Anda di halaman 1dari 37

Referat

MULTISYSTEM INFLAMMATORY SYNDROME IN CHILDREN (MIS-C)


DAN GEJALA GASTROINTESTINAL PADA PASIEN COVID-19 ANAK

Oleh :
Ricel Saoky 1410312104
Multazam Fahreza Chandra 2040312021
Nurul Adha 2040312031
Aisha Savannah 1940312127
Aisyah 204031015

Preseptor :
Dr. dr. Yusri Dianne Jurnalis, Sp.A(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang
berjudul“Multiple Inflammatory Syndrome in Childrendan Gejala
Gastrointestinal pada Pasien Covid-19 Anak”.Makalah ini merupakan salah
satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
perseptor pembimbing, Dr. dr. Yusri Dianne Jurnalis, Sp.A(K) yang telah
memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Penulis
mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Padang, Juni 2021

Penulis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas i


DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................iii
DAFTAR SINGKATAN..................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Batasan Masalah............................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan.........................................................................................4
BAB 2 COVID-19..............................................................................................5
2.1 Definisi..........................................................................................................5
2.2 Epidemiologi.................................................................................................5
2.3 Cara Penularan...............................................................................................6
2.4 Patogenesis....................................................................................................6
2.5 Manifestasi Klinis..........................................................................................8
BAB 3 Gejala Traktus Gastrointestinal pada Anak....................................10
3.1 Transmisi COVID-19..........................................................................……11
3.2 Patofisiologi ................................................................................................12
3.3 Gejala Saluran Gastrointestinal ..................................................................14
BAB 4 MIS-C COVID-19...............................................................................16
4.1 Definisi................................................................................................……16
4.2 Etiologi .......................................................................................................16
4.3 Patogenesis.................................................................................................17
4.4 Manifestasi Klinik......................................................................................18
4.5 Diagnosis....................................................................................................20
4.6 Pemeriksaan Penunjang ..............................................................................24
4.7 Tatalaksana.................................................................................................24
BAB 5 PENUTUP............................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................28

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Transmisi COVID-19........................................................................8


Gambar 2. Petunjuk Diagnosis MIS-C..............................................................22
Gambar 3. Alur Tatalaksana MIS-C..................................................................25

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas iii


DAFTAR SINGATAN

ACE-2 : Angiotensin Converting Enzym-2


CRP : C-Reactive Protein
KD : Kawasaki Disease
KKMMD : Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
MERS : Middle East Respiratory Syndrome
MIS-C : Multisystem Inflammatory Syndrome in Children
NETs : Neutrophil Extracellular Traps
PHEIC : Public Health Emergency of International Concern
PIMS-TS : Pediatric Inflammatory Multisystem Temporary SARS COV-2
RT-PCR : Real Time-Polymerase Chain Reaction
SARS-CoV-2 : Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2
TSS : Toxic Shock Syndrome
WHO : World Health Organization

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas iv


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dunia saat ini sedang menghadapi salah satu penyakit menular yang dapat
mengancam kesehatan global secara signifikan.Wabah yang muncul pada tahun
2020 ini memiliki klinis yang mirip pneumonia dengan etiologi tidak jelas muncul
pertama kali di Wuhan, China. Dalam beberapa studi dan investigasi
laboratorium, teridentifikasi varian virus ini adalah jenis baru CoV.1 Awalnya,
virus ini ditetapkan sebagai 2019-nCoV. Namun, Komite Internasional
menetapkannya sebagai virus SARS-CoV-2 pada kategori Taksonomi Virus.2
Perjalanan wabah ini terus berlanjut dan pada tanggal 7 Januari 2020, China
mengidentifikasi kasus tersebut sebagai jenis baru coronavirus. Pada tanggal 30
Januari 2020 WHO menetapkan kejadian tersebut sebagai Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD)/Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC). Pada 11 Februari 2020, WHO mengumumkan
penyakit yang disebabkan oleh virus baru ini sebagai penyakit Coronavirus-2019
(COVID-19). Akhirnya pada 11 Maret 2020, WHO sudah menetapkan COVID-19
sebagai pandemi.1,3
Peningkatan jumlah kasus penderita COVID-19 berlangsung cukup cepat,
dan menyebar ke berbagai negara dalam waktu singkat.4 Berdasarkan data laporan
WHO per tanggal 16 Juni 2021, didapatkan 176.303.596 kasus terkonfirmasi di
seluruh dunia dengan 3.820.026 kematian.5 Indonesia melaporkan kasus pertama
COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020. Kasus meningkat dan menyebar dengan
cepat di seluruh wilayah Indonesia.4 Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (Kemenkes RI) sampai dengan 16 Juni 2021, total kasus
terkonfirmasi secara keseluruhan mencapai 1.937.652 kasus dengan 53.476
kematian. Infeksi virus SARS-CoV-2 tidak hanya menyerang pada dewasa,
namun juga pada anak-anak. Persentase kasus COVID-19 yang mengenai anak-
anak yaitu 12,5% dan dewasa 97,5%.6 Di Provinsi Sumatera Barat, kasus
terkonfirmasi COVID-19 per tanggal 16 Juni 2021 sebanyak 48.253 kasus dengan
kematian sebanyak 1.102 kasus.7 Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa
situasi penyebaran COVID-19 sudah hampir menjangkau di seluruh provinsi di

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


Indonesia terutama di Sumatera Barat. Dengan meningkatnya jumlah kasus dan
kematian terkait COVID-19, hal ini akanberdampak pada aspek politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat.4
Penularan virus SARS-CoV-2 pada awalanya diduga terkait dengan paparan
langsung ke hewan yang terinfeksi (animal-to-human) transmisi di pasar makanan
laut di Wuhan, China. Namun, sumber infeksi yang paling umum adalah orang
bergejala. Penularan terjadi dari penyebaran droplet pernapasan melalui batuk
atau bersin.8 Penelitian juga menunjukkan bahwa kontak erat antara individu juga
dapat mengakibatkan penularan.9 SARS-CoV-2 memiliki angka reproduksi dasar
2,2 yang menunjukkan bahwa seorang pasien dapat menularkan infeksi ke dua
orang lain. Masa inkubasi dari virus tersebut adalah tiga hingga tujuh hari.2,10
Statistik nasional dari negara-negara di Asia, Eropa, dan Amerika Utara
menunjukkan bahwa anak-anak menyumbang 2,1–7,8% dari kasus COVID-19
yang dikonfirmasi. Meskipun gejala yang muncul pada anak-anak lebih ringan
daripada dewasa, sebagian kecil anak-anak membutuhkan rawat inap dan
perawatan intensif. Sebagian anak-anak yang terinfeksi COVID-19 akan
menunjukkan peradangan multisistem yang berkembang selama tahap akut
COVID-19. Gambaran klinis kasus tersebut dapat sama ataupun berbeda dengan
sindrom inflamasi lainnya pada anak, seperti Kawasaki disease, Kawasaki disease
shock syndrome, dan Toxic Shock Syndrome (TSS). Sindrom inflamasi
multisystem terkait COVID-19 pada anak-anak dapat dikategorikan menjadi
paediatric inflammatory multisystem syndrome temporally associated with SARS-
CoV2 (PIMSTS) atau Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MISC)
yang terkait dengan COVID-19. MIS-C dalam penanganannya membutuhkan
perawatan intensif karena dapat menimbulkan syok dan kegagalan organ
multipel.11
Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C) atau Sindrom
Peradangan Multisistem pada Anak merupakan kondisi inflamasi yang dapat
menyerang berbagai organ diantaranya jantung, paru, ginjal, otak, dan saluran
pencernaan.12 Kriteria MIS-C menurut WHO yaitu demam lebih tiga hari dengan
dua dari gejala diantaranya ruam pada kulit, konjungtivitis non-purulen bilateral
atau tanda-tanda peradangan mukokutan pada oral, tangan, atau kaki, hipotensi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


