Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

JENIS PENYAKIT KANDUNGAN ATAU GINEKOLOGI DAN


ONKOLOGI DALAM KEBIDANAN (SIFILIS)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ginekologi

Dosen Pengampu:
Asworoningrum Y, SST., M.Keb

Disusun Oleh :
KELOMPOK 10
1. Nurharitsyah Salsabilla (P17311213021)
2. Salsabila Balqis Nur’aini (P17311213022)
3. Rohmah Aisyah Putri (P17311213023)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MALANG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kasih dan sayang Allah SWT., atas budi dan akhlak, serta nikmat sehat
yang dilimpahkan pada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah guna memenuhi
tugas mata kuliah Ginekologi dengan judul “Jenis Penyakit Kandungan atau Ginekologi dan
Onkologi dalam Kebidanan (Sifilis)”.
Kami tentu menyadari bahwa keberhasilan tersebut tidak luput dari bantuan segala pihak
yang telah terlibat.Untuk itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dengan tepat waktu,
2. Nabi Muhammad SAW. yang kita harapkan syafa’atnya di akhirat kelak,
3. Kedua orang tua dan keluarga besar yang memberi dukungan moral, finansial, dan spiritual,
4. Bapak dan Ibu dosen yang telah membimbing kami dalam mencari ilmu dan pemahaman
yang baik,
5. Ibu Asworoningrum Y, SST., M.Keb selaku dosen pengampu,
6. Rekan-rekan kelompok yang selalu bersemangat dan tulus ikhlas dalam menjalankan tugas,
serta
7. Pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Dalam proses belajar, kami tidak menyangkal bahwa akan terdapat banyak kekurangan
maupun kesalahan pada penyusunan makalah ini. Untuk itu, kami berharap bahwa Bapak/ Ibu bias
menyampaikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 30 Januari 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN TEORI .............................................................................................. 3
2.1 Definisi Penyakit Sifilis .......................................................................................... 3
2.2 Cara Penularan Penyakit Sifilis .............................................................................. 3
2.3 Tanda dan Gejala .................................................................................................... 4
2.4 Tahap Inkubasi Sifilis ............................................................................................. 7
2.5 Diagnosa Penyakit Sifilis ........................................................................................ 11
2.6 Pencegahan Penyakit Sifilis .................................................................................... 11
2.7 Laporan Kasus Penyakit Sifilis ............................................................................... 12
BAB 3 PEMBAHASAN .................................................................................................... 14
BAB 4 PENUTUP ............................................................................................................. 16
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 16
4.2 Saran ...................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 17

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual disebabkan bakteri Treponema Pallidum
dapat ditularkan melalui hubungan seksual, transfusi darah, dan vertikal dari ibu ke janin.
Jumlah kasus sifilis akhir-akhir ini mengalami peningkatan, begitu pula jumlah kasus pada
wanita. Delapan puluh persen wanita yang terinfeksi sifilis berada pada usia reproduktif
sehingga mempunyai risiko untuk menularkan infeksi ke fetus jika terjadi kehamilan. Jika
perempuan hamil menderita sifilis dapat terjadi infeksi transplasenta ke janin sehingga
menyebabkan keguguran, lahir prematur, berat badan lahir rendah, lahir mati, atau sifilis
kongenital. Diagnosis sifilis pada kehamilan ditegakkan berdasar anamnesis, manifestasi
klinis, pemeriksaan laboratorik, dan serologik. Skrining pada trimester pertama dengan tes
non-treponema seperti rapid plasma reagin (RPR) atau venereal disease research laboratory
(VDRL) kombinasi dengan tes treponema seperti treponema pallidum hemagglutination assay
(TPHA) merupakan hal penting pada setiap perempuan hamil. Manifestasi klinis sifilis ke janin
bergantung pada usia kehamilan dan stadium sifilis maternal serta respons imun janin. Deteksi
dini dan terapi adekuat penting untuk mencegah transmisi infeksi sifilis dari ibu ke janin.
Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki masa laten, dapat menyerang hampir
semua alat tubuh, menyerupai banyak penyakit, dan ditularkan dari ibu ke janin (Djuanda,
2015). Masa laten pada sifilis tidak menunjukkan gejala klinis, namun pada pemeriksaan
serologis menunjukkan hasil positif (Sanchez, 2008). Sifilis memiliki dampak besar bagi
ksesehatan seksual, kesehatan reproduksi, dan kehidupan sosial. Populasi berisiko tertular
sifilis meningkat dengan adanya perkembangan dibidang sosial, demografik, serta
meningkatnya migrasi penduduk (Kemenkes RI, 2011).
Sifilis dikenal juga dengan sebutan “raja singa” merupakan IMS (Infeksi Menular Seksual)
yaitu penyakit yang bersifat kronis dan menahun. Merupakan penyakit yang berbahaya karena
dapat menyerang seluruh organ tubuh (Suryani & Sibero, 2014) Penularan sifilis melalui
hubungan seksual maupun pengguna barang-barang dari seseorang yang tertular, bentuknya
tampak seperti sariawan yang terdapat di kelamin, vagina, anus, atau rectum. Luka sifilis juga
bisa muncul di bibir dan mulut. Maka itu, penularannya bisa terjadi ketika kontak seks secara
vaginal, anal, atau oral. Penularan juga dapat terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan

1
atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar (Suryani,D
& Sibero, 2014).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui bahaya sifilis pada kehamilan sehingga dapat meningkatkan
kewaspadaan untuk mencegah dampak negatif yang dapat timbul pada ibu dan bayi.
2.2.1 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit sifilis.
2. Untuk mengetahui seperti apa cara penularan dari sifilis.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit menular seksual sifilis.
4. Untuk mengetahui tahap inkubasi pada sifilis.
5. Untuk mengetahui seperti apa diagnosa pada sifilis.
6. Untuk mengetahui seperti apa pencegahan pada sifilis.
7. Untuk memperoleh informasi terkait laporan kasus sifilis.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi penyakit sifilis
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang ditandai dengan adanya lesi primer kemudian
diikuti dengan erupsi sekunder pada area kulit, selaput lendir dan juga organ tubuh. Penyakit
sifilis disebabkan oleh T. pallidum. T. pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta.
Bakteri ini berbentuk spiral (Andriana et al, 2012).
2.2 Cara Penularan Sifilis
Cara penularan penyakit ini sangat bervarisi tergantung aktifitas penderitanya. Menurut
Sarwono Prawirohardjo (2007) cara penularan sifilis dibedakan menjadi dua, yakni:
3.2.1 Sifilis kongenital atau bawaan
Sifilis kongenital akibat dari penularan spirokaeta tranplasenta. Bayi jarang
berkontak langsung dengan Chancre ibu yang menimbulkan infeksi pasca lahir.
Resiko penularan transplasenta bervariasi menurut stadium penyakit yang diderita
oleh ibu. Bila wanita hamil dengan sifilis primer dan sekunder serta spirokaetamia
yang tidak diobati, besar kemungkinan untuk menularkan infeksi pada bayi yang
belum dilahirkan dari pada wanita dengan infeksi laten. Penularan dapat terjadi
selama kehamilan. Insiden dari infeksi sifilis kongenital tetap paling tinggi selama
4 tahun pertama sesudah mendapat infeksi primer, sekunder dan penyakit laten
awal.
4.2.1 Sifilis Akuisitas
Sifilis dapatan penularanya hampir selalu akibat dari kontak seksual walupun
penangananya secara kuratif telah tersedia untuk sifilis selama lebih dari empat
dekade, sifilis tetap penting dan tetap merupakan masalah kesehatan yang lazim di
Indonesia. Pembagian sifilis dapatan berdasarkan epidemiologi , tergantung sifat
penyakit tersebut menular atau tidak. Stadium menular bila perjalanan penyakit
kurang dari 2 tahun dan stadium tidak menular perjalanan penyakit lebih dari 2
tahun. Infeksi Menular Seksual (IMS) menyebar cukup mengkhawatirkan di
Indonesia. Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri
spiroseta, Treponema pallidum. Penularan biasanya melalui kontak seksual tapi,

