Anda di halaman 1dari 27

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III (P2K2 II)

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN

HIV-AIDS(+B20)

Di Susun Oleh :

Khusnul Mar’iyah 19.20.3008

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA

TA 2021/2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan dengan judul,

“ HIV AIDS (+B20) “

Program Studi S-1 Ilmu Keperawatan

Oleh :

KHUSNUL MAR’IYAH 19.20.3008

Menyatakan bahwa, laporan pendahuluan yang sudah disusun telah diperiksa dan disetujui
untuk diujikan.

Banjarbaru, 02 Januari 2022

Pembimbing Klinik

Ahmadi Ramadhan, S.Kep.,Ns

NIP. 1988 04 30 2011 01 1003


KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami bisa menyelesaikan laporan P2K2 II
dalam stase Keperawatan medical Bedah yang berjudul ―Laporan Pendahuluan Pada
Pasien HIV AIDS‖.

Laporan ini dapat tersusun dengan baik berkat bantuan, bimbingan, masukan dan
motivasi dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang
tulus dan penghargaanya yang tinggi kepada yang terhormat :

1. Bapak Ahmadi Ramadhan,S.Kep.,Ns selaku pembimbing klinik RSD Idaman Kota


Banjarbaru Ruang Parkit

2. Bapak Adytia Suparna,S.Kep.,Ns selaku dosen pembimbing P2K2 II Keperawatan


Medikal Bedah III

3. Orang tua kami yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan laporan ini.

Mudah-mudahan amal baik mereka senantiasa mendapat pahala dan balasan yang
setimpal dari Allah SWT. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya. Aamiin Yaa Robbal Alamin.

Banjarbaru, 02 Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................................................. 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
TINJAUN TERORI ................................................................................................................... 3
A. Pengertian ....................................................................................................................... 3
B. Etiologi ............................................................................................................................ 3
C. Manifestasi Klinis ........................................................................................................... 4
D. Anatomi Fisiologi ........................................................................................................... 5
E. Patofisiologi .................................................................................................................... 7
F. Pathway ........................................................................................................................... 9
G. Pemeriksaan Fisik ......................................................................................................... 10
H. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................................ 11
I. Penatalaksanaan Medis ................................................................................................. 12
J. Analisa Data .................................................................................................................. 13
K. Diagnosa Keperawatan ................................................................................................. 16
L. Nursing Care Planning .................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency virus) adalah jenis virus yang dapat
menurunkan kekebalan tubuh (BKKBN, 2007). Menurut Depkes RI (2008)
menyatakan bahwa HIV adalah sejenis retrovirus-RNA yang menerang sistem
kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency
Syndrome suatu kumpulan gejala penyakit yang didapat akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV. HIV/AIDS adalah suatu kumpulan
kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia &
Wilson, 2009). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV
yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena
virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena
tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan
virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. Penyebab penyakit
AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan
HIV-2. Infeksi yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2
benyak terdapat di Afrika Barat. Gambaran klinis dari HIV-1 dan HIV-2 relatif sama,
hanya infeksi oleh HIV-1 jauh lebih mudah ditularkan dan masa inkubasi sejak mulai
infeksi sampai timbulnya penyakit lebih pendek (Martono, 2009).
HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam
(membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV,
seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan
dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin,
atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairancairan tubuh tersebut.
Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAD, 2007) komplikasi yang
terjadi pada pasien HIV/AIDS adalah sebagai berikut : Kandidiasis bronkus, trakea,
atau paru-paru, Kandidiasis esophagus, Kriptokokosis ekstra paru, Kriptosporidiosis
intestinal kronis (>1 bulan), Renitis CMV (gangguan penglihatan), Herpes simplek,

1
ulkus kronik (> 1 bulan), Mycobacterium tuberculasis di paru atau ekstra paru,
Ensefalitis toxoplasma. Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di
dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah
membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini
membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah.
Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region
di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta)
hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anakanak.
Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005,
antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS
meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun
1981.(Nasronudin, 2013)
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31
Desember 2014 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29
Februari 2015 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000.
Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879
AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun
2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di
Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi
negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-
nya tertinggi di Asia.(Depkes, 2011).

B. Tujuan
1. Mampu memahami konsep tentang penyakit HIV AIDS
2. Mampu menentukan diagnosa keperawatan
3. Mampu merencanakan tindakan keperawatan

2
BAB II

TINJAUN TERORI

A. Pengertian
Aids (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala
atau penyakit yang disebabkanoleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi
oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus yang termasuk family
retroviridae. Aids merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. (Nanda,2015)

Salah satu virus yang menyerang sel darah putih yang bernama sel
CD4yaitu Human Immunodeficiency Virus (HIV), virus tersebut dapat
menyebabkan AIDS dalam rentang waktu tertentu dapat merusak sistem
kekebalan tubuh pada manusia. Infeksi oportunistik yang menyertai dapat
menjadi manifestasi klinis yang terlihat.Menurunnya imun tubuh terjadi karena
melemahnya kekebalan tubuh akibat infeksi HIV sehingga dapat terjadi infeksi
oportunistik (Sudikno, Bona Simanungkalit 2011).AIDS (Aquared
Immunodeficiency)
Syndrome yang terjadi akibat efek dari perkembang biakan virus HIV
dalam tubuh makhluk hidup, kondisi dimana tubuh sudah diserang sepenuhnya/
sudah tidak mempunyai kekebalan tubuh lagi.Jadi ketika tubuh sakit tidak bisa
sembuh dengan kekebalan sendiri.HIV hidup didalam darah dan cairan tubuh
orang yang terinfeksi.Cairan yang bisa mengeluarkan HIV itu dari cairan darah,
dinding anus, ASI, sperma dan cairan vagina termasuk darah menstruasi.
Sedangkan penularan dapat terjadi melalui: hubungan sek bebas/seks yang tanpa
menggunakan pengaman dengan orang yang terinfeksi HIV, jarum suntik atau
tindik dan bisa melalui tato yang tidak steril dan dipakai secara bergantian, dapat
juga melalui transfusi darah yang mengandung virus HIV, ibu penderita HIV
positif saat proses persalinan atau melalui Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan
(Jambak, Nur Ainun, Wiwit Febrina 2016).

B. Etiologi
Melemahnya system imun akibat HIV menyebabkan timbulnya gejala
AIDS. HIV tergolong pada kelompok retrovirus dengan materi genetic dalam
Rebonukleat Acid (RNA), menyebabkan AIDS dan menyerang sel khususnya

3
yang memiliki antigen permukaan CD4 terutama sel limfosit T4 yang mempunyai
peran penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh.
Virus HIV juga bisa menginfeksi sel monosit dan magrofag, sel lagerhands pada
kulit, sel dendrit pada kelenjar linfa, makrofag pada alveoli paru, sel retina, dan
sel serviks uteri. Lalu kemudian virus HIV akan masuk kedalam limfosit T4 dan
menggandakan dirinya selanjutnya akan menghancurkan sel limfosit itu sendiri.
Ketika sistem kekebalan tubuh yang tidak mempunyai kemampuan untuk
menyerang maka virus ini akan menyebabkan seseorang mengalami keganasan
dan infeksi oportunistik (Suliso, 2006 dalam Fauzan 2015).
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut
HIV dari kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy
Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukemia Virus (HTL-III yang juga
di sebut Human T—Cell Lymphotropic Virus (Retrovirus). Retrovirus
mengubahh asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribunokleat (DNA)
setelah masuk kedalam sel penjamu.
Penularan virus ditularkan melalui :
1. Hubungan seksual (anal,oral,vagina) yang tidak terlindungi (tanpakondom)
2. Jarum suntik/tindik/tatoyang tidak steril dan dipakai bergantian
3. Mendapatkan tranfusi darah yang mengandung virus HIV
4. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat
melahirkanatau melalui air susu ibu (ASI)

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV terdiri dari tiga fase tergantung perjalanan
infeksi HIV itu sendiri, yaitu: Serokonversi, Penyakit HIV asimtomatik, Infeksi
HIV simtomatik atau AIDS 1. Serokonversi HIV akan menyebar dan merusak
system kekebalan tubuh
seseorang. Pada tahap ini tubuh akan merasa sehat dan tidak akan memiliki
masalah apapun oleh karena itu tahap ini bisa berlangsung antara 1 tahun sampai
10 tahun Nasrodin (2013).
Gejala HIV dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah tahap
infeksi akut, dan terjadi pada beberapa bulan pertama setelah seseorang terinfeksi
HIV. Pada tahap ini, sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi membentuk
antibodi untuk melawan virus HIV. Pada banyak kasus, gejala pada tahap ini

4
muncul 1-2 bulan setelah infeksi terjadi. Penderita umumnya tidak menyadari
telah terinfeksi HIV. Hal ini karena gejala yang muncul mirip dengan gejala
penyakit flu, serta dapat hilang dan kambuh kembali. Perlu diketahui, pada tahap
ini jumlah virus dialiran darah cukup tinggi. Oleh karena itu, penyebaran infeksi
lebih mudah terjadi pada tahap ini. Gejala tahap infeksi akut bisa ringan hingga
berat, dan dapat berlangsung hingga beberapa minggu, yang meliputi: demam
hingga menggigil, muncul ruam dikulit, muntah, nyeri pada sendi dan otot.,sakit
kepala, sakit perut, sakit tenggorokan dan sariawan. Setelah beberapa bulan,
infeksi HIV memasuki tahap laten. Infeksi tahap laten dapat berlangsung hingga
beberapa tahun atau dekade. Pada tahap ini, virus HIV semakin berkembang dan
merusak kekebalan tubuh. Gejala infeksi HIV pada tahap laten bervariasi.
Beberapa penderita tidak merasakan gejala apapun selama tahap ini. Akan
tetapi sebagian penderita lainnya mengalami sejumlah gejala, seperti: berat badan
turun, berkeringat dimalam hari, demam, diare, mual dan muntah, herpes zoster,
pembengkakan kelenjar getah bening, sakit kepala, Tubuh terasa lemah. Infeksi
tahap laten yang terlambat ditangani, akan membuat virus HIV semakin
berkembang. Kondisi ini membuat infeksi HIV memasuki tahap ketiga, yaitu
AIDS. Ketika penderita memasuki tahap ini, sistem kekebalan tubuh sudah rusak
parah, sehingga membuat penderita lebih mudah terserang infeksi lain. Gejala
AIDS meliputi: berat badan turun tanpa diketahui sebabnya, berkeringat dimalam
hari, bercak putih di lidah, mulut, kelamin, dan anus, bintik ungu pada kulit yang
tidak bisa hilang. Keluhan ini kemungkinan menandakan adanya sarkoma kapos,
demam yang berlangsung lebih dari 10 hari, diare kronis, gangguan saraf, seperti
sulit berkonsentrasi atau hilang ingatan, infeksi jamur dimulut, tenggorokan, atau
vagina, mudah memar atau berdarah tanpa sebab, mudah marah dan depresi, ruam
atau bintik dikulit, sesak napas, tubuh selalu terasa lemah (Halodokter.com, 2020)

D. Anatomi Fisiologi
HIV berbentuk sferis dan memiliki inti berbentuk kerucut, dikelilingi oleh
selubung lipid yangberasal dari membran sel hospes. Inti virus mengandung
protein kapsid terbesar yaitu p24, proteinnukleokapsid p7/p9, dua kopi RNA
genom, dan tiga enzim virus yaitu protease, reverse transcriptasedan integrase.
Protein p24 adalah antigen virus yang cepat terdeteksi dan merupakan
targetantibodi dalam tes screening HIV.Inti virus dikelilingi oleh matriks protein

5
dinamakan p17, yang merupakan lapisan dibawah selubunglipid. Sedangkan
selubung lipid virus mengandung dua glikoprotein yang sangat penting
dalamproses infeksi HIV dalam sel yaitu gp120 dan gp41. Genom virus yang
berisi gen gag, pol, dan envyang akan mengkode protein virus. Hasil translasi
berupa protein prekursor yang besar dan harusdipotong oleh protease menjadi
protein mature.Perjalanan penyakit HIV merupakan perjalanan interaksi HIV
dengan sistem imun tubuh. Terdapattiga fase yang menunjukkan terjadinya
interaksi virus dan hospes yaitu fase permulaan/akut, fasepertengahan/kronik dan
fase terakhir/krisis. Fase akut menandakan respon imun tubuh yang
masihimunokompeten terhadap infeksi HIV.

Secara klinis, fase tersebut ditandai oleh penyakit yangsembuh dengan


sendirinya yaitu 3 sampai 6 minggu setelah terinfeksi HIV.Gejalanya berupa
radang tenggorokan, nyeri otot (mialgia), demam, ruam kulit, dan
terkadangradang selaput otak (meningitis asepsis). Produksi virus yang tinggi
menyebabkan viremia(beredarnya virus dalam darah) dan penyebaran virus ke
dalam jaringan limfoid, serta penurunan jumlah sel T CD4+.Beberapa lama
kemudian, respon imun spesifik terhadap HIV muncul sehingga terjadi
serokonversi.Respon imun spesifik terhadap HIV diperantarai oleh sel T CD8+
(sel T pembunuh, T sitotoksik cell)yang menyebabkan penurunan jumlah virus
dan peningkatan jumlah CD4+ kembali. Walaupundemikian, penurunan virus
dalam plasma tidak disertai dengan berakhirnya replikasi virus. Replikasivirus

6
terus berlangsung di dalam makrofag jaringan dan CD4+.Fase kronik ditandai
dengan adanya replikasi virus terus menerus dalam sel T CD4+ yang
berlangsungbertahun-tahun. Pada fase kronik tidak didapatkan kelainan sistem
imun. Setelah bertahun-tahun,sistem imun tubuh mulai melemah, sementara
replikasi virus sudah mencapai puncaknya sehinggaperjalanan penyakit masuk ke
fase krisis. Tanpa pengobatan, pasien HIV akan mengalami sindromAIDS setelah
fase kronik dalam jangka waktu 7 sampai 10 tahun.Fase krisis ditandai dengan
hilangnya kemampuan sistem imun, meningkatnya jumlah virus dalamdarah
(viral load) dan gejala klinis yang berarti. Pasien mengalami demam lebih dari 1
bulan, lemah,penurunan berat badan dan diare kronis. Hitung sel T CD4+
berkurang sampai dibawah 500/µL.TOP 0

E. Patofisiologi
Dasar utama terinfeksinya HIV adalah berkurangnya jenis Limfosit T helper
yang mengandung marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 adalah pusat dan sel utama
yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi
imunologik. Menurun atau menghilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena
virus HIV menginfeksi sel yang berperan membentuk antibodi pada sistem
kekebalan tersebut, yaitu sel Limfosit T4. Setelah virus HIV mengikatkan diri pada
molekul CD4, virus masuk ke dalam target dan melepaskan bungkusnya kemudian
dengan enzim reverse transkriptase virus tersebut merubah bentuk RNA
(Ribonucleic Acid) agar dapat bergabung dengan DNA (Deoxyribonucleic Acid) sel
target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengandung bahan genetik
virus.

Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur


hidup. Pada awal infeksi, virus HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel
yang diinfeksinya, tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi sehingga ada
kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut dan lambat laun
akan merusak limfosit T4 sampai pada jumlah tertentu. Masa ini disebut dengan
masa inkubasi. Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang
terpapar virus HIV sampai menunjukkan gejala AIDS. Pada masa inkubasi, virus
HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan
sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan masa “window period”. Setelah
beberapa bulan sampai beberapa tahun akan terlihat gejala klinis pada penderita

7
sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Pada sebagian penderita
memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah
terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan
kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah
infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya
berlangsung selama 8-10 tahun, tetapi ada sekelompok kecil penderita yang
memliki perjalanan penyakit amat cepat hanya sekitar 2 tahun dan ada juga yang
sangat lambat (non-progressor). Secara bertahap sistem kekebalan tubuh yang
terinfeksi oleh virus HIV akan menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak.
Kekebalan tubuh yang rusak akan mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang
bahkan hilang, sehingga penderita akan menampakkan gejala-gejala akibat infeksi
oportunistik. (Rossella, 2017). Menurut (Munfaridah & Indriani, 2017) pembagian
stadium HIV/AIDS, yaitu:

a. Stadium pertama:

HIV Infeksi dimulai dengan masuknya virus tersebut berubah dari negatif
menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh sampai tes
antibodi terhadap tes HIV menjadi positif disebut window period. Lama
window period antara satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat
berlangsung sampai enam bulan.
b. Stadium kedua:
Asimptomatik (tanpa gejala) Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh
terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat
berlangsung rerata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang
tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
c. Stadium ketiga:
Presistent Generalized Lymphadenopathy Pembesaran kelenjar limfe secara
menetap dan merata tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan
berlangsung lebih dari satu bulan.
d. Stadium keempat:
AIDS Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain
penyakit konstitusional, penyakit syaraf dan penyakit infeksi sekunder.

8
F. Pathway

9
G. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1. Tinggi badan : 157 cm
2. Berat badan : 31 kg
3. IMT : 12,91 ( Berat badan kurang )
4. Lingkar lengan : 19 cm
5. Kesadaran : Composmentis Coperatif
6. Tekanan darah : 80/60 mmHg
7. Nadi : 89 x/mnt
8. Pernafasan : 19 x/mnt
9. Suhu : 36,0 oC
b. Wajah
Simetris kiri dan kanan, tampak pucat, tidak ada lesi dan tidak ada udema.
c. Kepala
Kepala simetris, tidak ada pembengkakan pada kepala dan tidak ada lesi.
d. Rambut
Rambut bewarna pirang, distribusi rambut tidak merata, rambut mudah rontok,
berketombe.
e. Mata
Mata simetris kiri dan kanan, terdapat kantung mata, konjungtiva anemis,
sklera tidak ikhterik,reflek cahaya positik kiri dan kanan, reflek pupil isokor,
ukuran pupil 2mm/2mm
f. Hidung
Hidung simetris, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, tidak terdapat
pembengkakan, tidak terdapat nyeri tekan.
g. Mulut
Bibir tampak kering dan pecah-pecah, terdapat condidiasis oral, terdapat
sariawan, terdapat gigi yang berlubang
h. Telinga
Telinga simetris, tidak terdapat pembengkakan di area telinga, terdapat
serumen di kedua telinga.
i. Leher
Leher simetris, tidak ada pembengkakan kelenjer getah bening, dan tidak
terdap bendungan vena jugularis.

10
j. Paru-Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan, tidak terdapat retraks dinding
dada Palpasi : Premitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi :Bronko vasikuler
k. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi :Ikhtus kordis teraba
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : reguler
l. Abdomen
Inspeksi : terdapat distensi abdomen, tidak terdapat udema dan juga lesi
Ausklutasi : bising usus 20 x/m
Palpasi : hepar teraba dan terdapat nyeri tekan
Perkusi : saat dilakukan perkusi hepar didapatkan suara pekak
m. Kulit
Kulit terlihat kering, tidak terdapat tanda-tanda lesi (sarkoma kaposi) terdapat
sarkoma kaposi, turgor kulit jelek.
n. Genitalia Pasien mengatakan tidak ada keluhan di area kemaluan.
o. Ekstremitas
Atas : Pasien terpasang IVFD Wida KN-2 8 tetes/menit di tangan sebelah
kanan, akral teraba dingin, tidak ada udema, CRT > 3 detik, tonus otot
melemah
Bawah : tidak terdapat udema, akral teraba dingin, CRT > 3 detik, tonus otot
melemah

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Mendeteksi antigen virus dengan PCR
2. Tes ELSA memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi
3. Hasil positif dikonfirmasi dengan pemeriksaan western blot
4. Serologis : skrining HIV dengan ELSA, Tes western blot, limfosit T
5. Pemeriksaan darh rutin
6. Pemeriksaan neurologist
7. Tes fungsi paru, broskoscopi

11
I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Gita
Dewita, 2016) adalah dengan memberikan terapi Antiretroviral (ARV) yang
berfungsi untuk mencegah sistem imun semakin berkurang yang berisiko
mempermudah timbulnya infeksi oportunistik. Hingga kini, belum terdapat
penatalaksanaan yang bersifat kuratif untuk menangani infeksi HIV.
Penatalaksanaan HIV yang diberikan seumur hidup dan bertujuan untuk
mengurangi aktivitas HIV dalam tubuh penderita sehingga memberi kesempatan
bagi sistem imun, terutama CD4 untuk dapat diproduksi dalam jumlah yang
normal. Pengobatan kuratif dan vaksinasi HIV masih memerlukan penelitian lebih
lanjut.

1. Terapi Pemberian ARV (Antiretroviral).

Terapi antiretroviral berfungsi untuk memperlama/ menghambat


perkembangan dari virus HIV sehingga perkembangan menuju AIDS bisa
dalam waktu lama. Pengobatan biasanya dimulai ketika CD4 menurun , begitu
seseorang start melakukan pengobatan HIV menggunakan ARV maka
penderita harus meminum obat tersebut seumur hidup secara rutin dan jangan
sampai terlewat/putus obat tujuannya untuk menjaga jumlah kadar CD4 dalam
tubuh dan mempertahankan kekebalan tubuh (Nursalam & Ninuk, 2013).
golongan ini juga bekerja dengan menghambat proses perubahan RNA
menjadi DNA dengan mengikat reverse transcriptase sehingga tidak
berfungsi. Golongan Non-nucleouside reverse transcriptase inhibitor
berdasarkan ama genetic:

a. Nevairavine
b. Delavirdine
c. Efavirenz
d. Protease inhibitor (PI)
Menghalangi kerja enzim protease yang berfungsi Tantangan terapiutik
untuk pengobatan AIDS tetap ada.Sejak agen penyebab infeksi HV dan AIDS
dapat diisolasi, pengembangan vaksin telah diteliti secara aktif. Upaya – upaya
rekontruksi imun juga sedang diteliti dengan agen tersebut seperti interferon.
Penelitian yang akan datang tidak di ragukan lagi untuk menghasilkan obat –
obat tambahan dan protocol tindakan terhadap penyakit ini (Desmawati, 2013).

12
2. Terapi Non Farmakologi
a. Pemberian nutrisi
Defisiensi gizi pada pasien positif HIV biasanya
HIV/AIDS juga harus mengkonsumsi suplementasi atau nutrisi
tambahan.Tujuan nutrisi agar tidak terjadi defisiensi vitamin dan mineral.
b. Aktivitas dan Olahraga
Olahraga yang dilakukan secara teratur sangat membantu efeknya juga
menyehatkan.Olahraga secara teratur menghasilkan perubahan pada
jaringan, sel, dan protein pada system imun.

J. Analisa Data

Data Masalah Penyebab

DS : Kekurangan Kehilangan cairan aktif


a. Pasien mengatakana badan volume cairan
terasa lemah dan letih
b. Pasien mengatakan BAB
cair
c. Frekuensi BAB 3 sampai 4
kali dalam sehari
d. Pasien merasakan sering
merasa haus
e. Pasien mengatakan sering
keringat malam
DO :

a. Pasien tampak lemah


b. Bibir tampak kering
c. Turgor kulit Jelek
d. CRT > 3 detik
e. Kulit tampak kering
f. TD = 80/70 mmHg
g. N = 124 x/i
h. Pasien mendapatkan terapi
Nacl 0,9%

13
DS : Diare Proses Infeksi
a. Pasien mengatakan diare
seajak tiga minggu yang lalu
b. Pasien mengtakan
konsentrasi BAB cair
c. Pasien mengatakan
frekuensi diare 3 sampai 4
kali sehari, konsistensi cair
dan berlendir, bewarna
kuning, kadang kemerah
merahan.

DO:

a. Pasien tampak lemah


b. Bising usus 21 x/i
c. TD : 90/60 mmHg
d. N : 124 x/i
DS: Ketidak Faktor biologis
a. Pasein mengatakan berat seimbangan
badan mengalami penurunan nutrisi kurang
sejak sakit dari kebutuhan

b. Pasien mengatakan nafsu tubuh

makan berkurang
c. Pasien mengatakan nafsu
makan berkurang sejak sakit
d. Pasien mengatakan porsi
makan hanya dihabiskan 3
sampai 4 sendok makan

DO:

a. Pasien tampak kurus


b. Berat badan sekarang 33 kg

14
c. Tinggi badan 154 cm
d. IMT 14, 34 (Berat badan
kurang)
e. Lingkar lengan 19
f. Porsi makan tampak tidak
habis
g. Bising usus 21 x/i
h. Bibir kering
i. Terdapat sariawan
j. Tonus otot melemah

DS : Resiko kerusakan Faktor imunologi


integritas kulit
a. Pasien mengatakan kulit
gatal – gatal dan memerah
b. Pasien mengatakan kulit
memerah sejak 1 minggu
yang lalu
c. Pasien mengatakan tidak
memiliki riwayat alergi

DO :

a. Kulit tampak memerah pada


bagian ekstremitas
b. Kulit kering
c. Turgor kulit jelek

15
DS : Ansietas Kurang pengetahuan

a. Pasien mengatakan ada


perasaan cemas
b. Pasien mengatakan merasa
cemas karena kondisinya
belum juga membaik
c. Pasien mengatakan tidak
mengerti dengan proses
penyakitnya saat ini

DO :

a. Ekspresi wajah tampak


tegang

K. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b.d Kehilangan cairan aktif
2. Diare b.d proses infeksi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d factor biologis
4. Resiko kerusakan integritas kulit b.d factor imunologis
5. Ansietas b.d kurang pengetahuan

L. Nursing Care Planning

NO Diagnosa NOC NIC


Keperawatan (NURSING OUTCOME) (NURSING
INTERVENTION
CLASIFICATION)
1. Kekurangan volume Setelah dilakukan Menajemen cairan:
cairan berhubungan tindakan 1 × 24 jam 1. Jaga intake/ asupan
dengan diharapkan keseimbangan yang akurat dan catat
Kehilangan cairan tidak terganggu ouput pasien
cairan aktif dengan kriteria hasil : 2. Monitor status hidrasi
1. Tekanan darah tidak (misalnya membran
terganggu mukosa lembab,

16
2. Denyut nadi radial denyut nadi adekuat,
tidak terganggu dan tekanan darah
3. Keseimbangan intake ortostatik).
dan output dalam 24 3. Monitor hasil
jam tidak terganggu laboratorium yang
4. Berat badan stabil relevan dengan retensi

5. Turgor kulit tidak cairan

terganggu 4. Monitor tanda


tanda Vital
Setelah dilakukan
5. Beri terapi IV,
tindakan keperawatan
seperti yang ditentukan
diharapkan hidrasi tidak
6. Distribusi cairan
terganggu dengan kriteria
selama 24 jam
hasil :
Monitor cairan :
1. Turgor kulit tidak
terganggu 1. Tentukan jumlah dan

2. Membran mukosa jenis intake/asupan


lemba tidak terganggu cairan serta kebiasaan

3. Intake cairan tidak eliminasi

terganggu 2. Tentukan faktor

4. Output cairan tidak faktor yang

terganggu menyebabkan ketidak


seimbangan cairan
5. Perfusi jaringan tidak
terganggu 3. Periksa isi ulang
kapiler
6. Tidak ada nadi cepat
dan lemah 4. Periksa turgor kulit

7. Tidak ada kehilangan 5. Monitor berat badan

berat badan 6. Monitor kadar serum


albumin dan
protein total
Monitor membran
mukosa, turgor kulit

17
dan respon haus
2. Diare berhubungan Setelah dilakukan volume, frekuensi,
dengan Proses tindakan 1×24 jam dan konsistensi tinja
Infeksi diharapkan eliminasi usus 1. Identifikasi faktor
tidak terganggu dengan yang bisa
kriteria hasil : menyebabkan diare
1. Pola eliminasi tidak (misalnya medikasi,
terganggu bakteri, dan
2. Suara bising usus tidak pemberian makan
terganggu lewat selang)

3. Diare tidak ada 2. Amati turgor kulit


secara berkala
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan Monitor Elektrolit
diharapka tidak terjadi
1. Monitor serum
keparahan infeksi, dengan
elektrolit
kriteria hasil :
2. Monitor serum
1. Melaise tidak ada Nyeri albumin dan kadar
tidak ada protein total, sesuai
2. Nyeri tidak ada dengan indikasi

3. Depresi jumlah sel 3. Monitor ketidak


putih tidak ada seimbangan asam
basa
4. Identifikasi
kemungkinan
penyebab ketidak
seimbangan elektrolit
5. monitor adanya
kehilangan cairan
elektrolit, jika
diperlukan
6. monitor adanya mual,

18
muntah dan diare
7. monitor adanya
penyakit medis yang
dapat menyebabkan
ketidak seimbangan
elektrolit

Terapi Intravena (IV)

1) Berikan pengobatan
IV, sesuai yang
diresepkan, dan
monitor untuk
hasilnya
2) Monitor kecepatan
aliran intravena dan
area intravena selama
pemberian infus
3) Monitor ttv
3. Ketidak seimbangan 1. Intake nutrisi tidak 1. Monitor adanya
nutrisi kurang dari terganggu muall muntah
kebutuhan tubuh 2. Intake cairan tidak 2. Identifikasi
berhubungan dengan terganggu abnormalitas
faktor biologis eliminasi bowel
Setelah dilakukan
(misalnya diare)
tindakan 1×24 jam
3. Monitor diet dan
diharapkan terjadi
asupan kalori
peningkatan status nutrisi
: asupan makanan dan 4. Identifikasi

cairan dengan kriteria penurunan nafsu

hasil : makan
5. Monitor adanya
1. Asupan makanan warna pucat,
secara oral sebagian kemerahan dan

19
besar adekuat jaringan konjungtiva
2. Asupan cairan yang kering
intravena sepenuhnya 6. Identifikasi adanya
adekuat ketidak normalan
dalam rongga mulut
(misalnya;inflamasi,
kenyal, ompong, gusi
berdarah, kering,
bibir peceh-pecah,
bengkak, merah tua,
lidah kasar
7. Lakukan pemeriksaan
laboratorium, moitor
hasilnya (misalnya
kolesterol, serum
albumin, nitrogen,
urin, selama 24 jam,
hitung limfosit total
dan nilai elektrolit)

Pemberian nutrisi total


parenteral:

1. Pastikan isersi
intravena cukup
paten
untuk memberikan
nutrisi intravena
2. Pertahankan
kecepatan aliran yang
konstan
3. Monitor masukan dan
output cairan
4. Monitor kadar

20
albumin, protein
total,
elektrolit profil lipid,
glukosa darah dan
kimia darah
5. Monitor tanda tanda
vital
4. Resiko Setelah dilakukan Pemberian obat kulit:
kerusakan tindakan 1×24 jam
1. Ikuti prinsip 5 benar
integritas kulit diharapkan integritas
pemberian
berhubungan dengan jaringan kulit dan
2. Catat riwayat medis
faktor imunologis membran mukosa dapat
pasien dan riwayat
ditingkatkan :
alergi
1. Suhu kulit tidak 3. Tentukan
terganggu pengetahuan pasien
2. Tekstur kulit tidak mengenai medikasi
terganggu dan pemahaman
3. Integritas kulit tidak pasien mengenai
terganggu metode pemberian

4. Pigmentasi abnormal obat

ringan Pengecekan kulit :


5. Lesi mukosa ringan
1. Amati warna,
6. Kanker kulit tidak ada
kehangatan,
bengkak, pulsasi,
tekstur, edema, dan
ulserasi pada
ekstremitas
2. Monitor warna dan
suhu kulit
3. Monitor kulit dan
selaput lendir

21
terhadap area
perubahan warna,
memar, dan pecah
4. Monitor kulit untuk
adanya ruam dan
lecet
5. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Bimbingan antisipatif :
dengan kurang tindakan keperawatan
1. Bantu klien
pengetahuan dalam waktu 1×24 jam
mengidentifikasi
diharapkan tingkat
kemungkinan
kecemasan tidak
perkembangan
terganggu dengan
situasi krisis yang
kriteria hasil :
akan terjadi dan efek
1. Tidak ada wajah
dari krisis yang bisa
tegang
berdampak pada
2. Tidak ada rasa takut
klien dan keluarga
yang disampaikan
2. Gunakan contoh
secara
kasus untuk
lisan
meningkatkan
3. Tidak ada rasa cemas
kemampuan
yang di
pemecahan masalah
sampaikan secara
klien dengan cara
lisan
yang tepat
4. Tidak ada peningkatan
tekan

22
DAFTAR PUSTAKA

Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda NIC-NOC (2015), Jilid2.

Arriza, Beta Kurnia., dkk. (2011). Memahami Rekonstruksi Kebahagiaan Pada Orang
Dengan HIV/AIDS (ODHA). Jurnal Psikologi Undip.

http://download.portalgaruda.org/article. (Diakses pada tanggal 13 Januari 2017)

Bararah dan Jauhar.M, 2103. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat
Profesional Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya

Bulechek,Gloria M, Dkk (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). United


kingdom: ELSEVIER

Desima,Dkk. (2013). Karakteristik Penderita HIV/AIDS Di Klinik VCT Rumah Sakit Umum
HKBP Balige Tahun 2008-2012. http://download.portalgaruda.org/article. (Diakses
pada tanggal 12 Januari 2017)

23

Anda mungkin juga menyukai