SIFILIS
Defenisi.
Sifilis merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik yang disebabkan
oleh Treponema palidum. Penularan sifilis melalui hubungan seksual. Penularan
juga dapat terjadi secara vertikal dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat
kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar,
kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan.
Sifilis dapat disembuhkan pada tahap awal infeksi, tetapi apabila dibiarkan
penyakit ini dapat menjadi infeksi yang sistemik dan kronik. Infeksi sifilis dibagi
menjadi sifilis stadium dini dan lanjut. Sifilis stadium dini terbagi menjadi sifilis
primer, sekunder, dan laten dini. Sifilis stadium lanjut termasuk sifilis tersier
(gumatous, sifilis kardiovaskular dan neurosifilis) serta sifilis laten lanjut.
Epidemiologi.
Etiologi.
Manifestasi klinis.
Perjalanan penyakit sifilis bervariasi dan biasanya dibagi menjadi sifilis
stadium dini dan lanjut. Stadium dini lebih infeksius dibandingkan dengan
stadium lanjut. Sifilis stadium dini terbagi menjadi sifilis primer, sekunder dan
laten dini. Sifilis stadium lanjut termasuk sifilis tersier (gumatous, sifilis kardio-
vaskular, neurosifilis) dan sifilis laten.
Sifilis primer.
Manifestasi klinis awal sifilis adalah papul kecil soliter, kemudian dalam
satu sampai beberapa minggu, papul ini berkembang menjadi ulkus. Lesi klasik
dari sifilis primer disebut dengan chancre, ulkus yang keras dengan dasar yang
bersih, tunggal, tidak nyeri, merah, berbatas tegas, dipenuhi oleh spirokaeta dan
berlokasi pada sisi Treponema pallidum pertama kali masuk. Chancre dapat
ditemukan dimana saja tetapi paling sering di penis, servik, dinding vagina rektum
dan anus. Dasar chancre banyak mengandung spirokaeta yang dapat dilihat
dengan mikroskop.
Ada juga morfologi lain dari variasi lesi pada stadium primer yang
menyebabkan kesulitan dalam mendiagnosis. Sensitivitas gejala klasik ini hanya
31% tetapi spesifisitasnya 98%. Ukuran chancre bervariasi dari 0,3-3,0 cm,
terkadang terdapat lesi multipel pada pasien dengan acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS).2,8 Pada sifilis primer sering dijumpai limfadenopati regional,
tidak nyeri dan ipsilateral terhadap chancre, muncul pada 80% pasien dan sering
berhubungan dengan lesi genital. Chancre ekstragenital paling sering ditemukan
di rongga mulut, jari tangan dan payudara. Masa inkubasi chancre.
Sifilis sekunder.
Apabila tidak diobati, gejala sifilis sekunder akan mulai timbul dalam 2
sampai 6 bulan setelah pajanan, 2 sampai 8 minggu setelah chancre muncul.
Sifilis sekunder adalah penyakit sistemik dengan spirokaeta yang menyebar dari
chancre dan kelenjar limfe ke dalam aliran darah dan ke seluruh tubuh, dan
menimbulkan beragam gejala yang jauh dari lokasi infeksi semula. Sistem yang
paling sering terkena adalah kulit, limfe, saluran cerna, tulang, ginjal, mata, dan
susunan saraf pusat.2,6 Tanda tersering pada sifilis sekunder adalah ruam kulit
makulopapula yang terjadi pada 50% - 70% kasus, papula 12% kasus, makula
10% kasus, dan papula anula 6% - 14% kasus. Lesi biasanya simetrik, tidak gatal
dan mungkin meluas.
Kasus yang jarang, lesi dapat menjadi nekrotik, keadaan ini disebut dengan
lues maligna. Lesi di telapak tangan dan kaki merupakan gambaran yang paling
khas pada 4% sampai 11% pasien. Treponema pallidum dapat menginfeksi folikel
rambut yang menyebabkan alopesia pada kulit kepala. Bersamaan dengan
munculnya lesi sekunder, sekitar 10% pasien mengidap kondilomata. Lesinya
berukuran besar, muncul di daerah yang hangat dan lembab termasuk di perineum
dan anus. Inflamasi lokal dapat terjadi di daerah membran mukosa mulut, lidah
dan genital. Pada kasus yang jarang bisa ditemukan sifilis sekunder disertai
dengan kelainan lambung, ginjal dan hepatitis. Treponema pallidum telah
ditemukan pada sampel biopsi hati yang diambil dari pasien dengan sifilis
sekunder. Glomerulonefritis terjadi karena kompleks antigen treponema-
imunoglobulin yang berada pada glomeruli yang menyebabkan kerusakan ginjal.
Sindroma nefrotik juga dapat terjadi. Sekitar 5% pasien dengan sifilis.