3
ada beberapa contoh lain seperti kontak langsung dan kongenital sifilis (penularan
melalui ibu ke anak dalam uterus).
2.3 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala sifilis banyak dan berlainan. Diagnosis gejala sifilis umumnya sulit
dilakukan karena itu penyakit ini sering disebut “Peniru Besar” karena memiliki gejala-gejala
yang hampir mirip dengan penyakit lainnya. Hal itu mengakibatkan kesulitan dalam
mendiagnosa karena sering disebut sebagai penyakit lainnya.
Menurut Hawkes, et., al (2011) terdapat perbedaan gejala sifilis pada pria dan perempuan
seperti dijelaskan berikut:
1. Gejala Sifilis Pada Pria
Gejala sifilis pada pria ditunjukkan dengan beberapa ciri sebagai berikut:
1) Adanya lepuhan yang terdapat di alat vital pria. Biasanya pada tahap awal,
kulit terbuka seperti melepuh namun tidak terasa sakit. Apabila tidak
diambil tindakan, sifilis yang disebabkan oleh bakteri ini bisa saja kambuh
dan akan menimbulkan akibat yang fatal.
2) Gejala sifilis pada laki-laki juga ditandai dengan adanya pembengkakan
pada getah bening, atau tonjolan mirip kutil yang dapat menular dan
biasanya terdapat di sekitar anus dan ketiak, dan merupakan ciri-ciri
penyakit sifilis lanjutan. Apabila sifilis berlanjut ke tahap berikutnya, maka
dapat merusak banyak organ tubuh lainnya.
2. Gejala Sifilis Pada Wanita
Penyakit sifilis umunya tidak hanya menyerang kaum pria, namun juga
menyerang kaum wanita. Menurut Hawkes, et. al. (2011) banyak penderita sifilis
terutama wanita kurang mengenali gejala-gejalanya sehingga baru menyadarinya
ketika penyakit sifilis sudah memasuki stadium lanjut. Wanita lebih mudah
terjangkit sifilis karena memiliki alat kelamin yang lebih lembab dan basah
sehingga bakteri akan lebih mudah menginfeksi (Committee on Infectious
Diseases, 2006).
Penyakit sifilis pada wanita akan muncul sekitar 3 minggu-6 bulan setelah
berhubungan seksual dengan penderita. Penyakit sifilis pada wanita tersebut dapat
dilihat dari beberapa ciri sebagai berikut:

4
1) Muncul benjolan dan luka di sekitar alat kelamin. Luka terlihat seperti
lubang pada kulit dengan tepi yang lebih tinggi (Force, 2009). Biasanya
tidak terasa sakit. Dalam beberapa minggu luka akan hilang, tapi justru
bakteri akan menetap pada tubuh dan penyakit dapat muncul berupa lecet-
lecet pada seluruh tubuh. Lalu lecet-lecet ini akan hilang juga, dan virus
akan menyerang organ tubuh lain.
2) Terkadang disertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti gejala flu.
3) Muncul bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah
hubungan seksual.
Sifilis pada wanita bisa memperbesar potensi untuk tertular penyakit HIV
atau AIDS. Luka yang terbuka akibat penyakit menular seksual sifilis membuat
penyebaran virus HIV AIDS dengan sangat cepat melalui kontak seksual secara
langsung. Sifilis pada wanita hamil juga dapat menyebabkan anak yang
dikandungnya menderita kecacatan seperti kerusakan kulit, hati, limpa dan bahkan
keterbelakangan mental (Mullooly dan Higgins, 2010). Selama 2-3 tahun pertama
penyakit ini tidak menunjukkan gejala apa-apa, setelah 5-10 tahun penyakit ini akan
menyerang susunan syaraf otak, pembuluh darah dan jantung (Mullooly dan
Higgins, 2010).
Gejala penyakit sifilis pada wanita memilki beberapa stadium sifilis yaitu :
1) Stadium pertama Stadium ini ditandai gejala awal luka yang kemerahan dan
basah di daerah vagina, poros usus atau mulut. Luka ini disebut dengan
chancre atau syangker , dan muncul di tempat spirochaeta masuk ke tubuh
seseorang untuk pertama kalinya. Pembengkakan kelenjar getah bening
juga ditemukan selama stadium ini. Setelah beberapa minggu, chancre
tersebut akan menghilang. Stadium ini merupakan stadium yang sangat
menular.
2) Stadium kedua Jika sifilis stadium pertama tidak diobati, biasanya para
penderita akan mengalami ruam, khususnya di telapak kaki dan tangan.
Mereka juga dapat menemukan adanya luka-luka di bibir, mulut,
tenggorokan, vagina dan anus.