atau syok, disfungsi miokard, koagulopati. Gejala ini disertai dengan temuan
laboratorium berupa peningkatan marker inflamasi seperti ESR, CRP, atau
prokalsitonin, dan disertai bukti COVID-19 berupa hasil RT-PCR, test antigen,
atau tes serologi positif.13
Penyakit MIS-C ditandai dengan demam, peradangan, dan disfungsi
multiorgan yang bermanifestasi di akhir perjalanan infeksi SARS-CoV-2.14
Penelitian di New York pada anak dengan MIS-C mendapatkan hasil rata-rata usia
anak yang mengalami MIS-C yaitu 12 tahun, dan prevalensi kasus pada anak
perempuan 56% dan laki laki 44%. Sebagian besar pasien memiliki ras Hispanik
dan Latin.15 Pada sebagian besar pasien MIS-C, gejala awal yang muncul berupa
gangguan pada saluran pencernaan.16 Gejala pencernaan yang dialami pasien MIS-
C berupa nyeri perut, muntah, dan diare. Pada tes serologi didapatkan hasil positif
terhadap serologi CoV-2.15
MIS-C merupakan bentuk respon superantigen virus SARS-CoV-2 yang
mengakibatkan inflamasi berlebihan oleh sel-T dan berbagai jenis autoantigen.
Virus SARS-CoV-2 dapat berinteraksi dengan reseptor ACE-2 di saluran cerna
yang berada pada sel epitel ileum dan kolon. Gambaran dari struktur protein
SARS-CoV-2 ditemukan mirip dengan superantigen Staphylococcal enterotoxin B
dan superantigen-induce sel-T sehingga dapat mengakibatkan badai sitokin dan
hiperiflamasi.17 Dinding usus menebal secara progresif dan dapat menyebabkan
penyempitan dan obstruksi. Sebagian besar akan memiliki resolusi dengan terapi
medis. Namun dalam beberapa kasus reseksi bedah mungkin diperlukan. 18 Yang et
al. pada penelitiannya membagi kelompok pasien COVID-19 menjadi dua yaitu
pasien dengan gejala awal pada saluran pernafasan dan pasien dengan gejala awal
saluran cerna. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa pasien COVID-19 yang
memiliki manifestasi klinis awal berupa gangguan cerna memiliki klinis yang
lebih parah dengan masa rawatan yang lebih lama.19

1.2 Batasan Masalah


Referat ini membahas mengenai definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis
dan patofisiologi, manifestasi klinis dari COVID-19. Selain itu referat ini juga
membahas gejala gastrointestinal pada pasien COVID-19 anak serta definisi,

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


etiologi, epidemiologi, patogenesis dan patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,
dan tatalaksana Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C).

1.3 Tujuan Penulisan


Mengetahui, memahami, dan menambah wawasan mengenai COVID-19,
gejala gastrointestinal pada pasien COVID-19 anak, dan Multisystem
Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C).

1.4 Metode Penulisan


Penulisan referat ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan
yang merujuk ke berbagai literatur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


BAB 2
CORONA VIRUS DISEASE-19 (COVID-19)

2.1 Definisi
Corona virus disease 2019 (COVID-19) adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh virus RNA yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Tanda dan gejala umum berupa gangguan
pernafasan akut, batuk, dan sesak nafas.4

2.2 Epidemiologi
Prevalensi kasus COVID-19 di seluruh dunia, berdasarkan data laporan
WHO per tanggal 16 Juni 2021, didapatkan 176.303.596 kasus terkonfirmasi
dengan 3.820.026 kematian.5 Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19
pada tanggal 2 Maret 2020. Kasus meningkat dan menyebar dengan cepat di
seluruh wilayah Indonesia.4 Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (Kemenkes RI) sampai dengan 16 Juni 2021, total kasus
terkonfirmasi secara keseluruhan mencapai 1.937.652 kasus dengan 53.476
kematian.6 Prevalensi kasus COVID-19 di Provinsi Sumatera Barat, berdasarkan
data terbaru per tanggal 16 Juni 2021 kasus terkonfirmasi COVID-19 sebanyak
48.253 kasus dengan kematian sebanyak 1.102 kasus.7
Persentase kasus COVID-19 di Indonesia yang mengenai anak-anak yaitu
12,5% dan dewasa 97,5%.6 Statistik nasional dari negara-negara di Asia, Eropa,
dan Amerika Utara menunjukkan bahwa anak-anak menyumbang 2,1–7,8% dari
kasus COVID-19 yang dikonfirmasi. Meskipun gejala yang muncul pada anak-
anak lebih ringan daripada dewasa, sebagian kecil anak-anak membutuhkan rawat
inap dan perawatan intensif.11 Pada sebuah penelitian di China, pasien dengan
COVID-19 memiliki gejala yang ringan (81%) yaitu tanpa pneumonia atau
pneumonia ringan, 14% mengalami gejala berat seperti dispnue, frekuensi nafas
<30x/menit, saturasi 93% PF rasio >50% dalam 1 sampai 2 hari, dan 5 % yang
mengalami gejala berat hingga kondisi kritis.20

2.3 Cara Penularan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


Virus SARS-CoV-2 merupakan kelompok zoonosis yang ditularkan
awalnya melalui hewan. Namun, seiring berkembangnya waktu virus ini dapat
menular dari manusia ke manusia dengan penyebaran melalui droplet.21 Droplet
merupakan partikel berisi air dengan diameter >5-10 µm. Penularan melalui
droplet dapat terjadi ketika seseorang berada pada jarak dekat (dalam ±1 meter)
dengan seseorang yang memiliki gejala pernapasan seperti batuk atau bersin
sehingga droplet berisiko mengenai mukosa mulut dan hidung atau konjungtiva.
Penularan SARS-CoV-2 juga dapat terjadi melalui benda dan permukaan yang
terkontaminasi droplet sekitar orang yang terinfeksi. 4 Anak-anak dan remaja
merupakan kelompok rentan terinfeksi virus ini karena adanya kontak erat dengan
anggota keluarga.22 Selain itu, SARS-COV-2 dapat terdeteksi pada spesimen non-
pernapasan, seperti tinja, darah, sekret mata, air mani, dan air susu ibu. Oleh
karena itu rute penularan lain juga telah dipertimbangkan, meskipun peran mereka
dalam penularan virus masih belum diketahui.23

2.4 Patogenesis
Coronavirus adalahh virus yang ditransmisikandarihewankemanusia
(zoonotik). Host yang biasa ditemukan contohnya kelelawar, tikus bambu, unta
dan musang. Coronavirus pada kelelawar adalah sumber utama untuk kejadian
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory
Syndrome (MERS). Pada kasus SARS, saat itu host intermediet (masked palm
civet atau luwak) justru ditemukan terlebih dahulu dan awalnya disangka sebagai
host alamiah. Pada penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa luwak hanyalah
sebagai host intermediate dan kelelawar tapal kuda (horse shoe bars) sebagai host
alamiah.22
Transmisi coronavirus dapat melalui dari hewan ke manusia dan dari
manusia ke manusia melalui transmisi aerosol (≤5 µm),transmisi droplet (>5 µm)
(kontak langsung dan tidak langsung), dan transmisi fekal-oral. Transmisi aerosol
adalah cara penularan melalui suspense halus tetesan padat atau cair (solid and
liquid droplet) di udara (atau media gas), seperti debu, kabut, atau asap. Transmisi
droplet adalah tetesan air kecil (small aqueous droplet) yang dihasilkan oleh
pernafasan, terdiridari air liur (saliva) atau lender (mukus) dan bahan lain yang
berasal dari permukaan saluran pernapasan. Transmisi droplet merupakan cara

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


penularan yang paling menonjol dan paling banyak dilaporkan selama pandemi.
Kontak langsung menyebar dari satu individu yang terinfeksi ke orang kedua yang
juga telah dianggap sebagai pendorong penularan dari manusia ke manusia,
terutama di rumah tangga dengan interaksi yang erat antara anggota keluarga atau
seperti saat berjabat tangan. Penularan SARS-CoV-2 melalui kontak tidak
langsung seperti pada benda mati (misalnya, gagang pintu, gelas, HP, pakaian,
perkakas, perabotan, dan lain-lain) masih dalam penelitian, tetapi kemungkinan
merupakan faktor risiko untuk kejadian penularan. Transmisi fekal-oral adalah
cara penularan melalui mangkuk toilet yang terbuktiada aerosol virus RNA dari
orang yang terinfeksi, tetapi masih menjadi teka-teki, juga RNA SARS-CoV-2
yang terdeteksi dalam swab rektal selama epidemi prekursor COVID-19 di
China.22,23

Aerosol Airbone

Droplet
Respiratory Direct contact
Infected Uninfected
Indirect droplets

DropletFecal-oral
nuclei

Gambar 1. Transmisi Coronavirus.23

Setelah terjadi transmisi, virus masuk kesaluran napas atas kemudian


bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah
itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus
dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel
gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul
penyakit sekitar 3-7 hari.22
Virion coronavirus terdiridari protein struktural, yaitu spike (S), envelope
(E), membran (M), nucleoapsid (N) dan beberapa betacoronavirus,
haemagglutinin-esterase. Strain tunggal positif genom RNA (+ssRNA) memiliki