Sifilis laten.
Sifilis laten atau asimtomatik adalah periode hilangnya gejala klinis sifilis
sekunder sampai diberikan terapi atau gejala klinik tersier muncul. Sifilis laten
dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu sifilis laten dini dan lanjut. Pembagian
berdasarkan waktu relaps infeksi mukokutaneus secara spontan pada pasien yang
tidak diobati. Sekitar 90% infeksi berulang muncul dalam satu tahun, 94% muncul
dalam dua tahun dan dorman selama empat tahun. Sifilis laten dini terjadi kurang
satu tahun setelah infeksi sifilis sekunder, 25% diantaranya mengalami relaps
sifilis sekunder yang menular, sedangkan sifilis laten lanjut muncul setelah satu
tahun. Relaps ini dapat terus timbul sampai 5 tahun. Pasien dengan sifilis laten
dini dianggap lebih menular dari sifilis laten lanjut. Pemeriksaaan serologi pada
stadium laten lanjut adalah positif, tetapi penularan secara seksual tidak.
Sifilis tersier.
Sifilis tersier dapat muncul sekitar 3-15 tahun setelah infeksi awal dan dapat
dibagi dalam tiga bentuk yaitu; sifilis gumatous sebanyak 15%, neurosifilis lanjut
(6,5%) dan sifilis kardiovaskular sebanyak 10%. Sepertiga pasien berkembang
menjadi sifilis tersier tanpa pengobatan. Pasien dengan sifilis tersier tidak
menular. Sifilis gumatous atau sifilis benigna lanjut biasanya muncul 1-46 tahun
setelah infeksi awal, dengan rerata 15 tahun. Karakteristik pada stadium ini
ditandai dengan adanya guma kronik, lembut, seperti tumor yang inflamasi
dengan ukuran yang berbeda-beda. Guma ini biasanya mengenai kulit, tulang dan
hati tetapi dapat juga muncul dibahagian lain.
Diagnosis Sifilis.
Semua ibu hamil harus diberikan skrining serologis terhadap sifilis pada
saat pemeriksaan antenatal pertama. Tes harus diulang pada kehamilan jika
terdapat kemungkinan infeksi setelah pemeriksaan awal dengan hasil negatif.
Pada wanita dengan hasil serologi treponema positif harus di rujuk ke dokter yang
lebih ahli. Pemeriksaan titer TPT/VDRL harus dilakukan pada pemeriksaan
antenatal pertama, dan jika terdapat resiko reinfeksi pada kehamilan berikutnya.
Jika pemeriksaan RPR/VDRL menunjukkan tidak ada reinfeksi maka ibu hamil
tidak memerlukan penanganan lebih lanjut dan tidak perlu untuk melakukan
pemeriksaan sifilis pada neonatus.4 Ibu hamil perlu dirujuk pada ahli fetomaternal
apabila umur kehamilan mencapai 26 minggu. Infeksi sifilis pada fetus dapat
dideteksi dengan pemeriksaan ultrasonografi untuk mendeteksi hidrops fetalis
atau hepatosplenomegali. Penilaian terhadap fetus akan membantu perawatan
antepartum dan penanganan neonatus. Pengobatan terhadap wanita yang memiliki
riwayat sifilis yang telah diterapi sebelum masa konsepsi dapat dipertimbangkan
apabila terdapat keraguan mengenai pengobatan yang adekuat sebelumnya dan
tidak ditemukan penurunan sebanyak empat kali lipat. Perubahan fisiologis pada
kehamilan dapat mengubah farmakokinetik obat dan dapat menyebabkan
penurunah dari konsentrasi penisilin dalam plasma. Untuk alasan ini, ketika
pengobatan dimulai pada trismester ketiga, dosis kedua dari benzatin penisilin
direkomendasikan satu minggu setelah pemberian yang pertama dengan penilaian
secara hati-hati terhadap neonatus pada saat kelahiran.
Terapi Alternatif
Etiologi.
Transmisi HSV kepada individu yang belum pernah terinfeksi sebelumnya
terjadi ketika virus mengalami multiplikasi di dalam tubuh host (viral shedding).
