Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK

MK. KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL


IBU HAMIL DENGAN SIFILIS

dr. Komang Wahyu Budiartha, Sp.OG

Oleh Kelompok 7 :

I GUSTI AYU ARY LAKSMI PARMAWATI NIM 202215302012


MADE SRI MARHENI AYU DITA NIM 202215302038
LUH ADE ARIANI NIM 202215302039
KADEK KRISNA DEWI NIM 202215302040
UMI FAUZIAH NIM 202215302044
ANNA MARDIANA NIM 202215302064
KADEK SRI RAHAYU NIM 202215302085

POLITEKNIK KESEHATAN KARTINI BALI


TAHUN 2023
IBU HAMIL DENGAN PMS SIFILIS

A. DEFINISI SIFILIS
Sifilis merupakan penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh
bakteri Treponema pallidum, merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik,
selama perjalanan penyakit dapat menyerang seluruh organ tubuh. Terdapat masa
laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat ditularkan kepada bayi di dalam
kandungan. Sebagian besar kasus sifilis dapat ditularkan melalui kontak seksual
(vaginal, anogenital, dan orogenital), tetapi juga dapat menyebar secara kongenital
(pada kehamilan melalui transplasenta atau selama persalinan melalui jalan lahir).
Penularan melalui produk darah juga telah dilaporkan terjadi pada beberapa kasus.
Bakteri dapat masuk melalui mikrotrauma dari kulit atau mukosa. Bakteri
bereplikasi, kemudian menuju ke kalenjar limfe, masuk ke pembuluh darah dan
menyebar secara sistemik dalam waktu 24 jam. Infeksi akan menunjukkan
manifestasi klinis dalam rentang waktu 10 – 30 hari setelah Treponema pallidum
masuk dan menimbulkan lesi primer. Berman, S.M. (2004).

