Disusun oleh :
Moammar Rizky Farhan
1710070100035
Preseptor :
dr. Yostila Derosa ,Sp.PD
SMF INTERNE
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M.NATSIR SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
SOLOK
2021
KATA PENGANTAR
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................5
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................5
1.2 Tujuan Penulisan..................................................................................................6
1.3 Manfaat Penulisan................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................6
2.1 HIV......................................................................................................................7
2.1.1 Definisi..............................................................................................................7
2.1.2 Epidemiologi.....................................................................................................7
2.1.3 Etiologi..............................................................................................................7
2.1.4 Patogenesis......................................................................................................10
2.1.5 Menifestasi Klinis...........................................................................................12
2.1.6 Diagnosis........................................................................................................13
2.1.7 Diagnosis Banding..........................................................................................15
2.1.8 Penatalaksanaan..............................................................................................15
2.1.9 Komplikasi......................................................................................................16
2.1.10 Pencegahan...................................................................................................16
2.1.11 Prognosis.......................................................................................................19
2.2 Anemia...............................................................................................................20
2.2.1 Definisi............................................................................................................20
2.2.2 Epidemiologi.....................................................................................................7
2.2.3 Etiologi & Patofisiologi..................................................................................20
2.2.4 Faktor Resiko..................................................................................................20
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................21
2.2.6 Klasifikasi.......................................................................................................21
2.2.7 Definisi Tuberkulosis......................................................................................22
2.2.8 Epidemiologi...................................................................................................22
2.2.9 Etiologi dan Patofisiologi...............................................................................22
2.2.10 Faktor Resiko................................................................................................23
2.2.11 Pemeriksaan Penunjang................................................................................23
2.2.12 Klasifikasi.....................................................................................................24
2.3 Definisi BP.........................................................................................................25
2.3.1 Gejala BP........................................................................................................25
2.3.2 Etiologi & Faktor Resiko................................................................................25
2.3.3 Diagnosis........................................................................................................25
2.3.4 Penanganan & Penatalaksanaan......................................................................26
BAB III LAPORAN KASUS......................................................................................27
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................35
3.1 KESIMPULAN..................................................................................................35
Daftar Pustaka.............................................................................................................36
BAB I
PENDAHULUAN
HIV adalah penyakit menular pembunuh nomor satu di dunia. Menurut data dari
World Health Organization (WHO) tahun 2017 menyatakan bahwa 940.000 orang
meninggal karena HIV. Ada sekitar 36,9 juta orang yang hidup dengan HIV pada
akhir tahun 2017 dengan 1,8 juta orang menjadi terinfeksi baru pada tahun 2017
secara global. Lebih dari 30% dari semua infeksi HIV baru secara global diperkirakan
terjadi di kalangan remaja usia 15 hingga 25 tahun. Diikuti dengan anak-anak yang
terinfeksi saat lahir tumbuh menjadi remaja yang harus berurusan dengan status HIV
positif mereka. Menggabungkan keduanya, ada 5 juta remaja yang hidup dengan HIV
(WHO, 2017). Pada tahun 2017, angka kejadian Infeksi HIV dan AIDS baru pada
remaja di ASIA dan Pasifik menunjukkan bahwa terdapat 250.000 remaja yang
menderita HIV dan AIDS. Infeksi HIV baru telah mengalami penurunan sebesar 14%
sejak tahun 2010. Ada penurunan 39% orang meninggal karena HIV & AIDS.1
Menurut data Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Kemenkes RI menyatakan bahwa jumlah kasusu HIV dari tahun 2005 sampai dengan
tahun 2017 mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kasus HIV 2 di Indonesia pada
tahun 2016 tercatat 41.250 kasus dan data terakhir hingga Desember 2017 tercatat
48.300 kasus. Sedangkan kasus AIDS di Indonesia pada tahun 2016 tercatat 10.146
kasus dan data terakhir hingga Desember 2017 tercatat 9.280 kasus. Presentase
infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69,2%), diikuti
kelompok umur 20-24 tahun (16,7%), kelompok umur ≥50 tahun (7,6%), kelompok
umur 15-19 tahun sebesar 4%, dan umur <15 tahun sebesar 2,5%.2
Kejadian HIV mengalami peningkatan sementara untuk kejadian AIDS
mengalami penurunan. Adanya penurunan tersebut bukan berarti HIV dan AIDS
merupakan penyakit yang tidak berbahaya lagi. Mengingat dalam kasus ini berlaku
Teori Ice Berg atau sering disebut juga Teori Gunung Es, artinya bahwa angka-angka
yang tersaji dari sumber adalah 25% dari fakta yang ada dan 75% lainnya
tersembunyi karena berbagai macam faktor.3
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sel darah
putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh
manusia. Orang yang dalam darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan
belum tentu membutuhkan pengobatan. Acquired Immune Deficiency
Syndrome atau AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena
kekebalan tubuh yang menurun yang disebabkan oleh infeksi HIV.4
2.1.2 Epidemiologi
Sindrom AIDS pertama kali dilaporkan dari Amerika Serikat pada tahun
1981. Sejak saat itu jumlah Negara yang melaporkan kasus AIDS meningkat yaitu 8
negara pada tahun 1981 ada 53 negara, dan 153 pada tahun 1996, begitu pula halnya
dengan jumlah kasus AIDS meningkat cepat, pada tahun 1981 sebanyak 185 kasus
menjadi 237.100 kasus pada tahun 1990 dan tahun 2013 sebanyak 35,3 juta kasus.