Lama waktu viral shedding pada tiap episode serangan HSV berbeda-beda. Pada
infeksi primer dimana dalam tubuh host belum terdapat antibodi terhadap HSV,
maka viral shedding cenderung lebih lama yaitu sekitar 12 hari dengan puncaknya
ketika muncul gejala prodormal (demam,lemah, penurunan nafsu makan, dan
nyeri sendi) dan pada saat separuh serangan awal infeksi primer, walaupun > 75
% penderita dengan infeksi primer tersebut tanpa gejala. Viral shedding pada
episode I non primer lebih singkat yaitu sekitar 7 hari dan karena pada tahap ini
telah terbentuk antibodi terhadap HSV maka gejala yang ditimbulkan lebih ringan
dan kadang hanya berupa demam maupun gejala sistemik singkat. Pada tahap
infeksi rekuren yang biasa terjadi dalam waktu 3 bulan setelah infeksi primer,
viral shedding berlangsung selama 4 hari dengan puncaknya pada saat timbul
gejala prodormal dan pada tahap awal serangan. Viral shedding pada tahap
asimptomatik berlangsung episodik dan singkat yaitu sekitar 24-48 jam dan
sekitar 1-2 % wanita hamil dengan riwayat HSV rekuren akan mengalami periode
ini selama proses persalinan.
Seorang individu dapat terkena infeksi HSV karena adanya transmisi dari
seorang individu yang seropositif, dimana transmisi tersebut dapat berlangsung
secara horisontal dan vertikal. Perbedaan dari ke-dua metode transmisi tersebut
adalah sebagai berikut :
1.Horisontal
2. Vertikal
Transmisi HSV secara vertikal terjadi pada neonatus baik itu pada periode
antenatal, intrapartum dan postnatal. Periode antenatal bertanggung jawab
terhadap 5 % dari kasus HSV pada neonatal. Transmisi ini terutama terjadi pada
saat ibu mengalami infeksi primer dan virus berada dalam fase viremia (virus
berada dalam darah) sehingga secara hematogen virus tersebut dalam masuk ke
dalam plasenta mengikuti sirkulasi uteroplasenter akhirnya menginfeksi fetus.
Periode infeksi primer ibu juga berpengaruh terhadap prognosis si bayi, apabila
infeksi terjadi pada trimester I biasanya akan terjadi abortus dan pada trimester II
akan terjadi kelahiran prematur. Bayi dengan infeksi HSV antenatal mempunyai
angka mortalitas ± 60 % dan separuh dari yang hidup tersebut akan mengalami
gangguan syaraf pusat dan mata. Infeksi primer yang terjadi pada masa-masa
akhir kehamilan akan memberikan prognosis yang lebih buruk karena tubuh ibu
belum sempat membentuk antibodi (terbentuk 3-4 minggu setelah virus masuk
tubuh host) untuk selanjutnya disalurkan kepada fetus sebagai suatu antibodi
neutralisasi transplasental dan hal ini akan mengakibatkan 30- 57% bayi yang
dilahirkan terinfeksi HSV dengan berbagai komplikasinya (mikrosefali,
hidrosefalus, calsifikasi intracranial, chorioretinitis dan ensefalitis).3 Sembilan
puluh persen infeksi HSV neonatal terjadi saat intrapartum yaitu ketika bayi
melalui jalan lahir dan berkontak dengan lesi maupun cairan genital ibu. Ibu
dengan infeksi primer mampu menularkan HSV pada neonatus 50 %, episode I
non primer 35% , infeksi rekuren dan asimptomatik 0-4%.
Manifestasi klinis.
Gejala umum Herpes simplek adalah bentol berisi cairan yang terasa perih
dan panas. Bentolan ini akan berlangsung beberapa hari. Bintil kecil ini bisa
meluas tidak hanya di wajah tapi bisa di seluruh tubuh. Bisa juga terlihat seperti
jerawat, dan pada wanita timbul keputihan. Rasa sakit dan panas di seluruh tubuh
yang membuat tidak nyaman ini bisa berlangsung sampai beberapa hari disertai
sakit saat menelan makanan, karena kelenjar getah bening sudah terganggu.
Gejala ini datang dan pergi untuk beberapa waktu. Bisa saja setelah sembuh,
gejala ini “tidur” untuk sementara waktu sampai satu tahun lamanya. Namun akan
tiba-tiba kambuh dalam beberapa minggu. Sering terasa gatal yang tidak jelas di
sebelah mana, kulit seperti terbakar di bagian tubuh tertentu disertai nyeri di
daerah selangkangan atau sampai menjalar ke kaki bagian bawah.Gejala herpes
dapat melukai daerah penis, buah pelir, anus, paha, pantat- vagina, dan saluran
kandung kemih..
Tatalaksana.
Beberapa obat antivirus telah terbukti efektif melawan infeksi HSV. Semua
obat tersebut menghambat sintesis DNA virus. Obat ini dapat menghambat
perkembangbiakan virus herpes. Walaupun demikian, HSV tetap bersifat laten di
ganglia sensorik, dan angka kekambuhannya tidak jauh berbeda pada orang yang
diobati dengan yang tidak diobati. Salah satu obat yang efektif untuk infeksi
Herpes Simpleks Virus adalah: Aciklofir dalam bentuk topikal, intravena, dan oral
yang kesemuanya berguna untuk mengatasi infeksi primer.
Pencegahaan.