5
Manifestasi klinis sifilis perempuan hamil dan tidak hamil tidak berbeda.
Setiap stadium sifilis maternal dapat menularkan ke janin berbanding lurus
dengan jumlah spirochaeta T. pallidum. Masa inkubasi dapat berlangsung
selama 3-12 pekan.
Jika seorang perempuan hamil menderita sifilis dapat terjadi infeksi
transplasenta ke janin sehingga menyebabkan keguguran, lahir prematur, berat
badan lahir rendah, lahir mati, atau sifilis kongenital. Kisaran 2/3 kehamilan
dengan sifilis memberikan gejala asimtomatik, namun infeksi tetap ada dan
dapat menimbulkan manifestasi segera setelah bayi lahir atau bertahun-tahun
kemudian setelah lahir.
Sifilis kongenital merupakan infeksi dengan melibatkan banyak organ
dan mengakibatkan gangguan neurologik, pertumbuhan tulang, sampai
kematian janin. Manifestasi klinis sifilis kongenital bergantung pada usia
kehamilan dan stadium sifilis maternal serta respons imun janin. Sifilis
kongenital dibagi menjadi sifilis kongenital dini dan lanjut. Pada sifilis
kongenital dini, gejala timbul dalam 2 tahun pertama sedangkan pada lanjut
gejala timbul hingga 2 dekade pertama.
Manifestasi klinis sifilis kongenital dini dapat berupa hepatosplenomegali
(70%), lesi kulit (70%), demam (40%), neurosifilis (20%), pneumonitis (20%),
serta limpadenopati generalisata. Lesi kulit ditandai dengan vesikel, bula atau
ruam kulit berwarna merah tembaga pada telapak tangan, telapak kaki, sekitar
hidung, dan mulut. Dapat terjadi gangguan pertumbuhan, lesi pada selaput
lendir hidung dan faring, meningitis, osteokondritis pada tulang panjang hingga
mengakibatkan pseudoparalisis.
Manifestasi klinis sifilis kongenital lanjut dapat berupa keratitis
interstisialis, gigi Hutchinson, gigi mulberry, gangguan nervus VIII sehingga
mengakibatkan tuli, neurosifilis, skeloris pada tulang menyerupai pedang
(saber sign), perforasi palatum durum dan septum nasi akibat destruksi dari
gumma (saddle nose), penonjolan tulang frontal, fisura di sekitar rongga mulut
dan hidung disertai ragaden (sifilis rinitis infantil). Stigmata atau deformitas
yang terjadi akan menetap selama kehidupan sehingga tidak dapat diobati.

6
2.4 Tahap Inkubasi Sifilis
Masa inkubasi sifilis berkisar 10-90 hari ( rata-rata 21 hari) setelah infeksi. Bila tidak
diobati, sifilis dapat timbul dalam beberapa stadium penyakit yaitu :
a. Sifilis Primer
Selama tahap primer sifilis, sakit (chancre) yang biasanya menimbulkan rasa sakit
berkembang di tempat di mana bakteri masuk ke dalam tubuh. Hal ini biasanya terjadi
dalam waktu 3 minggu paparan tetapi dapat berkisar antara 10 sampai 90 hari. Seseorang
sangat menular selama tahap primer.
a) Pada pria, chancre sering muncul di daerah kelamin, biasanya (tetapi tidak selalu) pada
penis. Luka ini sering menyakitkan.
b) Pada wanita, chancres dapat mengembangkan pada alat kelamin luar atau di bagian
dalam vagina. Sebuah chancre mungkin tidak diketahui jika terjadi dalam vagina atau
pada pembukaan ke rahim (serviks). Luka biasanya tidak menimbulkan rasa sakit dan
tidak mudah terlihat.
c) Pembengkakan kelenjar getah bening dapat terjadi dekat daerah chancre.
d) Sebuah chancre juga dapat terjadi di daerah tubuh selain alat kelamin.
e) Chancre biasanya berlangsung selama 3 sampai 6 minggu, sembuh tanpa pengobatan,
dan dapat meninggalkan bekas luka tipis. Tapi meskipun chancre telah sembuh, sifilis
masih ada dan seseorang masih dapat menularkan kepada orang lain

7
b. Sifilis Sekunder
Sifilis sekunder ditandai dengan ruam yang muncul 2 sampai 8 minggu setelah
Chancre berkembang dan kadang-kadang sebelum menyembuhkan. Gejala-gejala lain
juga dapat terjadi, yang berarti bahwa Selama tahap primer sifilis, sakit (chancre) yang
biasanya menimbulkan rasa sakit berkembang di tempat di mana bakteri masuk ke dalam
tubuh. Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 3 minggu paparan tetapi dapat berkisar antara
10 sampai 90 hari. Seseorang sangat menular selama tahap primer.
1. Pada pria, chancre sering muncul di daerah kelamin, biasanya (tetapi tidak selalu)
pada penis. Luka ini sering menyakitkan.
2. Pada wanita, chancres dapat mengembangkan pada alat kelamin luar atau di bagian
dalam vagina. Sebuah chancre mungkin tidak diketahui jika terjadi dalam vagina atau
pada pembukaan ke rahim (serviks). Luka biasanya tidak menimbulkan rasa sakit dan
tidak mudah terlihat.
3. Pembengkakan kelenjar getah bening dapat terjadi dekat daerah chancre.
4. Sebuah chancre juga dapat terjadi di daerah tubuh selain alat kelamin.
5. Chancre biasanya berlangsung selama 3 sampai 6 minggu, sembuh tanpa pengobatan,
dan dapat meninggalkan bekas luka tipis. Tapi meskipun chancre telah sembuh, sifilis
masih ada dan seseorang masih dapat menularkan kepada orang lain.
6. Ruam kulit makulopapula yang terjadi pada 50% - 70% kasus, papula 12% kasus,
makula 10% kasus dan papula anula 6% - 14% kasus. Lesi biasanya simetrik, tidak
gatal dan mungkin meluas (Elvinawaty, 2014).
7. Kelainan yang muncul pada kulit dapat berupa erupsi makula, yang dikenal dengan
roseola sifilitika yang berukuran dari 0,05-2 cm, berwarna merah muda-merah
kecoklatan, tersebar, terutama mengenai badan dan daerah ekstensor ekstremitas
bagian atas. Wajah biasanya jarang terkena, tetapi bagian tubuh lainnya seperti
telapak tangan dan kaki dapat terlibat. Erupsi ini biasanya tidak terasa nyeri maupun
gatal dan akan menghilang secara spontan dalam beberapa jam atau hari, atau dapat
menetap selama beberapa bulan bahkan sebagian akan timbul kembali setelah pernah
menghilang. Makula ini dapat berakhir sebagai hipopigmentasi yang disebut
leukoderma sifilitika ataupun berlanjut menjadi papul.