B. EPIDEMIOLOGI SIFILIS
Secara epidemiologi WHO mengestimasi kejadian sifilis diseluruh dunia
yaitu 10 s/d 12 juta kasus setiap tahunnya. Republik Serbia paling sering terjadi
pada laki – laki daripada perempuan dikarenakan perilaku menyimpang dengan
insidensi 6.61/100.000 dan 6.54/100.000 kasus. Data dari Europa menunjukkan
bahwa kejadian tertinggi sifilis pada wanita dilaporkan ada di Bulgaria, Lithuania,
Latvia dan Islandia sedangkan kejadian Sifilis kongenital tahun 2017 tertinggi
terjadi di Bulgaria dengan 21.5/100.000 kasus, Portugal 4.6/100.000 kasus.
Rumania 3/100.000 dan Polandia. Studi dari beberapa negara Eropa menunjukkan
lebih dari 20% wanita yang terinfeksi dengan sifilis termasuk diantara wanita
hamil. Sementara di Spanyol tes positif pada wanita hamil dua kali lebih sering dan
di Irlandia enam kali lebih sering dibandingkan dengan populasi umumnya.
C. PATOFISIOLOGI SIFILIS
Treponema pallidum pertama kali diindentifikasi oleh ilmuan german
Bernama Fritz Schaudinn dan Erich Hoffman pada tahun 1905. Traponema
pallidum termasuk dalam ordo spirochetal dengan genus Treponema sehingga
berbentuk spiral yang dilapisi oleh phospholipid membrane. Rata – rata waktu
yang dibutuh untuk mereplikasi T.Pallidum ketika terinfeksi adalah 30 jam
dengan jalur infeksi dari T.Pallidum bisa melalui kulit ke kulit atau dikenal
dengan venereal disease. T.Pallidum dengan subspecies lain dapat menyebabkan
non – venereal disease sehingga akan bertransmisi secara non – sexual contact
seperti Ttreponema pertenue menyebabkan Framboesia, Treponema pallidum
endemcum menyebabkan sifilis endemic dan Treponema carateum yang akan
menyebabkan pinta. Semua jenis Treponematoses mempunyai DNA yang hampir
sama hanya saja penyebaran secara geografi dan patofisiologi yang berbeda.
Penyebaran sifilis pada kehamilan biasanya diperoleh melalui kontak
seksual, dimana pada sifilis kongenital, bayi mendapatkan infeksi sifilis dari
transmisi transplasental dari Treponema pallidum. Penularan melalui hubungan
seksual membutuhkan paparan mukosa yang lembab atau lesi kulit pada sifilis
primer atau sekunder. Pasien dengan penyakit sifilis yang tidak diobati tampaknya
dapat pulih, namun dapat mengalami kekambuhan dalam periode sampai dengan
dua tahun. Oleh karena itu, seseorang dapat lebih berisiko menularkan sifilis pada
tahun pertama dan kedua dari periode terinfeksi sifilis yang tidak diobati. Tingkat
penularan infeksi sifilis pada pasangannya, dalam satu kali kontak seksual
diperkirakan mencapai 30%. Infeksi sifilis terjadi secara sistemik, treponema
menyebar melalui aliran darah selama masa inkubasi. Pada ibu hamil yang
terinfeksi treponema dapat mentransmisikan infeksi pada fetus dalam uterin
segera setelah onset infeksi. Transmisi pada fetus intra uteri tersebut dapat
didokumentasikan secara dini pada minggu kesembilan kehamilan. Ibu hamil
terinfeksi sifilis yang berada pada stadium laten, tetap berpotensi untuk
menularkan infeksi pada fetus.
Penyebaran sifilis tersering dikarenakan sexually transmitted disease yaitu
melalui kontak vaginal, anogenital dan urogenital, tapi secara nonsexual juga bisa
terjadi meskipun sangat jarang terjadi seperti kulit ke kulit atau transfusi darah.
Transmisi secara vertical bisa melalui transplasenta atau dari ibu ke janin sehingga
dapat menyebabkan sifilis kongenital pada janin.
Menurut faktor risiko usia muda antara 20-29 tahun merupakan kelompok usia
yang paling sering terkena infeksi menular seksual seperti sifilis, karena usia
tersebut termasuk kedalam kelompok usia dengan aktifitas secara seksual yang
tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa kehamilan
dengan usia terlalu muda atau tua secara tidak langsung menambah resiko
kesakitan dan kematian pada ibu hamil,misalnya pendarahan melalui jalan lahir,
eklamsia dan infeksi menular seksual. Adanya faktor-faktor lain yang dapat
menyebabkan risiko terinfeksi sifilis yaitu seperti jumlah anak yang banyak, sosial
ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah, serta pengguna napza
suntik. Selain itu penderita sifilis pada kehamilan juga mengalami tanda dan
gejala seperti terdapat papul (benjolan) berwarna merah atau coklat kemerahan
disekitar alat kelamin, terdapat ulkus (luka), terdapat ruam berwarna merah.