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


kapsul yang dilapisi oleh N, sedangkan M dan E untuk memastikan penggabungan
ssRNA dan N dalam partikel virus selama proses perakitan. Trimer S menonjol
dari E virus yang diturunkan dari sel host dan spesifisitas untuk reseptor entry
seluler. Partikel coronavirus berikatan dengan faktor perlekatan seluler dan
interaksi S spesifik dengan reseptor seluler (angiotensin-converting enzyme 2
(ACE-2)), bersama dengan faktor host (transmembrane serine protease-2
(TMPRSS2)), mendorong penyerapan dan fusi virus di membran sel atau
endosome agar virus bisa masuk. Setelah itu, pelepasan RNA genomik mengalami
translasi langsung yang terbagimenjadi ORF1a dan ORF1b. Poliprotein pp1a dan
pp1ab yang dihasilkan diproses secara ko-translasi dan pasca-translasi menjadi
individual non-structural proteins (NSPs) yang membentuk kompleks replikasi
dan transkripsi virus. Biogenesis organel replikasi virus terdiri dari double-
membrane vesicles (DMVs) perinuklear, convoluted membranes (CMs) and small
open double-membrane spherules (DMSs) menciptakan lingkungan
microenvironment untuk replikasi RNA genom virus dan transkripsi mRNA
subgenomik (sg mRNA) yang terdiri dari kumpulan karakteristik nested set of
mRNA coronavirus. Protein struktural yang telah diterjemahkan tadi
mentranslokasi ke dalam membrane retikulum endoplasma (ER) dan transit
melalui ER-to-Golgi intermediate compartment (ERGIC), dimana terjadi
pembentukan N-enkapsidasi yang tersusundari RNA genomik yang baru
diproduksi, menghasilkan tunas kedalam lumen kompartemen vesikular sekretori,
lalu virion disekresikan dari sel yang terinfeksi melalui eksositosis. Akhirnya
terjadilah pelepasan virus.24

2.5 Manifestasi Klinik


Manifestasi klinik yang ditimbulkan oleh seseorang yang terinfeksi virus
SARS-COV-2 baik dewasa maupun anak bermacam-macam, mulai dari
asimptomatik, simptomatik ringan hingga gejala yang sangat berat. Gejala yang
paling sering timbul pada anak berupa batuk dan atau demam, diikuti dengan
gejala saluran pernapasan seperti pilek, hidung tersumbat, kehilangan indra
rasa/penciuman, nyeri tenggorokan, serta sesak nafas. Selain itu, dapat juga
ditemukan adanya gejala gastrointestinal pada anak dengan infeksi SARS-COV-2
berupa diare, mual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Namun, tidak semua

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


gejala tersebut muncul pada anak dengan COVID-19.25 Berdasarkan studi meta
analisis oleh Assaker et al, didapatkan hasil bahwa sebanyak 16% anak yang
terinfeksi SARS-CoV-2 tidak menunjukkan gejala atau asimptomatik. 26 Sehingga,
untuk mendeteksi dini infeksi SARS-COV-2 pada anak diperlukan skiring atau
identifikasi lebih lanjut apabila terdapat gejala tersebut terutama di saat masa
pandemi ini.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


BAB 3
GEJALA GASTROINTESTINAL COVID-19 PADA ANAK

3.1 Transmisi COVID-19 pada Saluran Gastrointestinal


SARS-CoV-2 telah terdeteksi pada sampel tinja pasien COVID-19. Hal ini
menunjukkan bahwa saluran gastrointestinal mungkin merupakan tempat replikasi
dan aktivitas virus. Sekitar setengah dari semua pasien COVID-19 memiliki RNA
virus yang terdeteksi di tinja mereka, bahkan ketika virus itu tidak lagi
diidentifikasi di saluran pernapasan. Pelepasan virus SARS-CoV-2 telah
ditunjukkan dalam tinja selama hampir lima minggu setelah aspirasi nasofaring
negatif pertama pada anak-anak yang didiagnosis dengan COVID-19. RNA
SARS-CoV-2 juga telah ditemukan dalam tinja sebagian besar pasien COVID-19
dan pembawa tanpa gejala hingga 30 hari setelah timbulnya gejala, bahkan setelah
swab pernapasan negatif. Selain itu, virus juga telah terdeteksi dalam sampel
histologis gastrointestinal yang diperoleh selama endoskopi. Namun, patogenisitas
RNA SARS-CoV-2 tinja yang terdeteksi dalam sampel tinja harus diartikan
dengan hati-hati karena dengan menggunakan teknik reaksi rantai polimerase
transkriptase (RTPCR), isolasi virus yang layak dan kultur belum ditunjukkan
dalam tinja. Meskipun demikian, SARS-CoV telah terbukti menular dalam
kondisi laboratorium hingga dua minggu setelah sampel diambil dari limbah dari
rumah sakit yang merawat pasien dengan SARS.27
Beberapa penelitian yang menggunakan organoid usus halus manusia telah
menunjukkan bahwa SARSCoV-2 bereplikasi di enterosit. Dalam model tikus,
inokulasi SARS-CoV-2 intragastrik mampu memicu infeksi produktif dan
menyebabkan perubahan patologis paru, menunjukkan potensi dampak patologis
dari rute fecal oral. Sampai saat ini, apakah sel epitel usus terutama terinfeksi
SARS-CoV-2 melalui rute oral-feses atau infeksi enterik adalah sekunder dari
infeksi pernapasan masih belum jelas. Studi lebih lanjut yang menilai risiko
penularan rute fekal-oral COVID-19 jelas diperlukan.27
Aspek perinatal dari penularan COVID-19 masih dalam perdebatan.
Sampai saat ini, tidak ada bukti penularan vertikal intrauterin ke bayi yang lahir
dari ibu yang terinfeksi SARS-CoV-2 selama kehamilan.SARS-CoV-2 tidak
terlihat diekskresikan dalam ASI. Dalam sebuah penelitian dengan sampel ASI

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


yang dikumpulkan dari enam ibu, spesimen diuji negatif untuk SARS-CoV-2.
Namun, ukuran sampel yang kecil dalam studi tersebut menghalangi pernyataan
konklusif.28

3.2 Patofisiologi
Kunci penularan virus COVID-19 pada manusia adalah kemampuan SARS-
CoV-2 untuk mengikat sel.28 SARS- CoV-2 memasuki sel inang melalui
pengikatan glikoprotein virus ke reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE-
2), yang sangat diekspresikan pada sel epitel alveolar tipe I dan II di paru-paru.
ACE-2 adalah homolog enzim pengubah angiotensin yang merupakan enzim
utama dalam sistem renin – angiotensin – aldosteron sehingga memainkan peran
penting dalam fisiologi dan patologi semua organ. Setelah mengikat reseptor
ACE-2, masuknya virus membutuhkan pembelahan protein (priming) oleh
protease serin transmembran tipe II (TMPRSS2). Langkah priming ini sangat
penting untuk fusi virus dan membran sel. Ekspresi ACE-2 sangat penting untuk
masuknya SARS-CoV-2 ke dalam sel inang.Pada manusia, ACE-2 dan TMPRSS2
diekspresikan secara kuat dalam jaringan paru-paru dan khususnya oleh sel-sel
epitel, yang menjelaskan mengapa paru-paru menjadi target yang paling rentan
selama infeksi. ACE-2 juga diekspresikan di banyak jaringan ekstrapulmoner,
termasuk saluran gstrointestinal, jantung, hati, dan ginjal.27
Reseptor ACE-2 tingkat tinggi telah ditemukan pada permukaan luminal
sel epitel yang berdiferensiasi di usus kecil, sementara lebih rendah di sel kripta
dan usus besar. Kemungkinan SARS-CoV-2 bereplikasi di dalam saluran GI
melalui reseptor ACE-2 pada enterosit usus. ACE-2 memiliki beberapa peran
dalam sistem pencernaan, termasuk penyerapan asam amino dan pemeliharaan
homeostasis usus.27 Zhu et al., melaporkan aktivitas ACE2 yang lebih tinggi pada
anak-anak dan remaja berusia 4 hingga 13 tahun dan penurunan progresif ke
tingkat dewasa setelah usia ini. Mereka mendalilkan bahwa anak-anak dan remaja
mungkin kurang rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2 karena perbedaan aktivitas
ACE2 dan imunitas.28
Sindrom badai sitokin dianggap sebagai mekanisme patogenetik utama
dalam kegagalan organ multipel yang terkait dengan infeksi SARS-CoV-2.
Memang, tingkat ekspresi sitokin dan kemokin yang tinggi, seperti interleukin-6