8
c. Sifilis Laten (tersembunyi)
Sifilis laten atau asimtomatik adalah periode hilangnya gejala klinis sifilis sekunder
sampai diberikan terapi atau gejala klinik tersier muncul. Sifilis laten dibagi lagi menjadi
dua bagian yaitu sifilis laten dini dan lanjut. Pembagian berdasarkan waktu relaps infeksi
mukokutaneus secara spontan pada pasien yang tidak diobati. Sekitar 90% infeksi
berulang muncul dalam satu tahun, 94% muncul dalam dua tahun dan dorman selama
empat tahun. Sifilis laten dini terjadi kurang satu tahun setelah infeksi sifilis sekunder,
25% diantaranya mengalami relaps sifilis sekunder yang menular, sedangkan sifilis laten
lanjut muncul setelah satu tahun. Relaps ini dapat terus timbul sampai 5 tahun. Pasien
dengan sifilis laten dini dianggap lebih menular dari sifilis laten lanjut. Pemeriksaaan
serologi pada stadium laten lanjut adalah positif, tetapi penularan secara seksual (Prince
SA & Wilson LM, 2006).
d. Sifilis Tersier (akhir)
Sifilis tersier dapat muncul sekitar 3-15 tahun setelah infeksi awal dan dapat dibagi
dalam tiga bentuk yaitu; sifilis gumatous sebanyak 15%, neurosifilis lanjut (6,5%) dan
sifilis kardiovaskular sebanyak 10%. Sepertiga pasien berkembang menjadi sifilis tersier
tanpa pengobatan. Pasien dengan sifilis tersier tidak menular. Sifilis gumatous atau sifilis
benigna lanjut biasanya muncul 1-46 tahun setelah infeksi awal, dengan rerata 15 tahun.
Karakteristik pada stadium ini ditandai dengan adanya guma kronik, lembut, seperti

9
tumor yang inflamasi dengan ukuran yang berbeda-beda. Guma ini biasanya mengenai
kulit, tulang dan hati tetapi dapat juga muncul dibahagian lain (Pommerville, 2010).
Guma merupakan lesi yang granulomatous, nodular dengan nekrosis sentral,
muncul paling cepat setelah dua tahun infeksi awal, meskipun guma bisa juga muncul
lebih lambat. Lesi ini bersifat merusak biasanya mengenai kulit dan tulang, meskipun bisa
juga muncul di hati, jantung, otak, lambung dan traktus respiratorius atas. Lesi jarang
yang sembuh spontan tetapi dapat sembuh secara cepat dengan terapi antibiotik yang
tepat. Guma biasanya tidak menyebabkan komplikasi yang serius, disebut dengan sifilis
benigna lanjut (Winn W, et al, 2006; LaFond & Lukehart SA, 2006).
Neurosifilis merupakan infeksi yang melibatkan sistem saraf sentral, dapat muncul
lebih awal, asimtomatik atau dalam bentuk sifilis meningitis, lebih lanjut sifilis
meningovaskular, general paresis, atau tabes dorsalis. Sifilis meningovaskular muncul 5-
10 tahun setelah infeksi awal. Sifilis meningovaskular ditandai dengan apati, seizure dan
general paresis dengan dimensia dan tabes dorsalis. General paresis biasanya muncul 15-
20 tahun setelah infeksi awal, sedangkan tabes dorsalis 25-30 tahun. Komplikasi yang
paling sering adalah aortitis sifilis yang dapat menyebabkan aneurisma (Winn W, et al,
2006).