D. MANIFESTASI KLINIS INFEKSI SIFILIS PADA KEHAMILAN


Sifilis pada kehamilan memberikan manifestasi yang sama dengan infeksi
sifilis secara umum, hanya saja mayoritas wanita hamil yang didiagnosis dengan
sifilis masih berada dalam tahap asimptomatis. Adapun gejalanya dapat dibedakan
berdasarkan tingkat sifilis, yaitu:
1. Sifilis Primer
Fase awal penyakit siifilis biasanya timbul dua sampai empat minggu.T.pallidum
dapat masuk ke dalam selaput lendir atau kulit yang mengalami lesi atau mikolesi
secara langsung. Biasanya melalui hubungan seksual. Bakteri tersebut akan
berkembang biak, kemudian terjadi penyebaran secara limfogen dan hematogen .
Pada sifilis primer, biasanya ditemukan lesi soliter dan lesi multiple. Lesi primer
pada area non-genital dapat terjadi. Chancre (ulkus bulat atau sedikit memanjang,
dengan tepi yang mengeras sebesar 1 – 2 cm) pada sifilis primer pada umumnya
terjadi di area genital, perineal atau anal. Walaupun demikian, beberapa bagian
tubuh yang lainnya juga dapat terkena. Kebanyakan chancre ditemukan pada
penis (untuk pria), dan labia atau servik (untuk wanita). Chancre pada wanita ini
cenderung tidak mudah terlihat dan tidak nyeri. Akibatnya, sifilis primer pada
wanita tidak mudah terdiagnosis hingga berkembang menjadi sifilis sekunder
2. Sifilis Sekunder
Gejala penyakit sifilis sekunder muncul setelah enam sampai delapan minggu
sejak sifilis turunya berat badan, malase, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi,
dan artralgila . Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga
di sebut the great imitator. Selain memberi kelainan pada kulit, sifilis sekunder
dapat juga memberi kelainan pada mukosa, kelenjar getah bening,mata, hepar,
tulang, dan saraf. Sifilis sekunder merupakan penyakit sistemik, sehingga dokter
tidak boleh lalai hanya memperhatikan manifestasi dermatologisnya saja.
3. Sifilis Laten Dini
Sifilis laten merupakan infeksi sifilis tanpa disertai gejala klinis, namun hasil tes
serologisnya positif. Selain pemeriksaan serologis, dapat juga dilakukan
pemeriksaa cairan serebrospinal untuk mengeksklusi neurosifilis asimptomatis.
4. Sifilis Tersier
Interval waktu dari awal infeksi sifilis primer hingga stadium tersier bervariasi
dari 1 sampai 20 tahun. Kasus infeks sifilis yang tidak diobati akan berkembang
menjadi komplikasi tersier, dimana neurosifilis merupakan yang paling sering
terjadi. Sifilis tersier secara umum dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
neurosifilis, sifilis kardiovaskular. Pada fase primer sifilis bersifat infeksius 60%,
sedangkan pada fase sekunder dan laten ketika penderita kontak secara langsung
dengan lesi penderita sifilis primer atau sifilis sekunder maka akan berisiko
terjadinya penularan. Namun ketika akan memasuki fase laten awal risiko
terjadinya infeksi akan menurun menjadi 25%. Pada bayi juga dapat mengalami
infeksi sifilis baik itu ketika dalam rahim atau ketika kontak langsung dengan lesi
genital pada ibu saat persalinan. Risiko terjadinya penularan sifilis primer dan
sekunder jika tidak terobati dengan baik akan mencapai 70-100% namun risiko ini
akan menurun sampai 40% jika ibu hamil berada dalam fase laten awal dan 10%
berada pada fase laten lanjutan sifilis tersier, penularan sifilis juga dapat
ditularkan melalui ASI dari ibu yang terinfeksi sifilis walau jarang dijumpai.
E. DAMPAK INFEKSI SIFILIS PADA KEHAMILAN
Sifilis primer maupun sekunder yang tidak mendapat penatalaksanaan selama
kehamilan akan 100% berefek pada janin, dimana 50% dari kehamilan dalam
kondisi ini akan menghasilkan kelahiran prematur atau kematian perinatal. Sifilis
laten dini pada kehamilan yang tidak diterapi dapat menyebabkan angka
prematuritas atau kematian perinatal sekitar 40%. Sepuluh persen janin yang lahir
dari ibu dengan sifilis lanjut yang tidak diterapi menunjukkan tanda-tanda infeksi
kongenital, dan angka kematian perinatal meningkat hingga sepuluh kali lipat.
Kendati sifilis jarang dapat ditularkan secara seksual setelah lebih dari dua tahun
terinfeksi, wanita dengan sifilis yang tidak diterapi dapat tetap infeksius terhadap
janin yang dikandungnya hingga beberapa tahun lamanya. Sejumlah penelitian
terbaru telah mengkonfirmasi prognosis sifilis pada kehamilan yang tidak
mendapat terapi. Pada 56 kasus yang dilaporkan, hanya 7 di antaranya yang
mendapat terapi selama kehamilan, dimana 34% dari kasus tersebut mengalami
stillbirth, dan angka rerata usia kehamilan saat kelahiran adalah 32 minggu.
Penelitian lain menunjukkan adanya insiden kelahiran prematur sebesar 28% pada
kelompok wanita penderita sifilis yang mendapat terapi selama masa kehamilan.
Ibu hamil dengan sifilis tanpa pengobatan selama kehamilan nya mengakibatkan
kematian janin, kematian neonatus, kelahiran prematur, serta berat badan lahir
rendah merupakan manifestasi yang paling sering ditemukan.