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


(IL-6), telah telah dilaporkan pada pasien COVID-19 dan ditemukan berkorelasi
positif dengan tingkat keparahan penyakit. Namun, sel target, mekanisme
patogenetik dan rute transmisi belum sepenuhnya dijelaskan dan banyak poin
yang masih harus diklarifikasi.28
Potensi cross-talk antara paru-paru dan usus yang didefinisikan sebagai
"lung-gut axis," telah diketahui dalam infeksi SARS-CoV-2. Badai sitokin yang
disebabkan oleh sistem imun pejamu yang hiperaktif meningkatkan pelepasan
mediator inflamasi yang menyebabkan hiperpermeabilitas paru-paru seperti virus
bersama dengan mediator inflamasi melalui sirkulasi bermigrasi ke usus dan
mengikat reseptor ACE-2 pada enterosit.27
Aktivasi imunitas bawaan dan adaptif dengan perekrutan sel inflamasi dan
produksi sitokin inflamasi lokal dan sistemik di epitel usus kemungkinan
memainkan peran. Tingkat ekspresi gen yang mengkode interferon tipe III
manusia (INFs), IFNλ2, dan IFNλ3, secara signifikan diinduksi pada enteroid
yang terinfeksi. Demikian pula, peningkatan regulasi yang signifikan dari gen
yang mengkode reseptor kemokin CC (CCR1 dan CCR8), gen yang mengkode
interleukin (IL) 16 (IL16), IL3, dan ligan kemokin motif CXC 10 (CXCL10), juga
dikenal sebagai interferon gamma-induced protein 10 (IP10). Sebaliknya, gen
yang mengkode CCR2, CCR5, dan IL5 diturunkan regulasinya, sedangkan pada
infeksi, gen yang mengkode IFN-, IFN-, dan IFN-γ hampir tidak diinduksi.
Pengaruh regulasi mediator antivirus dan inflamasi ini pada replikasi virus dan
respon host memerlukan studi lebih lanjut. Mungkin respon imun dapat
menyebabkan disbiosis dengan penyebaran keadaan pro-inflamasi. Translokasi
bakteri mungkin merupakan kejadian awal yang berhubungan dengan kerusakan
usus akibat infeksi jaringan, disfungsi yang diinduksi inflamasi sistemik dan
kerusakan vaskular yang diperantarai IL6. Infeksi SARS-CoV-2 mengubah sawar
darah usus, menyebabkan penyebaran sistemik bakteri, endotoksin, dan metabolit
mikroba. Selain itu, peradangan lokal dapat melemahkan penghalang mukosa
serta replikasi dan penyebaran virus dapat berkontribusi pada kerusakan epitel
lebih lanjut dan peradangan mukosa, yang pada gilirannya dapat bertanggung
jawab atas perkembangan gejala gastrointestinal pada pasien COVID-19. Virus

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


menginfeksi sel epitel usus dan memicu respons inflamasi mukosa akut
sebagaimana dikonfirmasi oleh peningkatan calprotectin tinja.27
Gejala gastrointestinal pada pasien COVID-19 mungkin juga diakibatkan
oleh disfungsi ACE-2, enzim pengatur utama dalam sistem reninangiotensin-
aldosteron, yang diketahui memodulasi fungsi kekebalan usus dan peradangan.
Gangguan fungsi ACE-2 mempengaruhi homeostasis usus sehingga saluran
gastrointestinal lebih rentan terhadap proses inflamasi. Misalnya, telah
ditunjukkan penurunan penyerapan triptofan tertelan pada tikus knockout ACE-2,
yang menyebabkan penurunan ekspresi peptida antimikroba dalam sel paneth usus
kecil dan perubahan mikrobiota usus, dan pada gilirannya untuk pengembangan
kolitis. Dengan menganalisis sampel tinja menggunakan pengurutan gen 16S
rRNA, dalam kohort 30 pasien COVID-19, infeksi dikaitkan dengan penurunan
keragaman dan kelimpahan bakteri, dengan pengurangan bakteri
menguntungkan.27
Kerentanan terhadap infeksi SARS-CoV-2 mungkin dipengaruhi oleh
adanya peradangan mukosa yang sedang berlangsung dan disregulasi imun, yang
menjadi ciri beberapa gangguan GI kronis. Misalnya, reseptor ACE-2 dan
TMPRSS2 ditemukan diregulasi pada usus pasien yang meradang pada penyakit
radang usus (IBD), yang mungkin mengisyaratkan peningkatan kerentanan
terhadap SARS-CoV-2. Di sisi lain, telah disarankan bahwa peningkatan
konsentrasi serum bentuk larut ACE-2, yang didokumentasikan pada pasien IBD,
mungkin memberikan peran protektif terhadap infeksi dengan bertindak sebagai
reseptor kompetitif untuk virus.27
Bukti terbaru menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 juga dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat (SSP), yang memberikan peran kunci dalam sumbu usus-
otak.ACE-2 dan TMPRSS2 juga telah terdeteksi dalam sistem saraf enterik
manusia (ENS) baik usus kecil maupun besar yang menunjukkan kemungkinan
transmisi neurogenik.Telah dipostulasikan bahwa ENS yang terinfeksi dapat
berfungsi sebagai entri langsung untuk neuroinvasi virus SSP melalui saraf vagus
atau splanknikus.Namun, tidak diketahui apakah ini dapat memodulasi fungsi
sistem saraf enterik, yang menyebabkan gejala seperti nyeri atau perubahan
kebiasaan buang air besar.27

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


3.3 Gejala Saluran Gastrointestinal
Anak-anak dengan COVID-19 memiliki perjalanan penyakit yang lebih
ringan dibandingkan dengan dewasa. Banyak pasien COVID-19 anak
mengalami sumbatan hidung, demam, pilek, faringalgia, sedangkan tanda-
tanda gagal napas jarang terjadi. Sebaliknya, gejala gastrointestinal telah
terbukti relatif umum pada anak dengan COVID-19. Muntah, mual, diare, dan
anoreksia adalah gejala gastrointestinal yang paling umum. Gejala
gastrointestinal yang muncul dari infeksi SARS-CoV-2 tidak spesifik, bisa
berhubungan dengan demam, dapat menyerupai infeksi umum pada anak
seperti gastroenteritis akut.29
Interaksi timbal balik antara SARS-CoV-2 dan angiotensin-converting
enzyme 2 (ACE2) dapat mengganggu fungsi ACE2 dan mengakibatkan
peradangan dan diare. Spike glikoprotein SARS-CoV-2 mengikat bagian
ekstraseluler dari ACE2 pada sel inang. Telah ditemukan tingkat ekspresi
ACE2 tinggi pada membran brush border enterosit usus halus, terutama pada
enterosit proksimal dan distal. ACE2 memiliki peran sentral dalam regulasi
homeostasis asam amino usus, imunitas bawaan, ekologi mikroba usus, dan
kerentanan menular terhadap kolitis. Adanya protease serin seluler,
transmembran protease serin 2 (TMPRSS2) dan transmembran protease serin 4
(TMPRSS4) mendorong infeksi SARS-CoV-2 pada enterosit dengan
membelah lonjakan glikoprotein virus pada membran sel. 29
Mual dan muntah terjadi karena mekanisme emetik diaktifkan oleh
mediator yang dilepaskan dari epitel usus oleh SARS-CoV-2, yang
memodulasi aferen vagal dan mengaktifkan area postrema. Keduanya
mengaktifkan nukleus traktus solitarius, yang akan mengaktifkan jalur motorik
visceral dan somatik untuk muntah dan juga mengirimkan proyeksi ke daerah
otak yang lebih tinggi yang menyebabkan munculnya mual. 29

Muntah lebih sering dilaporkan pada populasi anak-anak, sedangkan


diare adalah gejala yang paling umum pada anak-anak dan orang dewasa.
Dengan tidak adanya gejala pernapasan, diare mungkin merupakan gejala
pertama sebelum diagnosis pada beberapa kasus. Tes tinja laboratorium biasanya
mengungkapkan jumlah leukosit yang rendah dan tidak ada darah, mendukung