10
2.5 Diagnosa Penyakit Sifilis
Diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering di sebut “Peniru Besar” karena sering
dikira penyakit lainnya. Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan
klinik, serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield
microscope).
Semua perempuan hamil harus dilakukan pemeriksaan serologik sifilis pada awal
kehamilan. Skrining dapat dilakukan pada kunjungan antenatal pertama. Populasi perempuan
risiko tinggi, tes serologik dapat dilakukan 2 kali dalam trimester ketiga, sekali pada
kehamilan 28-32 minggu, dan sekali saat melahirkan. Perempuan dengan riwayat kematian
janin sesudah kehamilan 20 minggu harus diperiksa serologik sifilis. Sampai saat ini tidak ada
pemeriksaan serologik yang dapat membedakan infeksi T. pallidum dengan treponema lain.
Perempuan hamil dengan tes serologik sifilis positif harus dianggap terinfeksi dan
mendapatkan terapi, kecuali bila riwayat pengobatan tercatat dengan jelas dan titer antibodi
menunjukkan penurunan adekuat, rendah atau dinyatakan stabil. Titer tes nontreponema
perempuan hamil terutama ≥1:8 dapat menjadi petanda infeksi dini dan bakteremia.
Perempuan hamil dengan kenaikan titer antibodi mengindikasikan gagal terapi atau terjadi
infeksi ulang.

11
Pada kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non
protonema. Uji non protonema seperti Venereal Disease Research Laboratory (VDRL+).
Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji
kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga sangat
membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal pengobatan atau terinfeksi) dan
turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari
berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma
inguinale, limfogranuloma venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan (kanker).
2.6 Pencegahan Penyakit Sifilis
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit
sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain:
1. Tidak berganti-ganti pasangan.
2. Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective
sex’.
3. Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusidarah yang sudah
terinfeksi.
4. Menggunakan kondom atau pengaman, terutama mereka yang berisikotinggi terkena seperti
pekerja seks komersil.
5. Hindari menato tubuh Anda.
6. Menjaga kebersihan organ intim.
7. Terapi adekuat untuk perempuan hamil dengan infeksi sifilis penting untuk mengobati
infeksi pada ibu, mencegah penularan ke janin, dan menangani sifilis yang telah terjadi ke
janin. Antibiotik penisilin benzatin G (level of evidence and strength of recommendation
1A) merupakan terapi pilihan utama untuk sifilis pada kehamilan. Terapi menurut CDC dan
Dirjen P2P Kemenkes RI adalah injeksi intramuskular penisilin benzatin G 2,4 juta unit dosis
tunggal untuk sifilis stadium primer, sekunder, dan laten dini sedangkan dosis diulang 1
minggu kemudian selama 3 minggu (total 7,2 juta unit) untuk sifilis laten lanjut, tersier, atau
tidak diketahui riwayat infeksi sebelumnya.6,12 Kadar treponemasid antibiotik harus dicapai
dalam serum dengan durasi 7-10 hari agar mencakup masa replikasi yang berlangsung
selama 30-33 jam. Sampai saat ini belum ada laporan mengenai bakteri T. pallidum resisten
terhadap penisilin.

12
2.7 Laporan Kasus Sifilis
Telah dilaporkan kasus sifilis sekunder pada seorang perempuan berusia 25 tahun yang
sedang hamil pertama dengan usia kehamilan 24 minggu. Pasien mengeluh muncul benjolan
di anus sejak 2 bulan lalu. Benjolan dirasakan awalnya kecil tetapi lama-kelamaan membesar.
Benjolan dikatakan tidak terasa nyeri maupun gatal dan tidak mengganggu aktifitas sehari-
hari. Benjolan di bagian tubuh yang lain disangkal. Pasien juga mengeluh adanya bercak
kemerahan di telapak tangan dan kaki sejak 1 bulan lalu tanpa ada keluhan gatal dan nyeri.
Keluhan demam dan lemas disangkal. Riwayat penyakit sebelumnya pasien mengatakan ini
adalah keluhan yang pertama kali. Riwayat luka atau lecet pada kelamin seperti bisul sejak 1
bulan lalu yang saat ini sudah pecah, tapi tidak terdapat keluhan nyeri maupun gatal.
Riwayat penyakit dalam keluarga dikatakan tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan
keluhan serupa. Riwayat sosial pasien saat ini ibu rumah tangga dan sudah menikah 1 tahun
lalu, saat ini pasien sedang hamil anak pertama 6 bulan dan rutin memeriksakan kandungan
di bidan dekat rumah. Berhubungan seksual terakhir 1 bulan lalu tanpa menggunakan kondom.
Berhubungan seksual pertama kali hanya dengan suami pasien 1 bulan sebelum menikah.
Riwayat multipartner seksual disangkal. Hubungan seksual melalui ano-genital maupun oro-
genital disangkal. Suami pasien mengatakan pernah mengalami luka di kelamin 2 tahun lalu
yang tidak dirasakan gatal maupun nyeri dan menyembuh sendiri. Suami pasien pernah
bekerja di Taiwan selama 3 tahun, dan disana suami pasien berganti ganti pasangan.
Status dermatologi dengan lokasi di kedua telapak tangan dan telapak kaki ditemukan
makula eritema, multipel, bentuk bulat, berbatas tegas, ukuran bervariasi Ø 0,5-1 cm dan
tersebar, kulit disekitarnya terdapat skuama putih tipis. Pada status venereologis, lokasi di
perianal didapatkan plak multipel hipopigmentasi, bentuk bulat-oval ukuran diameter 1,5 cm-
2 cm, dengan permukaan licin, konsistensi padat. Didapatkan tumor multipel sewarna kulit,
bentuk bulat-oval ukuran diameter 2-3 cm, dengan permukaan licin dengan konsistensi padat.