F. DAMPAK INFEKSI SIFILIS PADA BAYI


Infeksi sifilis pada kehamilan meningkatkan risiko infeksi transplasenta pada
janin dan semakin meningkat pada trimester kedua kehamilan apabila tidak
mendapatkan terapi. Infeksi sifilis pada bayi diklasifikasikan menjadi sifilis
kongenital dini dan sifilis kongenital lanjut.
1. sifilis kongenital dini
- gejala klinis tampak pada umur 3 bulan sampai dengan sebelum 2 tahun
- demam
- muncul bula/ruam pada kulit di area yang lembab
- ptekie pada telapak tangan dan kaki, sekitar mulut dan hidung
- adanya lesi pada selaput lendir hidung dan faring
- meningitis
2. sifilis kongenital lanjut
- muncul setealah usia 2 tahun
- ada kerak pada gigi
- anak menjadi tuli
- tampak sariawan parah pada daerah mulut dan mukosa mulut

G. DIAGNOSIS SIFILIS PADA KEHAMILAN


Untuk pemeriksaan antibody non spesifik dapat dilakukan :
- Tes VDRL (Tes non treponemal)
- Tes TPHA ( Tes treponemal)
Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan aktifitas penyakit dan respon terhadap
terapi dan dapat menentukan terapi selanjutnya secara tepat

H. PENATALAKSANAAN SIFILIS PADA KEHAMILAN


Penisilin merupakan terapi baku emas untuk infeksi sifilis pada ibu hamil. Tujuan
terapi penisilin pada ibu hamil adalah untuk menangani penyakit ibu, mencegah
transmisi pada janin dan menangani penyakit sifilis yang telah terjadi pada janin.
Penanganan sifilis pada ibu hamil mengikuti regimen yang sesuai dengan stadium
penyakitnya
Primer/Sekunder/Laten awal/ Benzatin penisilin G 2.4 juta unit
IM dosis tunggal
Laten akhir/Tersier/durasi tidak Benzatin penisilin G 7.2 juta unit,
diketahui diadministrasikan dalam tiga
minggu
Neurosifilis Aqueous crystalline penisilin G, 18
hingga 24 juta unit perhari,
diadministrasikan dalam 3 – 4 juta
unit IV sebagai infus kontinius
selama 10-14 hari Atau Procaine
penisilin G, 2.4 juta unit IM 1x/hari
ditambah probenecid 500 mg PO
4x/hari selama 10-14 hari

I. PENCEGAHAN TRANSMISI INFEKSI SIFILIS DARI IBU KE BAYI


Sifilis kongenital sebagai satu manifestasi transmisi infeksi sifilis dari ibu ke
bayi, terjadi akibat kurang adekuatnya skrining terhadap infeksi menular seksual
pada masa kehamilan. Hal tersebut mengakibatkan penanganan infeksi sejak dini
tidak dapat dilakukan. Infeksi sifilis dapat dicegah dengan tidak melakukan
kontak seksual berisiko, menggunakan kondom saat berhubungan seksual, selalu
melakukan skrining pada pasangan yang akan menikah dan ibu hamil. Bagi ibu
hamil penderita sifilis, diharapkan segera mengkonsultasikan kondisi janin kepada
dokter agar bayi dalam kandungan mendapatkan pengobatan untuk menurunkan
kemungkinan terinfeksi.
World Health Organization telah mencanangkan Global Strategic Plan untuk
mengeliminasi sifilis kongenital, yang terdiri dari 4 pilar, yaitu
a) memastikan komitmen politik yang berkelanjutan dan advokasi;
b) meningkatkan akses, kualitas serta pelayanan kesehatan maternal dan bayi baru
lahir;
c) melakukan skrining dan pengobatan pada wanita hamil dan pasangannya;
d) membangun pengawasan, pemantauan dan system evaluasi.
WHO bersama-sama dengan Program for Appropriate Technology and Health
(PAHO) menginisisasi dual testing project untuk mengeliminasi sifilis kongenital.
Metode pada program tersebut adalah tes skrining untuk HIV dan sifilis secara
bersamaan. Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa skrining sejak
awal kehamilan merupakan poin yang penting untuk mencegah transmisi sifilis
dari ibu ke bayi. Beberapa cara yang dilakukan untuk pencegahan dan pengobatan
penyakit Sifilis pada Ibu Hamil antara lain:
1. Integrasi layanan infeksi menular seksual (terutama skrining sifilis)
dengan program pencegahan infeksi HIV dari ibu ke anak dan program
kesehatan ibu dan anak.
2. Melakukan skrining sifilis pada semua ibu hamil.
3. Melakukan skrining sifilis pada ibu melahirkan, terutama mereka yang
belum pernah diskrining sebelumnya.
4. Mengobati semua ibu hamil yang positif sifilis dengan segera.
5. Melakukan edukasi, konseling aktif, dan promosi kondom untuk
mencegah infeksi ulang.
6. Melakukan pengobatan pada semua bayi yang lahir dari ibu yang positif
sifilis.
7. Melakukan pemeriksaan dengan seksama dan membuat rencana perawatan
bagi bayi yang lahir dari ibu yang positif sifilis.

