dapat terjadi. Tes
nontreponemal yang saat ini digunakan adalah prosedur flokulasi yang mencakup tes slide
VDRL, tes reagin cepat, dan uji reagin otomatis untuk prosedur penyaringan di lapangan. Tes
yang terakhir lebih sensitif tetapi kurang spesifik daripada VDRL. Jika mereka positif,
kegiatan harus diverifikasi, dan tingkat reaktivitas harus diperiksa dengan tes VDRL. Tes
fiksasi pelengkap (misalnya, Kolmer) tidak lagi digunakan di Amerika Serikat. Tes VDRL
(tes nontreponemal digunakan terluas) umumnya menjadi positif 3-6 minggu setelah infeksi,
atau 2-3 minggu setelah munculnya lesi primer; itu hampir selalu positif dalam tahap
sekunder. VDRL titer biasanya tinggi pada sifilis sekunder dan cenderung lebih rendah atau
bahkan nihil dalam bentuk akhir dari sifilis, meskipun ini sangat bervariasi. Sebuah titer 4
kali lipat jatuh sifilis awal diobati atau titer jatuh atau stabil dalam sifilis laten atau akhir
menunjukkan kemajuan terapi yang memuaskan. Reaksi serologis positif palsu yang sering
ditemui dalam berbagai macam situasi, termasuk penyakit kolagen, infeksi mononucleosis,
malaria, banyak penyakit demam, lepra, vaksinasi, kecanduan narkoba, usia tua, dan mungkin
kehamilan.
d) Tes treponemal antibodi

Tes FTA-ABS dan assay microhemagglutination untuk Treponema pallidum (MHA-TP)


mendeteksi antibodi terhadap spirochetes Treponema. Kedua tes lebih sensitif dan spesifik
dibandingkan tes nontreponemal (kecuali tes MHA-TP dengan penyakit primer; Tabel 41-1).
Tes ini tetap positif meskipun terapi, sehingga mereka tidak diberikan dalam titer atau
digunakan untuk mengikuti respon serologis terhadap pengobatan.

Tabel 41-1. Persen Sensitivitas Tes serologi di diobati Sifilis.

Tahap Penyakit
Jenis Uji Utama Sekunder Terpendam Terlambat
VDRL 59-87 100 73-91 37-94
FTA-ABS 86-100 99-100 96-99 96-100
MHA-TP 64-87 96-100 96-100 94-100

Laboratorium darah tepi pada sifilis kongenital menunjukkan kelainan berupa anemia,
monositosis, dan trombositopenia. Pemeriksaan serologi dapat dilakukan dengan metode
deteksi langsung dengan baku emas pemeriksaan rabbit infectivity test (RIT). Uji serologi
non-treponema untuk skrining seperti uji Venereal Disease Research Laboratory (VDRL),
Rapid Plasma Reagin (RPR) yang memiliki sensitivitas 70-100% dan spesifisitas 97-99%,
serta uji serologi untuk konfirmasi yaitu Treponema Pallidum Hemagglutination Assay
(TPHA), Fluorescent Treponemal Antibody Absorption (FTA-Abs) yang memiliki
sensitivitas sebesar 76- 100% dan spesifisitas 97-99%. Pada pemeriksaan histologi jaringan
plasenta didapatkan funisitis dan vaskulitis. Selain itu terdapat juga gambaran plasentitis
berupa fibrosis villi korionik dan infiltrat plasmolimfositik pada stroma. Mikroskop lapangan
pandang gelap digunakan untuk mendeteksi adanya bakteri Treponema pallidum dalam
cairan tubuh (sekret hidung, serum dari lesi kulit, cairan ketuban). Pemeriksaan mikroskop
lapangan pandang gelap, selain untuk melihat morfologi bakteri, dapat juga melihat
pergerakannya yang khas. Pada pemeriksaan radiologi dapat dijumpai perubahan metafisis
tulang panjang.

L. Prognosis

Sifilis kongenital yang berat dapat menyebabkan kematian pada masa janin maupun
perinatal. Bila penyakit tersebut telah mengenai meningovaskular dapat menyebabkan
sekuele permanen. Sifilis Kongenotal dapat sembuh sempurna bila mendapat terapi adekuat.
Pengobatan dengan penisilin bersifat kuratif, sehingga perubahan serologi dapat terjadi dalam
satu tahun.

Anda mungkin juga menyukai