13
BAB 3
PEMBAHASAN

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang ditandai dengan adanya lesi primer
kemudian diikuti dengan erupsi sekunder pada area kulit, selaput lendir dan juga organ tubuh.
Penyakit sifilis disebabkan oleh T. pallidum. (Andriana et al, 2012). Masa inkubasi sifilis
berkisar 10-90 hari ( rata-rata 21 hari) setelah infeksi. Bila tidak diobati, sifilis dapat timbul
dalam beberapa stadium penyakit yaitu, sifilis primer, sifilis sekounder, sifilis laten, sifilis
tersier, sifilis kongenital.
Pada kasus ini telah dilaporkan sifilis sekunder pada seorang perempuan berusia 25
tahun yang sedang hamil pertama dengan usia kehamilan 24. Muncul benjolan di anus sejak
2 bulan lalu. Benjolan dirasakan awalnya kecil tetapi lama-kelamaan membesar. Benjolan
dikatakan tidak terasa nyeri maupun gatal dan tidak mengganggu aktifitas sehari-hari. Pasien
juga mengeluh adanya bercak kemerahan di telapak tangan dan kaki sejak 1 bulan lalu tanpa
ada keluhan gatal dan nyeri. Berdasarkan teori sifilis sekunder ini muncul apabila sifilis primer
tidak diobati gejala sifilis sekunder sendiri akan mulai timbul dalam 2-6 bulan setelah pajanan,
2-8 minggu setelah chancre muncul dan di dapatkan pembengkakan kelenjar getah bening
dapat terjadi dekat daerah chancre.
Pada kasus pasien dengan keluhan utama timbul benjolan di daerah anus 2 bulan lalu,
dan terdapat bercak kemerahan di telapak tangan dan kaki. Pemeriksaan fisik pada telapak
tangan didapatkan makula eritema multipel, bentuk bulat, berbatas tidak tegas, ukuran
bervariasi Ø 0,5-1 cm dan tersebar, kulit disekitarnya mengalami skuama putih tipis. Pada
status venereologis, lokasi di perianal didapatkan plak multipel hipopigmentasi, bentuk bulat-
oval ukuran diameter 1,5 cm-2 cm, dengan permukaan licin, konsistensi padat. Dalam teori
disebutkan gejala sifilis sekunder bahwa kelainan yang muncul pada kulit dapat berupa erupsi
makula, yang dikenal dengan roseola sifilitika yang berukuran dari 0,05-2 cm, berwarna
merah muda-merah kecoklatan, tersebar, terutama mengenai badan dan daerah ekstensor
ekstremitas bagian atas. Wajah biasanya jarang terkena, tetapi bagian tubuh lainnya seperti
telapak tangan dan kaki dapat terlibat. Erupsi ini biasanya tidak terasa nyeri maupun gatal dan
akan menghilang secara spontan dalam beberapa jam atau hari, atau dapat menetap selama
beberapa bulan bahkan sebagian akan timbul kembali setelah pernah menghilang. Makula ini

