OLEH:
Xena Pramesti Mahardika
015.06.0005
PEMBIMBING
dr. Arya Baruna Purwa Sunu, Sp. PD
Puja dan Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
segala limpahan nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul HIV AIDS.
Dalam penyusunan laporan ini, saya banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, masukan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini, saya menyampaikan
ucapan terima kasih kepada dosen yang telah memberi arahan dan penjelasan
tentang tata cara penulisan laporan ini.
Saya menyadari, penulisan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram yang sedang menjalani
kepanitraan klinik di RSUD Klungkung.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS STASE BESAR ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD KLUNGKUNG SMF ILMU PENYAKIT DALAM................................1
2.1 Identitas Pasien..............................................................................................1
2.2 Anamnesis......................................................................................................1
2.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................6
2.4 Diagnosis Kerja............................................................................................10
2.5 Terapi...........................................................................................................10
2.6 Follow Up....................................................................................................10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................31
3.1 Definisi.........................................................................................................31
3.2 Klasifikasi....................................................................................................31
3.3 Epidemiologi................................................................................................33
3.4 Etiologi.........................................................................................................33
3.5 Patogenesis...................................................................................................34
3.6 Manifestasi Klinis........................................................................................37
3.7 Diagnosis......................................................................................................37
3.8 Diagnosis Banding.......................................................................................40
3.9 Tatalaksana...................................................................................................40
3.10 Komplikasi.................................................................................................41
3.11 Prognosis....................................................................................................42
BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................................43
BAB VI PENUTUP..............................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................47
2
DAFTAR TABEL
Tabel . .................................. 3
3
BAB I
PENDAHULUAN
Pandemi HIV-1 adalah epidemi di seluruh dunia, dan tidak diragukan lagi
merupakan krisis kesehatan masyarakat yang sangat menentukan di zaman
kita. Penelitian telah memperdalam pemahaman kita tentang bagaimana virus
bereplikasi, memanipulasi, dan bersembunyi pada orang yang terinfeksi.
Meskipun pemahaman kita tentang patogenesis dan dinamika transmisi telah
menjadi lebih luas dibandingkan saat terjadinya epidemi ini begitu juga untuk
pilihan pencegahan telah diperluas secara ilmiah, namun vaksin atupun
obatnya belum dapat dipahami secara ilmiah. Pengobatan antiretroviral telah
mengubah AIDS dari kondisi fatal yang tak terhindarkan menjadi penyakit
kronis yang dapat ditangani di beberapa kasus, meskipun virus tersebut masil
didalam tubuh setidaknya masih dapat dikontrol. Transformasi ini belum
direalisasikan di bagian dunia yang terus menanggung beban infeksi HIV-1
baru yang tidak proporsional dan sebagian besar dipengaruhi oleh peningkatan
morbiditas dan mortalitas. Untuk saat ini kasus HIV masih belum bisa
ditangani dengan tuntas terutama di negara berkembang.
4
Diperkirakan 38,6 (33,4-46,0) juta orang hidup dengan HIV-1 di
seluruh dunia, sementara sekitar 25 juta telah meninggal, di indonesia
sendiri meskipun cenderung fluktuatif, data kasus HIV AIDS di Indonesia
terus meningkat dari tahun ke tahun. selama sebelas tahun terakhir jumlah
kasus HIV di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2019, yaitu
sebanyak 50.282 kasus. Berdasarkan data WHO tahun 2019, terdapat 78%
infeksi HIV baru di regional Asia Pasifik. Untuk kasus AIDS tertinggi
selama sebelas tahun terakhir pada tahun 2013, yaitu 12.214 kasus.
Berdasarkan pelaporan dari Sistem Informasi HIV/AIDS dan IMS (SIHA)
tahun 2019 Jawa timur memiliki angka tertinggi kasus HIV dengan jumlah
8.935 kasus, diikuti oleh DKI jakarta dan Jawa barat, sedangkan kasus di
Bali didapatkan 2.283 kasus dengan kasus yang terbukti AIDS sebanyak
240. Menurut data statistik tersebut umur terbanyak yang terkena adalah
sekitaran 29-40 tahun.
5
BAB I
LAPORAN KASUS STASE BESAR ILMU PENYAKIT DALAM RSUD
KLUNGKUNG SMF ILMU PENYAKIT DALAM
I.2 Anamnesis
Telah dilakukan anamnesis secara autoanamnesis dan alloanamnesis
pada tanggal 22 September 2021
a. Keluhan Utama :
Mual Muntah
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien berusia 22 tahun datang ke igd dengan keluhan utama
mual disertai muntah sejak 7 hari SMRS. Mual dirasakan secara tiba-tiba
dan diikuti dengan muntah. Keluhan tersebut dirasakan secara terus
menerus dan tidak membaik dengan istirahat. Muntah terjadi lebih dari 4
kali salam sehari. Pasien mengatakan Mual dan muntah semakin sering
apabila pasien mengkonsumsi makanan dan minuman sehingga membuat
pasien mengalami penurunan nafsu makan. Pasien juga mengatakan
mengalami penurunan berat badan sejak 3 bulan yang lalu tanpa sebab
yang pasti. Pasien mengatakan nyeri pada bagian ulu hati, nyeri
dirasakan muncul bersamaan dengan keluhan mual dan muntah, nyeri ulu
1
hati dirasakan secara terus menerus, tidak membaik dengan makan
ataupun istirahat, Pasien juga mengalami sakit pada seluruh bagian
kepala sejak 2 minggu yang lalu, keluhan dirasakan secara terus menerus,
tidak membaik dengan istirahat. Pasien mengatakan seluruh keluhan
tersebut membuat pasien tidak dapat beraktifitas normal sebagaimana
mestinya. Demam disangkal, batuk disangkal, sesak disangkal, nyeri
dada disangkal, BAB BAK dalam batas normal.
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat keluhan yang sama : (-)
Riwayat anemia : (+)
Riwayat gastritis : (-)
Riwayat hepatitis : (-)
Riwayat esofagus erosif : (-)
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat alergi obat-obatan : disangkal
d. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat pengobatan
Pasien mengaku pernah menjalani operasi usus buntu pada bulan
juni 2021
f. Riwayat sosial
Riwayat merokok (-)
Riwayat alkohol (-)
Konsumsi obat-obatan terlarang (-)
g. Riwayat gizi
Pola makan teratur
2.3 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemah
2
b. Kesadaran/GCS : E4V5M6 (Compos Mentis)
c. Tanda Vital
Tekanan Darah : 118/80 mmHg
Denyut Nadi : 86x/menit
Suhu Aksila : 36,6 0C
RR : 19x/menit
VAS : 4/10
SpO2 : 98%
CRT : < 2 detik
d. Status Generalis
3
Tenggorokan Inspeksi Uvula di tengah, tonsil T1-T1 tidak
hiperemis, faring hiperemis (-)
Mulut Inspeksi Bentuk normal, bibir pucat (+), sianosis (-),
lidah kotor (+) terdapat Candidiasis oral,
karies (+), gusi berdarah (-).
Leher Inspeksi Bentuk leher normal, pergerakan leher
bebas.
Palpasi Pembesaran kelenjar Tiroid (-),
Pembengkakan KGB preaurikular,
retroaurikular, submandibula, submental,
supraklavikula (-)
Thorax Normochest, tidak ada lesi, tidak ada jejas,
gerakan dada simetris, tidak terdapat retraksi
suprasternal.
Pulmo Inspeksi Gerakan simetris saat statis dan dinamis,
tidak ada retraksi otot bantu pernapasan
Palpasi Nyeri tekan (+) seluruh lapang paru, taktil
fremitus simetris pada kedua lapang paru
Perkusi Sonor Redup Pekak
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Auskultasi Anterior
Posterior
+ + _ _ _ _
+ + _ _ _ _
+ + _ _ _ _
4
thrill (-)
Perkusi Batas jantung kanan: ICS V linea
parastrernal dextra
Batas jantung kiri: ICS V linea
midclavicularis sinistra
Batas jantung atas:ICS II linea parsternalis
sinistra
Batas pinggang jantung: ICS III linea
parastrenal sinistra
Auskultasi S1S2 Normal Reguler, Murmur (-), Gallop
(-)
Abdomen Inspeksi Tidak ada sikatrik, terdapat stretch marks
seluruh abdomen, massa (-), distensi (-).