Menurut para ahli epidemiologi Internasional, di Amerika Serikat dan Eropa bagian
Utara epidemi terutama terdapat pada pria yang berhubungan seksual dengan pria,
sementara di Eropa bagian Selatan dan Timur, Vietnam, Malaysia, India Timur Laut,
dan Cina insidensi tertinggi adalah pada pengguna obat suntik. Di Afrika, Amerika
Selatan dan sebagian besar Negara di Asia Tenggara jalur penularan yang dominan
adalah secara heteroseksual dan vertical. Di Indonesia kajian tentang kecenderungan
epidemi HIV/AIDS memproyeksikan pada peningkatan upaya penanggulangan yang
bermakna, maka pada tahun 2012 jumlah kasus HIV/ AIDS ada 39 ribu jiwa,
sementara itu 3.541 kasus baru muncul pada Januari- September 2012, dengan
kematian 100.000 orang dan pada tahun 2015 menjadi 1.000.000 orang dengan
kematian 350.000 orang. Penularan dari sub- populasi berperilaku berisiko kepada
istri atau pasangannya akan terus berlanjut.4
Menurut data Kemenkes RI (2015), pada tahun 2010-2012 Jumlah kasus baru
HIV positif di Indonesia cukup stabil, kemudian pada tahun 2013 dan 2014 kembali
mengalami peningkatan secara signifikan. Pada tahun 2010 jumlah kasus baru HIV
positif sebesar 21.591 kasus kemudian meningkat secara signifikan pada tahun 2014
yaitu sebesar 32.711 kasus baru. Peningkatan jumlah kasus baru AIDS selalu terjadi
setiap tahunnya, hingga puncaknya pada tahun 2013 tercatat 10.163 kasus kemudian
terjadi penurunan jumlah kasus baru pada tahun 2014 yaitu sebesar 5.494 kasus
dengan jumlah kumulatif kasus AIDS sampai dengan akhir 2014 sebesar 65.790
kasus.5
2.1.3 Etiologi
Penyebab terjadinya AIDS berasal dari infeksi virus HIV. Virus ini dahulu
disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (Human T Lympotrophic Virus III /
HTLVIII) atau virus limfadenopati, adalah suatu retrovirus manusia dari famili
lentivirus. Terdapat dua tipe virus HIV yang sudah teridentifikasi berdasarkan
susunan genom dan hubungan filogeniknya, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang keduanya
memiliki penyebaran epidemiologis yang berbeda. Virus HIV-1 merupakan tipe yang
paling umum dan virulen menginfeksi manusia dimana 12 sebanyak 90% kejadian
infeksi HIV yang terjadi di dunia berasal dari HIV-1.6
5 fase transmisiinfeksi HIV dan AIDS yaitu:
1. Window Periode/Periode Jendela
Kondisi dimana seseorang sudah terinfeksi HIV tapi tubuhnya belum
memproduksi antibodi HIV, jika dites HIV akan menunjukan non-reaktif/negative,
tapi sebenarnya sudah terinfeksi, HIV ini tidak langsung memperlihatkan gejala
tertentu, sebagian menunjukan gejala – gejala yang tidak khas seperti infeksi akut. 9
Sekitar 3 – 6 minggu setelah terkena virus HIV.Contoh : ruam, pusing, demam, nyeri
tenggorokan, tidak enak badan seperti orang flu biasa.
2. Stadium 1/Asimtomatik (Tanpa Gejala)
Disini antibody HIV sudah terbentuk artinya walaupun tidak ada gejala HIV
tapi jika di tes HIV hasilnya sudah positif/re-aktif atau kadang hanya sedikit
pembengkakan pada kelenjar getah bening. Periode ini bisa bertahan berfariasi setiap
orang ada yang 8-10 tahun, ada yang jauh lebih cepat berprogresif ada yang sampai
15 tahun. Setelah di stadium 1 jika tidak ketahuan dan tidak dobati akan berlanjut ke
HIV stadium 2.
3. Stadium 2: BB turun <10% + gejala penurunan system imun
Pada stadium ini mulai menunjukan beberapa gejala - gejala, berat badan
mulai turun tapi kurang dari 10% berat badan normal, mulai muncul penyakit –
penyakit seperti ada jamur di kuku, sariawan yang tidak sembuh – sembuh dan
berulang – ulang terjadi. Gejala awal yang menunjukan system imun seseorang itu
mulai menurun tapi belum terlalu parah namun jika pada stadium ini belum juga
ketahuan dan belumdiobati maka akan lanjut ke stadium 3.
4. Stadium 3
BB turun >10%, diare >1 bulan, demam >1 bulan jadi seperti demam yang
tidak berhenti walaupun sedah diberikan obat penurun panas setelah efeknya hilang
dan muncul lagi, kandidiasis 10 oral/jamur dimulut bahkan sampai muncul gejala TB
paru ini semua adalah penyakit disebabkan karena turunnya system pertahannan
tubuh/system imun. Kemudian jika tidak juga diobati maka akan menuju HIV
stadium 4.
5. Stadium 4
: HIV Wasting Syndrome-AIDS Tahap ini sudah masuk pada AIDS gejala
yang dialami sudah semakin parah, badan sudah sangat kurus, kulit berjamur, mulut
berjamur, kuku berjamur. Wasting syndrome artinya hanya tinggal kulit dan tulang.
2.1.4 Patogenesis
Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah, semen dan
sekret vagina. Human Immunodeficiency Virus (HIV) tergolong retrovirus yang
mempunyai materi genetik RNA yang mampu menginfeksi limfosit CD4 (Cluster
Differential Four), dengan melakukan perubahan sesuai dengan DNA inangnya.
Virus HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai
antigen CD4 terutama limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur
dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus juga dapat menginfeksi sel
monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar
limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia
otak. Virus yang masuk kedalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi
sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri.
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral akut atau
Acute Retroviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh penurunan jumlah CD4 dan
peningkatan kadar RNA HIV dalam plasma. CD4 secara perlahan akan menurun
dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5
tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load (jumlah virus HIV
dalam darah) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan pada fase akhir penyakit
akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti timbulnya infeksi
oportunistik, berat badan turun secara cepat dan muncul komplikasi neurulogis. Pada
pasien tanpa pengobatan ARV, rata-rata kemampuan bertahan setelah CD4 turun <
200/mm3 adalah 3,7 tahun.6
Gambar 2. Patofisiologi HIV
2.1.5 Menifestasi Klinis
Acquired Immunodeficiency Sindrom (AIDS) memiliki beragam manifestasi
klinis dalam bentuk keganasan dan infeksi opurtunistik. Jenis keganasan yang paling
sering dijumpai pada keganasan lain yang pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang
terinfeksi HIV adalah myeloma multipel, leukemia limfositik akut sel B, limfoma
limfoblastik T, penyakit Hodgkin, karsinoma anus, karsinoma sel skuamosa di lidah,
karsinoma adenoskuamosa paru, adenokarsinoma kolon dan pankreas, kanker serviks,
dan kanker testis. Pasien AIDS rentan terhadap terhadap infeksi protozoa, bakteri,
fungus, dan virus. Pneumonia Pnuemocytis Carinii (PPC) adalah infeksi serius yang
paling sering dijumpai dengan gejala panas yang pendek, sesak nafas, batuk, nyeri
dada, dan demam. Hal ini hampir serupa tanda dan gejalanya dengan pasien AIDS
yang disertai Tuberkulosis (TB) karena Mycobacterium tuberculosis. Infeksi lainnya
seperti fungus antara lain kandidiasis, kriptokokosis, dan histoplasmosis. Infeksi
opurtunistik yang disebabkan oleh virus sangat beragam dan merupakan penyebab
semakin parahnya patologi yang terjadi.7
2.1.6 Diagnosis
1) Tiga hasil pemeriksaan serologis dengan tiga metode atau reagen berbeda
menunjukkan hasil reaktif. Atau,
Setelah diagnosis HIV, direkomendasikan untuk mengukur jumlah CD4; skrining TB,
hepatitis B, hepatitis C, IMS, penyakit komorbid; tes antigen koinfeksi jika CD4 <
sama dengan 100 sel/mm3. HIV dengan koinfeksi harus ditata laksana secara
komprehensif berkesinambungan.7
2.1.7 Diagnosis Banding
2.1.8 Penatalaksanaan
Menurut Budhy, 2017 komplikasi yang disebabkan karena infeksi HIV memperlemah
system kekebalan tubuh, yang dapat menyebabkan penderita banyak terserang infeksi
dan juga kanker tertentu. Infeksi umum terjadi pada HIV/AIDS antara lain:
1. Tuberculosis (TB)
Tuberkulosi pada pasien HIV sering ditemukan. Jika dilihat dari manifestasi klinis
atau gejala maka sama antara pasien normal dan penderita HIV namun perlu
penekanan bahwah pada pasien HIV seringkali tidak menemukan gejala batuk. Juga
tidak ditemukan adanya kuman BTA pada pasien – pasien yang HIV positif karena
adanya penekanan imun sehingga dengan CD4 yang rendah membuat tubuh tidak
mampu untuk membentuk adanya granuloma/ suatu proses infeksi didalam paru yang
kemudian tidak bermanifes dan tidak menyebabkan adanya dahak. Namun penderita
HIV yang yang memiliki kuman TB sangat berisiko sepuluh kali untuk terkena
Tuberculosis terutama pada pendrita HIV/AIDS yang memiliki sel CD4 dibawah 200.
2. Masalah di Otak
Pasien HIV seringkali mengalami masalah diotak. Masalah diotak yang sering
dijumpai pada pasien HIV dibagi menjadi 2 :
Disebabkan oleh berbagai macam kuman misalnya Toksoplasma yaitu suatu parasit
atau oleh jamur meningitis criptococus, infeksi Tuberculosis (TB).
b. Dimensia HIV/lupa atau gangguan memori pada pasien HIV
Disebabkan oleh proses infeksi HIV itu sendiri didalam otak yang menimbulkan
berbagai reaksi peradangan diotak sehingga manifestasinya adalah pasien mengeluh
sering lupa dan mengalami kesulitan untuk melakukan ativitas harian akibat memori
jangka pendeknya terganggu. Deminsia HIV merupakan suatu keadaan yang harus
didiagnosis karena penyakit ini jika terjadi pada seorang pasien HIV dapat
mengganggu pengobatan, pasien akan lupa untuk minum obat.
3. Meningitis
Pasien dengan gejala meningitis paling sering dengan 4 tanda dan keluhan nyeri
kepala, panas badan, kemudian penurunan kesadaran dan juga adanya kaku kuduk.
4. Hepatitis C
Pasien HIV dengan hepatitis C biasanya terjadi pada pasien HIV akibat Injection
Drug User (IDU). Gejala awal yang dirasakan yaitu mudah lelah, tidak nafsu makan
dan bisa tibul mata yang kuning lalu kemudian perut membuncit, kaki bengkak dan
19 gangguan kesadaran. Pasien HIV dengan hepatitis kemungkinan lebih besar untuk
terjadi penyakit kronik/hepatitis kronik jka tidak diobati maka akan terjadi serosis
hati, setelah itu bisa menjadi kanker hati yang akan menimbulkan kematian.
Biasanya terjadi pada pasien Male Sex Male (MSM) yang terinfeksi HIV, sifilis
adalah suatu infeksi menular seksual yang disebabkan oleh karena bakteri
Treponemapalidum.Bakteri ini dapat meyerang sistemik, awalnya melakukan infeksi
lokal pada tempat kontak seksual bisa di oral, genetal ataupun di anus dan kemudian
berkembang menimbulkan gejala ulkus kelamin. Koinfeksi HIV menyebabkan
manifestasi klinis sifilis menjadi lebih berat yang disebut Sifilis Maligna, meyebar
luas ke seluruh badan sampai ke mukosa.
2.1.10 Pencegahan
2) Be faithful (setia) yaitu : Setia pada pasangan, hubungan seksual hanya dilakukan
pada pasangannya (suami atau isteri sendiri).
1) Drugs Tidak menggunakan narkoba karena saat sakau tidak ada pengguna narkoba
yang sadar kesterilan jarum suntik, dengan cara bergantian pemakaianya apa lagi
diantara salah satu pengguna jarum tersebut terjangkit Human Immunodeficiency
Virus (HIV), tentunya akan tertularkan ke pengguna yang lain (pecandu).
2) Equipment Sterilisasi jarum suntik dan alat yang melukai kulit seperti tindik,
ditato, tidak menggunakan pisau cukur bekas dan sikat gigi bersama orang lain. Tidak
menggunakan narkoba suntikan atau pemakaiannya segera dihentikan dan megikuti
pemulihan.
Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui empat cara yaitu mulai
saat hamil, saat melahirkan, dan setelah lahir. Penggunaan antiretroviral selama
kehamilan, pengunan antiretroviral saat persalinan dan bayi yang baru dilahirkan,
penggunaan obstetric selama persalinan, penatalaksanaan selama menyusui.
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load rendah sehingga jumlah virus yang
ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Persalinan
sebaiknya dipilih dengan metode sectio caesaria karena terbukti mengurangi risiko
penularan dari ibu ke bayi sampai 80%. Bila bedah caesar selektif disertai pengunaan
terapi antiretroviral, maka risiko dapat diturunkan sampai 87%. Walaupun demikian
bedah caesar juga mempunyai risiko karena imunitas ibu yang rendah sehingga
terjadi keterlambatan penyembuhan luka bahkan bisa terjadi kematian waktu
operasi.8-9
2.1.11 Prognosis
Anemia didefinisikan dengan nilai hemoglobin (Hb) <13 g/dl pada laki – laki
dan <12 g/dl pada perempuan usia subur. Anak dikatakan mengalami anemia jika
didapatkan nilai Hb <11 g/dl pada usia 12-59 bulan atau <12 g/dl pada usia 6-12
tahun.10-13
2.2.2 Epidemiologi
Anemia terjadi pada 24,8% warga dunia. Prevalensi anemia terjadi pada
47,4% anak di bawah usia sekolah, 25,4% anak usia sekolah, 30,2% perempuan tidak
hamil, 12,7% laki-laki, dan 23,9% lansia. Di Indonesia menurut Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013, anemia terjadi pada 21,7% penduduk berusia besar
sama dengan 1 tahun.10-13
Penyebab tersering anemia adalah defisiensi besi. Besi merupakan salah satu
bahan utama dalam pembentukan eritrosit sehingga defisiensi besi akan menyebabkan
jumlah eritrosit berkurang. Selain itu, anemia juga sering disebakan infeksi parasit.
Berdasarkan mekanimenya, anemia dapat terjadi akibat gangguan produksi eritrosit,
peningkatan destruksi sel darah merah, dan kehilangan darah/perdarahan.10-13
Berikut adalah golongan pasien yang memiliki resiko lebih tinggi mengalami anemia:
1. Usia >55 tahun (25% pada usia 55-64 tahun, 34,2% pada usia 65-74 tahun,
dan 46,0% pada besar sama dengan 75 tahun).
2. Usia <15 tahun (28,1% pada usia 12-59 bulan dan 26,4% pada usia 5-14
tahun).
3. Perempuan (lebih sering akibat defisiensi besi).
4. Kehamilan (37,1% akibat defisiensi besi).
5. Tinggal di pedesaan.10-13
1. Pemeriksaan darah lengkap dan apus darah tepi : penurunan Hb, hematokrit
(Ht), dan hitung jumlah eritrosit. Leukositosis pada anemia dapat
mengarahkan pada leukemia. Trombositosis dapat terlihat pada pasien dengan
pendarahan kelainan bentuk eritrosit mengaragkan ke diagnosis tertentu.
2. MCV, MCH, dan MCHC.
3. Hitung retikulosit sesuai indikasi.
4. Pemeriksaan sumsum tulang : jika ada kecurigaan gangguan pembentukan
eritrosit.10-13
2.2.6 Klasifikasi
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti
tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok
mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas
ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru
dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk,
bersin atau bicara. Pengertian Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung
yang disebabkan karena kuman TB yaitu Myobacterium Tuberculosis. Mayoritas
kuman TB menyerang paru, akan tetapi kuman TB juga dapat menyerang organ
Tubuh yang lainnya. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis).14-17
2.2.8 Epidemiologi
Faktor Penjamu :
1. Status Imunitas.
2. Usia (yang lebih beresiko adalah kelompok usia <5 tahun atau lansia).
3. Defek genetik seperti defek pada gen natural resistance-associated membrane
protein-1 (NRAMP-1) dan reseptor vitamin D.
4. Silikosis.
5. Merokok.
Faktor Lingkungan :
2.2.12 Klasifikasi
2.3.1 Definisi BP
2.3.2 Gejala BP
2.3.4 Diagnosis
Suportif :
Nama : Ny. I
Umur : 22 Tahun
Agama : Islam
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak nafas sejak ± 1 bulan yang lalu dan meningkat 3 jam sebelum masuk rumah
sakit.
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak ± 1 bulan yang lalu dan
meningkat 3 jam sebelum masuk rumah sakit, sesak tidak dipengaruhi oleh
cuaca, makanan, dan emosi serta tidak memberat ketika beraktifitas.
Pasien merasakan lelah dan lesu sejak ± 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengalami penurunan nafsu makan sejak ± 7 hari sebelum masuk rumah
sakit.
Pasien juga mengeluhkan mual, sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengalami batuk sejak 1 bulan yang lalu.
Pasien juga mengeluhkan adanya riwayat alat kelamin bernanah sejak 2 bulan
yang lalu.
Pasien menyangkal penggunaan jarum suntik secara bersama, penggunaan
narkotika, dan berganti-ganti pasangan.
Pasien mengaku kemungkinan infeksi di dapat dari suami yang berganti-ganti
pasangan sebelum menikah di tahun 2018.
Pasien tampak pucat.
BAB dan BAK tidak ada keluhan.
- Riwayat TB disangkal.
- Riwayat hipertensi disangkal.
- Riwayat penyakit jantung disangkal.
- Riwayat penyakit ginjal disangkal.
- Riwayat Diabetes militus disangkal.
- Riwayat TB disangkal.
- Riwayat hipertensi disangkal.
- Riwayat penyakit jantung disangkal.
- Riwayat diabetes melitus disangkal.
- Riwayat penyakit ginjal disangkal.
sebagai Ibu Rumah Tangga, Pasien Tinggal bersama Suami yang bekerja sebagai
Petani, pasien sebelumnya tidak pernah keluar daerah endemik dan daerah yang
terpapar covid-19.
Status Generalisata
2. Vital Signs
a. Kesadaran : Composmentis
e. Suhu : 36,7ºC
3. Status gizi :
Berat badan : 52 kg
Jantung :
A. Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
B. Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
C. Perkusi
Batas kiri : 2 jari di RIC V sejajar linea midclavicularis
Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra
Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra
D. Auskultasi : Reguler, mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen :
A. Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit, sikatrik (-), bekas operasi (-).
B. Palpasi : Nyeri tekan epigastrium(+) nyeri lepas (-), ascites (-), tidak
ada pembesaran hepar dan lien.
C. Perkusi : Tympani.
D. Auskultasi : Bising usus normal.
Extremitas : Superior
A. Inspeksi : Edema (-), Sianosis (-), Ptekie (-).
B. Palpasi : Perabaan hangat, pulsasi arteri radialis kuat angkat
CRT (< 2 detik).
Extremitas : Inferior
A. Inspeksi : Edema(-), Sianosis(-), Ptekie (-).
B. Palpasi : Perabaan hangat, pulsasi A. Femoralis, A. Dorsalis pedis, A.
Tibialis posterior, dan A. Poplitea kuat angkat.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb 7.0 g/dL
Hematokrit 23.5 %
MCV 65.6 fL
Limfosit 15 %
Diagnosa Primer :
Mononukleosis Infeksius
Sifilis
3.6 Penatalaksanaan
Non Farmakologi
Istirahat
Pemberian Nutrisi
Farmakologi
Pemeriksaan RO Thorak
3.8 Prognosis
3.9 Follow Up
3.1 KESIMPULAN