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


infeksi virus. Diare yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 tampaknya tidak
merusak epitel kolon. Demikian juga, infiltrasi inflamasi limfositik pada
akhirnya dapat ditemukan di kerongkongan, lambung, usus besar, dan hepar
pasien dewasa dengan COVID-19. Temuan ini menunjukkan gejala
gastrointestinal mencerminkan respons imun daripada kerusakan organ. Dengan
asumsi SARS-CoV-2 sebenarnya dapat menyebar melalui rute tinja, Dokter anak
dan ahli gastroenterologi juga harus tetap waspada terhadap varian kondisi yang
menyerupai gastroenteritis, virus lain (misalnya, adenovirus), hepatitis virus,
dengue dan gejala gastrointestinal yang berhubungan dengan terapi imunosupresi
dan penggunaan agen biologi.28

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


BAB 4
Multisystem Inflammatory Syndrome in Children Corona Virus Disease-19
(MIS-C COVID-19)

4.1 Definisi
MIS-C (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children) atau Sindrom
Peradangan Multisistem pada Anak adalah sindrom dengan berbagai presentasi
klinis dan tidak adanya temuan patognomonik atau tes diagnostik. 30 MIS-C
menyerang poupulasi usialima tahun ke atas hingga remaja dan sering melibatkan
kardiovaskular.31,32 Secara umum penyakit ini ditandai dengan demam,
peradangan, dan disfungsi multiorgan yang bermanifestasi di akhir perjalanan
infeksi SARS-CoV-2.14 Selain itu penyakit ini bermanifestasi klinis pada organ
paru, saraf, dan saluran pencernaan.18 MIS-C melibatkan gejala awal saluran
pencernaan pada sebagian besar pasien.16 Khusus pada saluran pencernaan gejala
yang terlihatantara lain sakit perut, diare, dan muntah.32

4.2 Etiologi
Hubungan antara coronavirus dan penyakit inflamasi multisistem, seperti
penyakit Kawasaki, telah dipelajari sebelumnya. Penyakit Kawasaki adalah
vaskulitis sistemik pada anak-anak dan salah satu penyebab utama penyakit
jantung yang didapat pada masa kanak-kanak. Penyakit Kawasaki diperkirakan
dipicu oleh respons terhadap agen infeksi pada individu yang memiliki
kecenderungan genetik, dan penelitian telah berfokus pada mengidentifikasi faktor
pejamu dan pemicu spesifik yang terkait dengan perkembangan penyakit
Kawasaki, meskipun penyebab pastinya masih belum diketahui. Coronavirus
memiliki genom yang besar, yang mungkin menjelaskan berbagai patogenisitas
dan kemampuan untuk memengaruhi banyak organ.33
Pandemi COVID-19 menyebabkan terjadinya peningkatan penyakit
inflamasi pada anak-anak,sebagian besar laporan muncul minggu setelah puncak
infeksi COVID-19.20,33 Jones et al. pada 7 April 2020 pertama kali melaporkan
kasus bayi berusia 6 bulan di Amerika Serikat, dengan gejala demam persisten
dan gangguan pernapasan ringan. gejala, yang didiagnosis dengan penyakit

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


Kawasaki dan memiliki hasil RT-PCR positif untuk SARS-CoV-2.34 Layanan
Kesehatan Nasional Inggris pada 24 April 2020 telah mengeluarkan peringatan
tentang gangguan multisistem inflamasi pediatrik yang muncul. Royal College of
Paediatrics and Child Health Inggris menerbitkan pedoman tentang manajemen
klinis anak-anak dengan MIS-C dan mengusulkan definisi kasus pada 1 Mei
2020.35 tentang manajemen klinis anak-anak dengan MIS-C dan mengusulkan
definisi kasus. Sejak itu, beberapa negara lain telah melaporkan bahwa penyakit
inflamasi multisistem secara temporal terkait dengan infeksi SARS-CoV-2.26

4.3 Patogenesis
Patogenesis MIS-C tidak begitu jelas dan banyak hipotesis telah
diajukanoleh para ahli tetapi tidak ada yang terbukti sampai saat ini. Banyak yang
berspekulasi bahwa itu adalah fenomena imunologis yang tertunda ditambah
dengan peradangan setelah infeksi COVID-19 tanpa gejala atau gejala yang
muncul setelah satu hingga enam minggu setelah infeksi COVID-19.36
Patogenesis dari MIS-C ini terdiri dari beberapa tahap. Tahap I (infeksi
awal) dengan SARS-CoV-2 cenderung tanpa gejala atau gejala ringan pada anak-
anak. Tahap II (fase paru) berat pada orang dewasa tetapi ringan atau tidak ada
pada banyak anak. Infeksi awal tampaknya memicu aktivasi makrofag diikuti oleh
stimulasi sel T-helper. Hal ini pada gilirannya menyebabkan pelepasan sitokin,
stimulasi makrofag, neutrofil, dan monosit, bersama dengan aktivasi sel B dan sel
plasma dengan produksi antibodi yang mengarah ke respons hiperimun (tahap
III). Disregulasi imun ini dikaitkan dengan sindrom inflamasi pada anak-anak
yang terkena yang disebut MIS-C. Infeksi langsung dengan SARS-CoV-2
cenderung tidak berperan dalam MIS-C.37
Pasien yang didiagnosis dengan MIS-C menunjukkan gambaran inflamasi
dengan atau tanpa syok dan disfungsi jantung, yang memerlukan diagnosis
banding dari sindrom syok toksik, KD, sindrom syok KD, atau sindrom aktivasi
makrofag. Oleh karena itu, MIS-C dapat dimasukkan dalam spektrum sindrom
respons inflamasi sistemik atau cytokine storm syndrome (CSS) (atau cytokine
release syndrome) seperti KD, yang mungkin menjelaskan mengapa hal itu
tampak mirip dengan KD. Sebagian besar pasien MIS-C menunjukkan manifestasi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17


klinis dan temuan laboratorium yang mirip dengan KD, sehingga patogenesis
MIS-C dan KD mungkin sama.38
Ada hipotesis bahwa Neutrophil Extracellular Traps (NETs) terlibat dalam
patofisiologi MIS-C. Neutrofil memainkan peran utama dalam respon imun
bawaan. Salah satu mekanisme fungsionalnya adalah pembentukan NETs. NETs
adalah jaringan seperti kisi DNA sel bebas, histon, dan kandungan granul
neutrofil termasuk protein mikobisidal dan enzim. NETs telah terlibat dalam
patofisiologi berbagai keadaan inflamasi dan protrombotik seperti sepsis,
trombosis, dan gagal napas. Pembentukan NETs oleh neutrofil, yang disebut
NETosis, dapat dirangsang oleh banyak virus. Fungsi utama NETs adalah untuk
menjebak virus walaupun begitu NETs yang diinduksi virus dapat memicu reaksi
inflamasi dan imunologis secara tidak terkendali yang mengarah ke respons
inflamasi sistemik yang berlebihan, mirip dengan hiperinflamasi yang terlihat
pada MIS-C. Zuo dkk telah menunjukkan bahwa NETs meningkat dalam plasma
pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2, dan konsentrasi NETs yang lebih tinggi
terlihat pada mereka yang mengalami gagal napas. Komplikasi trombotik telah
dilaporkan pada kasus COVID-19 yang berat. Koagulopati abnormal (misalnya
peningkatan D-dimer atau fibrinogen) juga telah diamati pada banyak kasus MIS-
C. NETosis memainkan peran penting dalam mempromosikan thrombosis, oleh
karena itu, peran NET dalam MIS-C sangat masuk akal. NETosis mungkin
merupakan mekanisme penting yang menghubungkan aktivasi neutrofil,
pelepasan sitokin, dan trombosis pada COVID-19, meskipun begitu belum ada
laporan mengenai keterlibatannya dalam MIS-C.38

4.4 Manifestasi Klinik


Gejala yang ditimbulkan oleh anak yang terinfeksi SARS-CoV-2 cenderung
ringan dibanding dewasa. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan risiko
penyakit COVID-19 pada anak muncul dalam kondisi berat. Berdasarkan laporan
CDC, menunjukkan bahwa anak dengan penyakit komorbid dan bayi (usia<1
tahun) berisiko lebih tinggi terinfeksi SARS-CoV-2 dengan gejala berat.Salah
satu, gejala berat yang muncul pada anak dengan COVID-19 adalah inflamasi
pada multi organ atau biasa disebut MIS-C (Multisystem Inflammatory Syndrome
in Children).39