Auskultasi Bising usus (+), peristatlik usus (18x/menit)
Perkusi Timpani (+)
+ + +
+ + +
+ + +
5
CRT < 2 detik
Nilai
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Keterangan
Rujukan
Hematologi
Darah Rutin (3diff)
Hemoglobin 14,2 g/dl 10.8-16.5 Normal
Lekosit 7,87 ribu/uL 3.5-10 Normal
Hitung jenis Leukosit
Limfosit 9,3 % 18.0-48.3 Limfositopenia
Neutrofil 79 % 39,3-73,7 Meningkat
Monosit 10.3 % 4.4-12.7 Normal
Eosinofil 0.30 % .600-7.30 Menurun
Basofil 0.87 % 0.00-1.70 Normal
Erirosit 5.5 juta/uL 3.5-5.5 Normal
Hematokrit 44.3 % 35-55 Normal
Index Eritrosit
MCV 81.3 fL 81.1-96 Normal
MCH 26.1 pg 27.0-31.2 Menurun
MCHC 32.0 % 31.5-35.0 Normal
RDW-CV 11.1 % 11.5-14.5 Menurun
Trombosit 149 ribu/uL 145-450 Normal
MPV 11.72 fl 6.90-10.6 Meningkat
Kimia Klinik
Faal Hati
AST (SGOT) 40 U/L 8-37 Meningkat
ALT (SGPT) 20 U/L 13-42 Normal
Faal Ginjal
Ureum 72 mg/dL 10-50 Meningkat
Kreatinin 0.6 mg/Dl 0.6-1.2 Normal
Elektrolit
Natrium (Na) 136 mmol/L 135-145 Normal
Kalium (K) 3.8 mmol/L 3.5-4.5 Normal
Klorida (Cl) 92 mmol/L 95-105 Menurun
6
Gula Darah
Gula darah sewaktu 108 mg/dL 80-200 Normal
PEMERIKSAAN THORAX AP
Cor: tak tampak membesar
Pulmo: corakan bronchovaskular meningkat
Sinus prenocostalis kanan dan kiri tajam
Diafragma kanan dan kiri normal
Skelet hemithorax: tak tampak fraktur
Kesan:
Tak tampak cardiomegaly
Corakan bronchovaskuler meningkat
7
21 SEPTEMBER 2021
8
Orbita, sinus ethmoidalis, sphenoidalis, mastoid kanan dan kiri
tampak normal
Tulang calvaria tampak normal
Kesimpulan:
Saat ini Tampak gambaran rim like kontras enhancement multiple pada
parietoocipitalis kanan uk pnp 2,7 cm dan 2,3cm dengan tentakel edema di
sekitarnya kesan toxoplasmosis dd/ abses dengan midline shift ke kiri
Tulang calvaria dalam batas normal
22 SEPTEMBER 2021
9
semakin tinggi kemungkinan
terjadinya komplikasi dan
perburukan infeksi
kesan Lymphocyte T helper rendah dan T cytotoksic normal
dengan rasio CD4 : CD8 rendah
27 SEPTEMBER 2021
10
I.5 Plan
I.5.1 Terapi
I.6 Follow Up
22 September 2021
S Mual (+), lemas (+), Muntah (-), Sakit kepala (+)
O KU: Lemah
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
Tanda Vital :
- TD : 118/80
- N : 86x/menit
- RR: 20x/menit
- Suhu : 36,6oC aksila
- VAS: 5/10
- SpO2: 98%
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali, nyeri tekan (+)
- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks pupil (+/+),
oedema palpebra (-/-)
11
- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-),
Candidiasis Oral (+)
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), PKGB (-), kaku kuduk (-)
- Thorax:
Paru :
Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada
tampak adanya tanda-tanda peradangan
Palpasi :
Nyeri tekan
+ +
+ +
+ +
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari kuat angkat
Perkusi :
Batas kanan : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS 2 linea sternalis sinistra
12
Batas pinggang : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), asites (-), caput medusae (-), massa (-),
meteorismus (-), peradangan (-), stretch marks (+)
Auskultasi : Bising usus (+) 16x selama 2 menit
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan (+)
+ + +
+ + +
+ + +
- Ekstremitas Atas
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak adanya keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
13
(Reaktif), Foto Thorax AP. *Terlampir
- Pemeriksaan Imunoserologi Anti-Toxoplasma IgG dan CT Scan Kepala
tanpa kontras (21 sept 2021)
- Laboratorium faal hati (22 sept 2021)
AST (SGOT): 40 lU/L (Meningkat)
ALT (SGPT): 20 lU/L (Normal)
- Pemeriksaan TCM (Test Cepat Molekuler)
GeneXpert: MTB not Detected
- Pemeriksaan Hematologi (Limfosit CD4 & CD8): CD4 menurun.
A - HIV/AIDS (Human Imunodeficiency virus/Acquired Imuno Deficiency
Syndrome)
- Wasting syndrome
- Chronic cephalgia e.c Toxoplasmosis cerebri
- Candidiasis oral
P Terapi :
- IVFD Asering : D5 : B Fluid (1:1:1) 20 tmp
- Injeksi PPI (Omeprazole 1x40mg) IV
- Injeksi Anti emetik (Ondansetron 2x4 mg) IV
- Injeksi Kortikosteroid (Dexamethasone 4x10 mg) IV
- Injeksi imidazol sintetik (Fluconazole 1x250mg) IV
- Curcuma 2x1 tablet PO
- Antibiotik Cotrimoksasol 1x960mg PO
- Antasida Sucralfat 3x1 syrup
- Anti piretik & analgetik (Paracetamol 3x500mg) PO
- Clindamysin 4x600mg PO
- Pirimetamin 3x25mg PO
- Nystatin Drop 4x1 cc PO
Edukasi :
- KIE keluarga dan pasien terkait kedisplininan penggunaan obat.
- KIE keluarga dan pasien untuk menerapkan protokol kesehatan.
- Monitoring penggunaan obat
- Terapi ARV akan dimulai setelah terapi Toxoplasma cerebri
14
adekuat untuk menghindari IRIS
23 September 2021
S Lemas (+), sakit kepala (+), nafsu makan menurun, mual (+), muntah (-)
O KU: Lemah
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
Tanda Vital :
- TD : 122/95
- N :78x/menit
- RR: 24x/menit
- Suhu : 36,7oC
- VAS: 4/10
- SpO2: 96%
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali, palpasi: nyeri kepala (+)
- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks pupil (+/+),
oedema palpebra (-/-)
- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-),
Candidiasis Oral (+) membaik.
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), PKGB (-),kaku kuduk (-)
- Thorax:
Paru :
Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada
tampak adanya tanda-tanda peradangan
Palpasi :
Nyeri tekan
+ +
+ +
+ +
15
Perkusi :
Sonor Redup Pekak
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Auskultasi
Vesikuler Rhonki Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari kuat angkat
Perkusi :
Batas kanan : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), asites (-), caput medusae (-), massa (-),
meteorismus (-), peradangan (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 15x selama 2 menit
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan (+)
+ + +
16
+ + +
+ + +
- Ekstremitas Atas
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak adanya keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
- Ekstremitas Bawah
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak ada keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
CRT < 2 detik
A - HIV/AIDS (Human Imunodeficiency virus/Acquired Imuno Deficiency
Syndrome)
- Chronic cephalgia e.c Toxoplasmosis cerebri
- Candidiasis oral
P Terapi
- Lanjutkan Terapi:
IVFD Asering : D5 : B Fluid (1:1:1) 20 tmp
Injeksi PPI (Omeprazole 2x40mg) IV
Injeksi Anti emetik (Ondansetron 2x4 mg) IV
Injeksi Kortikosteroid (Dexamethasone 3x10 mg) IV
Injeksi imidazol sintetik (Fluconazole 1x250mg) IV
Curcuma 2x1 tablet PO
Antibiotik Cotrimoksasol 1x960mg PO
Antasida Sucralfat 3x1 syrup PO
Anti piretik & analgetik (Paracetamol 3x500mg) PO
Clindamysin 4x600mg PO
17
Pirimetamin 3x25mg PO
Nystatin Drop 4x1 cc PO
Edukasi
- KIE keluarga dan pasien terkait kedisplininan penggunaan obat.