J. KONTRASEPSI PASCA PERSALINAN UNTUK PENCEGAHAN SIFILIS


Penggunaan kontrasepsi berfungsi sebagai Langkah penting dalam mencapai
kesehatan reproduksi serta mendukung program PMTCT (Prevention of Mother to
Child HIV Transmission) dengan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
Penggunaan kondom secara konsisten dan benar menjadi metode penting untuk
pencegahan Sifilis. Tidak digunakannya kondom dapat meningkatkan risiko
tertular atau menularkan sifilis, terutama bagi mereka yang berisiko tinggi
terhadap sifilis. Penggunaan kondom menawarkan pencegahan sifilis, namun
ketergantungan pada kondom sebagai pilihan kontrasepsi tunggal kurang optimal
untuk pencegahan kehamilan.
Terdapat 1 artikel yang dilakukan oleh Bongominet al, 2018 yang menyebutkan
bahwa mayoritas perempuan dengan sifilis menggunakan kontrasepsi Implan.
Implan merupakan kontrasepsi yang memiliki durasi penggunaan yang lama dan
nyaman digunakan. Implan adalah metode yang paling efektif untuk mencegah
kehamilan bahkan selama penggunaan ART. Implan sangat efektif dibandingkan
tanpa kontrasepsi dan lebih efektif daripada suntikan atau pil kontrasepsi oral.
Penggunaan implant mengurangi risiko kehamilan lebih dari 90% di antara
perempuan pengguna ART serta perempuan yang tidak menggunakan ART.

Perempuan yang terinfeksi sifilis sangat membutuhkan kontrasepsi yang aman


dan efektif untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan dan untuk
mencegah penularan vertikal. Namun perlu ditekankan bahwa kontrasepsi yang
paling efektif dari sudut pandang pencegahan kehamilan, tidak memberikan
perlindungan terkait sifilis atau penularan penyakit menular seksual lainnya, dan
karenanya perlu dikombinasikan dengan kondom selama hubungan seksual
berisiko. Akses ke kontrasepsi jangka panjang dapat bermanfaat bagi perempuan
yang tidak ingin minum pil harian dan serta dapat mengurangi kunjungan ke
pelayanan Kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Braccio S, Sharland M, Landhani SN. Prevention and Treatment of Mother-to-
Child Transmission of Syphilis. Current Opinion Infectious Disease.
2016;29:268-74

Budianto DD. 2017. Pemeriksaan Sifilis dengan Metode VDRL Pada


Mahasiswa .Skripsi. Universitas Setia Budi Surakarta.

Kemenkes RI. Pedoman Manajemen Program Pencegahan Penularan HIV dan


Sifilis dari Ibu ke Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015.

Mongan EA & Sinaga H. 2019. Pemeriksaan Infeksi Menular Seksual (IMS)


pada Ibu Hamil Di Puskesmas Kotaraja Kota Jayapura Papua. Jurnal
Biologi Papua. 4(2): 59 – 66.

Anda mungkin juga menyukai