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


Sistem organ yang sering menimbulkan gejala berupa kardiovaskuler,
ginjal, pernapasan, hematologi, gastrointestinal, dermatologis atau neurologis.
Manifestasi klinis yang ditimbulkan berupa11,13,39,40 :
a. Dermatologis : Kemerahan, lesi makulopapular atau ptekie, konjungitivitis
non purulent atau inflamasi mukokutan pada tangan, oral, dan kaki.
b. Perubahan mukosa mulut berupa bibir merah dan/atau pecah-pecah,
strawberry tongue, atau eritema mukosa orofaringeal34
c. Koagulopati
d. Sistem kardiovaskular : Disfungsi miokardial, pericarditis, valvulitis, dan
gangguan pembuluh darah coroner
e. Saluran respirasi : acute respiratory distress syndrome (ARDS)
f. Gagal ginjal kronik
g. Neurologis : ensefalopati, defisit neurologis fokal, meningismus,
papilledema

Selain beberapa sistem organ diatas, salah satu sistem organ yang paling
sering terserang MIS-C COVID-19 merupakan saluran gastrointestinal. Tanda dan
gejala MIS-C pada saluran gastrointestinal di anak berupa40,41:
1. Diare (2%-50%)
Diare merupakan gejala pertama yang muncul sebelum adanya diagnosis
terkonfirmasi SARS COV-2. Hasil dari beberapa penelitian di Wuhan
ditemukan bahwa, diare timbul dengan yellow-wattery diarrhea, dengan
frekuensi BAB berkisar 3 – 9x/hari, selama ± 4 hari. Hasil pemeriksaan
feses rutin ditemukan bahwa umlah leukosit rendah dan tidak ada darah,
sehingga hasil ini mendukung mendukung diare terjadi akibat infeksi
virus.20
2. Muntah (4% - 67%)
Muntah merupakan gejala yang sering dilaporkan pada populasi anak-
anak.20
3. Anoreksia (40% - 50%)
4. Mual (1% - 30%)
5. Nyeri perut (2% - 6%)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


6. Perdarahan saluran pencernaan (4% - 14%)
Gejala perdarahan saluran cerna pada anak dengan MIS-C cukup jarang. Hal
ini dibuktikan melalui penelitian Yang dkk bahwa gejala perdarahan saluran
cerna muncul pada kasus dengan kondisu kritis. Selain itu, Xiao dkk
melaporkan 10 kasus dari 73 (13,7%), namun penelitian ini tidak membahas
tingkat keparahan.41
7. Gejala limfadenitis mesentrika dan asites pada kasus berat, terjadi akibat
adanya reaksi inflamasi aktif pada sistem pencernaan.39

4.5 Diagnosis
Menurut WHO, terdapat beberapa kriteria penegakkan diagnosis yang
ditimbulkan pada anak dengan MIS-C COVID-19 berupa13 :
1. Anak berusia 0-19 tahun
2. Demam persisten > 38,50C35
3. Terdapat peningkatan inflammatory marker selama ≥ 3 hari
4. Terdapat dua dari gejala berikut (adanya bukti satu atau lebih disfungsi
organ) :
a. Ruam pada kulit atau konjungtivitis non-purulen bilateral atau tanda-
tanda peradangan mukokutan pada oral, tangan, atau kaki
b. Hipotensi atau syok;
c. Gambaran disfungsi miokard, perikarditis, valvulitis, atau masalah
pembuluh darah koroner (hasil temuan ekokardiogram/peningkatan
troponin/N-terminal pro B-type natriuretic peptide);
d. Adanya tanda koagulopati (peningkatan protrombine time, waktu
tromboplastin parsial, dan peningkatan D-dimer);
e. Gejala gastrointestinal seperti diare, muntah, atau nyeri perut.
3. Hasil RT-PCR positif, uji antigen, atau serologi; atau kontak apa pun
dengan pasien COVID-19.
4. DAN Penyebab peradangan oleh infeksi lain sebagai dasar timbulnya gejala
tersebut harus sudah disingkirkan, seperti sepsis bakteri, sindrom syok
stafilokokus atau streptokokus, miokarditis yang disebabkan oleh
enterovirus39

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


Menurut CDC, kriteria penegakkan diagnosis MIS-C COVID-19 pada
anak39,40 :
1. Anak berusia ≤ 21 tahun
2. demam persisten ≥380C selama ≥ 24 jam atau adanya demam subjektif
selama ≥ 24 jam, dan
3. Gejala berat dan diikuti keterkaitan ≥ 2 sistem organ (jantung, ginjal,
pernapasan, hematologi, gastrointestinal, dermatologis atau neurologis)
seperti nyeri perut, muntah, diare, ruam kulit, lesi mukokutan, deficit
neurologis, bahkan bisa mengalami hipotensi dan syok.
4. Terdapat hasil pemeriksaan laboratorium (minimal 1) berupa :
a. Peningkatan CRP
b. Peningkatan fibrinogen
c. Peningkatan ferritin
d. Peningkatan d-dimer
e. Peningkatan lactic acid dehydrogenase (LDH), laju endap darah (LED),
kadar troponin, B-type natriuretic peptide (BNP) atau proBNP,
f. Peningkatan procalcitonin, IL-6
g. neutrofilia, hipoalbumin, dan limfopenia.
5. Pemeriksaan PCR, serologi, tes antigen positif, atau terpapar virus SARS-
CoV-2 dalam waktu 4 minggu terakhir.
6. DAN tidak ada diagnosis lain yang memungkinkan

Penegakkan diagnosis MIS-C dapat menggunakan alur petunjuk


penegakkan diagnosis MIS-C pada anak, sebagai berikut40 :

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21


Gambar 2. Alur Petunjuk Diagnosis MIS-C.40
Keterangan :
CRP = protein C-reaktif; ESR = laju sedimentasi eritrosit; ALC = jumlah limfosit
absolut; CBC = jumlah sel darah lengkap; BNP = peptida natriuretik tipe-B; PT =
waktu protrombin; PTT = waktu tromboplastin parsial; LDH = laktat
dehidrogenase; u/a = urinalisis; EKG = elektrokardiogram

Berdasarkan gambar 2, dijelaskan bahwa adanya alur petunjuk penegakkan


diagnosis MIS-C pada anak.40 Sesuai dengan data epidemiologi infeksi SARS-
CoV-2, bahwa MIS-C pada anak didefinisikan dengan terpenuhi 1 diantara
kriteria berikut35:
1. Terdapat hasil pemeriksaan PCR SARS–CoV-2 positif, hasil pemeriksaan
serologi SARS–CoV-2 positif, memiliki gejala penyakit COVID-19, atau
adanya kontak erat dengan seseorang yang terkonfirmasi/diduga COVID-19
dalam 4 minggu terakhir.
2. Gambaran klinis sugestif meliputi ruam (polimorfik, makulopapular, atau
petekie), gejala gastrointestinal (diare, sakit perut, atau muntah), perubahan
mukosa mulut (bibir merah dan/atau pecah-pecah, strawberry tongue, atau
eritema mukosa orofaringeal), konjungtivitis (infeksi konjungtiva bilateral
tanpa eksudat), dan gejala neurologis (perubahan status mental, ensefalopati,
defisit neurologis fokal, atau papilledema).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


3. Complete metabolic panel (CMP) yang terdiri dari pengukuran natrium,
kalium, karbon dioksida, klorida, nitrogen urea darah, kreatinin, glukosa,
kalsium, albumin, protein total, aspartat aminotransferase (AST), alanin
aminotransferase (ALT), alkaline phosphatase (ALP), dan bilirubin.
4. Jika terdapat ketersediaan pemeriksaan penunjang, maka lakukan
pemeriksaan prokalsitonin, dan tes apusan darah.
5. Pemeriksaan uji serologi harus dilakukan (tier1), namun jika fasilitas tidak
tersedia, lakukan pemeriksaan uji IgG, IgM, dan IgA SARS–CoV-2
a. Pemeriksaan laboratorium tier 1 berupa pemeriksaan darah lengkap,
CMP, ESR, CRP, PCR SARS COV2
b. Pemeriksaan penunjang tier 2 BNP, troponin T, D-dimer, LDH,
serologi SARS COV-2, apusan darah, EKG dan ekokardiogram

Evaluasi diagnosis MIS-C40:


1. Pasien yang dicurigai MIS-C juga harus dievaluasi untuk melihat adanya
infeksi menular dan penyakit tidak menular seperti keganasan, dan beberapa
pertimbangan etiologi yang dapat menjelaskan presentasi klinis.
2. Pasien yang dicurigaiMIS-C memerlukan pemeriksaan penunjang tambahan
seperti rontgen thoraks, abdomen, sistem saraf pusat, serta pungsi lumbal.
3. Penilaian klinis pasien dengan kecurigaan MIS-C dengan klinis tampak
sehat dan tanda-tanda vital stabil, dapat dilakukan pada saat rawat jalan.
4. Penilaian klinis pada pasien dengan kecurigaan MIS-C dengan gejala yang
berat, dapat dilakukan dengan observasi rawat inap di RS dan pemeriksaan
penunjang. Penilaian ini dilakukan terutama dengan klinis pasien berupa :
a. Tanda-tanda vital abnormal (takikardia, takipnea)
b. Distress pernafasan
c. Defisit neurologis (ensefalopati, defisit neurologis fokal,
meningismus, papilledema)
d. Perubahan status mental
e. Gangguan hati dan ginjal
f. Peningkatan penanda inflamasi (protein C-reaktif 10,00 mg/dL)
g. Adanya EKG abnormal, B-type natriuretic peptide (BNP), atau
peningkatan troponin T

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


Pasien dengan gejala syok, distres pernapasan, perubahan neurologis,
dehidrasi, atau pasien dengan diagnosis Kawasaki Disease harus dirawat terlebih
dahulu untuk pemeriksaan lebih lanjut, terlepas dari konfirmasi diagnosis MIS-C.
Anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan MIS-C harus dikelola oleh tim
multi-disiplin termasuk ahli reumatologi anak, ahli jantung, ahli penyakit menular,
dan ahli hematologi. Diperlukan pertimbangan konsultasi dan kepada dokter
subspesialis sesuai manifestasi klinis yang ditimbulkan, seperti neurologi
pediatrik, nefrologi, hepatologi, gastroenterologi.40

4.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis MIS-
C COVID-19 pada anak sebagai bentuk pembuktian adanya inflamasi pada tubuh
berupa25 :
1. Pemeriksaan laboratorium : inflammatory marker
2. Pemeriksaan COVID-19 melalui RT-PCR atau tes antigen, serologi
3. EKG
4. Echocardiografi
5. Pemeriksaan enzim jantung : peningkatan troponin T, BNP, dan pro BNP
6. Pemeriksaan radiologis : rontgen thoraks dan CT-Scan yaitu infiltrat
unilateral atau bilateral, ditemukan ground glass appearance dan
konsolidasi dengan tanda Halo di sekitarnya pada pada CT-Scan.

4.7 Tatalaksana
Kondisi seorang anak dengan COVID-19 disertai MIS-C harus diberikan
penanganan melalui rawat inap. Pemberian terapi utama adalah melalui
tatalaksana suportif seperti resusitasi cairan, penggunaan inotropik, alat bantu
nafas, dan lainnya.39 Selain itu, diperlukan tatalaksana medikamentosa berupa
pemberian immunoglobulin IV (IVIG), steroid, serta antivirus seperti remdesivir.
Penggunaan IVIG dan atau steroid telah disetujui sebagai terapi lini pertama pada
keadaan ini.42 Berikut adalah algoritma pemberian terapi pada anak dengan MIS-C
COVID-19 di rumah sakit40 :

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24


Gambar 3. Algoritma tatalaksana MIS-C.40

Berdasarkan gambar 3, dijelaskan bahwa pemberian terapi dapat diberikan


sesuai dengan gejala klinis yang muncul disertai dengan ada atau tidaknya gejala
syok atau kegagalan fungsi organ. Jika anak dengan gejala syok/kegagalan fungsi
organ maka lini pertama dengan pemberian IVIG dan kortikosteroid.40
Dosis imunoglobulin intravena (IVIG) adalah 2 gm/kg sesuai BB ideal.
Fungsi jantung dan status cairan harus dinilai sebelum IVIG diberikan. Pada
beberapa pasien dengan disfungsi jantung, IVIG dapat diberikan dalam dosis
terbagi (1 gm/kg setiap hari selama 2 hari). Metilprednisolon atau steroid lain
dengan dosis yang setara dapat digunakan. Penyakit refrakter didefinisikan
sebagai demam persisten dan/atau keterlibatan organ akhir yang signifikan dan
berkelanjutan. Pemberian metilprednisolon 1-2 mg/kg/hari dapat dipertimbangkan
untuk terapi lini pertama pada beberapa pasien MIS-C dengan gejala berat seperti
keadaan umum sakit berat, peningkatan kadar peptida natriuretik tipe-B yang
tinggi, takikardia yang tidak dapat dijelaskan, namun belum mengalami syok atau
penyakit yang mengancam organ. Jika pasien diberi glukokortikoid dosis rendah
hingga sedang sebagai terapi lini pertama, dosis metilprednisolon IV harus 10-30
mg/kg/hari untuk terapi intensif.40

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 25


Penggunaan antivirus seperti remdesivir telah disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk pengobatan MIS-C COVID-19 pada anak.
Pemberian remdesivir direkomendasikan pada kondisi42:
a. Anak berusia ≥12 tahun dengan COVID-19 yang memiliki faktor risiko
penyakit komorbid berat dan membutuhkan pemakaian oksigen
supplemental.
b. Anak berusia ≥ 16 tahun dengan COVID-19 yang membutuhkanpemakaian
oksigen supplemental walaupun ada atau tidak penyakit komorbid berat.
Menurut CDC, pemberian terapi medikamentosa penggunaan aspirin dapat
diberikan pada pasien dengan gangguan pada pembuluh darah coroner, dan
pemberian antibiotik digunakan pada kondisi sepsis sambil menunggu hasil kultur
bakteri. Profilaksis trombolitik pada pasien dengan hiperkoagulasi beserta MIS-
C.39

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 26


BAB 5
PENUTUP

1. COVID-19 merupakan masalah keseshatan serius yang saat ini dihadapi


oleh semua negara di dunia. Penyakit ini telah banyak memengaruhi
berbagai aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat.
2. COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 menyerang sebagian
kecil populasi anak-anak dari total kasus terkonfirmasi, namun anak-anak
membutuhkan perawatan intensif jika sudah terjangkit COVID-19.
3. Pada sebagian anak-anak yang terinfeksi virus SARS-CoV2 akan muncul
peradangan multisistem yang berkembang selama tahap akut COVID-19.
Selanjutnya kejadian tersebut akan berkembang menjadi Multisystem
Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C).
4. MIS-C atau Sindrom Peradangan Multisistem pada Anak adalah kondisi
dimana beberapa bagian tubuh dapat mengalami inflamasi seperti jantung,
paru, ginjal, otak, mata, dan organ gastrointestinal.
5. Kejadian MISC global dan populasi spesifik tetap tidak diketahui. Meskipun
ada beberapa bukti bahwa pengembangan MIS-C adalah reaksi imunologis
pasca-virus terhadap COVID-19, pemahaman tentang respons imun yang
disebabkan oleh SARS-CoV-2 masih belum bisa ditetapkan.
6. Patogenesis MIS-C tidak begitu jelas, namun dalam perjalanannya penyakit
ini terdiri dari beberapa tahap. Tahap I (infeksi awal) Tahap II (fase paru),
dan tahap III merupakan fase hiperinflamasi tertunda
7. Pemberian terapi MIS-C dipengaruhi oleh gejala klinis yang muncul disertai
dengan syok atau kegagalan fungsi organ. Anak dengan gejala syok atau
kegagalan fungsi organ dapat diberikan terapi lini pertama berupa IVIG dan
kortikosteroid.
8. Kecukupan intake makanan hanya dapat ditentukan dalam evaluasi nutrisi
berurutan termasuk klinis dan temuan laboratorium. ASI adalah
imunonutrisi yang paling baik dan dianjurkan untuk terus diberikan.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 27


DAFTAR PUSTAKA

1. Chen Y, Liu Q, Guo D: Emerging Coronaviruses: Genome Structure,


Replication, and Pathogenesis. J Med Virol. 2020, 92:418-23).
2. Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, Dulebohn SC, Napoli RD: Features,
Evaluation and Treatment Coronavirus (COVID-19). StatPearls Publishing,
Treasure Island, FL; 2020.
3. Burhan E, Susanto AD, Nasution SA, Ginanjar E, Pitoyo CW, Susilo A,
Firdaus I, et al. PedomanTatalaksana COVID-19. ed. 3. Jakarta.
PerhimpunanDokterParu Indonesia. Jakarta; 2020)
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Revisike 5. Jakarta; 2020.
5. World Health Organization [2021]. Diakses 16 Juni 2021 - Available at :
https://covid19.who.int/
6. KementerianKesehatanRepublik Indonesia [2021]. Diakses 16 Juni 2021.
Available at - https://covid19.go.id/peta-sebaran-covid19
7. Provinsi Sumatera Barat [2021]. Diakses 16 Juni 2021. Available at :
https://corona.sumbarprov.go.id/
8. Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, Dulebohn SC, Napoli RD: Features,
Evaluation and Treatment Coronavirus (COVID-19). StatPearls Publishing,
Treasure Island, FL; 2020.
9. Ghinai I, McPherson TD, Hunter JC, et al.: First Known Person-to-Person
Transmission of Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-CoV-2) in the USA [Epub ahead of print]. Lancet. 2020)
10. Li Q, Guan X, Wu P, et al.: Early transmission dynamics in Wuhan, China,
of novel coronavirus-infected pneumonia [Epub ahead of print]. N Engl J
Med. 2020
11. Jiang L, Tang K, Levin M, Irfan O, Morris SK, Wilson K, et al. COVID-19
and Multisystem Inflammatory Syndrome in Children and Adolescents.
Lancet. 2020;20:e276-88.
12. Center for Disease Control And Prevention. Multisystem inflammatory
syndrom. 2021. https://www.cdc.gov/mis-c/- Diakses 9 Juni 2021.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 28


13. WHO. Multisystem inflammatory syndrome in children and adolescents
with COVID-19. https://www.who.int/publications/i/item/multisystem-
inflammatory-syndrome-in-children-andadolescents-with-covid-19 -
Diakses 9 Juni 2021.
14. American College of Rheumatology. Clinical Guidance for Pediatric
Patients with Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C)
Associated with SARS-CoV-2 and Hyperinflammation in COVID-19. USA:
American College of Rheumatology. 2020. p. 1-7.
15. Grubber CN. Patel RS, Trachtman R, Gelb BD. Merad M, Bogunovic D.
Mapping Systemic Inflammation and Antibody Responses in Multisystem
Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C). Cellpress. 2020;183;1-14.
16. Capone CA, Subramony A, Sweberg T, Schneider J, Shah S, Rubin L,
Schleien C, et al. Characteristics, Cardiac Involvement, and Outcomes of
Multisystem Inflammatory Syndrome of Children Associated with Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 Infection. J Pediatr.
2020;224:141-5.
17. Troisi J, Venutolo G, Tanyà PM, Carri MD, Landolfi A, Fasano A. COVID-
19 and the gastrointestinal tract: Source of infection or merely a target of the
inflammatory process following SARS-CoV-2 infection. World Journal of
Gastroenterology.2021:27(14);1406-18.
18. Sahn B, Eze OP, Edelman MC, Chougar CE, Thomas RM, Schleien CL, et
al. Features of Intestinal Disease Associated With COVID-Related
Multisystem Inflammatory Syndrome in Children. J
PediatrGastroenterolNutr. 2021;72(3):384-
19. Yang TY, Li YC, Wang SC, Dai QQ, Jiang XS, Zuo S, Jia L, Zheng JB,
Wang HL. Clinical characteristics of patients with COVID-19 presenting
with gastrointestinal symptoms as initial symptoms: Retrospective case
series. World J Clin Cases. 2020;8:2950–8.
20. Wu Z, McGoogan JM. Characteristic of Important lesion from the corona
virus disease2019 (covid19)outbreak in china. JAMA. 2020;323(13): 1239-
42.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 29


21. Handayani D, Hadi DR, Isbaniah F, Burhan E, Agustin H. penyakit Virus
Corona. JurnalRespirologi Indonesia. 2020;40(2):119-29.
22. PerhimpunanDokterParu Indonesia (PDPI). Pneumonia Covid-19:
Diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2020.
23. Harrison AG, Lin T, Wang P. Mechanisms of SARS-CoV-2 Transmission
and Pathogenesis. Trend in Immunology. 2020;41(12):1100-15.
24. V’Kovski P, Kratzel A, Steiner S, Stalder H, Thiel V. Coronavirus biology
and replication:implications for SARS- CoV-2. 2021;19:155-70.
25. Center for Disease Control and Prevention (CDC). COVID-19. Last update
Dec 30, 2020. Akses 15 Juni 2021. Available at :
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/pediatric-hcp.html
26. Assaker R, Colas A-E, Julien-Marsollier F, Bruneau B, Marsac L, Greff B,
Tri N, et al. Presenting Symptoms of COVID-19 in Children: A Meta-
Analysis of Published Studies. Br J Anaesth. 2020;125(3):330-2.
27. Pouti MG, Rybak A, Kiparissi K,. SARS-CoV-2 and the Gastrointestinal
Track in Children. J Frontiers in Pediatric. 2021;9:1-19.
28. Oba J, Carvalho WB, Silva CA, Delgado AF. Gastrointestinal
manifestations and nutritional therapy during COVID-19 pandemic: a
practical guide for pediatricians. Einstein (São Paulo). 2020;18:1-8.
29. Dipasquale V, Passanisi S, Cucinotta U, Cascio A, Romano C. Implication
on SARS-COV-2 infection in the diagnosis and management of the
pediatric gastrointestinal disease. Italian Journal of Pediatric, 2021 47: 71:
1-7
30. Feldstein LR, Rose EB, Horwitz SM, Collins JP, Newhams MM, Son MBF,
et al. Multisystem Inflammatory Syndrome in U.S. Children and
Adolescents. N Engl J Med. 2020;383:1-13.
31. Riphagen S, Gomez X, Gonzalez-Martinez C, Wilkinson N, Theocharis P.
Hyperinflammatory Shock in Children During COVID-19 Pandemic.
Lancet. 2020;395:1607-8.
32. Verdoni L, Mazza A, Gervasoni A, Martelli L, Ruggeri M, Ciuffreda M, et
al. An Outbreak of Severe Kawasaki-Like Disease at the Italian Epicentre of

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 30


the SARS-Cov-2 Epidemic: An Observational Cohort Study. Lancet
2020;395:1771-8.
33. Belot A, Antona D, Renolleau S, Javouhey E, Hentgen V, Angoulvant F, et
al. SARS-CoV-2 Related Paediatric Inflammatory Multisystem Syndrome,
an Epidemiological Study, France, 1 March to 17 May 2020. Euro
Surveill.2020;25:2001010.
34. Jones VG, Mills M, Suarez D, Hogan CA, Yeh D, Segal JB, Nguyen EL, et
al. COVID-19 and Kawasaki Disease: Novel Virus and Novel Case. Hosp
Pediatr.2020;10:537–40.
35. The Royal College of Paediatrics and Child Health. Guidance–Paediatric
Multisystem Inflammatory Syndrome Temporally Associated with
COVID19 (PIMS). 2020.
https://www.rcpch.ac.uk/resources/guidancepaediatric
https://www.rcpch.ac.uk/resources/paediatric-multisystem-inflammatory-
syndrome-temporally-associated-covid-19-pims-guidance -Diakses pada 10
Juni 2021.
36. Shankaralingappa A, Thirunavukkarasu AB. Pathogenesis of COVID-19
and multi-system inflammatory syndrome in children. Int J Contemp
Pediatr. 2021;8(4):777-81.
37. Nakra NA, Blumberg DA, Herrera-Guerra A, Lakshminrusimha S. Multi-
system inflammatory syndrome in children (MIS-C) following SARS-CoV-
2 infection: review of clinical presentation, hypothetical pathogenesis, and
proposed management. Children (Basel). 2020;7:69.
38. Kwak JH, Lee SY, Choi JW, and the Korean Society of Kawasaki Disease.
Clinical features, diagnosis, and outcomes of multisystem inflammatory
syndrome in children associated with coronavirus disease 2019. Clin Exp
Pediatr. 2021;64(2):68-75.
39. Center for Disease Control and Prevention (CDC). Multisystem
Inflammatory Sindrome in Children. Akses 15 Juni 2021. Available at:
https://www.cdc.gov/mis-c/hcp
40. Henderson LA, Canna SW, Friedman KG, Gorelik M, Lapidus SK, Bassiri
B, et al. American College of Rheumatology Clinical Guidance for

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 31


Multisystem Inflammatory Syndrome in Children Associated With SARS–
CoV-2 and Hyperinflammation in Pediatric COVID-19: Version 2.
American College of Rheumatology. 2021;73(4):13-29.
41. Tian Y, Rong L, Nian W, He Y. Review article: gastrointestinal features in
COVID-19 and the possibility of faecal transmission. Aliment Pharmacol
Ther. 2020;51(9):843-51.
42. Center for Disease Control and Prevention (CDC). COVID-19 Treatment
Guidelines. Last Update April 21, 2021. Akses 15 Juni 2021. Available at :
https://www.covid19treatmentguidelines.nih.gov/special-
populations/children/

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 32

Anda mungkin juga menyukai