- KIE keluarga dan pasien untuk menerapkan protokol kesehatan.
- Monitoring penggunaan obat
- Terapi ARV akan dimulai setelah terapi Toxoplasma cerebri
adekuat untuk menghindari IRIS
24 September 2021
S Lemas (+), Sakit kepala (+), mual (+), muntah (-), BAB (-), nyeri perut
(+)
O KU: Lemah
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
Tanda Vital :
- TD : 113/72
- N : 71x/menit
- RR: 22x/menit
- Suhu : 35,6oC aksila
- VAS: 5/10
- SpO2: 98%
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali, palpasi: nyeri tekan (+)
- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks pupil (+/+),
oedema palpebra (-/-)
- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-)
Candidiasis oral (+)
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), PKGB (-),kaku kuduk (-)
- Thorax:
Paru :
Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada
18
tampak adanya tanda-tanda peradangan
Palpasi :
Nyeri tekan
+ +
+ +
+ +
Auskultasi
Vesikuler Rhonki Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari kuat angkat
Perkusi :
Batas kanan : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), asites (-), caput medusae (-), massa (-),
meteorismus (-), peradangan (-)
19
Auskultasi : Bising usus (+) 18x
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan (+)
+ + +
+ + +
+ + +
- Ekstremitas Atas
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak adanya keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
- Ekstremitas Bawah
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak ada keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
CRT < 2 detik
A - HIV/AIDS (Human Imunodeficiency virus/Acquired Imuno Deficiency
Syndrome)
- Toxoplasmosis cerebri
- Abses cerebry
- Candidiasis oral
P Terapi :
- IVFD Asering : D5 : B Fluid (1:1:1) 15 tpm
- Injeksi PPI (Omeprazole 2x40mg) IV
- Injeksi Anti emetik (Ondansetron 2x4 mg) IV
20
- Injeksi Kortikosteroid (Dexamethasone 2x10 mg) IV
- Injeksi imidazol sintetik (Fluconazole 1x250mg) IV
- Curcuma 2x1 tablet PO
- Antibiotik Cotrimoksasol 1x960mg PO
- Antasida Sucralfat 3x1 syrup PO
- Anti piretik & analgetik (Paracetamol 3x500mg) PO
- Clindamysin 4x600mg PO
- Pirimetamin 3x25mg PO
- Nystatin Drop 4x1 cc PO
Edukasi :
- KIE keluarga dan pasien terkait kedisplininan penggunaan obat.
- KIE keluarga dan pasien untuk menerapkan protokol kesehatan.
- Monitoring penggunaan obat
- Terapi ARV akan dimulai setelah terapi Toxoplasma cerebri adekuat
untuk menghindari IRIS
21
- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-),
Candidiasis Oral (+)
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), PKGB (-),kaku kuduk (-)
- Thorax:
Paru :
Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada
tampak adanya tanda-tanda peradangan
Palpasi :
Nyeri tekan
+ +
+ +
+ +
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari kuat angkat
Perkusi :
22
Batas kanan : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), asites (-),massa (-),peradangan (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 24x selama 2 menit
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan (+)
+ + +
+ + +
+ + +
- Ekstremitas Atas
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak ada keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
- Ekstremitas Bawah
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak ada keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
CRT < 2 detik
A - HIV/AIDS (Human Imunodeficiency virus/Acquired Imuno Deficiency
23
Syndrome)
- Toxoplasmosis cerebri
- Candidiasis oral
P Terapi
- IVFD Asering : D5 (1:1) 15 tpm
- Injeksi PPI (Omeprazole 2x40mg) IV
- Injeksi Anti emetik (Ondansetron 2x4 mg) IV
- Injeksi Kortikosteroid (Dexamethasone 2x10 mg) IV
- Injeksi imidazol sintetik (Fluconazole 1x250mg) IV
- Curcuma 2x1 tablet PO
- Antibiotik Cotrimoksasol 1x960mg PO
- Antasida Sucralfat 3x1 syrup PO
- Anti piretik & analgetik (Paracetamol 3x500mg) PO
- Clindamysin 4x600mg PO
- Pirimetamin 3x25mg PO
- Nystatin Drop 4x1 cc PO
- Lactulosa (kompolax 3x1 60ml) syrup
- Inisiasi ARV
Pada tanggal 25 September 2021 dimulai pengobatan ARV (Anti Retro
Viral)
Edukasi :
- KIE keluarga dan pasien terkait kedisplininan penggunaan obat.
- KIE keluarga dan pasien untuk menerapkan protokol kesehatan.
- Monitoring penggunaan obat
- Evaluasi keluhan
27 September 2021 (14.57 WITA)
S Lemas (+), Muntah (-), nyeri ulu hati (+)
O KU: lemah
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
Tanda Vital :
- TD : 123/55 mmHg
- N :75 x/menit
24
- RR: 22x/menit
- Suhu : 35,5 oC
- VAS: 3/10
- SpO2: 98%
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali, palpasi: nyeri tekan (+)
- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks pupil (+/+),
oedema palpebra (-/-)
- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-),
Candidiasis Oral (+)
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), PKGB (-),kaku kuduk (-)
- Thorax:
Paru :
Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada
tampak adanya tanda-tanda peradangan
Palpasi :
Nyeri tekan
+ +
+ +
+ +
Auskultasi
Vesikuler Rhonki Wheezing
25
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari kuat angkat
Perkusi :
Batas kanan : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), asites (-), caput medusae (-), massa (-),
meteorismus (-), peradangan (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 25x selama 2 menit
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan (+)
+ + +
+ + +
+ + +
- Ekstremitas Atas
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak ada keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
26
- Ekstremitas Bawah
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak ada keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
CRT < 2 detik
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan laboratorium Faal Hati. *Terlampir
A - HIV/AIDS (Human Imunodeficiency virus/Acquired Imuno Deficiency
Syndrome)
- Toxoplasmosis cerebri
- Candidiasis oral
P Terapi :
- IVFD Asering : D5 (1:1) 15 tpm
- Injeksi PPI (Omeprazole 2x40mg) IV
- Injeksi Anti emetik (Ondansetron 2x4 mg) IV
- Injeksi Kortikosteroid (Dexamethasone 2x10 mg) IV
- Injeksi imidazol sintetik (Fluconazole 1x250mg) IV
- Curcuma 2x1 tablet PO
- Antibiotik Cotrimoksasol 1x960mg PO
- Antasida Sucralfat 3x1 syrup PO
- Anti piretik & analgetik (Paracetamol 3x500mg) PO
- Clindamysin 4x600mg PO
- Pirimetamin 3x25mg PO
- Nystatin Drop 4x1 cc PO
- Lactulosa (kompolax 3x1 60ml) syrup
- Inisiasi ARV
Edukasi :
- KIE keluarga dan pasien terkait kedisplininan penggunaan obat.
- KIE keluarga dan pasien untuk menerapkan protokol kesehatan.