14
dapat berakhir sebagai hipopigmentasi yang disebut leukoderma sifilitika ataupun berlanjut
menjadi papul.
Sifilis laten atau asimtomatik adalah periode hilangnya gejala klinis sifilis sekunder
sampai diberikan terapi atau gejala klinik tersier muncul. Sifilis laten dibagi lagi menjadi dua
bagian yaitu sifilis laten dini dan lanjut. Pembagian berdasarkan waktu relaps infeksi
mukokutaneus secara spontan pada pasien yang tidak diobati. Sekitar 90% infeksi berulang
muncul dalam satu tahun, 94% muncul dalam dua tahun dan dorman selama empat tahun.
Sifilis laten dini terjadi kurang satu tahun setelah infeksi sifilis sekunder, 25% diantaranya
mengalami relaps sifilis sekunder yang menular, sedangkan sifilis laten lanjut muncul setelah
satu tahun. Relaps ini dapat terus timbul sampai 5 tahun. Pasien dengan sifilis laten dini
dianggap lebih menular dari sifilis laten lanjut. Pemeriksaaan serologi pada stadium laten
lanjut adalah positif, tetapi penularan secara seksual tidak (Prince SA & Wilson LM, 2006).
Pada kasus, suami pasien didiagnosa sifilis laten lanjut, karena terdapat riwayat luka di
kelamin yang tidak nyeri 2 tahun lalu, dan sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Sifilis pada kehamilan dapat mempengaruhi hasil kehamilan dengan menyebabkan
persalinan preterm, kematian janin, dan infeksi neonatus melalui infeksi transplasenta atau
perinatal. Frekuensi sifilis kongenital bervariasi sesuai stadium dan durasi infeksi pada ibu.
Pada sifilis laten dini seperti sifilis primer dan sekunder, risiko penularan dari ibu ke anak
sebesar 30%-60%. Pengobatan antibiotik penisilin benzatin G (level of evidence and strength
of recommendation 1A) merupakan terapi pilihan utama untuk sifilis pada kehamilan pada
ibu hamil yang terinfeksi sifilis juga dapat digunakan sebagai pencegahan penularan vertikal.
Kongenital sifilis diklasifikasikan menjadi kongenital sifilis dini dan kongenital sifilis lanjut,
tergantung dari onset terjadinya sifilis, sebelum 2 tahun atau setelah 2 tahun. Prognosis pada
bayi buruk, apabila sifilis muncul pada beberapa minggu sebelum lahir. Kongenital sifilis
dapat dicegah dengan skrining sifilis saat kunjungan antenatal.

15
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pada makalah ini dapat disimpulkan bahwa sifilis adalah penyakit menular seksual yang
yang disebabkan oleh bakteri spiroseta, Treponema pallidum ditandai dengan adanya lesi
primer kemudian diikuti dengan erupsi sekunder pada area kulit, selaput lendir dan juga organ
tubuh. Cara penularan penyakit ini sangat bervarisi tergantung aktifitas penderitanya,
penularan biasanya melalui kontak seksual tapi, ada beberapa contoh lain seperti kontak
langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus).
Manifestasi klinis sifilis perempuan hamil dan tidak hamil sama, dan pada skrining
trimester pertama dengan tes nontreponema kombinasi dengan tes treponema merupakan hal
penting pada setiap perempuan hamil. Deteksi dini dan terapi adekuat penting untuk mencegah
transmisi infeksi sifilis dari ibu ke janin.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, saran yang dapat diberikan adalah:
1) Bagi Pembaca
Diharapkan untuk membekali dirinya dengan cara membaca buku tentang
pengetahuan mengenai penyakit menular seksual agar memiliki pengetahuan yang
luas.
2) Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan tenaga kesehatan dapat memberikan penyuluhan dan pendidikan
kesehatan pada masyarakat tentang kesehatan reproduksi, untuk mencegah
penyakit yang tidak diinginkan dan juga diharapkan dapat membuat perencanaan
dan membuat jadwal penyuluhan kesehatan yang salah satunya adalah penyuluhan
tentang penyakit menular seksual.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, N. M. (2013). Infeksi Menular Seksual dan Kehamilan. Journal Undiksha. Di akses
pada tanggal 30 Januari 2023.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/semnasmipa/article/view/2722

Dewi Kusumawati, S. M. (2013). Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Journal Unair, 199-
204. Diakses pada tanggal 30 Januari 2023. http://journal.unair.ac.id/BIK3@syphilis-in-
pregnancy-article-9814-media-34-category-3.html

Hari Darmawan, I. H. (2020). Sifilis Pada Kehamilan. SRIWIJAYA JOURNAL OF MEDICINE,


78-83. Diakses pada tanggal 30 Januari 2023.
https://sjm-fk.ejournal.unsri.ac.id/index.php/UnsriMedJ/article/view/67

Kurniawati, Indah. (2012). Pravalensi Riwayat Sifilis dan Riwayat Kontak Seksual Bebas Pada
Anak Jalanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Kedokteran UMY. Diakses pada
tanggal 30 Januari 2023. http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/5711

Windari, M. M. (2015). Sifilis Sekunder Pada Wanita Hamil rimester Kedua dan Sifilis Laten
Lanjut Pada Suami. Fakultas Kedokteran UNUD, 14. Diakses pada tanggal 30 Januari
2023.
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/10820/1/a0a7d9b7398a418853f6d8d07837d365.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai