FAKTOR RESIKO
- Usia muda
- Perilaku seksual /prostitusi
- Gaya hidup
- Tingkat pendidikan
- Status ekonomi yang rendah
- Tidak memperoleh antenatal adekuat
- Penggunaan obat terlarang
Patofisiologi
MANIFESTASI KLINIS SIFILIS
b. Diagnosis
Pemeriksaan lapangan gelap atau mikroskop floresensi
Teknik molekuler (serologis) : tes nontreponemal dan treponemal
Dampak Infeksi Sifilis Pada Kehamilan
Sifilis primer maupun sekunder yang tidak mendapat penatalaksanaan selama kehamilan
akan 100% berefek pada janin, dimana 50% dari kehamilan dalam kondisi ini akan
menghasilkan kelahiran prematur atau kematian perinatal. Sifilis laten dini pada kehamilan
yang tidak diterapi dapat menyebabkan angka prematuritas atau kematian perinatal sekitar
40%. Sepuluh persen janin yang lahir dari ibu dengan sifilis lanjut yang tidak diterapi
menunjukkan tanda-tanda infeksi kongenital, dan angka kematian perinatal meningkat
hingga sepuluh kali lipat.
Kendati sifilis jarang dapat ditularkan secara seksual setelah lebih dari dua tahun terinfeksi,
wanita dengan sifilis yang tidak diterapi dapat tetap infeksius terhadap janin yang
dikandungnya hingga beberapa tahun lamanya. Sejumlah penelitian terbaru telah
mengkonfirmasi prognosis sifilis pada kehamilan yang tidak mendapat terapi. Pada 56
kasus yang dilaporkan, hanya 7 di antaranya yang mendapat terapi selama kehamilan,
dimana 34% dari kasus tersebut mengalami stillbirth, dan angka rerata usia kehamilan saat
kelahiran adalah 32.3 minggu. Penelitian lain menunjukkan adanya insiden kelahiran
prematur sebesar 28% pada kelompok wanita penderita sifilis yang mendapat terapi selama
masa kehamilan. Bukti presumtif adanya sifilis kongenital tampak pada 15 (26%) kasus dari
57 wanita yang diterapi (tidak selalu adekuat) yang ditemukan pada usia kehamilan 24
minggu dan pada 41 (60%) wanita dari 70 wanita yang mendapat terapi pada trimester
ketiga.
Infeksi sifilis pada kehamilan meningkatkan risiko infeksi transplasenta pada janin
sebesar 60-80%. Risiko infeksi tersebut semakin meningkat terutama pada trimester
kedua kehamilan. Transmisi dari ibu ke bayi semakin tinggi pada infeksi sifilis primer
atau sekunder yang tidak mendapatkan terapi (risiko sebesar 60-90%), pada sifilis
laten dini risiko penularan mencapai 40% dan 10% pada sifilis laten lanjut.
Sebanyak 2/3 kehamilan dengan sifilis memberikan gejala asimtomatis saat bayi lahir,
namun infeksi tetap ada dan dapat bermanifestasi segera setelah lahir ataupun
bertahun-tahun paska kelahiran. Adapun manifestasinya dapat diklasifikasikan
menjadi sifilis kongenital dini dan sifilis kongenital lanjut. Lesi sifilis kongenital
dini dan lanjut dapat sembuh namun meninggalkan jaringan parut dan beberapa
kelainan, disebut juga stigmata sifilis kongenital..
Pada stadium ini, gejala klinis muncul pada 3 bulan awal kehidupan hingga sebelum
usia 2 tahun. Adapun gejala yang muncul dapat berupa hepatosplenomegali (70%),
lesi kulit (70%), demam (40%), neurosifilis (20%), pneumonitis (20%), serta
limpadenopati menyeluruh. Lesi kulit dapat ditandai dengan adanya vesikel, bula atau
ruam kulit berwarna merah tembaga atau lesi ptekie pada telapak tangan, telapak kaki,
sekitar hidung dan mulut, serta area popok. Dapat terjadi gangguan pertumbuhan, lesi
pada selaput lendir hidung dan faring yang bersekresi disertai darah, meningitis,
osteokondritis pada tulang panjang hinga mengakibatkan pseudoparalisis.
Gambar manifestasi sifilis konggenital dini
Pada stadium ini, manifestasi klinis muncul setelah usia 2 tahun, meski dapat pula
asimtomatis. Titer serologis sering berfluktuasi. Adapun gejala klinisnya dapat berupa
keratitis interstitialis, gigi Hutchinson, gigi mulberry, gangguan syaraf pusat VIII
yang mengakibatkan ketulian, Neurosifilis, skeloris pada tulang hingga tulang kering
menyerupai pedang (saber sign), perforasi palatum durum dan septum nasi akibat
destruksi dari gumma, tulang frontal yang menonjol, fisura di sekitar rongga mulut
dan hidung disertai ragade (sifilis rinitis infantil).
KOMPLIKASI
neurosifilis merupakan komplikasi tersering. Sifilis tersier secara umum dibagi menjadi
tiga kelompok yaitu: neurosifilis, sifilis kardiovaskular, dan late benign syphilis.
Setelah invasi spirocheta pada SSP saat sifilis stadium awal, infeksi yang tidak diobati
dapat sembuh sendiri, atau berkembang menjadi meningitis sifilis asimtomatik, ataupun
berkembang menjadi meningitis sifilis simptomatik. Perkembangan selanjutnya dapat
menuju sifilis meningovaskular (biasanya 5-12 tahun pasca infeksi primer) atau terus
berkembang menjadi paresis (18-25 tahun).Sifilis meningovaskular dapat melibatkan
beberapa bagian pada SSP. Manifestasinya berupa hemiparesis atau hemiplegia (83%
kasus), afasia (31%), and kejang (14%). Sekitar 50% pasien lainnya mengalami gejala
umum seperti
pusing, nyeri kepala, insomnia, gangguan memori dan mood selama beberapa minggu
hingga bulan, yang diakibatkan gangguan perfusi.Late benign syphilis atau gumma
merupakan proses inflamasi granulomatosa proliferatif yang bersifat destruktif pada
jaringan. Kebanyakan terjadi pada kulit dan tulang, dengan frekuensi yang lebih jarang
pada mukosa dan viscere seperti otot, dan struktur okular. Manifestasi pada kulit dapat
berupa nodular atau nodul ulseratif dan lesi soliter.
Tatalaksana
Dapus:
Darmawan H, Purwoko IH, Devi M. Sifilis pada kehamilan. Volume 3 Nomor 1 Hal 73-83.
Sriwijaya journal of medicine. 2020.
Pedoman tata laksana sifilis untuk pengendalian sifilis di layanan kesehatan dasar. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.
Darmawan Hari, Purwoko Hari Izazi. Sifilis pada kehamilan. Sriwijaya jurnal of medicine.
Palembang. Volume 3 No. 1 2020.
Moline HR, Smith JF. The Continuing Threat of Syphilis in Pregnancy.
Current Opinion Obstetric and Gynocology. 2016;28:101-4
Pedoman tata laksana sifilis untuk pengendalian sifilis di layanan kesehatan dasar. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.