27
- Monitoring penggunaan obat
- Evaluasi keluhan
28 September 2021 (15.12 Wita)
S Lemas (+), Muntah (-), nyeri kepala (+)
O KU: lemah
Kesadaran: (E4V5M6)
Tanda Vital :
- TD : 120/73
- N : 116
- RR: 22x/menit
- Suhu : 36,2 oC aksila
- VAS: 5/10
- SpO2: 98%
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali, palpasi: nyeri tekan (+)
- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks pupil (+/+),
oedema palpebra (-/-)
- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-),
Candidiasis Oral (+)
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), PKGB (-),kaku kuduk (-)
- Thorax:
Paru :
Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada
tampak adanya tanda-tanda peradangan
Palpasi :
Nyeri tekan
+ +
+ +
+ +
28
Fremitus vokal normal kanan dan kiri sama.
Perkusi :
Sonor Redup Pekak
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Auskultasi
Vesikuler Rhonki Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari kuat angkat
Perkusi :
Batas kanan : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), asites (-), caput medusae (-), massa (-),
meteorismus (-), peradangan (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 18x selama 2 menit
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan (+)
+ + +
29
+ + +
+ + +
- Ekstremitas Atas
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak ada keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
- Ekstremitas Bawah
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak ada keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
CRT < 2 detik
A - HIV/AIDS (Human Imunodeficiency virus/Acquired Imuno Deficiency
Syndrome)
- Toxoplasmosis cerebri
- Candidiasis oral
P Terapi :
- IVFD Asering : D5 (1:1) 15 tpm
- Injeksi PPI (Omeprazole 2x40mg) IV
- Injeksi Anti emetik (Ondansetron 2x4 mg) IV
- Injeksi Kortikosteroid (Dexamethasone 2x10 mg) IV
- Imidazol sintetik (Fluconazole 1x150mg) PO
- Curcuma 2x1 tablet PO
- Antibiotik Cotrimoksasol 1x960mg PO
- Antasida Sucralfat 3x1 syrup PO
- Anti piretik & analgetik (Paracetamol 3x500mg) PO
- Clindamysin 4x600mg PO
- Pirimetamin 3x25mg PO
- Nystatin Drop 4x1 cc PO
30
- Lactulosa (kompolax 3x1 60ml) syrup
- Inisiasi ARV
Edukasi :
- KIE keluarga dan pasien terkait kedisplininan penggunaan obat.
- KIE keluarga dan pasien untuk menerapkan protokol kesehatan.
- Monitoring penggunaan obat
29 September 2021 (13.30 Wita)
S Semua keluhan membaik, tidak ada keluhan, tidak lemas
O KU: tampak segar
Kesadaran: (E4V5M6)
Tanda Vital :
- TD : 120/74
- N : 100
- RR: 24x/menit
- Suhu : 36,8 oC aksila
- VAS: 2/10
- SpO2: 98%
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali, palpasi: nyeri tekan (+)
- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks pupil (+/+),
oedema palpebra (-/-)
- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-),
Candidiasis Oral (+)
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), PKGB (-),kaku kuduk (-)
- Thorax:
Paru :
Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada
tampak adanya tanda-tanda peradangan
Palpasi :
31
Nyeri tekan
- -
- -
- -
Auskultasi
Vesikuler Rhonki Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari kuat angkat
Perkusi :
Batas kanan : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), asites (-), caput medusae (-), massa (-),
meteorismus (-), peradangan (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 15x selama 2 menit
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
32
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan (+)
- - -
- - -
- - -
- Ekstremitas Atas
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak ada keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
- Ekstremitas Bawah
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak ada keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
CRT < 2 detik
A - HIV/AIDS (Human Imunodeficiency virus/Acquired Imuno Deficiency
Syndrome)
- Toxoplasmosis cerebri
- Candidiasis oral
P Terapi :
- VFD Asering : D5 (1:1) 15 tpm
- Injeksi PPI (Omeprazole 2x40mg) IV
- Injeksi Anti emetik (Ondansetron 2x4 mg) IV
- Injeksi imidazol sintetik (Fluconazole 1x250mg) IV
33
- Curcuma 2x1 tablet PO
- Antibiotik Cotrimoksasol 1x960mg PO
- Antasida Sucralfat 3x1 syrup PO
- Anti piretik & analgetik (Paracetamol 3x500mg) PO
- Clindamysin 4x600mg PO
- Pirimetamin 3x25mg PO
- Nystatin Drop 4x1 cc PO
- Terapi ARV
Edukasi :
- KIE keluarga dan pasien terkait kedisplininan penggunaan obat.
- KIE keluarga dan pasien untuk menerapkan protokol kesehatan.
- Monitoring penggunaan obat
Pasien boleh pulang dan melanjutkan terapi dirumah serta kontrol rutin
34
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah retrovirus
berselubung yang berisi 2 salinan genom RNA untai tunggal. Infeksi dari
virus ini dapat menyebabkan Acquired Immuno deficiency Syndrome
(AIDS) yang merupakan tahap terakhir dari penyakit HIV. Dua sampai
empat minggu setelah HIV masuk ke dalam tubuh, pasien mungkin
mengeluhkan gejala infeksi primer namun sangat minim kasus yang
ditemukan pada fase awal infeksi HIV (Brew, 2018). Setelah itu, infeksi
HIV kronis yang panjang terjadi, dari fase awal hingga kronis atau hingga
tahap AIDS dapat berlangsung selama beberapa dekade (Capriotti, 2018).
AIDS terutama ditandai dengan infeksi oportunistik dan tumor, yang
biasanya berakibat fatal jika tidak teridentifikasi dan tanpa pengobatan
(Javadi, 2018).
II.2 Klasifikasi
35
B20.3 HIV disease resulting in other viral infections
B20.4 HIV disease resulting in candidiasis
B20.5 HIV disease resulting in other mycoses
B20.6 HIV disease resulting in Pneumocystis jirovecii pneumonia
HIV disease resulting in Pneumocystis carinii pneumonia
B20.7 HIV disease resulting in multiple infections
B20.8 HIV disease resulting in other infectious and parasitic
diseases
B20.9 HIV disease resulting in unspecified infectious or parasitic
disease
B21 Human immunodeficiency virus [HIV] disease resulting in
malignant neoplasms
B21.0 HIV disease resulting in Kaposi sarcoma
B21.1 HIV disease resulting in Burkitt lymphoma
B21.2 HIV disease resulting in other types of non-Hodgkin
lymphoma
B21.3 HIV disease resulting in other malignant neoplasms of
lymphoid, haematopoietic and related tissue
B21.7 HIV disease resulting in multiple malignant neoplasms
B21.8 HIV disease resulting in other malignant neoplasms
B21.9 HIV disease resulting in unspecified malignant neoplasm
B22 Human immunodeficiency virus [HIV] disease resulting in
other specified diseases
B22.0 HIV disease resulting in encephalopathy HIV dementia
B22.1 HIV disease resulting in lymphoid interstitial pneumonitis
B22.2 HIV disease resulting in wasting syndrome HIV disease
resulting in failure to thrive Slim disease
B22.7 HIV disease resulting in multiple diseases classified
elsewhere
36
Note: For use of this category, reference should be made to the
morbidity or mortality coding rules and guidelines in Volume 2.
B23 Human immunodeficiency virus [HIV] disease resulting in
other conditions
B23.0 Acute HIV infection syndrome
B23.8 HIV disease resulting in other specified conditions
B24 Unspecified human immunodeficiency virus [HIV] disease
II.3 Epidemiologi
Perkiraan jumlah orang yang hidup dengan HIV/AIDS adalah 36,7
juta di seluruh dunia pada tahun 2016. Di Amerika Serikat, faktor risiko
penting untuk penyebaran HIV di kalangan anak muda adalah penggunaan
obat-obatan sebelum berhubungan seks, termasuk mariyuana, alkil nitrit,
kokain, dan ekstasi (Javadi, 2018). Faktor risiko lain yang terkait dengan
tertular infeksi HIV termasuk laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-
laki, praktik seksual yang tidak aman, penggunaan obat-obatan intravena,
penularan vertikal, dan transfusi darah atau produk darah, terutama setelah
terjadinya pandemi COVID-19 sangat menambah faktor penting tingkat
perburukan yang terjadi pada pasien dengan HIV baik pada fase awal maupun
kronik. (Britta, 2020).
II.4 Etiologi
Penyebab penyakit menular ini adalah human immunodeficiency
virus (HIV), yang dapat diklasifikasikan menjadi HIV-1 dan HIV-2. HIV-
1 lebih meluas dan ganas secara global, virus ini berasal dari Afrika
Tengah sedangkan HIV-2 jauh kurang ganas dibandingkan HIV-1 dan
virus ini berasal dari Afrika Barat. Antigen dari kedua virus tersebut
sangat mirip dengan virus immunodeficiency yang ditemukan terutama
pada primata. (Brew,2018)
37
II.5 Patogenesis
Penyebaran HIV-1 di seluruh dunia menunjukkan bahwa virus secara
efektif melawan kekebalan bawaan, adaptasi, dan intrinsik. Meskipun ukuran
genomnya sederhana (kurang dari 10 kb) dan sedikit gennya, HIV-1 unggul
dalam memanfaatkan jalur seluler sambil menetralkan dan bersembunyi dari
berbagai komponen sistem kekebalan. Khususnya, pemahaman kita tentang
patogenesis sering berasal dari studi virus subtipe B dan studi primata non-
manusia. Siklus hidup HIV-1 sangat kompleks dan durasi serta hasilnya
tergantung pada jenis sel target dan aktivasi sel.
Pada tahap awal, HIV-1 memperoleh akses ke sel tanpa menyebabkan
kerusakan mematikan segera tetapi proses masuknya dapat merangsang
kaskade sinyal intraseluler, yang pada gilirannya dapat memfasilitasi replikasi
virus. Dua molekul pada amplop HIV-1, glikoprotein eksternal (gp120) dan
protein transmembran (gp41), membentuk paku pada permukaan virion. 49
Selama proses masuk, gp120 menempel pada membran sel dengan terlebih
dahulu mengikat reseptor CD4+. Interaksi selanjutnya antara virus dan
koreseptor kemokin (misalnya, CCR5, CXCR4) memicu perubahan informasi
yang tidak dapat diubah. Peristiwa fusi yang sebenarnya terjadi dalam
beberapa menit dengan pembentukan pori, dan melepaskan inti virus ke
dalam sitoplasma sel. Setelah inti dibongkar, genom virus ditranskripsi balik
menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase virus itu sendiri.
Varian virus serupa dapat dihasilkan selama proses ini. Pada masa
infeksi, integrase protein virus bersama dengan enzim tubuh merusak DNA
inang dan memasukkan genom virus ke dalam domain DNA kromosom inang
yang kaya gen dan aktif secara transkripsi. Faktor pengikat integrase,
LEDGF/p75 (faktor pertumbuhan yang diturunkan dari epitel lensa),
memfasilitasi integrasi, yang menandai titik balik dengan mengubah sel
secara ireversibel menjadi penghasil virus potensial. Pada tahap akhir,
produksi partikel virus membutuhkan transkripsi yang digerakkan oleh host
dan juga virus sehingga pada tahap ini virus berhasil menginfasi DNA inang.
Protein virus diangkut dan berkumpul di dekat membran sel. Keluarnya virus
38
dari sel tidak melalui penghancuran melainkan mengambil keuntungan dari
jalur penyortiran vesikular (ESCRT-I, II, III), yang biasanya memediasi tunas
endosom menjadi badan multivesikular
Karena molekul sitoplasma sel produsen dan komponen dari lapisan
lipid permukaan selnya digabungkan ke dalam partikel virus baru, Virus baru
ini memiliki karakteristik seperti sel tempat mereka diproduksi. Molekul
inang yang tergabung dapat menentukan fenotipe virus dengan cara yang
beragam (misalnya, membentuk fitur replikatif pada siklus infeksi berikutnya
atau memediasi aktivasi imun sel pengamat).
Studi tentang kasus awal yang terjadi setelah HIV-1 menembus sawar
mukosa menunjukkan adanya periode awal di mana perbanyakan virus belum
terbentuk dan pertahanan host berpotensi mengendalikan ekspansi virus
namun bukti kuat untuk ini masih diperdebatkan karena cepat atau lambat
virus akan tetap menginvasi sel inang. Koreseptor penting untuk infeksi HIV-
1 adalah dua reseptor kemokin—CCR5 dan CXCR4. Terlepas dari rute
penularan, sebagian besar infeksi baru disebabkan oleh varian virus yang
bergantung pada penggunaan CCR5. Virus CXCR4-tropic umumnya muncul
pada tahap akhir infeksi dan telah dikaitkan dengan peningkatan patogenisitas
dan perkembangan penyakit.
Bukti kuat dari model primata non-manusia (misalnya, infeksi simian
immunodeficiency virus [SIV] pada kera rhesus) menunjukkan bahwa
penularan melalui vagina menyebabkan infeksi sejumlah kecil limfosit T
CD4+, makrofag, dan sel dendritik yang terletak di lamina propria. Jalur
potensial untuk transmisi virus melibatkan endositosis, transcytosis, dan
perlekatan virus ke reseptor lektin tipe-C mannose (misalnya, DC-SIGN)
yang terletak di sel dendritik dan makrofag. Replikasi awal terjadi di organ
limfa regional (misalnya, drainase kelenjar getah bening) dan terdiri dari
beberapa varian virus, dan mengarah pada amplifikasi primer sederhana.
Dengan migrasi limfosit T atau virion yang terinfeksi ke dalam aliran darah,
amplifikasi sekunder di saluran pencernaan, limpa, dan sumsum tulang
menghasilkan infeksi masif pada sel-sel yang rentan. Sehubungan sementara
39
dekat dengan puncak yang dihasilkan dari, gejala klinis dapat terwujud
selama primer infeksi HIV-1. Tingkat karakteristik viremia untuk fase kronis
infeksi pada individu (titik setel virus) berbeda dari viremia puncak dengan
satu atau dua kali lipat. Pengurangan ini sebagian besar dikaitkan dengan
tanggapan CD8+ spesifik HIV-1 tetapi keterbatasan sel target juga dapat
berperan. Populasi virus paling homogen pada awal setelah transmisi, tetapi
karena perbedaan karakteristik, virus terdiversifikasi dalam kompartemen
biologis yang berbeda berdasarkan paparan yang diterima virus (misalnya
antiretroviral), virus mutan yang resisten terhadap netralisasi antibodi, sel T
sitotoksik, atau obat antiretroviral dihasilkan dan diarsipkan dalam sel yang
berumur panjang untuk di duplikasi kembali (reservoir virus). 5 fase
transmisiinfeksi HIV dan AIDS yaitu:
1. Window Periode/Periode Jendela
Kondisi dimana seseorang sudah terinfeksi HIV tapi
tubuhnya belum memproduksi antibodi HIV, jika dites HIV akan
menunjukan non-reaktif/negative, tapi sebenarnya sudah terinfeksi,
HIV ini tidak langsung memperlihatkan gejala tertentu, sebagian
menunjukan gejala – gejala yang tidak khas seperti infeksi akut.
Sekitar 3 – 6 minggu setelah terkena virus HIV.Contoh : ruam,
pusing, demam, nyeri tenggorokan, tidak enak badan seperti orang
flu biasa.
2. Stadium 1/Asimtomatik (Tanpa Gejala)
Disini antibody HIV sudah terbentuk artinya walaupun
tidak ada gejala HIV tapi jika di tes HIV hasilnya sudah positif/re-
aktif atau kadang hanya sedikit pembengkakan pada kelenjar getah
bening. Periode ini bisa bertahan berfariasi setiap orang ada yang
8-10 tahun, ada yang jauh lebih cepat berprogresif ada yang sampai
15tahun. Setelah di stadium 1 jika tidak teridentifikasi dan tidak
dobati akan berlanjut ke HIV stadium 2.
3. Stadium 2
40
BB turun <10% + gejala penurunan system imun Pada
stadium ini mulai menunjukan beberapa gejala - gejala, berat badan
mulai turun tapi kurang dari 10% berat badan normal, mulai muncul
penyakit seperti ada jamur di kuku, sariawan yang tidak sembuh dan
berulang terjadi. Gejala awal yang menunjukan system imun
seseorang itu mulai menurun tapi belum terlalu parah namun jika
pada stadium ini belum juga teridentifikasi dan belum diobati maka
akan lanjut ke stadium 3.
4. Stadium 3
BB turun >10%, diare >1 bulan, demam >1 bulan jadi seperti
demam yang tidak berhenti walaupun sedah diberikan obat penurun
panas setelah efeknya hilang dan muncul lagi, kandidiasis oral/jamur
dimulut bahkan sampai muncul gejala TB paru ini semua adalah
penyakit disebabkan karena turunnya system pertahannan
tubuh/system imun. Kemudian jika tidak juga diobati maka akan
menuju HIV stadium 4.
5. Stadium 4: HIV Wasting Syndrome-AIDS
Tahap ini sudah masuk pada AIDS gejala yang dialami sudah
semakin parah, badan sudah sangat kurus, kulit berjamur, mulut
berjamur, kuku berjamur. Wasting syndrome artinya penurunan berat
badan lebih dari 30% selama kurang dari 2 bulan tanpa dikehendaki
II.6 Manifestasi Klinis
41
adanya peningkatan keparahan dan durasi merupakan indikasi prognosis yang
buruk. Gejala-gejala pada fase awal, adalah di bawah ini:
Kelelahan
Nyeri otot
Ruam kulit
Sakit kepala
Sakit tenggorokan
Nyeri sendi
Keringat malam
Diare
Infeksi HIV kronis dapat ditandai dengan baik tanpa AIDS atau dengan AIDS
dan dapat berkembang menjadi infeksi HIV lanjut:
o Ulkus bukal
o Kandidiasis vagina
o Herpes zoster
o Neuropati perifer
o Angiomatosis basiler
o Displasia serviks
o Gejala konstitusional
42
o Trombositopenik idiopatik
o Wasting syndrom
o Pneumonia berulang
o Kandidiasis
o Koksidioidomikosis
o Kriptokokosis, ekstrapulmoner
o Sarkoma kaposi
43
o Mycobacterium avium complex (MAC) atau Mycobacterium
kansasii , diseminata atau ekstrapulmoner
o Pneumocystis jirovecii
II.7 Diagnosis
Tes HIV harus mengikuti prinsip berupa 5 komponen dasar yang telah
disepakati secara global yaitu 5C (informed consent, confidentiality, counseling,
correct test results, connections to care, treatment and prevention services).
Prinsip 5C harus diterapkan pada semua model layanan testing dan konseling
HIV. (Kemenkes RI, 2019) Tes utama untuk mendiagnosis HIV dan AIDS
meliputi:
44
Meskipun hasil tes Anda mungkin negatif selama jendela ini, Anda mungkin
memiliki tingkat virus yang tinggi dan berisiko menularkan infeksi.
Tes di Rumah Satu-satunya tes di rumah yang disetujui oleh Food and
Drug Administration AS disebut Tes Akses Rumah Ekspres, yang dijual di
apotek.
Tes Air liur Sebuah kapas digunakan untuk mendapatkan air liur dari
bagian dalam pipi Anda. Pad ditempatkan dalam botol dan diserahkan ke
laboratorium untuk pengujian. Hasil tersedia dalam tiga hari. Hasil positif harus
dikonfirmasi dengan tes darah.
Viral Load Test Tes ini mengukur jumlah HIV dalam darah Anda.
Umumnya, ini digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan atau mendeteksi
infeksi HIV dini. Tiga teknologi mengukur viral load HIV dalam darah: reverse
transcription polymerase chain reaction (RT-PCR), DNA bercabang (bDNA) dan
nucleic acid sequence-based amplification assay (NASBA). Prinsip dasar dari tes
ini serupa. HIV dideteksi menggunakan sekuens DNA yang mengikat secara
khusus pada yang ada di dalam virus. Penting untuk dicatat bahwa hasil dapat
bervariasi antara tes.
Western Blot Ini adalah tes darah yang sangat sensitif yang digunakan
untuk mengkonfirmasi hasil tes ELISA yang positif.
Diagnosis infeksi HIV-1 didasarkan pada deteksi antibodi spesifik,
antigen, atau keduanya, dan banyak kit komersial tersedia. Tes serologis
umumnya digunakan untuk skrining. Skrining yang baisanya banyak di gunakan
karena efektif dan tersedia di semua tempat adalah antibodi HIV-1 rapid. Tes ini
mudah dilakukan dan memberikan hasil hanya dalam 20 menit, memungkinkan
pengumpulan spesimen dan diagnosis yang tepat pada kunjungan yang sama. Tes
cepat adalah alat penting untuk pengawasan, skrining, dan diagnosis, dan dapat
dilakukan dengan andal pada plasma, serum, darah lengkap, atau air liur oleh
penyedia layanan kesehatan dengan sedikit keahlian laboratorium. Dua
keterbatasan tes serologis ini adalah deteksi infeksi selama infeksi primer ketika
antibodi tidak dapat terdeteksi, dan pada bayi di bawah 18 bulan yang mungkin
mengandung antibodi HIV-1 dari ibu. Dalam kasus ini, deteksi virus langsung
45
adalah satu-satunya pilihan (misalnya, kuantifikasi RNA virus [standar] atau
antigen p24 dalam serum terdenaturasi [lebih murah]).
Untuk tujuan staging, diperlukan pengukuran sel CD4+ dan viremia. Viral
load plasma banyak digunakan untuk memantau keberhasilan terapi pada
pengobatan antiretroviral. Beberapa tes yang tersedia secara komersial
memberikan kuantifikasi sensitif salinan plasma HIV-1 RNA. Versi terbaru dari
pengujian Amplicor dan Quantiplex (Roche, Indianapolis, IN, USA, dan Bayer
Diagnostics, Walpole, MA, USA, masing-masing) telah mengatasi kinerja
suboptimal awal untuk subtipe non-B. 102Sementara viral load menentukan
tingkat penghancuran sistem kekebalan, jumlah sel CD4+ menunjukkan tingkat
imunodefisiensi dan, oleh karena itu, digunakan untuk menilai tahap infeksi.
Jumlah CD4+ bersama dengan manifestasi klinis (misalnya, terjadinya infeksi
oportunistik) adalah kriteria kunci untuk klasifikasi penyakit HIV-1. Analisis flow
cytometry adalah metode standar untuk kuantifikasi sel CD4+.
Metode standar untuk mengukur viral load dan jumlah CD4+ memerlukan
infrastruktur laboratorium yang canggih, dan pengujian memerlukan spesimen
untuk diuji dalam waktu yang singkat setelah dikumpulkan. Persyaratan ini
menimbulkan tantangan untuk pengaturan terbatas sumber daya. Penggunaan
spesimen bercak darah kering telah mengatasi beberapa kesulitan yang terkait
dengan transportasi sampel yang diperlukan untuk penilaian virologi. Pengukuran
aktivitas transkriptase terbalik dalam sampel plasma, penyederhanaan metode
amplifikasi gen (misalnya, teknologi Taqman), dan kuantifikasi kertas-strip (tes
dipstick) mungkin memberikan alternatif hemat biaya untuk masa depan.
Demikian pula sistem berbasis aliran mikrokapiler, chip CD4+, atau
jumlah putih total (panleucocyte gating) memberikan alternatif untuk penetapan
tingkat defisiensi imun di rangkaian terbatas sumber daya.
II.8 Diagnosis Banding
1. Wasting Syndrome
2. Hepatitis
3. Infeksi HIV akut
4. HIV/AIDS
46
II.9 Tatalaksana
Pengobatan antiretroviral adalah pilihan terbaik untuk penekanan virus
jangka panjang untuk morbiditas dan mortalitas pasien. Namun, saat ini tidak ada
obat untuk memberantas infeksi HIV-1 sehingga pengobatan seumur hidup
mungkin sangat diperlukan untuk di edukasi kepada pasien.
20 dari 21 obat antiretroviral yang saat ini disetujui oleh Food and Drug
Administration Amerika Serikat membantu untuk menghambat transkriptase balik
virus atau protease terhadap sel inang. Antiretroviral menghambat replikasi virus
setelah masuk sel tetapi dengan catatan sebelum terjadinya integrasi antara virus
dan DNA. Tablet kombinasi dosis tetap diperlukan dalam pengobatan dengan
mengurangi beban pil harian, dan obat dengan waktu paruh yang panjang
memungkinkan pemberian dosis sekali atau dua kali sehari. Delapan protease
inhibitor mencegah pematangan virion yang menghasilkan produksi partikel tidak
menular. Darunavir yang baru-baru ini disetujui penggunaannya (Juni 2006)
adalah yang pertama di kelasnya yang mempertahankan aktivitas melawan virus
dengan mengurangi kelemahan terhadap protease inhibitor. Senyawa yang telah
dirancang untuk menghambat virus yang resisten sangat dibutuhkan karena
banyak pasien yang dirawat selama beberapa dekade terakhir menyimpan strain
virus dengan resisten tinggi terhadap antiretroviral yang ada di pasaran sedangkan
tidak semua obat antiretroviral tersedia di berbagai negara.
47
Menurut Kemenkes RI 2019 Sesudah dinyatakan HIV positif, dilakukan
pemeriksaan CD4 dan deteksi penyakit penyerta serta infeksi oportunistik.
Pemeriksaan CD4 digunakan untuk menilai derajat imunodefisiensi dan
48
juga harus dapat digunakan bersama obat yang digunakan untuk berbagai ko-
infeksi dan komorbiditas yang umumnya ditemukan pada ODHA.
Pada panduan ini, ARV diindikasikan pada semua ODHA berapapun
jumlah CD4-nya. Selama ini pemberian ARV seringkali dianggap sebagai
pengobatan yang tidak harus dilakukan segera. Telaah sistematik menunjukkan
bahwa sekitar 20-30% pasien yang mempunyai indikasi memulai ARV ternyata
terlambat atau bahkan tidak memulai terapi ARV. Proses yang panjang dan rumit,
waktu tunggu yang lama, dan kunjungan klinik berulang sebelum memulai ARV,
merupakan alasan utama dari keterlambatan atau keputusan untuk tidak memulai
ARV.
Sebelum memutuskan untuk memulai ARV, kesiapan ODHA harus selalu
dipastikan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa memastikan kepatuhan yang baik
sejak fase awal pengobatan ARV sangat penting untuk menentukan keberhasilan
terapi jangka panjang. Berbagai studi menunjukkan pada daerah dengan sumber
daya terbatas, faktor utama yang berpengaruh pada kepatuhan terapi adalah
kesiapan memulai ARV selain obat gratis dan kemudahan menggunakan ARV.
Beberapa ODHA tidak mempunyai akses untuk pengetahuan tentang HIV yang
akurat, efektivitas terapi ARV, dan berbagai tantangan yang akan dihadapi supaya
tetap patuh pada pengobatan. Karena itu, diperlukan konseling untuk memastikan
pengetahuan ODHA tentang ARV, termasuk penggunaan seumur hidup, efek
samping yang mungkin terjadi, bagaimana memonitor ARV, dan kemungkinan
terapi selanjutnya jika terjadi kegagalan, pada saat sebelum memulai terapi ARV
dan saat diperlukan obat tambahan sesudah memulai ARV.
Tanpa terapi ARV, sebagian besar ODHA akan menuju imunodefisiensi
secara progresif yang ditandai dengan menurunnya kadar CD4, kemudian
berlanjut hingga kondisi AIDS dan dapat berakhir kematian. Tujuan utama
pemberian ARV adalah untuk mencegah morbiditas dan mortalitas yang
berhubungan dengan HIV. Tujuan ini dapat dicapai melalui pemberian terapi
ARV yang efektif sehingga kadar viral load tidak terdeteksi. Lamanya supresi
virus HIV dapat meningkatkan fungsi imun dan kualitas hidup secara
keseluruhan, menurunkan risiko komplikasi AIDS dan non- AIDS dan
49
memperpanjang kesintasan. Tujuan kedua dari pemberian terapi ARV adalah
untuk mengurangi risiko penularan HIV.
Inisiasi ARV dini terbukti berguna untuk pencegahan, bermanfaat secara
klinis, meningkatkan harapan hidup, dan menurunkan insidens infeksi terkait HIV
dalam populasi. Pemulihan kadar CD4 berhubungan langsung dengan kadar CD4
saat memulai ARV. Sebagian besar individu yang memulai terapi pada saat kadar
CD4 <350 sel/μL tidak pernah mencapai kadar CD4 >500 sel/μL setelah
pengobatan ARV selama 6 tahun. Orang dengan HIV AIDS yang memulai terapi
ARV pada nilai CD4 <350 sel/μL mempunyai harapan hidup yang lebih pendek
dibandingkan dengan orang yang memulai pada nilai CD4 yang lebih tinggi.
II.10 Komplikasi
Menurut Kemenkes RI 2019 komplikasi yang disebabkan karena infeksi
HIV memperlemah system kekebalan tubuh, yang dapat menyebabkan penderita
banyak terserang infeksi dan juga kanker tertentu. Infeksi umum terjadi pada
HIV/AIDS antara lain:
1. Tuberculosis (TB)
Tuberkulosi pada pasien HIV sering ditemukan. Jika dilihat dari
manifestasi klinis atau gejala maka sama antara pasien normal dan
penderita HIV namun perlu penekanan bahwah pada pasien HIV
seringkali tidak menemukan gejala batuk. Juga tidak ditemukan adanya
kuman BTA pada pasien – pasien yang HIV positif karena adanya
penekanan imun sehingga dengan CD4 yang rendah membuat tubuh tidak
mampu untuk membentuk adanya granuloma/ suatu proses infeksi
didalam paru yang kemudian tidak bermanifes dan tidak menyebabkan
adanya dahak. Namun penderita HIV yang yang memiliki kuman TB
sangat berisiko sepuluh kali untuk terkena Tuberculosis terutama pada
pendrita HIV/AIDS yang memiliki sel CD4 dibawah 200.
2. Infeksi Oportunistik di Otak
Disebabkan oleh berbagai macam kuman misalnya Toksoplasma yaitu
suatu parasit atau oleh jamur meningitis criptococus, infeksi Tuberculosis
(TB).
50
3. Dimensia HIV
Demensia atau gangguan memori pada pasien HIV disebabkan oleh
proses infeksi HIV itu sendiri didalam otak yang menimbulkan
berbagai reaksi peradangan diotak sehingga manifestasinya adalah
pasien mengeluh sering lupa dan mengalami kesulitan untuk melakukan
ativitas harian akibat memori jangka pendeknya terganggu. Deminsia
HIV merupakan suatu keadaan yang harus didiagnosis karena penyakit
ini jika terjadi pada seorang pasien HIV dapat mengganggu pengobatan,
pasien akan lupa untuk minum obat.
4. Meningitis
Pasien dengan gejala meningitis paling sering dengan 4 tanda dan
keluhan nyeri kepala, panas badan, kemudian penurunan kesadaran dan
juga adanya kaku kuduk.
5. Hepatitis C
Pasien HIV dengan hepatitis C biasanya terjadi pada pasien HIV akibat
Injection Drug User (IDU). Gejala awal yang dirasakan yaitu mudah
lelah, tidak nafsu makan dan bisa tibul mata yang kuning lalu kemudian
perut membuncit, kaki bengkak dan gangguan kesadaran. Pasien HIV
dengan hepatitis kemungkinan lebih besar untuk terjadi penyakit
kronik/hepatitis kronik jka tidak diobati maka akan terjadi serosis hati,
setelah itu bisa menjadi kanker hati yang akan menimbulkan kematian.
6. Koinfeksi sifilis dan HIV
Biasanya terjadi pada pasien Male Sex Male (MSM) yang terinfeksi HIV,
sifilis adalah suatu infeksi menular seksual yang disebabkan oleh karena
bakteri Treponemapalidum.Bakteri ini dapat meyerang sistemik, awalnya
melakukan infeksi lokal pada tempat kontak seksual bisa di oral, genetal
ataupun di anus dan kemudian berkembang menimbulkan gejala ulkus
kelamin. Koinfeksi HIV menyebabkan manifestasi klinis sifilis menjadi
lebih berat yang disebut Sifilis Maligna, meyebar luas ke seluruh badan
sampai ke mukosa.
51
II.11 Prognosis
Tanpa pengobatan, infeksi HIV berkembang menjadi AIDS dalam waktu
sekitar 10 tahun, dengan kematian mengikuti dalam waktu tiga tahun setelah
timbulnya AIDS. Dengan pengobatan yang tepat, seorang anak berusia 20 tahun
dengan infeksi HIV dapat berharap untuk hidup hingga mencapai usia 71 tahun.
Peningkatan drastis dalam harapan hidup ini menekankan perlunya diagnosis dan
pengobatan dini. Selain itu, dengan rejimen dan pedoman pengobatan yang lebih
baru, ada banyak alasan untuk berpikir bahwa harapan hidup akan terus
meningkat pada pasien yang dapat menerima pengobatan yang tepat. Ada
beberapa faktor yang menurunkan harapan hidup, termasuk penggunaan obat-
obatan terlarang dan kondisi lain yang menyertai seperti hepatitis kronis . (CDC,
2019).
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien adalah seorang wanita berusia 22 tahun datang kerumah sakit pada
tanggal 20 september 2021. Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan
bahwa pasien datang dengan keluhan lemas sejak pagi sebelum di bawa ke rumah
52
sakit, pasien dikatakan mengalami penurunan nafsu makan dan minum sejak 7
hari sebelum dibawa ke rumah sakit. Pasien juga dikeluhkan penurunan berat
badan yang signifikan selama kurang dari 3 bulan, pasien terdapat candidiasis atau
jamur pada lidah.
pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang Imunoserologi HIV dan
hasilnya Reaktif. Infeksi dari virus ini dapat menyebabkan Acquired Immuno
deficiency Syndrome (AIDS) yang merupakan tahap terakhir dari penyakit HIV.
Dua sampai empat minggu setelah HIV masuk ke dalam tubuh, pasien mungkin
mengeluhkan gejala infeksi primer namun sangat minim kasus yang ditemukan
pada fase awal infeksi HIV (Brew, 2018).
Pasien juga mengeluhkan penurunan berat badan yang signifikan kurang
dari 2 bulan, ini menandakan pasien sudah terjadi pada stadium 4 yaitu sudah
masuk pada AIDS gejala yang dialami sudah semakin parah, badan sudah sangat
kurus, kulit berjamur, mulut berjamur, kuku berjamur. Wasting syndrome artinya
penurunan berat badan lebih dari 30% selama kurang dari 2 bulan tanpa
dikehendaki
Pasien mengeluhkan sakit kepala yang tidak dapat ditahan, kemudian
dilakukan pemeriksaan imunoserologi cairan otak yang hasilnya positif terdapat
infeksi parasit Toxoplasma IgG. Ini menandakan bahwa pada pasien terjadi
infeksi berupa infeksi oportunistik akibat dari turunnya sistem imun tubuh. Pada
pasien sudah pada tahap AIDS yang didefinisikan sebagai jumlah CD4 <200
sel/mikroL atau adanya kondisi terdefinisi AIDS terlepas dari jumlah
CD4. Kondisi terdefinisi AIDS berhubungan dengan Infeksi oportunistik dan
keganasan yang terjadi lebih sering atau lebih parah sebagai akibat dari
imunosupresi.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah lengkap dan
imunoserologi pada tanggal 20/09/2021 didapatkan hasil pada pemeriksaan
hematologi adanya penurunan kadar sel darah putih. Penurunan kadar sel darah
putih dalam darah mendukung dengan kondisi HIV. Pada hasil hematologi (CD4
& CD8) pasien, kadar hasil CD4 11 yang normalnya terdapat 404 – 1,612 sel, ini
menandakan dari infeksi HIV/AIDS tahap lanjut didefinisikan sebagai jumlah
53
CD4 <50 sel/mikroL dan memiliki prognosis yang sangat buruk bagi pasien,
dikarenakan tingkat terjadinya komplikasi dan infeksi sekunder lain sangat tinggi.
BAB IV
PENUTUP
Pasien berusia 22 tahun datang ke igd dengan keluhan utama mual disertai
muntah sejak 7 hari SMRS. Mual dirasakan secara tiba-tiba dan diikuti dengan
muntah. Keluhan tersebut dirasakan secara terus menerus dan tidak membaik
dengan istirahat. Muntah terjadi lebih dari 4 kali salam sehari. Pasien mengatakan
Mual dan muntah semakin sering apabila pasien mengkonsumsi makanan dan
54
minuman sehingga membuat pasien mengalami penurunan nafsu makan. Pasien
juga mengatakan mengalami penurunan berat badan sejak 3 bulan yang lalu tanpa
sebab yang pasti. Pasien mengatakan nyeri pada bagian ulu hati, nyeri dirasakan
muncul bersamaan dengan keluhan mual dan muntah, nyeri ulu hati dirasakan
secara terus menerus, tidak membaik dengan makan ataupun istirahat, Pasien juga
mengalami sakit pada seluruh bagian kepala sejak 2 minggu yang lalu, keluhan
dirasakan secara terus menerus, tidak membaik dengan istirahat. Pasien
mengatakan seluruh keluhan tersebut membuat pasien tidak dapat beraktifitas
normal sebagaimana mestinya.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis HIV/AID wasting sindrom dengan infeksi
oportunistik Toxoplasma gondi pada pemeriksaan cairan kepala.
55
DAFTAR PUSTAKA
Brew BJ, Garber JY. Sekuele neurologis dari infeksi HIV primer. Handb Clinic
Neurol. 2018; 152 :65-74.
Capriotti T. HIV/AIDS: An Update for Home Healthcare Clinicians. Home
Healthc Now. 2018 Nov/Dec;36(6):348-355.
Javadi S, Menias CO, Karbasian N, Shaaban A, Shah K, Osman A, Jensen CT,
Lubner MG, Gaballah AH, Elsayes KM. HIV-related Malignancies and
Mimics: Imaging Findings and Management. Radiographics. 2018 Nov-
Dec;38(7):2051-2068.
Zhu F, Cao Y, Xu S, Zhou M. Co‐infection of SARS‐CoV‐2 and HIV in a patient
in Wuhan city, China [published online ahead of print March 11, 2020]. J
Med Virol. 10.1002/jmv.25732
Britta Jewell, Edinah Mudimu, John Stover, Debra ten Brink, Andrew N Phillips.
Potential effects of disruption to HIV programmes in sub-Saharan Africa
caused by COVID-19: results from multiple mathematical models. Lancet
HIV.2020.
Laporan Situasi Perkembangan HIV AIDS dan PIMS di Indonesia, Triwulan IV
Tahun 2019.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI, 2020
WHO HIV update, Global Summary Web, World Health Organization, 2019
56